“Jawab aku, Sayang! Apa kamu meragukan bahwa anak ini bukan anakmu?” Emery memastikannya lagi.
Ruben terdiam cukup lama. Dia menyadari bahwa ucapannya pada Emery salah. Namun, dia agak kebingungan menjelaskannya. Minta maaf pun dia masih ragu-ragu.
“Jahat sekali kamu, Ruben. Aku mengatakan yang sebenarnya tapi kamu tidak memercayaiku sama sekali.” Emery tampak kecewa dengan sikap yang ditunjukkan Ruben kepadanya. Kedua matanya sudah berkaca-kaca. Sebentar lagi, air mata itu akan jatuh menetes di pipinya.
“Seharusnya aku tahu sejak awal, perasaanmu padaku tidak pernah sungguh-sungguh. Setiap kali aku mengandung anakmu, kamu pasti punya banyak alasan untuk tidak menerimanya.” Emery jadi berprasangka buruk dan menyimpulkan seperti itu.
Ini kali kedua Emery hamil dan Ruben masih meragukan anak itu bukanlah anaknya. Ruben malah berpikir lain dan menuduh Emery selingkuh dengan Sean. Setelah Sienna memprovokasinya beberapa har
“Gila kamu, Ben!” Sean marah sekali pada saat Ruben menuduhnya berselingkuh dengan Emery.“Kamu tidak boleh menuduh Emery seperti itu. Dia bukan wanita yang mudah tidur dengan pria lain. Jaga bicaramu!” Sean memperingatkannya sekali lagi.Ruben sudah keterlaluan sekali menurut Sean. Pantas saja, akhir-akhir ini Emery sering terlihat sedih karena sikap Ruben yang meragukan ketulusannya. Sekarang, Sean baru menyadarinya.“Emery hamil. Aku tidak tahu tentang hal itu karena aku lama berada di Suriah,” ungkap Ruben.Sean menampilkan senyum sinis ke arah Ruben. “Jadi, kamu menuduhku yang telah menghamili Emery? Apa kamu gila?”Sean jelas tak terima tuduhan itu. Dia langsung memukul wajah Ruben, supaya tersadar dari prasangka buruknya selama ini.“Bukankah kalian sudah menikah? Meskipun kalian tidak berhubungan suami istri selama kamu berada di Suriah, itu bisa saja terjadi dan Emery hamil. Kamu
“Jahat sekali pikiranmu!” Emery tidak habis pikir Ruben memiliki pemikiran seperti itu.“Sekarang aku yakin. Di antara kalian memang ada hubungan yang belum selesai. Aku tahu kalian berdua pernah pacaran. Bodoh sekali aku karena tidak menyadarinya selama ini,” kata Ruben.“Jangan bicara sembarangan, Ben!” Sean memotong pembicaraan. Dia hendak membela Emery agar Ruben tidak terus menyalahkannya.“Diam kamu! Aku tidak sudi bicara denganmu,” tegur Ruben.Ruben dan Emery bersitegang. Mereka terlibat pertengkaran hebat sementara Sean tidak bisa melerainya. Ketika mereka saling menyalahkan, tidak ada yang mau mengalah, tiba-tiba perut Emery terasa sakit sekali.“Emery, kamu tidak apa-apa?” Sean langsung menghampirinya. Sementara, Ruben terlihat cuek, dingin, dan tidak peduli pada kesehatan Emery.Emery menahan sakit di perutnya. Meski begitu, dia mengatakan tidak apa-apa pada Sean. Dia ha
