“Aku akan memberimu waktu untuk membacanya sebentar. Setelah itu, tanda tangani surat perceraian itu secepatnya,” desak Emery.
“Emery, kamu ingin kita bercerai?” Ruben memastikannya.
Air mata Emery tak tertahankan lagi dan menetes di pipinya. Dengan berat hati dia mengatakannya.
“Jika kita sudah tidak bisa bersama lagi, untuk apa dipertahankan?”
“Tapi ….”
“Bukankah kamu selalu meragukanku? Aku tidak bisa hidup dengan pria yang tidak memercayaiku,” tegas Emery.
Ruben terdiam membisu. Semua yang Emery katakan benar. Ruben sendiri masih belum bisa memutuskan apa-apa. Perasaannya masih diliputi rasa penasaran dan keragu-raguan pada Emery.
“Aku sudah mengambil keputusan ini. Sebelum Tuan Milano mengetahuinya, biar aku yang keluar dari rumah sakit ini. Seperti biasanya, aku akan melindungimu agar tidak mendapatkan lagi masalah.” Emery sedih sekali saat itu.
<“Jadi, kamu tetap memilih bayi itu?” tunjuk Ruben sambil menahan kecewa. Tergambar jelas sekali di raut wajahnya.“Ya. Aku tidak pernah takut kehilanganmu. Aku sudah pernah mengalaminya. Tapi, meski aku pernah mengalami keguguran di kehamilan pertamaku, bukan berarti sekarang aku akan merelakannya juga, Ben. Jika kamu bersikeras tidak mau mengakuinya, aku akan tetap melahirkan dan membesarkanya sendirian,” jelas Emery panjang lebar.“Baiklah, jika itu maumu. Aku akan mengabulkan permintaanmu. Kita bercerai saja,” kata Ruben pasrah. Dia mengambil surat perceraian itu. Lalu, dia menyerahkannya pada Emery.Emery berdecak kesal melihat sikap Ruben. Rupanya dari awal dia memang tidak menginginkan anak itu. Dia hanya berbelit-belit dan mencari alasan supaya Emery disalahkan atas perselingkuhannya dengan Sean. Perselingkuhan yang tidak pernah dilakukan olehnya.“Kamu memang brengsek, Ben!” umpat Emery.&ldqu
Setelah mendapatkan teguran dan peringatan keras dari Tuan Milano, Emery pun menyanggupinya. Dia akan menemui pemilik rumah sakit itu secara pribadi. Setelah keadaannya nanti membaik.“Emery, bagaimana keadaanmu sekarang?” tanya Sean yang begitu mengkhawatirkannya.“Aku sudah merasa lebih baik sekarang,” sahut Emery. “Aku akan segera pulang dan istirahat di rumah saja.”“Tidak! Kamu istirahat saja di sini,” cegah Sesilia. “Kamu harus menjalani perawatan intensif, Emery.”“Tapi, aku merasa lebih nyaman tinggal di rumah saja dibandingkan di sini,” sahut Emery seraya beralasan.“Emery, dengarkan kata Dokter Sesilia!” saran Adrian. “Kesehatanmu lebih penting saat ini.”“Itu benar. Jika ada yang kamu butuhkan, aku akan di sini menjagamu,” tawar Sean.“Terima kasih, kalian semua baik sekali padaku,” ucap Emery. Dia merasa
Adrian ingin kembali pada Emery. Setelah tahu Emery akan bercerai dengan Ruben. Ponsel Emery berdering panjang, ada panggilan masuk dari Sean.“Kamu di mana?” tanya Sean di seberang sana. Nada suaranya terdengar sangat panik.“Aku sedang dalam perjalanan, mau ke rumah sakit daerah,” sahut Emery.“Oh begitu rupanya.” Sean segera mengerti.Emery pergi ke rumah sakit daerah dengan Adrian. Mulai besok, dia sudah resmi menjadi staf pegawai dan dokter tetap di sana. Hari ini dia melihat-lihat sambil memastikan ruangannya bersama Adrian.Tak lama waktu berselang, Emery mendengar suara panggilan untuk Sean di teleponnya. Lantas, Emery pun menyuruh Sean untuk segera menutup teleponnya.“Oh, iya Emery … mengenai tempat tinggalmu. Apa kamu memerlukan rumah dinas atau guest house untuk sementara?” tanya Adrian.“Aku akan mencari rumah kontrakan saja yang lebih murah dan terjangkau,&rdqu
