"Lista! Ayo kita makan siang di luar, yuk?"Seina sepupu dari Calista datang menemui Calista di tokonya. Dia berniat untuk mengajak Calista makan siang. Sudah cukup lama mereka tidak keluar untuk menghabiskan waktu bersama. Dia pikir Calista juga butuh hiburan agar tidak terlalu jenuh berada di dalam tokonya."Aduh, gimana ya, Seina," jawab Calista dengan menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Kamu tahu sendiri kan, sekarang tokoku ada pembelinya lagi."Seina menatap ada beberapa orang yang mengelilingi toko melihat-lihat dagangan Calista."Ya syukur dong, kalau udah ada banyak pembelinya. Berarti perlahan-lahan kamu akan kembali bangkit. Memangnya kamu nggak suka kalau bangkit lagi?""Ck! Ya suka lah itu kan harapanku. Aku cuma nggak tega ninggalin Papa sendirian. Mama belum ada datang untuk mengantarkan makanan buat Papa. Takutnya papa nanti kecapean dan bisa kambuh sakitnya," balas Calista.Seina memutar bola matanya. "Calista, di sini Papa kamu nggak sendirian, di sini Papamu ada ya
"Akhirnya kamu dikasih izin keluar juga, kan?"Seina sangat senang, bujukannya mempan berhasil mengajak Calista keluar dari tokonya."Sebenarnya sih, aku males banget keluar. Aku nggak enak kalau sampai Alka akan mengetahuiku di luar. Takutnya dia salah paham lagi," jawab Calista.Calista sengaja keluar karena kasihan Seina tidak ada yang menemani, bukan karena keinginannya sendiri."Salah paham gimana? Nggak mungkinlah. Lagian kita tujuannya keluar hanya untuk makan, bukan untuk bermain-main," jawab Seina. Sebenarnya Seina agak kecewa karena Calista tiba-tiba dijodohkan sebelum dia mengenali calonnya lebih dekat. Tapi apalah dirinya yang tidak bisa memberikan bantuan pada Geraldi."Aku jadi penasaran banget sama calon tunangan kamu itu. Apakah dia posesif banget hingga kau tidak diizinkan untuk keluar? Kau kan saudariku, sebelum kehadirannya sudah ada aku yang menemanimu. Masa iya dia tidak percaya kalau kau keluar denganku?"Calista mengedikkan bahunya dengan berjalan ke arah mobi
"Jika tidak, aku akan selalu mengganggumu!"Lagi dan lagi pria itu selalu saja memberikan ancaman padanya."Ck! Mau Sampai kapan kau akan terus seperti ini. Anggap saja kalau kita ini tidak berjodoh, Aku tidak mau menyakiti kalian. Aku juga menikah dengan kakakmu bukan karena keinginanku. Tolong mengertilah!" Alvaro menarik kursi di sebelah Calista. "Aku mengerti kok. Kau mau dijodohkan dengan Alka karena terpaksa, bukan karena keinginanmu sendiri, maka dari itu aku memintamu untuk jangan buru-buru memutuskan untuk bertunangan, atau sampai menikah. Pikirkan juga perasaanmu!"Calista mendadak canggung dan bingung. "Aku nggak ada pilihan lain. Sekarang yang lebih penting adalah bagaimana caranya aku bisa menolong orang tuaku bangun dari keterpurukan." Calista beranjak dari tempat duduknya, namun langsung ditahan pergelangan tangannya oleh Alvaro."Mau ke mana, yang? Ditemani kok malah pergi. Duduklah," pinta Alvaro menatapnya dingin.Calista berdecak dengan memberikan tatapan kesal. "
Akhirnya hari pertunangan Alka dengan Calista telah tiba. Mereka menyelenggarakannya di sebuah gedung yang disewa oleh Bayu.Nampak kedua pihak mempelai berkumpul di gedung itu. Suasana cukup ramai didatangi oleh banyak tamu undangan, tapi tidak semua orang diundang di acara pertunangan mereka, karena tidak selang lama mereka akan melangsungkan pernikahan dan mengundang tamu lebih banyak lagi."Gimana perasaanmu Alka? Ini adalah hari istimewa untukmu. Kau serius ingin segera berumah tangga? Setelah kau berumah tangga, kau tidak akan memiliki kebebasan lagi untuk bersenang-senang dengan perempuan lain di luar."Antoni, salah satu teman Alka berniat untuk menghasudnya. Ia tidak suka melihat Alka bahagia dengan pasangannya. Alka menyikapinya dengan tenang."Memangnya kenapa kalau aku sudah menikah dan masih berkeliaran. Toh, aku seorang laki-laki. Laki-laki memiliki kedudukan tinggi sebagai kepala rumah tangga. Apapun yang kulakukan, tidak akan ada orang yang berhak untuk menghalangiku.
