Share

Bab 06. Akan Kupastikan Kau Akan Kehilangannya

"Sebaiknya kalian berdua luangkan waktu buat mengobrol. Kasian Calista di sini kesepian. Kamu sih, terlalu sibuk dengan pekerjaanmu."

Riana beranjak dari tempat duduknya, berniat untuk meninggalkan Alka dengan Calista. Sedangkan Alvaro langsung keluar untuk menenangkan diri setelah berdebat dengan kakak laki-lakinya.

"Calista! Tante mau ke dapur dulu. Kalau Alka marah-marah lagi, bilang saja sama Tante, biar Tante jewer telinganya."

Calista mengulas senyum manisnya. "Siap Tante, apa perlu saya bantu di dapur?" tanya Calista.

Merasa tidak enak hati, di saat calon mertuanya sibuk memasak, ia malah enak-enakan mengobrol dengan calon suaminya.

"Tidak usah, Lista, biar Tante saja yang memasak, toh, ada bibi juga yang bantuin. Udah, kamu duduk manis aja di sini."

Calista mengangguk, masih terasa canggung berada di kediaman calon mertuanya. Apalagi hanya berdua saja dengan Alka, pria dingin dan terkesan arogan.

Riana melenggang pergi menuju dapur untuk menyiapkan makan siang, meninggalkan mereka berdua untuk saling mendekatkan diri.

Alka maupun Calista sama-sama diam, suasana menjadi hening. Sebagai Tuan rumah, Alka memutuskan berbasa-basi untuk mengusir kecanggungan.

"Selama ini apa saja yang kau lakukan?" tanya Alka memberikan tatapan dingin pada gadis yang nampak gelisah duduk berhadapan dengannya.

Pria itu mengambil sebungkus rokok milik Alvaro yang ada di atas meja. Ia mengambil sebatang dan mengambil pemantik, lalu menyulutkan ke mulutnya.

"Aku ikut membantu Papaku bekerja di kantor," jawabnya singkat.

Alka menghisap rokok dan membuang asapnya secara asal, dan nampak menggulung di udara.

"Bukannya perusahaan Papa kamu udah bangkrut, ah ..., sorry, meredup? Kenapa kau masih bertahan di sana? Apa kau tidak ada niatan untuk mencari pekerjaan lain? Ya bukannya apa sih, tapi kalau kau tidak memiliki pengalaman di luar, mana bisa kau bangkit. Kurasa kau kurang pengalaman."

Ucapan Alka cukup menohok hatinya. Ia akui kini perusahaan orang tuanya mulai meredup, tapi tak seharusnya pria itu mengejeknya.

"Ya, aku memang tidak memiliki  pengalaman kerja. Selama ini aku belajar berbisnis dengan orang tuaku. Benar apa yang kau katakan, perusahaanku emang hampir bangkrut, tapi kami berusaha semaksimal mungkin untuk bisa bangkit kembali," jawab Calista.

Alka menyunggingkan senyumnya. " Kau yakin bisa bangkit sendiri?" tanya Alka. "Akan banyak dana yang harus ditanamkan untuk mengembalikan modal usaha keluargamu. Apalagi usaha furniture orang tuamu lumayan besar."

Calista menggigit bibirnya gelisah. Tidak tahu harus menggunakan cara apa untuk bisa membantu meringankan beban orang tuanya. Ia tidak terlalu mengharapkan bantuan dari keluarga Alka.

"Selama ini Aku memang masih belum pernah mengetahui perusahaan yang dipimpin oleh orang tuamu secara langsung, tapi aku mendengar dari orang tuaku, jika perusahaan yang dimiliki keluargamu memang cukup besar, dan sangat maju, tapi sayangnya, orang tuamu terlalu teledor, terlalu percaya dengan bujuk rayu orang lain."

Calista mengembuskan napas dan membuangnya perlahan. Memang benar apa yang dikatakan oleh Alka. Orang tuanya terlalu percaya dan mudah mempercayai ucapan orang lain. Ayahnya terlibat investasi bodong yang menjanjikan keuntungan besar, tapi bukannya membuatnya memiliki keuntungan besar, uang yang diinvestasikan dibawa kabur, raib tak bersisa.