“Emery, aku ingin menjadi suamimu. Aku juga ingin jadi ayah untuk anakmu,” kata Sean meminta pada Emery secara langsung.“Sean, maaf aku tidak bisa menerimamu. Perceraianku dengan Ruben saja belum diproses. Dan aku berencana untuk tidak menikah lagi,” tolak Emery.“Apa? Kamu tidak akan menikah lagi?” Sean membelalak. “Lalu, kamu akan hidup dengan siapa di masa tuamu nanti?”“Aku akan hidup dengan anakku saja.”“Tapi anakmu akan tumbuh dewasa dan dia punya kehidupannya sendiri. Dia akan memiliki mimpi dan tujuan hidupnya sendiri. Lalu kamu? Saat anakmu dewasa nanti, dia akan meninggalkanmu dan memiliki keluarganya sendiri,” jelas Sean panjang lebar.“Aku akan mengabdikan seluruh hidupku di masa tuaku dengan bekerja. Dengan begitu aku tidak perlu mengkhawatirkan urusan rumah tangga atau pun mengurus suami. Aku ingin hidup sesuai yang kuinginkan,” balas Emery.&
“Kenapa Emery tidak menjawab teleponku?” Ruben agak heran. Karena tidak biasanya Emery mengabaikan panggilan telepon darinya.“Ke mana saja dia?” Ruben jadi gelisah memikirkan alasan Emery yang hingga saat ini tidak ada kabar.Ruben mondar-mandir mencari tahu tentang keadaan Emery. Dia agak khawatir namun tidak tahu harus mencari keberadaannya di mana. Kemarin dia berlagak cuek dan tidak peduli. Sekarang, dia malah kalang kabut memikirkan Emery.Suasana hati Ruben masih kalut dan tidak tenang. Akhirnya, dia pergi ke ruang HRD untuk menanyakan tempat Emery bekerja saat ini. Di sana, mungkin dia bisa mendapatkan informasi tentang keadaan Emery.“Dokter Ruben, apa ada yang bisa saya bantu?” tanya staf HRD.“Bisa kulihat dokumen rumah sakit daerah yang diajukan oleh dokter Emery?” Ruben meminta dokumen itu langsung. Dia melihat-lihat di ruang HRD.“Dokter Ruben, apa ada lagi yang Anda butuhka
Adrian membujuk dan merayu Emery supaya mantan tunangannya itu bisa kembali padanya. Dia masih berharap penuh pada Emery. Meski pun berkali-kali ditolak oleh Emery, pria itu tidak pernah menyerah atau patah semangat.“Aku tidak ingin membahas tentang hal ini lagi, Adrian,” keluh Emery.“Oke, baiklah. Kita makan saja dulu. Setelah itu, kamu pergi tidur,” saran Adrian. Emery pun meresponnya dengan menganggukkan kepala.“Bagaimana dengan keadaan bayimu?” Adrian mengalihkan pembicaraan. Dia merasa harus melakukannya untuk menghindari ketidaknyamanannya pada Emery.“Dokter Adelina bilang keadaannya sangat baik dan perkembangannya juga bagus,” sahut Emery.“Benarkah? Kuharap kamu bisa melahirkannya lancar tanpa hambatan apa pun nantinya,” harap dan doa dari Adrian.“Terima kasih, Adrian. Kamu sudah sangat baik padaku,” ucap Emery.“Makanlah yang banyak! Nanti jika
