Nah kan, kaget kan! Malam pertama macam apa ini?! :))
“Ini kamar rumahku, tapi… kenapa ada pria? Kenapa aku ada di kamar tamu?” Marcella masih berusaha mengembalikan kesadarannya secara penuh. Dia memijat perlahan pelipisnya. Kepalanya terasa sakit akibat minuman keras yang diteguknya tadi malam. Perlahan Marcella bangkit dari ranjang dan berdiri. Dia
“Semua ini berjalan tidak seperti yang aku inginkan.” Marcella duduk di ranjang kamarnya dengan perasaan putus asa. Tentang sebuah kesepakatan di mana Marcella berpikir dialah yang menjadi pembeli, Bayu sama sekali tidak bersikap seperti barang yang sudah Marcella dapatkan. Lalu tentang kecepatan
“Kau ini cerewet sekali. Aku sudah menyelesaikan semua dan kau hanya perlu berangkat.” Marcella menutup kata-katanya sambil mengambil selembar tissu di atas meja dan mengelap bibirnya. Itu gerakan yang biasa, tapi efeknya membuat jantung Bayu bersorak. Semua segera kembali normal manakala dia mengi
“Aku sedang ada pasien. Bisakah kau menunggu di luar?” tanya dokter Diana. Sebagai jawaban, Bayu justru melayangkan pandangan pada pasien dokter Diana. Tatapannya penuh ancaman untuk mengusir pasien itu keluar. Melihat tidak ada sela untuk menenangkan Bayu, dokter Diana meminta pasien yang bersaman
“Kenapa kau melihatku seperti hantu?” tanya Marcella tanpa meihat ke arah Bayu yang baru datang di depannya. Pria itu mematung melihat Marcella. Kata-kata Andreas berlomba di dalam kepalanya. Dia mulai menelusuri apa yang membuatnya berpikir bahwa Marcella adalah wanita yang begitu buruk. Menggunak
Pertanyaan yang membuat Bayu nyaris kehilangan nafas. Apa yang harus dia katakan pada Hadiwijaya? Bahwa dia adalah pengangguran yang baru dipecat saat menikah dengan putrinya? “Bayu pemilik perusahaan software. Ya, masih perusahaan baru jadi mungkin belum banyak yang tahu. Dia akan berhasil dengan
“Jangan berpikir mesum. Aku sengaja menyewa kamar yang luas agar kau bisa tidur di salah satu sudut kamar ini. Tidak mungkin untuk terpisah kamar, karena orang tuaku pasti akan bertanya-tanya.” Marcella menggerutu. Jawaban Marcella memperlihatkan perasaan dan kekhawatirannya. Alih-alih terlihat mem
“Kenapa kau bertanya tentang itu?” Marcella balik bertanya dengan ketus. “Itu bukan urusanmu!” Air mata Marcella kembali jatuh. Bayu kehilangan semua kesabaran yang dia miliki. Air mata Marcella menghidupkan bara api di dalam diri Bayu. Dia merengkuh wajah Marcella. Mata mereka bertemu dan tidak be
“Dan dia jatuh cinta padamu.” Bayu menyimpulkan. Marcella tersenyum sedih. “Katakanlah begitu. Tapi, Avan bukanlah alasan aku memutuskan untuk tidak kembali padamu. Itu adalah dia hal yang berbeda.” “Apakah dia lebih baik dariku?” tanya Bayu. Marcella mengerling. “Kenapa aku harus membandingkan k
Bayu meraih tangan Marcella. Hatinya bergetar. Semula dia memang berniat untuk tetap memberikan investasi itu pada Naomi Company. Jika itu berarti kemenangan Marcella dan membalaskan sakit hatinya pada Bayu, maka dia akan dengan senang hati memberikan kemenangan itu pada Marcella. Namun ternyata, j
Pria yang sejak tadi memilih diam itu pun melihat ke arah Nirina. “Apa kau sedang mengancamku?” tanya Bayu. “Tentu saja tidak, Bayu. Ini bukan ancaman, ini adalah hal yang akan tampil menjadi kenyataan. Video pelecehan yang pernah kau lakukan pada Marcella, ada di tangaku.” Nirina menoleh ke salah
Kamera wartawan berkilatan di depan mereka. Itu sama sekali tidak mengganggu bagi Nirina. Dia tersenyum bangga dan bahagia dengan para pewarta yang ada bersama mereka. Marcella duduk tenang dan anggun di sebelahnya sementara Bayu duduk di sisi yang lain. Itu adalah ruang pertemuan di dalah satu hot
Marcella duduk diam sambil memutar-mutar gelas berisi air yang ada di depannya. Kata-kata Nindia mengandung banyak kekhawatiran. Dalam hati Marcella selalu bersyukur karena ibu yang dia miliki adalah Nindia. Wanita yang tegar dan tidak terpengaruh oleh keadaan. Kebijakannya dalam menentukan banyak h
Sesaat semua orang memejamkan mata. Beberapa dari mereka adalah orang yang belum pernah melihat kekejaman Bayu yang hanya terdengar dari telinga. Ketika akhirnya mereka melihat dengan mata kepala sendiri dengan siapa mereka sedang bekerja, tak urung mereka pun berubah menjadi jeli. “Berterima kasih
Bayu berdiri cepat. Dia membuka salah satu laci yang ada di belakangnya. Sepucuk senjata dengan segera berada di tangannya. Bayu dengan cekatan memasang beberapa peluru dan melepaskan pengaman pelatuknya. Manu berdiri. “Tidak, Bayu. Bukankah kiat sudah sepakat untuk tidak menggunakan cara ini lagi
Tidak ada satu jawaban pun yang diterima Bayu. Sepanjang malam, ratusan kali dia menyentuh ponselnya hanya untuk melihat bahwa Marcella tidak sama sekali menanggapi pesan yang dia kirimkan. Pertanyaan bergelayutan di benak Bayu. Apakah istrinya belum membaca pesannya? Atau Marcella memang sudah tida
“Tidak mungkin Marcella melakukan itu, Kak. Dia bukan wanita yang bisa membalas dendam dengan cara yang kejam.” Aryani menyangkal. “Bukankah itu menurutmu. Kenyataannya tidak seperti itu. Orang paling baik sekali pun bisa melakukan hal kejam ketika mereka melewati batas rasa sakitnya.” Bayu memijat