"Sekarang aku bingung, harus bagaimana untuk bisa bangkit. Aku kasihan sama Papa. Aku nggak bisa melihat kesedihan orang tuaku."

Sangat menyakitkan di saat orang tuanya memohon-mohon untuk mau dijodohkan dengan Alka, alasannya hanya ingin keluarga Alka membantunya keluar dari keterpurukan, tapi yang kini dipikirkan, ia tidak terlalu berharap belas kasihan orang lain. Ia ingin berjuang sendiri untuk kembali bangkit.

"Makanya tadi kutegaskan padamu, jika kamu memiliki pengalaman di luar, kamu pasti bisa bangkit kembali. Kebanyakan para pebisnis itu kalau perusahaan yang ditanganinya mulai bangkrut, mereka mencari pengalaman di luar, bukannya menunggu sampai gulung tikar, harus mencari cara bagaimana caranya biar bisa bangkit kembali."

Calista terdiam, pikirannya benar-benar blank. Tidak memiliki pengalaman apapun. Setelah menyelesaikan studinya, ia hanya tekun bekerja di perusahaan keluarganya. Tak disangka, perusahaan yang memiliki nama besar, seiring berjalannya waktu mulai meredup begitu saja.

"Apa kau perlu bantuanku?" Alka menawarkan diri untuk memberikan bantuan padanya. Walaupun ia tahu orang tuanya memang berinisiatif untuk membantunya.

"Memangnya kau ingin memberikan bantuan apa padaku?" tanya Calista.

Calista menatap aneh pada pria itu. Walaupun terkesan arogan, masih memiliki sisi kepedulian terhadapnya.

"Terserah! Kau ingin meminjam uang, atau ..."

Calista menautkan kedua alisnya, menatap Alka yang tengah menggantungkan ucapannya dengan menyeringai.

"Atau apa?" tanya Calista dengan wajah sedikit mendongak.

"Kau mau bermalam di sini dan menghabiskan malammu bersama ...,"

Ekhem

Alvaro berdehem dan menghenyakkan pinggulnya di dekat Calista. Ia mengejutkan  kedua insan yang tengah beradu pandang.

Seketika mereka berdua kembali canggung, menatap Alvaro yang menunjukkan ekspresi wajah datarnya.

"Di mana rokokku? Apa kau yang menghabiskannya?"

Alvaro melirik pada saudara laki-lakinya yang mencoba untuk mengganggu Calista.

"Ck! Aku cuma mengambilnya sebatang. Masih tersisa dua di dalam bungkusnya. Bisa-bisanya kau menuduhku telah menghabiskan rokokmu!"

Alvaro manyun dengan mengambil sisa rokok yang tinggal sebatang dan meremas bungkusnya di buang ke asbak.

"Kau dari mana tadi?" tanya Alka.

Setelah sempat berdebat, Alvaro memutuskan untuk keluar sejenak, tapi tak nyaman berada di luar ia putuskan untuk kembali.

"Cari angin di luar. Di rumah gerah," jawabnya dengan menghisap rokok dan membuang asapnya ke udara.

Alka memutar bola matanya. "Gerah apaan! Kau tidak lihat, di setiap sudut ruangan dipasang AC."

Alka memperlihatkan beberapa AC yang dipasang hampir di setiap sudut rumahnya.

Alvaro berdecak menatapnya. "Aku gerah bukan karena panas," bantahnya kesal.

"Lantas karena apa?" Alka tidak mengerti maksud ucapan adiknya.

"Aku gerah karena kau selalu menyudutkanku. Kau menuduhku ada hubungan spesial dengan Calista. Takut banget Calista akan jatuh cinta padaku. Perasaan kemarin marah-marah pas mau dijodohin. Kenapa sekarang kau jadi peduli padanya?"

Pertanyaan Alvaro membuat Alka bungkam. Biarpun ia menolak untuk dijodohkan dengan Calista, ia harus tetap menjaga sikapnya.

"Kuperingatkan padamu. Jika suatu saat nanti ku dapati kau berani menyakitinya, akan kupastikan, kau akan kehilangannya!"

Alvaro mengerlingkan bola matanya tersenyum menggoda calon iparnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status