“Apa? Suaminya?” Perawat yang berdiri di samping Adelina membelalak kaget dan nyaris histeris mendengar Ruben adalah suami Emery.“Pria tampan itu suaminya dokter Emery?” bisik perawat itu agak pelan di telinga Adelina.Adelina mencubit tangan perawat itu. Setelah Ruben menoleh ke arah mereka sebentar untuk mengalihkan perhatian.“Anda membutuhkan sesuatu Dokter ….” Adelina agak kikuk di depan Ruben.“Ruben. Panggil aku Dokter Ruben saja,” kata Ruben memperkenalkan diri.Emery melirik Ruben agak sebal. Dia mengira kalau suaminya itu sedang menarik perhatian pegawai di rumah sakit dan memberitahu semua orang bahwa dia ada hubungan keluarga dengannya.“Baiklah, Dokter Ruben. Jika Anda membutuhkan sesuatu dari kami, beritahukan saja!” kata Adelina menawarkan.“Saya membutuhkan ruang inap VIP untuk istri saya. Tolong disiapkan segera!” perintah Ruben.Perawat itu lekas mempersiapkannya. Dia melaksanakan perintah Ruben setelah mendapatkan persetujuan dari Adelina.Sementara itu, Emery terl
“Apa kamu tidak akan bercerai dengan Emery?” Adrian memastikan.Sebelum menjawab pertanyaan Adrian, Ruben menoleh ke arah Emery. Wanita itu diam saja seperti menunggu jawaban dari Ruben.“Dia yang menginginkannya. Bukan aku,” sahut Ruben.‘Apa?’ Emery tersenyum agak sinis mendengar jawaban Ruben. Bisa-bisanya Ruben melempar kesalahan dan menyudutkan istrinya saat ini di depan Adrian.“Emery yang ingin bercerai darimu?” Adrian mengerutkan kening. Dia agak bingung mencerna perkataan Ruben.“Ya. Dia yang mengajukan perceraian itu dan memprosesnya sendiri tanpa menanyakan pendapatku terlebih dahulu. Katanya aku hanya menunggu pemanggilan dari pengadilan nanti,” kata Ruben memojokkan Emery.“Benarkah begitu?” Adrian meragukan pernyataan Ruben.“Menurutmu, apa dia layak menjadi pasanganmu? Kurasa tidak.” Ruben sengaja memprovokasi Adrian supaya pria itu berubah pikiran dan meninggalkan Emery.Emery diam saja. Meski dia merasa agak kesal sekali dengan sikap Ruben. Sementara, Adrian menunggu
Hujan mulai turun perlahan, rintik-rintiknya membasahi wajah Sienna yang masih terpaku menatap Sean. Cahaya dari lampu-lampu kecil di sekitar mereka memantul di butir-butir air yang jatuh, menciptakan suasana magis yang tak terduga.“Apa yang dia lakukan?” Sienna terkejut dengan sikap Sean.Sean, meski basah kuyup, tetap bertahan dalam posisinya, berlutut di tanah dengan kotak kecil berisi cincin yang terbuka di tangannya.“Sienna,” kata Sean dengan suara yang serak namun penuh ketulusan, “aku tidak pernah ragu tentang kita. Aku hanya ingin momen ini menjadi sesuatu yang tak akan pernah kamu lupakan. Kamu adalah bagian terbaik dari hidupku, dan aku ingin menghabiskan sisa waktuku bersamamu.”Sienna merasakan hatinya mencair seperti es yang tersentuh sinar matahari. Padahal saat itu sedang turun hujan deras. Air matanya bercampur dengan rintik hujan, tetapi senyumnya mulai merekah, meskipun bibirnya gemetar.&ldqu
Di Paris, Emery dan Ruben memulai kehidupan baru mereka sebagai keluarga kecil yang bahagia. Mereka tinggal di sebuah apartemen mewah yang menghadap ke arah Menara Eiffel, tempat yang menjadi simbol awal cinta dan harapan baru.“Mommy ….” ucap Ben kecil yang mulai belajar bicara dan berjalan. Emery terkejut dengan pertumbuhan Ben yang berkembang pesat.Ben, yang kini semakin tumbuh ceria dan sehat, membawa warna ke dalam hari-hari mereka.Emery melanjutkan kariernya sebagai dokter di salah satu rumah sakit ternama di Paris bersama suaminya, Ruben. Setiap akhir pekan, jika tidak sibuk menangani pasien di rumah sakit, mereka menghabiskan waktu bersama-sama dengan Ben dan mendokumentasikan semua kegiatannya di sana.Di sela-sela kesibukan mereka, Ruben sering mengajak Emery berjalan-jalan di sepanjang Seine atau menikmati makan malam romantis di bistro kecil. Dalam satu momen manis, mereka duduk di kursi taman, memandangi lampu-lampu kota
