Share

Sakit lumpuh

"Akang apa-apaan sih? sambil mundur beberapa langkah, memegangi tangan yang tadi di sentuh Dirwan.

"Maaf Neng, akang hanya ingin ditemani Neng saja," lagi- lagi Dirwan mengulang kata-katanya. Sikap Dirwan menjadi kikuk.

Eza menjatuhkan tubuhnya di kursi yang tadi. Dengan hati masih kesal Eza berusaha bersika ramah. "Akang belum makan? apa mau makan bersama mereka atau mau di sini? Eza ambilkan."

"Em ... boleh ambilkan saja. Akang malas ke sana, ramai," tambah Dirwan hatinya senang sepertinya Eza calon istri yang akan patuh dan akan selalu melayaninya.

"Baik lah Eza ambilkan dulu. Permisi?" Eza berdiri membawa langkahnya menuju dapur.

Kepala Dirwan memutar seiring kepergian Eza ke belakang. Senyumnya mengembang, terpesona pada sosok Eza yang cantik, ramah, baik. Badannya juga tinggi semampai, Dirwan berkali-kali menelan saliva nya. Melihat tubuh Eza dari belakang.

"Neng ayok makan?" suara Uminya setelah melihat putrinya, Eza.

"Mana nak Dirwan?" tanya bah Bani melirik Eza.

"Ada, di depan. Katanya mau makan di sana saja, jadi Eza ambilkan dulu," lirik Eza sambil mengambil piring di tuangi nasi juga lauknya.

"Iya, biar romantis ya Neng makan berdua," ucap seorang Ibu.

"Romantis apa nya? aku cuma ambilkan Akang kok," batin Eza, oya Ibu nya Dirwan yang mana ya. Sepertinya ngak ada di sini" ungkapan batin Eza bertanya-tanya.

Eza membawa makan malam dan segelas air minum. Dibawanya ke ruang tengah, namun Dirwan gak ada di sana.

"Loh ... kemana dia?" Eza celingukan, langkah Eza di teruskan ke depan. Mungkin saja Dirwan berada di teras.

Benar saja, pria itu sedang duduk di kursi yang berada di teras. Melihat Eza datang dari pintu. Dirwan tersenyum. "Akang kepanasan Neng, jadi Akang mencari angin di luar."

Eza mengangguk, "Oh iya. Ini makannya Kang," Eza menyimpan piring di atas maja.

"Terima kasih Neng. Akang bahagia sekali belum nikah saja Eneng mau melayani Akang, gimana nanti pasti lebih dari ini ya Neng?" menatap Eza sambil memegang piringnya.

Eza hanya tertunduk malu. Mendengar ucapan Dirwan barusan.

"Loh ... kok Neng gak makan?" tanya Dirwan menatap heran.

"Em ... Neng masih kenyang," sahut Eza, oya Kang. ibu Akang yang mana ya?" Eza penasaran yang mana calon ibu mertuanya itu.

"Oh. Mamah?" Dirwan bengong.

"Iya Mamah si Akang?" Eza makin penasaran.

"Mamah ... di rumah lagi sakit." jawabnya Dirwan.

"Sakit! sakit apa kang?" Selidiknya Eza.

"Lumpuh," Dirwan menunduk sedih.

"Oh, maaf Kang. Eza gak tahu."

"Nggak apa-apa Neng." Dirwan mengangkat kepalanya.

"Ya sudah. Akang lanjutkan makannya," sambung Eza.

"Oya Neng?" suara Dirwan setelah meminum air putih di tangannya.

"Iya Kang." Eza menoleh setelah mendengar panggilan dari Dirwan.

"Mau, kan kalau Eneng. Akang ajak ke rumah! menengok mamah, beliau pasti senang di tengok sama calon mantunya."

"Em ... insyaAllah Kang," timpal Eza kemudian melihat setangkai bunga yang masih kuncup dekat teras.

"Alhamdulillah, kalau Neng mau. Nanti Akang minta ijin sama abah dan umi ya?" wajah Dirwan sumringah.

Selesai makan! juragan Anwar dan rombongan berpamitan pada bah Bani beserta istri. Sebab sudah terlalu malam, dan keputusan sudah bulat. Bahwa pernikahan akan digelar bulan depan, dan satu minggu lagi mereka akan datang kembali untuk menyerahkan uang seserahan. Untuk keperluan nikah nanti.

"Saya mohon maaf. Telah merepotkan, dan ucapan terima kasih pada Abah yang telah menjamu kami. Adahal kami kemari hanya membawa tangan kosong. Sementara di sini di suguhi makan dan juga beraneka ragam cemilan," ujar juragan Anwar.