Hubungan antara Emery dan Ruben makin lama tambah memburuk. Bukannya semakin membaik, kehadiran janin yang ada dalam kandungan Emery justru menyebabkan renggangnya hubungan mereka.Ruben bersikap acuh pada Emery. Meski begitu, dia tetap merasa cemburu setiap kali melihat Emery dan Sean jalan bersama di rumah sakit.Siang ini, ada rapat intern di rumah sakit. Emery dan Sean datang bersama ke ruang rapat. Mereka juga duduk berdampingan. Ruben sempat melirik mereka. Dia tidak bisa duduk berdampingan dengan istrinya. Karena dia yang akan memimpin rapat.Kondisi tubuh Emery sedang tidak baik-baik saja. Wajahnya juga kelihatan pucat sekali. Sean terus berada di samping Emery. Dia takut Emery tidak bisa menjaga dirinya sendiri. Jadi, dia yang akan mendampingi Emery selama rapat berlangsung.‘Sial! Kenapa mereka mengganggu penglihatanku?’ gumam Ruben dalam hati.“Dokter, Ruben! Silakan untuk memulai rapatnya!” kata salah seorang dok
“Kamu suaminya, Ben. Memalukan sekali jika kamu tidak tahu di mana istrimu berada,” oceh Sean.Sean terlanjur kesal pada sikap Ruben yang begitu dingin pada Emery. Saking cueknya, Ruben sampai tidak tahu kalau Emery sedang sakit dan bedrest di rumah selama beberapa hari.Setelah diberitahu Emery mengajukan cuti, Ruben pun kembali ke ruangannya. Dia pergi begitu saja meninggalkan Sean yang belum selesai bicara dengannya. Dia gelisah dan berjalan begitu cepat. Sampai-sampai, dia tidak memerhatikan sekitar jalannya.Ruben jadi dilema. Apa yang harus dilakukannya pada Emery? Dia baru menyadari, pantas saja kemarin Emery kelihatan tidak enak badan.Tak lama kemudian, pintu ruang kerja Ruben diketuk seseorang dari luar. Setelah dipersilakan masuk, seorang dokter wanita pun masuk ke ruangannya.“Sienna? Ada apa?” tanya Ruben.“Saya datang ke sini menyerahkan laporan bulanan seluruh pegawai di rumah sakit ini, Dokter Ru
“Dengar brengsek! Jika terjadi sesuatu pada Emery dan bayinya, itu semua karena ulahmu. Aku tidak akan segan-segan lagi sekarang. Camkan itu!” Sean memberi Ruben peringatan yang cukup keras.“Apa yang akan kamu lakukan padaku, hah?” tantang Ruben.“Aku akan menghajarmu sampai napasmu berhenti,” Sean tantang balik.Ruben terkekeh mendengar ancaman Sean. Dia malah menertawakan sepupunya yang sedang berjuang membela Emery.“Sudahlah, jangan terlalu mengkhayal! Kamu dan Emery itu sudah tamat. Kenapa kamu begitu bersikeras ingin mendapatkannya? Sadar diri itu penting,” kata Ruben.Ucapan Ruben begitu menyakiti hati Sean. Secara tidak langsung Sean diremehkan oleh Ruben. Kali ini dia tidak akan tinggal diam. Dia akan melawan bahkan menantang Ruben. Jika Ruben berbuat macam-macam pada Emery. Itu janji Sean. Dia sudah bertekad akan melindungi Emery selama wanita itu dalam keadaan hamil.“Aku tida
“Apa maksudmu bercerai, Emery?” Ruben syok sekali mendengar pernyataan Emery.“Jika kamu sudah tidak mencintaiku lagi, aku akan mundur dari hidupmu. Jika kamu masih meragukan bayi ini adalah anakmu, maka tidak ada lagi yang harus kuperjuangkan darimu.”“Jadi, kamu sudah ingin menyudahi pernikahan kita?”Emery terdiam beberapa saat. Sebelum dia melanjutkan kembali pembicaraannya. “Ini kedua kalinya kamu menolak anak dariku.”“Jika hidupku harus memilih antara kamu dan bayi ini … maka aku akan memilih bayi ini. Aku tidak mau kehilangan anak lagi untuk yang kedua kalinya,” tegas Emery.Emery tahu betul prinsip Ruben yang tidak pernah menginginkan seorang anak. Bagi Ruben, karirnya di atas segalanya. Saat ini, karirnya sedang memuncak. Jabatan di rumah sakit juga sangat bagus untuknya. Bahkan, akhir-akhir ini dia sangat sibuk sekali dan nyaris tidak punya waktu untuk keluarganya.
