Karena tidak ada jam mengajar sore, maka Romi langsung pulang setelah zhuhur. Makan siangnya pun yang biasa di luar dekat gedung sekolah, sekarang di sempatkan makan siang bersama kedua orang tuannya di rumah. “Hari ini nggak ada jam mengajar sore ya Romi makanya pulang lebih awal?” tanya Bu Rani di sela-sela makan siang bersama di ruangan tengah. “Iya Bu, aku langsung pulang aja sembari nyempetin makan siang bareng sama Ayah dan Ibu di rumah.” “Sudah seminggu lebih Kintani di sini kamu nggak pernah datang berkunjung ke sana, kenapa?” kali ini Pak Rustam yang bertanya. “Nggak apa-apa Ayah, aku hanya segan saja kalau sering-sering berkunjung. Soalnya sewaktu Kintani masih kuliah aku juga jarang mengunjungi rumah Bi Anggini,” jawab Romi. “Nah, ini kesempatan baik buat kamu untuk membiasakan diri sering-sering berkunjung ke sana. Ayah yakin lama-lama Bibi dan Pamanmu itu bakal berusaha untuk membantumu lebih dekat dengan putri mereka,” ujar Pak Rustam. “Ayah, Kintani itu udah dewas
Di senja minggu menjelang malam di sebuah kamar yang mewah, seorang dara jelita tengah berdandan dengan busana pesta pilihan terbaiknya. Busana itu lebih terkesan sederhana baik dari corak maupun harganya tidak semewah dan semahal busana yang lain, akan tetapi dengan berpenampilan memakai gaun sederhana gadis itu semakin terlihat cantik dan mempesona. Beberapa menit kemudian ia pun ke luar dari kamar bersiap untuk berangkat ke suatu tempat, pada saat turun dari lantai atas dan melintas di ruang tengah seorang wanita hampir berumur 50 tahun namun masih terlihat muda yang duduk di ruangan itu tertegun. “Wah, luar biasa sekali cantikmu memakai busana itu Anggelina. Baru kali ini Mama melihatmu se anggun begitu, mau ke pestanya Keysa ya?” “Iya Ma, bentar lagi aku berangkat.” Dara jelita yang tidak lain adalah Anggelina Wijaya duduk di samping wanita yang di panggilnya Mama itu, Bu Wijaya masih tertegun memandang betapa cantik dan cocok sekali putri bungsunya memakai gaun pesta yang di
5 Bulan kemudian....... Randi telah memutuskan untuk pulang ke Padang menikah dengan Ranti, itu artinya dia tidak akan lagi bekerja di toko kakaknya itu melainkan menetap di Kota Padang bersama istrinya nanti. Sebelumnya Randi telah membeli sebuah ruko di Pasar Raya Padang untuk ia jadikan tempat usaha, seluruh keluarga Gita termasuk Ridwan hari itupun pulang ke Kota Padang. Acara resepsi pernikahan Randi dan Ranti cukup meriah, di samping di hadiri keluarga besar Ranti juga banyak dari para sahabatnya sesama pegawai negeri di instansi tempat ia dinas. Ranti sepakat untuk tinggal bersama di rumah Pak Hendra dan Bu Indri keduan orang tua Randi, karena menimbang di rumah kedua orang tua Randi itu tidak ada siapa-siapa selain Pak Hendra dan Bu Indri saja. Sementara Ranti masih memiliki dua orang adik yang dapat menemani kedua orang tuanya di rumah, yang satu pria saat ini tengah kuliah dan yang satu lagi wanita duduk di bangku SMA kelas 2. Sejatinya menurut adat-istiadat Minangkabau
Dua bulan sudah rumah sakit yang di pimpin Kintani beroperasi, dalam waktu yang terbilang masih baru putri Pak Wisnu itu terbilang sukses dalam mengelolanya terlihat dari antusias warga di sana yang datang berkunjung. Bukan hanya fasilitas dan peralatan rumah sakit itu saja yang lengkap, tapi juga dari segi pelayanan yang sangat memuaskan hingga membuat pasien merasa senang dan nyaman. Puluhan tenaga kerja di berbagai bidang terutama bidang kesehatan sesuai dengan keahlian masing-masing diperkerjakan di sana, manajemen yang juga tertata baik menjadikan rumah sakit yang di pimpin Kintani itu rumah sakit swasta terbaik di daerah itu. Sosok Kintani pun sangat humbel pada seluruh karyawan di sana, meskipun sebagai pimpinan dia sama sekali tak terlihat menonjolkan dirinya. Itulah salah satu sikap yang membuatnya sangat dihormati, mulai dari cleaning servis hingga dokter ahli di rumah sakit itu. Gaji karyawan di sana juga sesuai dengan UMR daerah setempat dan disesuaikan pula dengan tin
