"Sebaiknya kalian berdua luangkan waktu buat mengobrol. Kasian Calista di sini kesepian. Kamu sih, terlalu sibuk dengan pekerjaanmu."
Riana beranjak dari tempat duduknya, berniat untuk meninggalkan Alka dengan Calista. Sedangkan Alvaro langsung keluar untuk menenangkan diri setelah berdebat dengan kakak laki-lakinya."Calista! Tante mau ke dapur dulu. Kalau Alka marah-marah lagi, bilang saja sama Tante, biar Tante jewer telinganya."Calista mengulas senyum manisnya. "Siap Tante, apa perlu saya bantu di dapur?" tanya Calista.Merasa tidak enak hati, di saat calon mertuanya sibuk memasak, ia malah enak-enakan mengobrol dengan calon suaminya."Tidak usah, Lista, biar Tante saja yang memasak, toh, ada bibi juga yang bantuin. Udah, kamu duduk manis aja di sini."Calista mengangguk, masih terasa canggung berada di kediaman calon mertuanya. Apalagi hanya berdua saja dengan Alka, pria dingin dan terkesan arogan.Riana melenggang pergi menuju dapur untuk menyiapkan makan siang, meninggalkan mereka berdua untuk saling mendekatkan diri.Alka maupun Calista sama-sama diam, suasana menjadi hening. Sebagai Tuan rumah, Alka memutuskan berbasa-basi untuk mengusir kecanggungan."Selama ini apa saja yang kau lakukan?" tanya Alka memberikan tatapan dingin pada gadis yang nampak gelisah duduk berhadapan dengannya.Pria itu mengambil sebungkus rokok milik Alvaro yang ada di atas meja. Ia mengambil sebatang dan mengambil pemantik, lalu menyulutkan ke mulutnya."Aku ikut membantu Papaku bekerja di kantor," jawabnya singkat.Alka menghisap rokok dan membuang asapnya secara asal, dan nampak menggulung di udara."Bukannya perusahaan Papa kamu udah bangkrut, ah ..., sorry, meredup? Kenapa kau masih bertahan di sana? Apa kau tidak ada niatan untuk mencari pekerjaan lain? Ya bukannya apa sih, tapi kalau kau tidak memiliki pengalaman di luar, mana bisa kau bangkit. Kurasa kau kurang pengalaman."Ucapan Alka cukup menohok hatinya. Ia akui kini perusahaan orang tuanya mulai meredup, tapi tak seharusnya pria itu mengejeknya."Ya, aku memang tidak memiliki pengalaman kerja. Selama ini aku belajar berbisnis dengan orang tuaku. Benar apa yang kau katakan, perusahaanku emang hampir bangkrut, tapi kami berusaha semaksimal mungkin untuk bisa bangkit kembali," jawab Calista.Alka menyunggingkan senyumnya. " Kau yakin bisa bangkit sendiri?" tanya Alka. "Akan banyak dana yang harus ditanamkan untuk mengembalikan modal usaha keluargamu. Apalagi usaha furniture orang tuamu lumayan besar."Calista menggigit bibirnya gelisah. Tidak tahu harus menggunakan cara apa untuk bisa membantu meringankan beban orang tuanya. Ia tidak terlalu mengharapkan bantuan dari keluarga Alka."Selama ini Aku memang masih belum pernah mengetahui perusahaan yang dipimpin oleh orang tuamu secara langsung, tapi aku mendengar dari orang tuaku, jika perusahaan yang dimiliki keluargamu memang cukup besar, dan sangat maju, tapi sayangnya, orang tuamu terlalu teledor, terlalu percaya dengan bujuk rayu orang lain."Calista mengembuskan napas dan membuangnya perlahan. Memang benar apa yang dikatakan oleh Alka. Orang tuanya terlalu percaya dan mudah mempercayai ucapan orang lain. Ayahnya terlibat investasi bodong yang menjanjikan keuntungan besar, tapi bukannya membuatnya memiliki keuntungan besar, uang yang diinvestasikan dibawa kabur, raib tak bersisa."Sekarang aku bingung, harus bagaimana untuk bisa bangkit. Aku kasihan sama Papa. Aku nggak bisa melihat kesedihan orang tuaku."Sangat menyakitkan di saat orang tuanya memohon-mohon untuk mau dijodohkan dengan Alka, alasannya hanya ingin keluarga Alka membantunya keluar dari keterpurukan, tapi yang kini dipikirkan, ia tidak