Marcella yakin, Andara tidak datang untuk sekedar memberi ucapan selamat. Tantenya itu pasti datang untuk membuktikan apakah suami Marcella lebih baik dari Antony Si Pria Botak yang pernah dijodohkan dengannya. Dengan panik Marcella keluar dari kamarnya sambil tetap berbicara dengan suara pada ibun
“Katakan lebih jelas,” Bayu berbisik tepat di belakang telinga Marcella. Kali ini Marcella merasa keberaniannya sungguh tidak berguna. Sementara Bayu sepertinya enggan untuk melepaskan tubuh Marcella. Mereka nyaris tenggelam dalam kekacauan perasaan ketika ponsel Marcella berbunyi dan mengejutkan k
“Apa memangnya?” Keterkejutan Sarah membuat Marcella sama terkejutnya. Sarah memutar bola matanya tidak percaya. Di usia yang ketiga puluh lima, Marcella masih saja berpikir sederhana seperti yang pernah dikenalnya bertahun-tahun lalu ketika mereka sama-sama masih memakai seragam SMA. Marcella bisa
“Anda kenal Marcella?” tanya Sarah pada pria yang berdiri di depan mereka. Pria dengan tampilan botak dan tubuh tambun berusia lebih dari setengah abad itu melihat Marcella dengan mata liar. Tatapan matanya Sarah mulai mengantisipasi. Sekilas dia melihat dua pria lain yang berbadan kekar di belaka
“Siapa kau?” Wajah Antony terlihat kesal. Dia sudah hampir mendapatkan apa yang diinginkannya, lalu sekarang muncul lagi gangguan lain. Perhatian pengunjung, dua bodyguard Antony dan Sarah teralihkan. Mereka melihat ke arah pintu masuk bar. Seorang pria yang bertubuh tinggi dan kekar berdiri di san
“Aku tidak akan tertipu oleh wajah polosmu,” tekad Bayu pada dirinya sendiri. Lalu dia mengalihkan pandangan. Dia tidak bisa lebih lama melihat wajah Marcella, itu akan membuat pikirannya terperangkap di sana. Bukan waktunya untuk jatuh cinta dalam kepelikan yang sedang dia rasakan. Lagi pula wanit
“Ini kamar rumahku, tapi… kenapa ada pria? Kenapa aku ada di kamar tamu?” Marcella masih berusaha mengembalikan kesadarannya secara penuh. Dia memijat perlahan pelipisnya. Kepalanya terasa sakit akibat minuman keras yang diteguknya tadi malam. Perlahan Marcella bangkit dari ranjang dan berdiri. Dia
“Semua ini berjalan tidak seperti yang aku inginkan.” Marcella duduk di ranjang kamarnya dengan perasaan putus asa. Tentang sebuah kesepakatan di mana Marcella berpikir dialah yang menjadi pembeli, Bayu sama sekali tidak bersikap seperti barang yang sudah Marcella dapatkan. Lalu tentang kecepatan
“Dan dia jatuh cinta padamu.” Bayu menyimpulkan. Marcella tersenyum sedih. “Katakanlah begitu. Tapi, Avan bukanlah alasan aku memutuskan untuk tidak kembali padamu. Itu adalah dia hal yang berbeda.” “Apakah dia lebih baik dariku?” tanya Bayu. Marcella mengerling. “Kenapa aku harus membandingkan k
Bayu meraih tangan Marcella. Hatinya bergetar. Semula dia memang berniat untuk tetap memberikan investasi itu pada Naomi Company. Jika itu berarti kemenangan Marcella dan membalaskan sakit hatinya pada Bayu, maka dia akan dengan senang hati memberikan kemenangan itu pada Marcella. Namun ternyata, j
Pria yang sejak tadi memilih diam itu pun melihat ke arah Nirina. “Apa kau sedang mengancamku?” tanya Bayu. “Tentu saja tidak, Bayu. Ini bukan ancaman, ini adalah hal yang akan tampil menjadi kenyataan. Video pelecehan yang pernah kau lakukan pada Marcella, ada di tangaku.” Nirina menoleh ke salah
Kamera wartawan berkilatan di depan mereka. Itu sama sekali tidak mengganggu bagi Nirina. Dia tersenyum bangga dan bahagia dengan para pewarta yang ada bersama mereka. Marcella duduk tenang dan anggun di sebelahnya sementara Bayu duduk di sisi yang lain. Itu adalah ruang pertemuan di dalah satu hot
Marcella duduk diam sambil memutar-mutar gelas berisi air yang ada di depannya. Kata-kata Nindia mengandung banyak kekhawatiran. Dalam hati Marcella selalu bersyukur karena ibu yang dia miliki adalah Nindia. Wanita yang tegar dan tidak terpengaruh oleh keadaan. Kebijakannya dalam menentukan banyak h
Sesaat semua orang memejamkan mata. Beberapa dari mereka adalah orang yang belum pernah melihat kekejaman Bayu yang hanya terdengar dari telinga. Ketika akhirnya mereka melihat dengan mata kepala sendiri dengan siapa mereka sedang bekerja, tak urung mereka pun berubah menjadi jeli. “Berterima kasih
Bayu berdiri cepat. Dia membuka salah satu laci yang ada di belakangnya. Sepucuk senjata dengan segera berada di tangannya. Bayu dengan cekatan memasang beberapa peluru dan melepaskan pengaman pelatuknya. Manu berdiri. “Tidak, Bayu. Bukankah kiat sudah sepakat untuk tidak menggunakan cara ini lagi
Tidak ada satu jawaban pun yang diterima Bayu. Sepanjang malam, ratusan kali dia menyentuh ponselnya hanya untuk melihat bahwa Marcella tidak sama sekali menanggapi pesan yang dia kirimkan. Pertanyaan bergelayutan di benak Bayu. Apakah istrinya belum membaca pesannya? Atau Marcella memang sudah tida
“Tidak mungkin Marcella melakukan itu, Kak. Dia bukan wanita yang bisa membalas dendam dengan cara yang kejam.” Aryani menyangkal. “Bukankah itu menurutmu. Kenyataannya tidak seperti itu. Orang paling baik sekali pun bisa melakukan hal kejam ketika mereka melewati batas rasa sakitnya.” Bayu memijat