Meskipun keluarga Pak Wisnu merupakan golongan orang terkaya di kenagarian P, akan tetapi di kediamannya tak ada pembantu yang umum terlihat di rumah-rumah mewah milik orang kaya. Itu bukan karena mereka tak mau mengeluarkan uang untuk menyewa pembantu rumah tangga, akan tetapi sudah menjadi kebiasaan mereka segala sesuatunya yang bisa dikerjakan sendiri akan mereka kerjakan. Terlebih dari segi memasak wanita Minang akan janggal dipandang jika tak pandai memasak sejak mereka remaja apalagi sampai berumah tangga, sekaya apapun mereka jika dalam hal memasak mereka tidak bisa tetap saja terlihat sumbang dalam kehidupan bermasyarakat di kampung. Tak terkecuali pula Bu Anggini dan Kintani yang sudah sangat terampil dalam hal memasak segala masakan khas Minang, meskipun pada masa sekarang segala sesuatunya serba canggih dan mudah akan tetapi masakan khas tetap berpedoman pada leluhur agar cita-rasa tetap sempurna. Makanya disaat acara pertunangan tak jarang pertanyaan pertama dari pihak
Minggu sore di kediaman Pak Wijaya Kusuma tampak ramai, di ruangan tengah terlihat beberapa orang berkumpul mulai dari orang dewasa sampai dengan anak-anak. Rupanya saat itu Pak Wijaya Kusuma sedang mengadakan acara berkumpulnya seluruh keluarga besar, putra-putri mereka, menantu dan juga cucu-cucu mereka. Acara itu sendiri rutin dilakukan keluarga besar Wijaya Kusuma hanya saja tak ditentukan tanggal dan hari tertentu seperti hari perayaan ulang tahun, kapan saja seluruh keluarganya memiliki kesempatan saat itulah Papa Anggelina Wijaya memutuskan untuk berkumpul di rumah mewah itu. Seluruh putra-putri, menantu dan cucu-cucu Pak Wijaya Kusuma hadir di sana. Baik yang berada di dalam maupun yang tinggal di luar negeri, tentu hal itu merupakan momen yang sangat membahagiakan karena kebersamaan itu tak selalu terwujud setiap saat. Acara itu sendiri hanya sekedar berkumpul, ngobrol dan makan bersama. Intinya tidak ada acara khusus seperti halnya ulang tahun, pesta pernikahan atau hal-h
Sulitnya memberi tanggapan membuat Ridwan diduga juga mencintai Anggelina, itu terlihat setiap kali bertemu seolah-olah Ridwan membiarkan sikap manja putri Pak Wijaya Kusuma itu padanya. Ridwan juga tak pernah menolak setiap kali atasannya itu mengajak jalan, hal itu tentu semakin membuat dirinya serba salah. Bukan karena Anggelina sebagai atasannya di kantor saja, tapi budi jasanya selama ini yang telah mengangkat martabatnya dari seorang pria yang hanya berijasah SMK dan bekerja di toko di lingkungan pasar, kini menjadi seorang staf marketing di perusahaan terbesar di Jakarta. Bukan hanya itu saja berkat bekerja di kantor perusahaan Anggelina dengan gaji yang setara dengan kepala bagian, Ridwan juga sekarang telah terbilang sukses menjadi seorang pengusaha muda dari usaha-usaha yang ia ciptakan di luar pekerjaannya di kantor. Berkat budi baik itulah Ridwan tak berani memberi tanggapan dengan mengatakan jika dirinya tidak dapat menerima perasaan sayang dari Anggelina, karena meman
“Kalau dari segi antara atasan dan bawahan memang nggak ada salahnya Kak kalau aku memenuhi ajakannya, tapi aku merasa seperti telah menghianati hubunganku dengan Kintani,” jelas Ridwan. “Memangnya kamu dan Anggelina terlibat hubungan khusus selain antara atasan dan bawahan?” “Nah, itu dia yang jadi inti permasalahannya Kak. Udah lama Anggelina memiliki perasaan yang berbeda itu padaku, bahkan hal itu ia sampaikan pada Bu Clara lalu Bu Clara menyampainya sama aku.” “Loh, kok kamu nggak pernah cerita?” Gita terkejut. “Maaf Kak, aku tadinya pengen ceritakan itu sama Kak Gita dan Bang Aldi. Tapi entah kenapa tiba-tiba saja aku merasa nggak enak,” ujar Ridwan. “Kan aku dan Bang Aldi udah bilang jika ada apa-apa jangan sungkan untuk bicara, siapa tahu kami bisa memberi solusinya. Nah, kalau udah jauh begini kan jadi repot kamu nya.” “Iya juga sih Kak, aku menyesal memendamnya sendiri selama ini. Aku pikir bakal bisa mencari jalan ke luarnya tapi justru aku makin terjepit,” ulas Ridwa