terlalu berharap belas kasihan orang lain. Ia ingin berjuang sendiri untuk kembali bangkit."Makanya tadi kutegaskan padamu, jika kamu memiliki pengalaman di luar, kamu pasti bisa bangkit kembali. Kebanyakan para pebisnis itu kalau perusahaan yang ditanganinya mulai bangkrut, mereka mencari pengalaman di luar, bukannya menunggu sampai gulung tikar, harus mencari cara bagaimana caranya biar bisa bangkit kembali."Calista terdiam, pikirannya benar-benar blank. Tidak memiliki pengalaman apapun. Setelah menyelesaikan studinya, ia hanya tekun bekerja di perusahaan keluarganya. Tak disangka, perusahaan yang memiliki nama besar, seiring berjalannya waktu mulai meredup begitu saja."Apa kau perlu bantuanku?" Alka menawarkan diri untuk memberikan bantuan padanya. Walaupun ia tahu orang tuanya memang berinisiatif untuk membantunya."Memangnya kau ingin memberikan bantuan apa padaku?" tanya Calista.Calista menatap aneh pada pria itu. Walaupun terkesan arogan, masih memiliki sisi kepedulian terhadapnya."Terserah! Kau ingin meminjam uang, atau ..."Calista menautkan kedua alisnya, menatap Alka yang tengah menggantungkan ucapannya dengan menyeringai."Atau apa?" tanya Calista dengan wajah sedikit mendongak."Kau mau bermalam di sini dan menghabiskan malammu bersama ...,"EkhemAlvaro berdehem dan menghenyakkan pinggulnya di dekat Calista. Ia mengejutkan kedua insan yang tengah beradu pandang.Seketika mereka berdua kembali canggung, menatap Alvaro yang menunjukkan ekspresi wajah datarnya."Di mana rokokku? Apa kau yang menghabiskannya?"Alvaro melirik pada saudara laki-lakinya yang mencoba untuk mengganggu Calista."Ck! Aku cuma mengambilnya sebatang. Masih tersisa dua di dalam bungkusnya. Bisa-bisanya kau menuduhku telah menghabiskan rokokmu!"Alvaro manyun dengan mengambil sisa rokok yang tinggal sebatang dan meremas bungkusnya di buang ke asbak."Kau dari mana tadi?" tanya Alka.Setelah sempat berdebat, Alvaro memutuskan untuk keluar sejenak, tapi tak nyaman berada di luar ia putuskan untuk kembali."Cari angin di luar. Di rumah gerah," jawabnya dengan menghisap rokok dan membuang asapnya ke udara.Alka memutar bola matanya. "Gerah apaan! Kau tidak lihat, di setiap sudut ruangan dipasang AC."Alka memperlihatkan beberapa AC yang dipasang hampir di setiap sudut rumahnya.Alvaro berdecak menatapnya. "Aku gerah bukan karena panas," bantahnya kesal."Lantas karena apa?" Alka tidak mengerti maksud ucapan adiknya."Aku gerah karena kau selalu menyudutkanku. Kau menuduhku ada hubungan spesial dengan Calista. Takut banget Calista akan jatuh cinta padaku. Perasaan kemarin marah-marah pas mau dijodohin. Kenapa sekarang kau jadi peduli padanya?"Pertanyaan Alvaro membuat Alka bungkam. Biarpun ia menolak untuk dijodohkan dengan Calista, ia harus tetap menjaga sikapnya."Kuperingatkan padamu. Jika suatu saat nanti ku dapati kau berani menyakitinya, akan kupastikan, kau akan kehilangannya!"Alvaro mengerlingkan bola matanya tersenyum menggoda calon iparnya.Calista menghempaskan tubuhnya di sofa ruang tamu setelah diantarkan pulang oleh Alka.Suasana hatinya masih juga tidak tenang. Ia hanya memikirkan cara, bagaimana untuk bisa bangkit dari keterpurukan. Tak mungkin juga menyetujui ide konyol Alka, menerima tawaran bantuannya dengan syarat harus tidur bersamanya."Benar-benar gila! Kakak dan adiknya memiliki pikiran yang kotor. Udah tidur dengan adiknya, sekarang malah diminta untuk tidur dengan kakaknya, nikah aja belum, udah ngajak yang aneh-aneh. Bikin kesel, aja."Kedua tangannya memijit pelipisnya yang berdenyut nyeri. Setelah menenggak jus jeruk di rumah calon mertuanya, ia merasakan kepalanya agak pening, dan memutuskan untuk diantarkan pulang."Loh! Kamu udah pulang, Lista?"Kamila memasuki rumah setelah mengantarkan bekal makan siang untuk suaminya. Kondisi Geraldi memang kurang sehat, tak diperbolehkan untuk memakan sembarang makanan. Kamila harus mengontrol pola makan suaminya."Baru aja nyampe, Ma," jawab Calista.Kamila tak
