“Ada masalah di kantor?” “Nggak ada sih, kantor baik-baik aja.” “Lalu kenapa?” “Susah juga aku jelasin di sini, besok sore sepulang dari kantor kamu ada waktu nggak? Aku pengen ngajak kamu ketemuan di luar ada yang ingin aku sampain sama kamu,” Anggelina balik bertanya. “Mau curhat ceritanya nih? Hemmm, boleh deh besok sore aku tunggu kamu di mana?” “Besok aku telpon.” “Oh ya udah deh kalau gitu, sampai ketemu besok sore,” ulas Keysa. Obrolan mereka melalui sambungan handphone itu pun diakhiri, besok sore mereka telah sepakat untuk bertemu di luar sepulang dari kantor. Keysa adalah sahabat karib Anggelina, dia juga seorang wanita cantik keturunan chinese. Mereka sama-sama kuliah dulu di luar negeri, hanya saja bedanya kalau Anggelina sekarang menjadi Presdir di perusahaan Ayahnya sementara Keysa seorang manager di sebuah perusahaan yang juga terbesar di kota itu. Sore itu baik Anggelina maupun Keysa pulang lebih awal dari hari-hari sebelumnya, masih menggenakan pakaian kantor
“Kamu sering dia ajak makan di rumah makan Padang?” “Ya, menu-menu di sana super lezat Key. Aku juga pernah kok di bawain nasi bungkus dan makan bareng di rumah, Mama sampai geleng-geleng kepala lihat kami makan di teras samping rumah di alas tikar aja. Tapi suer Key benar-benar seru dan nikmat,” tutur Anggelina. “Sampai segitunya kamu ngikuti kebiasaan dia?” “Loh, emangnya kenapa? Aku merasa dengan hal-hal baru seperti itu hidupku lebih terasa rileks, nggak kaku seperti di kantor yang musti terikat dengan berbagai aturan terlebih aku sebagai presdir harus selalu memberi contoh pada bawahan. Begitu pula di rumah sekarang aku enjoy aja, terkecuali kalau di depan Papa tentu aku tetap menjaga sikap seperti biasanyalah.” “Sejauh itukah kamu merubah kebiasaanmu?” “Ya, karena aku merasa hal itu membuatku lebih happy,” jawab Anggelina pasti. “Hanya karena itu kamu jatuh hati pada Ridwan?” “Tentu nggaklah, masih banyak yang membuatku kagum terhadapnya. Dia sosok pria yang bertanggung j
Aula Kampus Fakultas Kedokteran Universitas A pagi itu dipadati para orang tua dari mahasiswa, mereka sangat antusias sekali mengikuti acara wisuda putra-putri mereka di sana. Tak terkecuali dengan Pak Wisnu dan Bu Anggini selaku orang tua Kintani, dari kemarin sore mereka sudah tiba di Kota Padang dan menginap di kos-kosan putrinya itu. Apa yang diharapkan dan di cita-citakan Kintani pun tercapai menjadi seorang dokter muda, namanya sekarang menjadi ‘Kintani Aulia, S.Ked’. Kelulusannya pun mendapat predikat cumlaude, tentu saja kebahagiaan yang ia rasakan bersama kedua orang tuanya di aula kampus itu makin sempurna. Mahasiswi cantik itu tak dapat lagi membendung rasa harunya saat berpelukan dengan Ibunya, air mata kebahagiaan itu jatuh membasahi pipinya begitu pula dengan Bu Anggini. Bertahun-tahun menimba ilmu di bangku perguruan tinggi yang tentunya tidak mudah karena harus berjuang untuk mendapatkan hasil yang maksimal, agar keinginan dan cita-citanya dapat diraih dengan sempurn
“Kriiiiiing....! Kriiiiiiing..! Kriiiiiiiing..!” suara telepon kabel berbunyi. “Hallo, selamat siang.” “Selamat siang Bu Clara,” sapa seorang wanita di sambungan telepon kabel itu. “Oh, ternyata Bu Anggelina. Ada apa, Bu?” “Bisa minta waktunya sebentar Bu untuk datang ke ruangan saya?” “Oh, tentu saja Bu. Saya akan segera ke sana sekarang,” Kepala bagian marketing itu segera meninggalkan ruangannya menuju ruangan direktur di lantai atas. Setibanya di dalam ruangan direktur perusahaan itu Clara di persilahkan duduk di depan meja berhadap-hadapan dengan Anggelina, Kepala bagian marketing itu tentu saja penasaran kenapa tiba-tiba saja atasannya meminta dia menghadap. “Apakah laporan saya bulan ini ada yang salah, Bu?” tanya Clara. “Hemmm, tidak ada. Semua yang Bu Clara laporkan sudah benar dan sesuai dengan laporan dari bagian lainnya, Saya hanya ingin mengajak Bu Clara sebentar lagi makan siang bersama,” tutur Anggelina tersenyum, sementara Clara makin penasaran karena tak biasa
