Hu hu hu... satu kamar.
“Jangan berpikir mesum. Aku sengaja menyewa kamar yang luas agar kau bisa tidur di salah satu sudut kamar ini. Tidak mungkin untuk terpisah kamar, karena orang tuaku pasti akan bertanya-tanya.” Marcella menggerutu. Jawaban Marcella memperlihatkan perasaan dan kekhawatirannya. Alih-alih terlihat mem
“Kenapa kau bertanya tentang itu?” Marcella balik bertanya dengan ketus. “Itu bukan urusanmu!” Air mata Marcella kembali jatuh. Bayu kehilangan semua kesabaran yang dia miliki. Air mata Marcella menghidupkan bara api di dalam diri Bayu. Dia merengkuh wajah Marcella. Mata mereka bertemu dan tidak be
“Kau yang mengatakan itu.” Bayu menjawab ringan. Marcella mencoba mengingat. Memang benar, sejak awal dia yang mengatakan bahwa ini adalah perjalanan pertama Bayu keluar negeri. Bayu tidak pernah mengatakan hal itu. Pemikiran bahwa Bayu adalah pria miskin telah membingkai Marcella untuk mengambil k
Ketika Marcella membuka mulutnya, Bayu dengan lembut memperdalam ciuman mereka. Sesuatu yang impulsif menggerakkan tangan Marcella untuk menekan belakang kepala Bayu. Tidak ada lagi yang bisa dikenali selain tarian Dewi Cinta dalam hati mereka. Perlahan semua semakin tenggelam ke dasar surga. Nafas
“Suster, bisa tunjukkan pada saya ruangan untuk bertemu dengan dokter ortopedi?” Bayu meminta informasi pada salah seorang perawat yang melintas di dekatnya. Suster yang dimaksud menunjuk ke beberapa arah. Dia juga menyebutkan nama dokter yang harus Bayu datangi. Setelah dia mendapatkan informasi d
“Bayu!” Marcella nyaris melompat karena terkejut. Entah sejak kapan pria itu berdiri di belakangnya. Marcella menelan ludah karen gugup dan khawatir. Tubuhnya membeku! Dia berusaha bersembunyi dari Bayu dan sekarang pria itu justru ada di depannya. Sementara mata Bayu melihat Marcella dengan segal
“Maksudnya? Tante mau berhutang padaku?” Marcella terbelalak tidak percaya. Setelah kesinisan yang Andara lontarkan, bagaimana mungkin Tantenya itu masih punya nyali untuk mengajukan pinjaman. Tentu saja Andara selalu punya alasan untuk menyalahkan Marcella. “Ya, ini semua salahmu juga. Kau menola
“Apa maksudmu?” Kali ini tangan Marcella sepenuhnya berhenti dari kegiatan. Marcella meletakkan pensilnya di atas meja. Tatapannya terfokus pada Daniel. Pernyataan Daniel terdengar seperti peringatan tanda bahaya di telinga Marcella. Daniel terlihat ragu sebelum akhirnya dia membuka suara. “Kau pe
“Dan dia jatuh cinta padamu.” Bayu menyimpulkan. Marcella tersenyum sedih. “Katakanlah begitu. Tapi, Avan bukanlah alasan aku memutuskan untuk tidak kembali padamu. Itu adalah dia hal yang berbeda.” “Apakah dia lebih baik dariku?” tanya Bayu. Marcella mengerling. “Kenapa aku harus membandingkan k
Bayu meraih tangan Marcella. Hatinya bergetar. Semula dia memang berniat untuk tetap memberikan investasi itu pada Naomi Company. Jika itu berarti kemenangan Marcella dan membalaskan sakit hatinya pada Bayu, maka dia akan dengan senang hati memberikan kemenangan itu pada Marcella. Namun ternyata, j
Pria yang sejak tadi memilih diam itu pun melihat ke arah Nirina. “Apa kau sedang mengancamku?” tanya Bayu. “Tentu saja tidak, Bayu. Ini bukan ancaman, ini adalah hal yang akan tampil menjadi kenyataan. Video pelecehan yang pernah kau lakukan pada Marcella, ada di tangaku.” Nirina menoleh ke salah
Kamera wartawan berkilatan di depan mereka. Itu sama sekali tidak mengganggu bagi Nirina. Dia tersenyum bangga dan bahagia dengan para pewarta yang ada bersama mereka. Marcella duduk tenang dan anggun di sebelahnya sementara Bayu duduk di sisi yang lain. Itu adalah ruang pertemuan di dalah satu hot
Marcella duduk diam sambil memutar-mutar gelas berisi air yang ada di depannya. Kata-kata Nindia mengandung banyak kekhawatiran. Dalam hati Marcella selalu bersyukur karena ibu yang dia miliki adalah Nindia. Wanita yang tegar dan tidak terpengaruh oleh keadaan. Kebijakannya dalam menentukan banyak h
Sesaat semua orang memejamkan mata. Beberapa dari mereka adalah orang yang belum pernah melihat kekejaman Bayu yang hanya terdengar dari telinga. Ketika akhirnya mereka melihat dengan mata kepala sendiri dengan siapa mereka sedang bekerja, tak urung mereka pun berubah menjadi jeli. “Berterima kasih
Bayu berdiri cepat. Dia membuka salah satu laci yang ada di belakangnya. Sepucuk senjata dengan segera berada di tangannya. Bayu dengan cekatan memasang beberapa peluru dan melepaskan pengaman pelatuknya. Manu berdiri. “Tidak, Bayu. Bukankah kiat sudah sepakat untuk tidak menggunakan cara ini lagi
Tidak ada satu jawaban pun yang diterima Bayu. Sepanjang malam, ratusan kali dia menyentuh ponselnya hanya untuk melihat bahwa Marcella tidak sama sekali menanggapi pesan yang dia kirimkan. Pertanyaan bergelayutan di benak Bayu. Apakah istrinya belum membaca pesannya? Atau Marcella memang sudah tida
“Tidak mungkin Marcella melakukan itu, Kak. Dia bukan wanita yang bisa membalas dendam dengan cara yang kejam.” Aryani menyangkal. “Bukankah itu menurutmu. Kenyataannya tidak seperti itu. Orang paling baik sekali pun bisa melakukan hal kejam ketika mereka melewati batas rasa sakitnya.” Bayu memijat