Keberadaan Calista kini di toko Furniture miliknya. Walaupun masih sepi, ia tetap saja membukanya. Masih ada beberapa jenis barang-barang bermerk, berkualitas tinggi, disuguhkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Tidak terlalu banyak pegawai yang masih bertahan, namun ia masih bersyukur, bisa menggaji mereka yang tersisa bekerja untuknya."Ada beberapa orang yang berkunjung dan melihat barang-barang kita di sini. Tolong layani mereka dengan baik.""Baik, nona," jawab beberapa pegawai yang tengah bersih-bersih di dalam toko.Ada beberapa orang yang masuk ke dalam tokonya, dan melihat barang-barang yang terpajang di depan. Calista sangat berharap, ada orang yang masih mau mengeluarkan uang untuk membeli barang-barang miliknya."Permisi Bapak, Ibu, ada yang bisa kami bantu?"Calista turun tangan sendiri untuk menyambut tamu yang datang, dan berharap mereka berniat untuk membeli barang-barang miliknya."Emm, ini neng, kami mau lihat-lihat dulu, barang kali ada yang cocok," jawab mereka
"Nekat gimana maksudnya? Jangan macam-macam, ya? Jangan buat orang tuaku kecewa, Varo! Orang tuaku lagi sakit, kondisinya tidak baik, jadi tolong jangan membuat ulah."Calista dilanda kecemasan, takut Alvaro akan menceritakan tentang apa yang sudah dilakukannya malam itu. Jika sampai hal itu terjadi, ia yakin, keluarga Alka maupun orang tuanya akan sangat kecewa, dan bisnis kerjasama mereka bisa hancur."Siapa yang membuat ulah, aku tidak berulah, aku hanya mengatakan yang sebenarnya. Apa itu salah, Calista?"Alvaro nampak tenang, ia bahkan tidak peduli kalaupun Alka akan melihat kedekatannya dengan Calista."Ya jelas salah. Kau itu seperti anak kecil. Kau masih muda, Varo! Kau bisa mencari penggantiku. Lagian malam itu kita melakukannya karena sama-sama tidak sadar, kan? Jadi anggap saja malam itu kita tidak melakukan apa-apa. Kau bisa melupakanku dan bebas memilih perempuan lain sebagai penggantinya."Keberadaan Alvaro hanya menambah pening di kepalanya. Kini hidupnya disuguhkan ole
"Terlambat?"Geraldi menautkan kedua alisnya menatap Alvaro, dan membuat Calista jadi salah tingkah."Iya. Maksudnya terlambat nggak ikut datang ke rumah waktu itu." Bukan Alvaro yang menjawab, tapi Calista. Ia tidak ingin Alvaro mengatakan bahwa dirinya memiliki hubungan khusus dengannya di depan orang tuanya."Kamu bilang tadi ada meeting pagi ini, segeralah berangkat, nanti kamu akan terlambat."Calista mengerjab-ngerjabkan bola matanya mengkode Alvaro untuk segera pergi dari tempatnya bekerja."Jangan sampai Alka marah. Bukannya hari ini adalah hari pertama kamu masuk kerja? Usahakan jangan menunda-nunda waktu. Aku sendiri juga sibuk di sini, dan nggak bisa mengobrol denganmu. Papa juga sibuk ya kan, Pa?"Geraldi langsung menegur Calista yang sudah tega mengusir Alvaro. Ia menganggap putrinya kurang sopan."Kamu ini gimana sih, Lista! Orang main kok malah diusir. Bukannya kamu tadi juga dibawain makanan? Jangan cuman mau sama makanannya doang, nggak sopan kamu ini."Geraldi tidak
