“Ayo, dadah dulu ke Papa sama Mama Padma.”
Asa menuruti permintaan Shua dan melambaikan tangannya dari mobil sang tante ke arah ayah dan tantenya tersebut.
Pesta ulang tahun Mili sudah selesai sejak dua jam yang lalu. Tapi keluarga inti ditambah Badai dan keluarga Shua, bertahan di sana karena obrolan yang tak kenal ujung.
Hingga akhirnya Shua tak sengaja mendengar Badai bicara pada Padma, untuk mengatakan pada Asa kalau mereka akan jalan-jalan dulu sebelum pulang. Shua berinisiatif untuk menolong sang sahabat dan sepupu.
“Asa nginep di rumahku aja,” kata Shua tadi dengan yakinnya.
Si tamu yang terlambat karena harus menangani kliennya yang rewel tersebut langsung tersenyum tanpa malu untuk membantu memuluskan apa pun rencana kedua janda da
Deru napas yang tersengal karena lupa bernapas, membuat Padma yang semula terpejam, kini membuka matanya.Badai masih selembut yang Padma ingat. Rasanya seperti ditarik ke masa lalu, ketika mereka masih berhubungan dan mereka masih bebas mencium satu sama lain.Meskipun seringnya adalah Badai yang menciumnya duluan dan Padma kadang-kadang memperingatinya soal perjanjian hubungan mereka.Seperti saat ini.Dengan tangan kanannya, Padma mendorong dada Badai. “Sebentar lagi lampu merahnya habis, Dai.”“Oh, ya.”Badai berdeham dan kembali duduk dengan benar di kursinya. Lima detik kemudian lampu lalu lintas berubah jadi hijau dan Badai segera kembali melajukan mobilnya.“Kamu mau makan s
“Emangnya bumil yang usia kandungannya kayak kamu ini… bener-bener selincah kamu ya?”Padma menggeleng pelan mendengar pertanyaan konyol dari Yogas. “Emangnya aku harus duduk selama 24 jam?”“Aku ngeri anakmu kecapekan.” Yogas menatap perut Padma yang memang sudah cukup besar. Wajar saja, HPL-nya tinggal menghitung hari lagi.Tiga hari lagi ibu Padma akan menemaninya di sini, berjaga-jaga kalau Padma membutuhkan bantuannya kapan saja ketika anaknya merasa siap untuk dilahirkan dan melihat dunia.“Nggaklah. Anakku kan kuat,” puji Padma sambil mengusap perutnya. “Santai sih, Yogas. Aku kan cuma menata buku di rak doang, itu pun maksimal buku yang kubawa cuma tiga dengan jarak dari kontainer ke rak hanya satu setengah meter.”
"Kamu yakin aku tungguin di sini?”“Kalau kamu mau keluar, keluar sana.”Nada galak Padma membuat Badai meringis dan tetap bertahan di tempatnya ketika Padma masih harus menunggu.Lelaki itu sudah tak menghitung berapa jam lamanya ia mendampingi Padma. Di sampingnya, ada ibu Padma dan Catra yang juga sejak tadi mendampingi Padma.“Nggak apa-apa, Badai. Kalau Padma maunya didampingin kamu, kamu di sini aja,” ucap ibu Catra dengan keibuan. “Perempuan mau melahirkan itu butuh didampingi sama siapa yang bisa menguatkan dia. Kalau kamu yang bisa menguatkan Padma, ya nggak apa-apa toh?”Padma menatap ibu mertuanya yang berdiri di sisi kirinya dengan penuh haru seraya mengucapkan terima kasih tanpa suara. Seperti mengerti, pe
“Kamar anakku belum jadi waktu aku tinggal.”“Siapa suruh kamu baru nata ulang kamar itu mepet?” Mili menjitak kepala Padma dan hanya disahuti dengan decakan.Hari ini hari kedua Padma di rumah sakit. Rencananya, besok atau lusa ia sudah diperbolehkan pulang. Jadilah hari ini Mili yang menunggui Padma bersama dengan suaminya, Arsa.Sebenarnya Padma juga sudah bisa pulang hari ini, tapi para orangtua yang protektif dan proses kehamilannya yang sempat berkendala, membuat Padma akhirnya mengiakan saja permintaan mereka semua.Para orangtua sudah diminta oleh Padma beristirahat dulu dan untungnya, mereka menurut. Meskipun kegembiraan atas cucu pertama tentu saja tetap membuat semangat mereka meledak-ledak.“Habisnya aku kelamaan mikirin penataanny