"Ah, kata siapa merepotkan? tidak, dan ini juga tidak seberapa hanya seadanya. Lagian siapa bilang ke sini hanya membawa tangan kosong? buktinya itu banyak membawa bingkisan," sahut bah Bani.

Juragan Anwar menoleh putranya yang duduk di teras, di sebelah kiri yang terhalang meja Eza duduk terdiam. "Pulang Wan. Sudah malam, kangen-kangenannya lain kali saja. Lagian tidak lama lagi kalian akan menjadi suami istri jadi akan lebih puas, he he he," juragan Anwar tertawa kecil menggoda putranya.

Dirwan sendiri hanya mesem, kemudian berdiri. "Akang pulang dulu ya Neng?" melirik Eza yang juga ikut berdiri dan membalas dengan mengangguk.

Mereka berjabat tangan. Kemudian pergi meninggalkan tempat tersebut yang sebelumnya mengucapkan salam.

Setelah mereka tiada, bah Bani sekeluarga masuk ke dalam rumah, sambil berjalan Abah berkata. "Hahh ... rasanya lega, sebentar lagi Neng Eza akan dipersunting orang baik," roman wajahnya bahagia.

"Iya. Abah, Umi tidak menyangka akan secepat ini," sahut istrinya umi Marni.

"Ya ... kan niat baik tentunya jangan di tunda-tunda Mi, lebih cepat lebih baik," sambung Abah.

Eza langsung ke dapur menyimpan piring dan gelas bekas Dirwan. Hatinya bergejolak, rasanya kurang percaya, akan secepat ini di lamar orang. Sambil melamun Eza mencuci piring bekas makan semuanya yang menumpuk di wastafel.

"Neng ... nyucinya besok saja atuh. Sekarang mah Neng istirahat saja?" suara lirih uminya membuyarkan lamunan Eza.

"Eh ... tidak apa Mi, besok atau pun sekarang sama saja, besok di kerjakan sekarang juga sama," sahut Eza tersenyum samar.

"Umi perhatikan Neng sedari tadi melamun. Memikirkan apa atuh Neng?" menatap lekat Putrinya.

"Ah, tidak Mi. Eza gak melamun," elak Eza. "Oya Mi ... katanya Dirwan, Mamahnya sakit lumpuh, apa bener Mi?"

"Oya. Umi kurang tahu Neng, mungkin abah tahu, kalau memang benar Eneng harus jenguk atuh, sambil memerkenalkan diri sebagai calon menantu," ucap Uminya sambil menggoda.

"Hem ... Umi apaan sih? Eza jadi malu." Eza tersipu malu.

"Ada apa ini teh rame! sedang membicarakan apa kalian?" suara abah yang tiba-tiba datang dan menghampiri.

"Ini Bah. Apa iya istri juragan Anwar sakit lumpuh?" tanya umi Marni pada suaminya.

Bah Bani diam sesaat, lalu menarik napas seraya berkata. "Setahu Abah sih, iya bener."

"Tuh ... Neng bener kata Abah juga."

Selesai mencuci Eza dan uminya membuka apa saja yang dibawakan tamunya tadi.

****

Suatu hari sekitar pukul satu. Sebuah motor masuk ke halaman rumah bah Bani, kebetulan ada adik bungsu Eza Zikry di teras. "Teh ada tamu," pekiknya sambil kepala menyembul ke dalam.

Sementara Eza tengah nyetrika pakaian, celingukan mencari tahu siapa yang datang. "Siapa dek?"

"Assalamu'alaikum ... lagi apa dek? sendiri saja," tegur Dirwan.

"W'alaikum salam, ini kang sedang membaca buku," sahutnya.

"Si. Akang teh yang datang! masuk Kang?" mengajak Dirwan untuk masuk.

Eza menyabut aliran listrik setrikaan. Kemudian ia tinggalkan, melihat ke depan. Baru beberapa langkah saja sudah nampak siapa yang datang,

"Lagi apa Neng? maaf kalau Akang mengganggu Eneng," sambil mengulurkan tangan.

Dibalas anggukan dan menyatukan kedua tangan di depan dada. "Itu. Lagi nyetrika, ada apa ya Kang? sama siapa ke sini?"

Dirwan pun mengangkat tangannya membalas Eza. "Akang sendiri, mau mengajak Neng ke rumah. Menjenguk mamah, mau, kan?"

"Em ... mau aja sih, tapi ... sama siapa ke sana nya? lagian abah sama umi belum pulang," ucap Eza sambil menyuruh tamunya duduk ....

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status