Kening Bayu mengerut. “Putri?” Dia memastikan bahwa telinganya tidak salah mendengar. Entah siapa yang salah dalam menghitung usia, tapi Marcella dan Bianca terlihat hanya berjarak beberapa tahun saja. Orang akan percaya jika mereka kakak dan adik.
Kenyataan yang Bayu dengar jika Bianca ternyata adalah putri Marcella, adalah sebuah kejutan. Beberapa hari pertemuan mereka, Bayu selalu berpikir Marcella adalah seorang gadis.
Informasi yang membuat Bayu tergelitik untuk tahu lebih banyak tentang Marcella.
“Lalu yang disebelahnya?” tanya Bayu melambatkan langkah untuk mengulur waktu mereka tiba di meja makan.
“Itu ayahnya Nona Bianca.”
“Oh, mantan suami Marcella? Atau sudah meninggal?” tanya Bayu lagi.
“Nyonya Marcella belum pernah menikah, Tuan.” Pembantu Marcella itu melihat ke arah Bayu yang masih menggunakan jas pernikahannya. Seketika dia menyadari bahwa dirinya salah bicara. “Kecuali dengan anda, Tuan.” Pembantu itu mengangguk dan menggeser berdirinya.
Rupanya mereka telah tiba di ruang makan. Marcella duduk sambil menikmati makanannya. Dia telah berganti pakaian dengan sebuah dress pendek berwarna merah marun. Warna yang membuat Marcella terlihat dominan dengan kulit putihnya yang kontras.
Bayu menelan ludah tanpa sebab. Marcella bahkan tidak repot-repot tersenyum atau melihat ke arahnya. Mereka seperti dua orang asing yang bertemu di sebuah restaurant dan memutuskan untuk duduk bersama menikmati makanan.
“Seharusnya kau menunggu suamimu sebelum makan.” Bayu bergumam sambil menarik kursi dan mulai duduk di depan Marcella.
Marcella menurunkan sendok yang hampir menjangkau mulutnya. Dia melihat lekat pada Bayu. “Jangan berlagak bodoh. Semua sudah kita bicarakan sejak awal. Di rumah ini, kau bisa memakai semua fasilitas yang ada. Ya, anggap saja ini adalah bonusmu.”
“Kau terdengar baik hati. Apakah kau akan mengijinkan aku meninggalkan rumah ini? Atau mengurungku seperti binatang peliharaan?” Bayu seolah tidak peduli. Dia mengambil piring yang ada di hadapannya dan mulai mengisi dengan makanan.
Rumah Marcella menjanjikan sebuah hukuman atas ratusan juta yang wanita itu berikan. Namun, perut lapar Bayu berteriak untuk diberi makanan. Sekarang dia ada di rumah ini, dia tidak punya pilihan selain membuat dirinya merasa lebih nyaman.
Mendengar pertanyaan Bayu, Marcella sejenak diam. Sampai tadi pagi sebelum mereka mengucapkan janji di altar, yang Marcella pikirkan hanyalah pernikahan. Dia berusaha menghadapi ketakutan dalam dirinya.
Kehidupan setelah pernikahan, sama sekali belum Marcella pikirkan. Meski begitu, Marcella tidak ingin melepaskan kendali atas Bayu.
“Kau masih bisa melakukan pekerjaanmu. Tidak perlu ada ijin siapa yang akan datang dan pergi di rumah ini. Satu hal, jangan pernah membawa seorang wanita atau temanmu ke rumah ini. Aku tidak suka.” Marcella mengangkat dagunya untuk membuat kata-katanya berwibawa.
Bayu sama sekali tidak melihat ke arahnya. Dia justru sibuk menikmati makanan sambil mengangguk setuju. Itu membuat Marcella sedikit kesal. Dia ingin Bayu menunjukan perlawanan.
“Ok. Kalau begitu kau juga tidak boleh membawa pria ke rumah kita. Ah! Maksudku ke rumah ini.” Bayu berkata dengan mulut penuh makanan.
Mendengar kata-kata Bayu Mata Marcella seketika melebar. “Hey! Apa maksudmu? Aku memang tidak pernah membawa pria ke rumah ini.” Jelas dia tersinggung dengan ucapan Bayu.
“Hmm….” Bayu menanggapi dengan sepotong ‘Hmm’ yang membuat Marcella semakin sengit.
“Singkirkan jauh-jauh pikiranmu tentangku. Apa pun itu. Aku bukan wanita murahan yang mudah saja memiliki hubungan dengan seorang pria.” Marcella menjelaskan.
Bayu menghentikan aktivitas makannya. Dia mengunyah sisa makanan di mulutnya perlahan sambil melihat ke arah Marcella. Ketika kemudian makanan itu masuk ke tenggorokannya, Bayu pun tersenyum.