Padma sampai di rumahnya di siang hari dengan orangtua dan mertuanya yang mengantarnya. Tidak cukup dengan itu, ia bahkan disambut dengan heboh oleh adiknya, sahabat-sahabatnya, Badai dan Asa, juga kelima sahabat Badai.“Kalian jadiin kepulanganku sebagai alasan bolos kerja ya?” tanya Padma dengan galak yang disambut tawa mereka semua.Semua orang bergantian melihat dan menyapa Ilana kecil yang kebetulan terbangun saat ia sampai di rumahnya. Asa menjadi orang terakhir yang menyapa Ilana dan jemarinya langsung digenggam oleh Ilana yang tertawa entah karena apa.“Ilana suka sama Asa,” beri tahu Padma pada Asa seraya tersenyum. “Nanti adeknya dijagain ya, Asa.”Asa mengangguk berkali-kali dan hal itu membuat Padma gemas padanya. Tak lama kemudian, Padma meminta izin pada yang
Asa memperhatikan Ilana yang tengah terlelap. Tadi ia sempat mendengar ayahnya berkata sesuatu mengenai kemiripan antara Ilana dan Catra.Dalam hatinya, Asa merasa sesuatu yang mencelos saat kembali mengingat sosok lelaki baik hati yang selalu menyayanginya tersebut. tAPI kesedihan itu dengan cepat memudar ketika ia mengamati wajah Ilana dan melihat bagaimana dengan perlahan kelopak mata mungil Ilana bergerak.Anak lelaki itu mendekatkan wajahnya ke baby crib yang memiliki celah kecil di mana ia bisa mengintip Ilana. Ia bisa melihat bagaimana mata Ilana perlahan mengerjap dan benar-benar terbuka.Ketika ia akan menyapa, ‘Hai, Adek’, bayi itu bergerak gelisah dan akhirnya ia menangis begitu saja.Asa panik. Apakah karena ia sejak tadi memperhatikan Ilana, makanya Ilana terbangun dan menang
Gemerisik daun yang tak sengaja terinjak oleh Badai dan Asa membuat Asa sesekali menunduk. Anak itu menyukai bagaimana gemerisik tersebut terdengar di telinganya.“Hati-hati, Asa,” pesan Badai saat anaknya memperlambat langkahnya untuk menghindari bebatuan yang muncul dari balik tanah.“I-iya, Pa.”Badai tersenyum dan mempererat gandengan tangannya pada Asa. Di tangan kanannya, terdapat buket mawar putih yang biasa ia bawakan untuk Catra.Awalnya Badai tak tahu harus membawa bunga apa ke makam Catra. Tapi kalau datang hanya dengan tangan kosong, rasanya ada yang kurang. Jadilah saat ia melihat apa yang ada di florist, Badai memilih mawar putih sebagai hadiah kunjungan rutinnya.“Sekarang, kalau mau nyapa Papa Catra, carany
“Tante ngapain di sini?”Badai berusaha menahan emosinya agar tidak berteriak untuk mengusir Alia. Ia melirik ke arah Asa yang duduk di samping ibu Padma dan Ilana.“Jenguk keponakan Tante yang baru melahirkan,” jawab Alia dengan tenang. “Nggak nyangka ketemu kalian di sini.”Alia menyapa ibu Padma yang dibalas dengan sama ramahnya. Perempuan itu menanyakan kabar suaminya dan ia menjawab kalau Banyu sudah agak lebih baik kondisinya saat ini.Sebenarnya Alia juga ingin menyapa Asa, tapi ia menahan diri dan membiarkan saja ketika perempuan paruh baya yang tengah menggendong bayi tersebut menggandeng Asa menuju ruangan lain yang agak jauh dari ruang tengah.Alia tidak mencegahnya. Ia ingin menatap Asa lebih lama lagi tapi bahkan tanpa Asa balas menatapnya, Alia tahu kalau kehadirannya tidak diinginkan.“Di mana Padma?” tanya Alia lagi begitu mereka hanya tinggal berdua. “Tante mau ketemu dia.”“Masih di kamar.” Badai menjawab seadanya. “Tante ke sini beneran cuma mau jenguk Padma?”Perta