Adrian akhirnya memberanikan diri untuk menemui Sean di rumah sakit. Saat dia masuk ke kamar, Sean sedang berbincang ringan dengan Emery.‘Sial! Kenapa Emery ada di sini?’ Adrian jadi segan dan ingin segera mengurungkan niatnya.Ketika melihat Adrian berdiri di pintu, Sean memintanya masuk. Suasana di kamar inap pun menjadi canggung. Adrian dengan raut wajah penuh penyesalan, menyerahkan surat yang dia tulis untuk Sean. Dia meletakkannya di atas meja kecil dekat ranjang pasien.“Emery ….”Emery membuang muka saat Adrian menoleh ke arahnya. Dia masih kesal pada sang direktur. Adrian tahu, perbuatannya mungkin tidak akan pernah bisa termaafkan oleh Emery."Saya tahu permintaan maaf saya tidak cukup," ucap Adrian dengan suara berat. "Tapi, saya ingin kalian tahu, saya benar-benar menyesal atas semua yang terjadi waktu itu."Emery dan Sean kompak terdiam menanggapi permintaan maaf Adrian. Mereka masih tak berkutik
Setelah operasi yang memakan waktu cukup panjang dan kritis, Sean berhasil melewati masa-masa kritisnya. Dokter menyampaikan kabar baik kepada Emery, Ruben, dan Sienna, bahwa kondisi Sean mulai stabil. Namun, dia tetap membutuhkan pemulihan intensif di rumah sakit.“Syukurlah kalau begitu,” ucap Ruben.“Terima kasih, Tuhan.” Emery pun mengucap syukur pada Sang Maha Kuasa atas karunianya, operasi Sean berjalan lancar.“Aku akan memberitahu Sienna,” kata Ruben.“Biar aku saja yang menghubunginya,” tawar Emery.“Baiklah, kalau begitu. Aku akan mengurus kamar inapnya dulu. Jangan lupa, bayi kita,” pesan Ruben dengan tergesa-gesa.Emery mengangguk mantap. Dia mengerti dan bergegas melaksanakan perintah Ruben.Setelah menghubungi Sienna, Emery pun merasa lega. Dia hanya berharap, semoga saja Sean lekas pulih dari luka tembaknya. Dia teringat pesan Sienna untuk Sean.“E
Di guest house tempat Adrian menyembunyikan bayi Ben, ketegangan pun memuncak ketika Sean berhasil menemukan Ben di kamar terkunci. Emery yang menyusul masuk, memeluk putranya dengan penuh emosi. Emery tak kuasa menahan tangisnya setelah menemukan sang putra.Sean menyuruh Emery untuk segera melarikan diri. Berbahaya sekali bagi Emery dan bayi Ben. Namun, usaha mereka untuk melarikan diri terganggu oleh anak buah Adrian, yang membawa senjata dan mengepung mereka.Dalam kekacauan itu, Sean terluka parah akibat sebuah tembakan yang tidak disengaja ketika dia berusaha melindungi Emery dan Ben dari musuh.“Suara itu … siapa yang terluka?” Ruben membelalak kaget.Ruben, yang terlibat perkelahian sengit dengan Adrian di ruang utama, mendengar suara tembakan dan segera berlari ke arah Emery.“Kamu tidak apa-apa?” Ruben memastikan Emery dan putranya tidak kenapa-kenapa.Emery sesenggukkan. “Aku tidak apa-apa. Tap
