Share

Bab 08. Jangan Salahkan Kalau Aku Akan Nekat

Keberadaan Calista kini di toko Furniture miliknya. Walaupun masih sepi, ia tetap saja membukanya. Masih ada beberapa jenis barang-barang bermerk, berkualitas tinggi, disuguhkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Tidak terlalu banyak pegawai yang masih bertahan, namun ia masih bersyukur, bisa menggaji mereka yang tersisa bekerja untuknya.

"Ada beberapa orang yang berkunjung dan melihat barang-barang kita di sini. Tolong layani mereka dengan baik."

"Baik, nona," jawab beberapa pegawai yang tengah bersih-bersih di dalam toko.

Ada beberapa orang yang masuk ke dalam tokonya, dan melihat barang-barang yang terpajang di depan. Calista sangat berharap, ada orang yang masih mau mengeluarkan uang untuk membeli barang-barang miliknya.

"Permisi Bapak, Ibu, ada yang bisa kami bantu?"

Calista turun tangan sendiri untuk menyambut tamu yang datang, dan berharap mereka berniat untuk membeli barang-barang miliknya.

"Emm, ini neng, kami mau lihat-lihat dulu, barang kali ada yang cocok," jawab mereka dengan berjalan memasuki toko.

Calista tersenyum ramah mengikuti mereka di belakangnya.

"Baik, Bapak, Ibu, silahkan dilihat-lihat dulu, barang kali ada yang membuat Bapak, Ibu berminat untuk membelinya. Barang-barang di sini kualitasnya bagus, dan hari ini memang kebetulan kami memberikan diskon, jadi kalau Bapak dan Ibu berminat untuk membeli, saya akan kasih potongan harga."

Nampak wajah paruh baya itu berbinar senang. "Serius Neng, ada diskonnya kalau beli di sini?" tanya mereka.

"Iya benar. Mana mungkin saya berbohong, saya berdagang dengan jujur Bu, bukan untuk membohongi pelanggan," jawab Calista diselingi senyuman ramah.

"Wah! Kalau begitu nggak rugi kita masuk ke sini, ya Pa. Selain mendapatkan diskon, pedagangnya juga ramah dan cantik. Tadi saya berniat untuk membeli sofa, Almari dan ranjang untuk anak saya neng, syukur Alhamdulillah kalau di sini ada diskon."

Calista sendiri sangat berucap syukur, sudah beberapa bulan terakhir tokonya sepi pengunjung, tapi pagi ini, ada beberapa orang yang datang untuk melihat-lihat barang yang ada di tokonya. Ia berharap masih ada rezeki yang tersisa untuk keluarganya.

"Iya Bu, silahkan dipilih dulu mana yang cocok, nanti soal harga bisa dibicarakan."

Kedua paruh baya itu keasikan mencari barang-barang yang dibutuhkan. Sedangkan Calista meninggalkannya dan menemui pengunjung lain.

"Ini aneh, kenapa tiba-tiba banyak orang datang ke sini, ya? Nggak biasanya. Atau mungkin Tuhan yang sudah mengaturnya, memberikan rezekinya pada keluarga kami."

Calista berjalan menuju teras depan, tatapan Calista tertuju pada seorang laki-laki yang tengah mengobrol dengan pelanggannya. Ia terkejut melihat kedatangan Alvaro sendirian dengan menenteng sebuah kresek.

"Loh, ngapain itu orang datang ke sini? Cari masalah aja. Bagaimana kalau sampai Alka mengetahuinya, bisa-bisa kembali terjadi salah paham di antara mereka."

Calista melangkahkan kakinya menemui Alvaro berniat untuk mengusirnya. Bukannya ia tidak sopan, tapi tidak ingin terjadi kesalahpahaman antara Alka dengan Alvaro.

"Varo! Ngapain kamu ada di sini?"

Tatapan kesal ditunjukkan pada pria berumur dua puluh lima, lebih tua dua tahun darinya.

"Halo sayang, aku datang ke sini tentunya ingin menemuimu."

Dengan selorohnya Alvaro memanggilnya dengan sebutan 'sayang' dan itu membuat Calista refleks memelototinya.

'Apa dia bilang? Dia memanggilku sayang. Bener-bener ini orang. Kalau sampai Alka melihatnya bisa bahaya, dia yakin bahwa kami memiliki hubungan khusus dengan adiknya.'