Emery pergi meninggalkan ruangan Ruben. Tadinya dia hendak menemui suaminya di sana. Namun, setelah mendengar suara gaduh di ruangannya, dia pun mengurungkan niatnya. Dia akan kembali nanti setelah amarah Ruben mereda.Tak jadi menemui Ruben, Emery pergi ke ruangan dokter Sesilia. Ada beberapa hal yang ingin dia konsultasikan dengan seniornya itu.“Emery, ada apa? Kudengar kamu akan resign dari sini. Apa itu benar?” Sesilia memastikannya lagi. Dia mendengarnya sekilas dari beberapa rekan dokter yang membicarakannya di ruang HRD.Emery tersenyum sekilas. “Ya, itu benar. Saya akan resign dari sini, Dokter Sesil.”“Lalu, kamu mau bekerja di mana?” Sesilia terlihat sangat mengkhawatirkannya.“Di rumah sakit daerah,” sahut Emery. “Aku mendapat rekomendasi dari Adrian.”“Begitu rupanya. Aku tidak bisa mencegahmu, Emery. Jika itu yang terbaik untukmu, aku akan mendukungmu.”
“Aku akan memberimu waktu untuk membacanya sebentar. Setelah itu, tanda tangani surat perceraian itu secepatnya,” desak Emery.“Emery, kamu ingin kita bercerai?” Ruben memastikannya.Air mata Emery tak tertahankan lagi dan menetes di pipinya. Dengan berat hati dia mengatakannya.“Jika kita sudah tidak bisa bersama lagi, untuk apa dipertahankan?”“Tapi ….”“Bukankah kamu selalu meragukanku? Aku tidak bisa hidup dengan pria yang tidak memercayaiku,” tegas Emery.Ruben terdiam membisu. Semua yang Emery katakan benar. Ruben sendiri masih belum bisa memutuskan apa-apa. Perasaannya masih diliputi rasa penasaran dan keragu-raguan pada Emery.“Aku sudah mengambil keputusan ini. Sebelum Tuan Milano mengetahuinya, biar aku yang keluar dari rumah sakit ini. Seperti biasanya, aku akan melindungimu agar tidak mendapatkan lagi masalah.” Emery sedih sekali saat itu.
Hujan mulai turun perlahan, rintik-rintiknya membasahi wajah Sienna yang masih terpaku menatap Sean. Cahaya dari lampu-lampu kecil di sekitar mereka memantul di butir-butir air yang jatuh, menciptakan suasana magis yang tak terduga.“Apa yang dia lakukan?” Sienna terkejut dengan sikap Sean.Sean, meski basah kuyup, tetap bertahan dalam posisinya, berlutut di tanah dengan kotak kecil berisi cincin yang terbuka di tangannya.“Sienna,” kata Sean dengan suara yang serak namun penuh ketulusan, “aku tidak pernah ragu tentang kita. Aku hanya ingin momen ini menjadi sesuatu yang tak akan pernah kamu lupakan. Kamu adalah bagian terbaik dari hidupku, dan aku ingin menghabiskan sisa waktuku bersamamu.”Sienna merasakan hatinya mencair seperti es yang tersentuh sinar matahari. Padahal saat itu sedang turun hujan deras. Air matanya bercampur dengan rintik hujan, tetapi senyumnya mulai merekah, meskipun bibirnya gemetar.&ldqu
Di Paris, Emery dan Ruben memulai kehidupan baru mereka sebagai keluarga kecil yang bahagia. Mereka tinggal di sebuah apartemen mewah yang menghadap ke arah Menara Eiffel, tempat yang menjadi simbol awal cinta dan harapan baru.“Mommy ….” ucap Ben kecil yang mulai belajar bicara dan berjalan. Emery terkejut dengan pertumbuhan Ben yang berkembang pesat.Ben, yang kini semakin tumbuh ceria dan sehat, membawa warna ke dalam hari-hari mereka.Emery melanjutkan kariernya sebagai dokter di salah satu rumah sakit ternama di Paris bersama suaminya, Ruben. Setiap akhir pekan, jika tidak sibuk menangani pasien di rumah sakit, mereka menghabiskan waktu bersama-sama dengan Ben dan mendokumentasikan semua kegiatannya di sana.Di sela-sela kesibukan mereka, Ruben sering mengajak Emery berjalan-jalan di sepanjang Seine atau menikmati makan malam romantis di bistro kecil. Dalam satu momen manis, mereka duduk di kursi taman, memandangi lampu-lampu kota