“Kau tidak harus menjelaskan apa pun padaku, Cella. Bukankah kau bilang kita hanya akan hidup seperti dua orang asing? Atau kau ingin kita mengenal lebih jauh?” Bayu mengedipkan sebelah mata dan menggoda Marcella.
Aksi yang membuat wajah Marcella seketika memerah. Ada kesal sekaligus senang di hatinya. Itu seperti mawar yang berduri. Indah untuk dinikmati tapi harus berhati-hari. Marcella nyaris terbuai karena wajah tampan Bayu dan mata tajamnya terarah tepat pada Marcella.
Lalu dia mengalihkan perhatian dengan mengangkat gelas berisi air di dekatnya. “Singkirkan wajah bodohmu itu! Tidak akan terjadi apa pun sampai tiba waktunya kita berpisah. Ini hanya soal waktu dan aku harap itu akan segera tiba.”
Meski Marcella mengatakan itu untuk membuat Bayu mengerti, entah kenapa ada sebaris perih menyayat di hatinya. Marcella berusaha mengabaikan perasaan itu. Sebuah perasaan asing yang tidak pernah dia kenali. Dan itu tentang Bayu.
Menyadari hal itu mungkin saja akan terbaca oleh Bayu, Marcella tidak ingin mengambil risiko. Dia berdiri dan bersiap meninggalkan meja makan.
“Pembantuku akan menunjukkan kamarmu. Itu ada tepat di sebelah kamarku. Setelah itu kau bisa melakukan apa pun yang kau sukai. Aku akan pergi ke butik.” Marcella mengatakan itu sambil membalikkan badan.
“What?! Kau akan pergi bekerja di hari pernikahan kita?” tanya Bayu.
“Hari yang tidak berarti!” sahut Marcella kesal.
Entah kenapa Marcella merasa bahwa perlahan Bayu memberikan arti untuk apa yang sudah dia beli. Dan Marcella tidak ingin terjebak dalam perasaan itu. Ingatannya akan cinta hanya terhubung dengan ujung yang bernama luka. Itu sudah sejak lama Marcella singkirkan dari hidupnya.
Ketika Marcella hampir keluar dari ruang makan, Bayu memanggilnya. Tak ayal Marcella pun membalikkan badan.
“Cel! Kenapa kamarku di sebelah kamarmu?”
Marcella memutar bola matanya. “Jangan berpikir mesum! Itu untuk mempermudah kita kalau hal darurat terjadi. Misalnya orang tuaku datang. Kau bisa dengan cepat menyelinap ke kamarku. Jauhkan pikiran kotor dari kepalamu!”
Akhirnya Marcella pun meninggalkan Bayu yang menyeringai lebar sambil berusaha kembali menikmati makanannya. Bagi Bayu, walau Marcella adalah wanita yang dingin dan kaku, ada sebuah sisi baik yang seperti magnet dan Bayu ingin tahu lebih jauh tentangnya.
Dan kejadian ‘darurat’ yang Marcella khawatirkan bahkan terjadi lebih cepat.
Dia sedang duduk di depan meja rias untuk mempercantik dirinya sebelum berangkat ke butik. Ketika ponselnya berdering. Itu adalah panggilan dari ibunya.
Orang tua dan keluarga besarnya pasti masih berkumpul untuk merayakan pernikahan Marcella dan Bayu. Walau tanpa pengantin, mereka akan tinggal lama dan berbincang satu sama lain.
Marcella terpaksa mengangkat panggilan video call dari ibunya.
“Cella! Kalian sudah di rumah?” ibunya tampak di layar ponsel.
Latar belakang tempat ibunya berdiri tepat seperti yang Marcella pikirkan. Kebun rumah orang tuanya yang besar dan berhias ornament pesta. Beberapa orang tampak sedang tertawa dan berbincang di sana.
“Ya, Bu. Kami sedang beristirahat. Maaf ya, karena kami harus pergi lebih dulu tadi.” Marcella berusaha tersenyum.
“It’s ok, Cella. Ibu mengerti, kok. Ayah dan ibu kan juga pernah muda dan pernah jadi pengantin.” Ibunya menggoda Marcella. Semburat wajah Marcella memerah, karena malu memikirkan bahwa apa yang ibunya sangkakan adalah hal yang tidak ada.
Tiba-tiba seorang wanita mendekati ibunya. Sial! Itu adalah Andara tantenya. Andara tidak hadir dalam acara pemberkatan di gereja, rupanya dia tetap hadir dalam acara makan keluarga setelah Marcella dan Bayu pergi.
Segera Marcella menutup kamera depan ponselnya dengan jari.
“Cella! Ini tante Andara. Hey! Mana gambarnya, aku tidak bisa melihat apa pun. Cella!” Andara memanggil.