Seminggu sudah Kintani berada di kampungnya di kenagarian P, selama itu pula antara Kintani dan Ridwan belum pernah sekalipun komunikasi melalui panggilan di ponsel mereka. Jika ingin berkomunikasi paling hanya melalui pesan singkat di WA, hal itu di karenakan mereka kuatir ketahuan oleh Pak Wisnu dan Bu Anggini. Seperti halnya malam itu saat berada di kamar, Kintani mengawali mengirimkan pesan singkatnya kepada Ridwan. “Uda udah pulang kerja?” tanya Kintani lewat pesan singkatnya. “Udah.” “Kok tumben jam 8 udah pulang? Biasanya Uda tiba di rumah kadang setengah 10 malam,” kembali Kintani bertanya. “Kami pulang kerja memang nggak selalu jam 9 malam dari pasar, kadang kalau nggak terlalu ramai seperti hari ini kami akan pulang lebih cepat dari sebelumnya,” balas Ridwan yang masih menyembunyikan jika dirinya sekarang bekerja di kantor sebuah perusahaan besar. “Oh gitu, Uda Ridwan udah makan malam?” “Udah tadi bareng Bang Randi. Gimana kabarmu udah seminggu di kampung?” Ridwan ba
Siang itu Ridwan tengah berada di luar kantor, karena di bagian marketing memang tidak melulu bekerja di dalam ruangan perusahaan itu saja melainkan juga sesekali waktu melakukan kegiatan di luar. Hampir setahun sudah Ridwan mengabdikan dirinya di perusahaan besar milik Anggelina itu dan tak terhitung kalinya pula ia melakukan tugas berbagai macam kegiatan di luar, seperti promo dan bertemu dengan distributor-distributor perusahaan di berbagai daerah. Selama itu pula Ridwan bukan hanya di kenal oleh orang-orang yang berkaitan dengan perusahaan tempat ia bekerja itu, tapi juga dari perusahaan lain serta pengusaha-pengusaha kalangan menengah dan atas. Ridwan sendiri saat ini di samping bekerja sebagai staf marketing juga membuka usaha di luar dengan gaji yang cukup besar ia terima setiap bulan serta bonus-bonus yang kerap ia dapatkan dari perusahaan, di antaranya saat ini Ridwan telah memiliki beberapa toko berbagai macam produk serta sebuah show room mobil yang tentunya dijalani ole
Karena tidak ada jam mengajar sore, maka Romi langsung pulang setelah zhuhur. Makan siangnya pun yang biasa di luar dekat gedung sekolah, sekarang di sempatkan makan siang bersama kedua orang tuannya di rumah. “Hari ini nggak ada jam mengajar sore ya Romi makanya pulang lebih awal?” tanya Bu Rani di sela-sela makan siang bersama di ruangan tengah. “Iya Bu, aku langsung pulang aja sembari nyempetin makan siang bareng sama Ayah dan Ibu di rumah.” “Sudah seminggu lebih Kintani di sini kamu nggak pernah datang berkunjung ke sana, kenapa?” kali ini Pak Rustam yang bertanya. “Nggak apa-apa Ayah, aku hanya segan saja kalau sering-sering berkunjung. Soalnya sewaktu Kintani masih kuliah aku juga jarang mengunjungi rumah Bi Anggini,” jawab Romi. “Nah, ini kesempatan baik buat kamu untuk membiasakan diri sering-sering berkunjung ke sana. Ayah yakin lama-lama Bibi dan Pamanmu itu bakal berusaha untuk membantumu lebih dekat dengan putri mereka,” ujar Pak Rustam. “Ayah, Kintani itu udah dewas
Di senja minggu menjelang malam di sebuah kamar yang mewah, seorang dara jelita tengah berdandan dengan busana pesta pilihan terbaiknya. Busana itu lebih terkesan sederhana baik dari corak maupun harganya tidak semewah dan semahal busana yang lain, akan tetapi dengan berpenampilan memakai gaun sederhana gadis itu semakin terlihat cantik dan mempesona. Beberapa menit kemudian ia pun ke luar dari kamar bersiap untuk berangkat ke suatu tempat, pada saat turun dari lantai atas dan melintas di ruang tengah seorang wanita hampir berumur 50 tahun namun masih terlihat muda yang duduk di ruangan itu tertegun. “Wah, luar biasa sekali cantikmu memakai busana itu Anggelina. Baru kali ini Mama melihatmu se anggun begitu, mau ke pestanya Keysa ya?” “Iya Ma, bentar lagi aku berangkat.” Dara jelita yang tidak lain adalah Anggelina Wijaya duduk di samping wanita yang di panggilnya Mama itu, Bu Wijaya masih tertegun memandang betapa cantik dan cocok sekali putri bungsunya memakai gaun pesta yang di