Adrian akhirnya memberanikan diri untuk menemui Sean di rumah sakit. Saat dia masuk ke kamar, Sean sedang berbincang ringan dengan Emery.‘Sial! Kenapa Emery ada di sini?’ Adrian jadi segan dan ingin segera mengurungkan niatnya.Ketika melihat Adrian berdiri di pintu, Sean memintanya masuk. Suasana di kamar inap pun menjadi canggung. Adrian dengan raut wajah penuh penyesalan, menyerahkan surat yang dia tulis untuk Sean. Dia meletakkannya di atas meja kecil dekat ranjang pasien.“Emery ….”Emery membuang muka saat Adrian menoleh ke arahnya. Dia masih kesal pada sang direktur. Adrian tahu, perbuatannya mungkin tidak akan pernah bisa termaafkan oleh Emery."Saya tahu permintaan maaf saya tidak cukup," ucap Adrian dengan suara berat. "Tapi, saya ingin kalian tahu, saya benar-benar menyesal atas semua yang terjadi waktu itu."Emery dan Sean kompak terdiam menanggapi permintaan maaf Adrian. Mereka masih tak berkutik
Setelah operasi yang memakan waktu cukup panjang dan kritis, Sean berhasil melewati masa-masa kritisnya. Dokter menyampaikan kabar baik kepada Emery, Ruben, dan Sienna, bahwa kondisi Sean mulai stabil. Namun, dia tetap membutuhkan pemulihan intensif di rumah sakit.“Syukurlah kalau begitu,” ucap Ruben.“Terima kasih, Tuhan.” Emery pun mengucap syukur pada Sang Maha Kuasa atas karunianya, operasi Sean berjalan lancar.“Aku akan memberitahu Sienna,” kata Ruben.“Biar aku saja yang menghubunginya,” tawar Emery.“Baiklah, kalau begitu. Aku akan mengurus kamar inapnya dulu. Jangan lupa, bayi kita,” pesan Ruben dengan tergesa-gesa.Emery mengangguk mantap. Dia mengerti dan bergegas melaksanakan perintah Ruben.Setelah menghubungi Sienna, Emery pun merasa lega. Dia hanya berharap, semoga saja Sean lekas pulih dari luka tembaknya. Dia teringat pesan Sienna untuk Sean.“E
Di guest house tempat Adrian menyembunyikan bayi Ben, ketegangan pun memuncak ketika Sean berhasil menemukan Ben di kamar terkunci. Emery yang menyusul masuk, memeluk putranya dengan penuh emosi. Emery tak kuasa menahan tangisnya setelah menemukan sang putra.Sean menyuruh Emery untuk segera melarikan diri. Berbahaya sekali bagi Emery dan bayi Ben. Namun, usaha mereka untuk melarikan diri terganggu oleh anak buah Adrian, yang membawa senjata dan mengepung mereka.Dalam kekacauan itu, Sean terluka parah akibat sebuah tembakan yang tidak disengaja ketika dia berusaha melindungi Emery dan Ben dari musuh.“Suara itu … siapa yang terluka?” Ruben membelalak kaget.Ruben, yang terlibat perkelahian sengit dengan Adrian di ruang utama, mendengar suara tembakan dan segera berlari ke arah Emery.“Kamu tidak apa-apa?” Ruben memastikan Emery dan putranya tidak kenapa-kenapa.Emery sesenggukkan. “Aku tidak apa-apa. Tap