Tak ingin dilihat banyak orang, Calista meminta Alvaro untuk ikut bersamanya dan menjauh dari pelanggan yang tengah memilih barang-barang di tokonya.

"Kamu ngapain datang ke sini. Kalau sampai Alka tau, bisa bahaya! Kamu nggak pernah kapok juga ya, kemarin habis berantem sama abangmu."

Calista mengomel dengan menatap ke arah depan, berjaga-jaga takut calon suaminya tiba-tiba datang tanpa sepengetahuannya.

"Memangnya aku salah, datang untuk menemuimu. Aku datang ke sini bawain makanan buat kamu, loh. Aku tahu kamu sekarang belum makan. Aku kepikiran terus, makanya aku beliin makanan di luar. Ini kamu terima, kamu makan ya? Jangan menunda-nunda waktu buat makan, nanti kamu bisa sakit, kalau sakit siapa juga yang rugi."

Alvaro menyerahkan kresek berisi kotak makanan pada Calista, dan itu membuat Calista benar-benar dibuat bingung oleh sikap Alvaro yang terlalu peduli padanya.

"Varo! Kamu nggak usah repot-repot bawain makanan buat aku. Aku tadi udah bawa bekal kok. Jangan bersikap berlebihan padaku, aku takut orang tuaku dan juga orang tuamu menaruh kecurigaan pada kita. Mulai sekarang kau harus menjaga jarak denganku."

Alvaro terkekeh meledeknya. "Mana bisa aku menjaga jarak denganmu. Bahkan malam itu kita tak mengikis jarak. Kita sudah bersatu dalam ikatan cinta, kenapa sekarang kau menginginkanku untuk menjauhimu. Tidak Calista, aku tidak mau!"

Calista benar-benar tidak habis pikir dengan sikap Alvaro yang terang-terangan ingin menunjukkan kepedulian terhadapnya. Ia hanya tidak ingin semua orang mengejudge-nya buruk, walaupun pada kenyataannya ia pernah melakukan kecerobohan.

"Varo! Aku minta tolong sama kamu, tolong jauhi aku. Besok aku akan bertunangan sama abangmu, apa kamu senang, pertunanganku gagal karena tindakanmu yang ceroboh?"

Dengan cepat Alvaro mengangguk. "Ya, tentu saja aku akan sangat senang jika kau tidak jadi tunangan sama dia. Apa kau pikir aku senang melihatmu bersanding dengannya? Aku cemburu, Calista!"

"Ap-apa? Cemburu?"

Bulu kuduk Calista seketika merinding, mendengar pengungkapan perasaan Alvaro. Laki-laki itu benar-benar membuatnya gila. Ia bingung untuk menentukan pilihan, di sisi lain ia sudah dijodohkan dengan Alka, tapi di sisi lain ia juga tidak ingin menyakiti Alvaro. Bahkan baru kali ini ada laki-laki yang bilang cemburu padanya.

"Iya. Aku cemburu, apa kau puas! Aku sudah mengatakan sejujurnya padamu. Sejak malam itu aku nyaman tidur denganmu. Aku kecewa saat kau tiba-tiba pergi meninggalkanku, tapi lebih kecewa lagi di saat aku tahu kau ternyata sudah dijodohkan dengan abangku."

Calista meneguk ludahnya susah payah, dengan wajahnya tertunduk. 'Maafkan aku, Varo. Jujur aku juga nyaman bersamamu. Walaupun secara tidak sadar, aku bisa merasakan kehangatan sentuhanmu. Tapi apa yang bisa kulakukan, aku tidak berani melawan keputusan orang tuaku.'

Sebulir air bening menetes di pipinya. Ia merasakan hatinya tersayat, harus merelakan kebahagiaannya sendiri demi kebaikan bersama.

"Calista! Aku rasa ini masih belum terlambat jika kau ingin membatalkan pertunanganmu dengan Alka."

Calista langsung menggeleng. "Tidak bisa Varo! Aku tidak berani. Kau jangan memaksaku untuk mengikuti keinginanmu," balas Calista.

Alvaro menatapnya kecewa, terlalu sulit untuk bisa meluluhkan hati wanita yang sudah membuatnya tergila-gila.

"Kau itu benar-benar payah, Lista. Hanya demi orang tua kau hancurkan hidupmu sendiri. Kenapa kau takut pada mereka. Kau harus berani mengatakan apa yang sudah kita alami bersama. Kalau kau mengabaikan ucapanku, jangan salahkan jika aku akan nekat."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status