Alvaro tiba di kantor orang tuanya. Hari itu ia akan dikenalkan oleh Ayahnya sebagai pimpinan yang akan menggantikan posisi Alka di kantor, karena Bayu berniat untuk memindahkan Alka di kantor cabang.Setibanya di lobi, ia dikejutkan oleh keberadaan Alka yang tengah bersama dengan seorang perempuan. Nampak terlihat begitu dekat hingga perempuan itu memegangi pundaknya dengan berdiri di depannya."Alka! Benar-benar kurang ajar itu orang. Aku tidak masalah kalau dia bermain-main dengan wanita lain dan tidak sedang menjalin hubungan dengan Calista. Kalau sudah menjadi tunangan Calista, tapi masih bermain-main dengan perempuan lain, aku tidak akan bisa diam saja."Alvaro bergegas menemui Alka yang nampak bersenda gurau tanpa malu di dalam kantor. Entah apa hubungan Alka dengan perempuan itu, tapi yang jelas, Alka sudah menyalahi aturan."Oh! Jadi seperti ini kelakuanmu kalau di luar rumah. Ini kantor Bang, bukan warkop. Lagian kau sudah ditunangkan dengan Calista. Bisakah kau menghargai
Di ruang meeting, Bayu meminta kedua anaknya, dan juga pegawainya berkumpul. Dia ingin membahas tentang pergantian pemimpin di perusahaan cabang miliknya."Selamat siang semuanya."Bayu nampak tegas dan juga berwibawa menatap semua karyawan yang dikumpulkan di ruang meeting."Selamat siang Pak," jawab mereka dengan serempak.Para pegawai tidak tahu apa yang membuat Bayu memintanya untuk berkumpul di ruang meeting, karena tidak ada kabar apapun sebelumnya."Saya sengaja mengumpulkan kalian di sini dan ingin mengenalkan putra bungsu saya sebagai pemimpin di perusahaan ini. Ini namanya Alvaro, adiknya Alka. Dia akan menggantikan posisi Alka di sini, dan saya akan menempatkan Alka di kantor cabang yang lain."Tatapan mereka tertuju pada Alvaro yang berdiri tegak di sebelah Bayu. Wajah tampan berwibawa itu menjadi sorotan para pegawai, termasuk kaum hawa, yang terpesona oleh ketampanannya."Oh! Jadi Bapak Alvaro ini yang akan menjadi pemimpin kami di sini Pak?" tanya Arya, selalu manajer
"Lista! Ayo kita makan siang di luar, yuk?"Seina sepupu dari Calista datang menemui Calista di tokonya. Dia berniat untuk mengajak Calista makan siang. Sudah cukup lama mereka tidak keluar untuk menghabiskan waktu bersama. Dia pikir Calista juga butuh hiburan agar tidak terlalu jenuh berada di dalam tokonya."Aduh, gimana ya, Seina," jawab Calista dengan menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Kamu tahu sendiri kan, sekarang tokoku ada pembelinya lagi."Seina menatap ada beberapa orang yang mengelilingi toko melihat-lihat dagangan Calista."Ya syukur dong, kalau udah ada banyak pembelinya. Berarti perlahan-lahan kamu akan kembali bangkit. Memangnya kamu nggak suka kalau bangkit lagi?""Ck! Ya suka lah itu kan harapanku. Aku cuma nggak tega ninggalin Papa sendirian. Mama belum ada datang untuk mengantarkan makanan buat Papa. Takutnya papa nanti kecapean dan bisa kambuh sakitnya," balas Calista.Seina memutar bola matanya. "Calista, di sini Papa kamu nggak sendirian, di sini Papamu ada ya
"Akhirnya kamu dikasih izin keluar juga, kan?"Seina sangat senang, bujukannya mempan berhasil mengajak Calista keluar dari tokonya."Sebenarnya sih, aku males banget keluar. Aku nggak enak kalau sampai Alka akan mengetahuiku di luar. Takutnya dia salah paham lagi," jawab Calista.Calista sengaja keluar karena kasihan Seina tidak ada yang menemani, bukan karena keinginannya sendiri."Salah paham gimana? Nggak mungkinlah. Lagian kita tujuannya keluar hanya untuk makan, bukan untuk bermain-main," jawab Seina. Sebenarnya Seina agak kecewa karena Calista tiba-tiba dijodohkan sebelum dia mengenali calonnya lebih dekat. Tapi apalah dirinya yang tidak bisa memberikan bantuan pada Geraldi."Aku jadi penasaran banget sama calon tunangan kamu itu. Apakah dia posesif banget hingga kau tidak diizinkan untuk keluar? Kau kan saudariku, sebelum kehadirannya sudah ada aku yang menemanimu. Masa iya dia tidak percaya kalau kau keluar denganku?"Calista mengedikkan bahunya dengan berjalan ke arah mobi