“Adrian,” desis Laura. Wanita itu datang menghampiri Adrian perlahan-lahan.Adrian hanya sekilas meliriknya. Tanpa berbasa-basi, pria itu memilih untuk meninggalkannya di tengah-tengah pesta yang sedang berlangsung. Dia buru-buru pergi ke suatu tempat untuk menenangkan diri.Adrian tidak mengira bahwa dirinya terjebak dalam perjodohan yang dirancang oleh ayahnya sendiri, Tuan Milano dengan Laura, putri dari seorang wali kota. Perasaannya begitu hancur. Hatinya masih terpaut pada Emery, wanita yang kini berada di sisi Ruben.Meski menerima perjodohan demi menjaga reputasi keluarga, Adrian tidak bisa melepaskan obsesinya terhadap Emery. Sikapnya yang dingin dan egois membuat Laura merasa diabaikan malam itu, meski dia berusaha sebaik mungkin, menjalankan perannya sebagai tunangan yang sempurna di mata tamu undangan yang datang.“Sial!” rutuk Adrian. Dia tancap gas maksimal dan membuat kendaraannya mengebut di jalan raya pada malam ha
Ruben mulai geram dengan tingkah Adrian yang begitu berambisi dan terobsesi pada Emery. Adrian sudah terang-terangan menunjukkannya di hadapan Tuan Milano, orang tuanya.“Saya sudah bilang, saya akan mempertahankan Emery, apa pun yang terjadi,” tegas Adrian.“Apa?” Ruben hampir tersulut emosi mendengar pernyataan Adrian yang sudah memprovokasinya.“Dokter Ruben, pulanglah dulu! Saya akan bicara lagi dengan putra saya terkait kepindahan Emery. Saya akan menghubungimu lagi nanti,” kata Tuan Milano melerai pertengkaran antara Ruben dan Adrian.“Itu benar, Dokter Ruben! Kami akan memikirkan cara lain untuk membujuk putra kami,” bela Nyonya Milano.“Baik. Kalau begitu, saya permisi undur diri. Selamat siang, Tuan, Nyonya,” pamit Ruben. Sebelum dia benar-benar pergi meninggalkan kediaman Tuan Milano, dia sempat melihat sorot mata Adrian yang mulai mengisyaratkan untuk mengajaknya perang mempereb
Sean dan Sienna tak berkutik lagi di hadapan Adrian. Mereka terlihat segan dan tidak bisa mengiyakannya.“Tidak apa-apa jika memang itu benar. Saya akan mendukung kalian,” kata Adrian.“Benarkah itu, Dok?” Sienna langsung antusias menaggapinya.“Tentu. Silakan saja! Itu hak kalian. Rumah sakit tidak berhak melarang-larang orang yang sedang jatuh cinta,” kata Adrian. Pernyataannya membuat Sean dan Sienna cukup senang.“Oh, iya. Kapan kalian akan berangkat?” Adrian mengalihkan pembicaraan.“Besok pagi,” sahut Sean.“Begitu rupanya. Selamat bertugas dan kalian harus kembali dengan selamat. Kudoakan semoga hubungan kalian bisa langgeng hingga ke jenjang pernikahan,” kata Adrian mendoakan mereka dengan setulus hati.“Amin,” ucap Sean dan Sienna bersamaan. Eh! Tumben sekali mereka kompak.Adrian terkejut merespon mereka. “Baiklah, aku permisi du
Sienna tergoda untuk mengambil ponsel Sean dan menjawab teleponnya. “Emery, ada apa pagi-pagi menelpon pacarku?”“Maaf, bukankah ini telepon Sean? Lalu, kamu … bukankah kamu Sienna?” sahut suara pria di seberang sana.Ups! Sienna gelagapan. Ternyata suara di seberang sana adalah suara Ruben, dokter senior di rumah sakit tempatnya bekerja, dahulu.“Oh, maaf Dokter Ruben. Kupikir tadi yang menelpon Emery,” ucap Sienna penuh penyesalan. Dia malu sekali karena sudah salah sangka dan salah orang.“Aku meminjam ponsel istriku karena ponselku mati total,” jelas Ruben.“Begitu rupanya.” Sienna mengerti. Namun, dia tidak bisa menyembunyikan rasa malunya karena sudah berburuk sangka.“Lalu, bagaimana denganmu? Kenapa telepon Sean ada padamu? Tadi, dia bilang dia sedang keluar dan menginap di rumah temannya. Apa jangan-jangan, kalian menginap bersama?” terka Ruben.&l