Calista nampak begitu anggun dengan mengenakan gaun berwarna putih berkombinasi dengan renda warna biru muda.Tapi kecantikannya tak memancarkan aura kebahagiaan. Ia sama sekali tidak senang dengan pesta besar yang diadakan oleh orang tuanya. Ia bahkan tidak siap menjadi bagian dari kehidupan Alka, yang ia pikirkan saat ini, sudah membuat hati Alvaro terluka karena pertunangannya dengan Alka."Calista! Senyum dong. Udah didandani secantik ini kok manyun aja. Di luar banyak tamu yang datang, jangan kau tunjukkan wajah masam-mu itu," tegur Seina."Iya, Lista! Dari tadi siang Mama lihat kamu itu manyun aja. Jangan gitu lah. Kami melakukan ini semua juga demi kebaikanmu sendiri. Lagian Alka kan juga baik, kenapa masih juga diragukan."Kamila ikut menegurnya. Sedih rasanya melihat anaknya yang tidak menunjukkan kebahagiaan di hari pertunangannya."Ma. Gimana Calista bisa bahagia. Bahkan Alka nggak ada respon baiknya padaku. Tadi pas ketemu dia jutek, malas bertegur sapa denganku," jawab C
Selesai acara pesta, Alka mengantarkan Calista pulang. Wajahnya masam, cukup kecewa hanya karena cincin yang dibawa Calista terjatuh di bawah kaki Alvaro. Ia juga melihat Alvaro menggenggam tangan Calista penuh perasaan."Sepertinya kalian sudah semakin dekat." Tiba-tiba saja Alka membuyarkan lamunan Calista.Sejak perjalanan pulang, mereka berdua sama-sama diam berkecamuk dengan pikirannya masing-masing. Alka mulai menaruh kecurigaan pada Calista dan juga Alvaro."Hubungan erat bagaimana maksud kamu?" tanya Calista.Calista mulai was-was, Alka mulai menaruh kecurigaan padanya."Ya hubungan spesial. Kalian memiliki hubungan spesial dibelakangku? Apa itu benar, Calista?"Refleks Calista terkejut. Ia mendadak panik saat Alka meminta penjelasan darinya. "A-aku,"Seketika mobilnya terhenti karena ada orang yang memotong jalan. Hampir saja Alka menabrak seseorang karena tidak fokus menyetir."Kamu itu! Hampir aja nabrak orang. Gimana kalau sampai orang itu celaka! Kamu pasti dihukum."Cal
Malam sudah larut, Alvaro tak kunjung tidur. Matanya memerah dengan pikirannya yang berkecamuk. Ia menghisap rokok dengan asap mengepul di udara.Teringat ketika ia menggenggam tangan Calista di depan banyak orang, berharap semua orang mengetahui kalau dirinya memang memiliki perasaan yang besar terhadap gadis itu."Calista! Aku sangat merindukanmu. Bagaimana bisa aku melupakanmu. Semenjak Aku mengenalimu dan kita menghabiskan malam bersama waktu itu, aku merasakan jatuh cinta padamu. Sebelumnya aku tidak pernah merasakan hal sebodoh ini. Di luar negeri aku memiliki banyak kenalan wanita, tapi tidak seberat ini. Jujur aku benar-benar ketakutan. Aku takut kehilanganmu, Calista. Huft ..., Apa masih ada kesempatan lagi untuk bisa mendekatimu?"Alvaro merasakan kepalanya begitu pening. Ia habis menenggak dua botol wiskhy sekaligus untuk menenangkan pikirannya. Hari itu ia memang tidak pergi ke club, biasanya ia menghabiskan waktunya untuk minum-minum di club' malam, tapi untuk malam ini i
"Alvaro! Bangun! Jangan buat Mama cemas." Riana menepuk-nepuk pipi putranya yang masih belum sadar dari pingsannya.Entah seburuk apa perlakuan Alka hingga membuat adiknya pingsan.Bayu memijit keras di sela-sela jari kakinya hingga membuat Alvaro berjingkat, tersadar."Mama, Papa. Kok kalian ada di sini?"Dengan kepalanya yang masih berdenyut, Alvaro mencoba untuk bangun. "Ini bau apaan, ya?"Hidungnya merasakan ada bau anyir darah, ia tidak sadar kalau hidungnya yang tengah mengeluarkan darah, namun telah mengering. Riana juga sudah membantu membersihkannya."Hidungmu mengeluarkan banyak darah tadi. Apa kau tidak mengingatnya?" tanya Riana. Wanita paruh baya itu menunjukkan kapas yang sudah dibuang ke lantai dipenuhi oleh banyak darah mengering.Perlahan-lahan Alvaro mulai tersadar, sebelumnya Alka datang ke kamarnya, dan berdebat dengannya. Alka memukulnya dan pergi begitu saja."Ini kelakuan anak kalian. Dia memukulku, tak kusangka pukulannya lumayan keras, hingga membuat hidungk