“Adrian,” desis Laura. Wanita itu datang menghampiri Adrian perlahan-lahan.Adrian hanya sekilas meliriknya. Tanpa berbasa-basi, pria itu memilih untuk meninggalkannya di tengah-tengah pesta yang sedang berlangsung. Dia buru-buru pergi ke suatu tempat untuk menenangkan diri.Adrian tidak mengira bahwa dirinya terjebak dalam perjodohan yang dirancang oleh ayahnya sendiri, Tuan Milano dengan Laura, putri dari seorang wali kota. Perasaannya begitu hancur. Hatinya masih terpaut pada Emery, wanita yang kini berada di sisi Ruben.Meski menerima perjodohan demi menjaga reputasi keluarga, Adrian tidak bisa melepaskan obsesinya terhadap Emery. Sikapnya yang dingin dan egois membuat Laura merasa diabaikan malam itu, meski dia berusaha sebaik mungkin, menjalankan perannya sebagai tunangan yang sempurna di mata tamu undangan yang datang.“Sial!” rutuk Adrian. Dia tancap gas maksimal dan membuat kendaraannya mengebut di jalan raya pada malam ha
Ruben mulai geram dengan tingkah Adrian yang begitu berambisi dan terobsesi pada Emery. Adrian sudah terang-terangan menunjukkannya di hadapan Tuan Milano, orang tuanya.“Saya sudah bilang, saya akan mempertahankan Emery, apa pun yang terjadi,” tegas Adrian.“Apa?” Ruben hampir tersulut emosi mendengar pernyataan Adrian yang sudah memprovokasinya.“Dokter Ruben, pulanglah dulu! Saya akan bicara lagi dengan putra saya terkait kepindahan Emery. Saya akan menghubungimu lagi nanti,” kata Tuan Milano melerai pertengkaran antara Ruben dan Adrian.“Itu benar, Dokter Ruben! Kami akan memikirkan cara lain untuk membujuk putra kami,” bela Nyonya Milano.“Baik. Kalau begitu, saya permisi undur diri. Selamat siang, Tuan, Nyonya,” pamit Ruben. Sebelum dia benar-benar pergi meninggalkan kediaman Tuan Milano, dia sempat melihat sorot mata Adrian yang mulai mengisyaratkan untuk mengajaknya perang mempereb
Sean dan Sienna tak berkutik lagi di hadapan Adrian. Mereka terlihat segan dan tidak bisa mengiyakannya.“Tidak apa-apa jika memang itu benar. Saya akan mendukung kalian,” kata Adrian.“Benarkah itu, Dok?” Sienna langsung antusias menaggapinya.“Tentu. Silakan saja! Itu hak kalian. Rumah sakit tidak berhak melarang-larang orang yang sedang jatuh cinta,” kata Adrian. Pernyataannya membuat Sean dan Sienna cukup senang.“Oh, iya. Kapan kalian akan berangkat?” Adrian mengalihkan pembicaraan.“Besok pagi,” sahut Sean.“Begitu rupanya. Selamat bertugas dan kalian harus kembali dengan selamat. Kudoakan semoga hubungan kalian bisa langgeng hingga ke jenjang pernikahan,” kata Adrian mendoakan mereka dengan setulus hati.“Amin,” ucap Sean dan Sienna bersamaan. Eh! Tumben sekali mereka kompak.Adrian terkejut merespon mereka. “Baiklah, aku permisi du
Sienna tergoda untuk mengambil ponsel Sean dan menjawab teleponnya. “Emery, ada apa pagi-pagi menelpon pacarku?”“Maaf, bukankah ini telepon Sean? Lalu, kamu … bukankah kamu Sienna?” sahut suara pria di seberang sana.Ups! Sienna gelagapan. Ternyata suara di seberang sana adalah suara Ruben, dokter senior di rumah sakit tempatnya bekerja, dahulu.“Oh, maaf Dokter Ruben. Kupikir tadi yang menelpon Emery,” ucap Sienna penuh penyesalan. Dia malu sekali karena sudah salah sangka dan salah orang.“Aku meminjam ponsel istriku karena ponselku mati total,” jelas Ruben.“Begitu rupanya.” Sienna mengerti. Namun, dia tidak bisa menyembunyikan rasa malunya karena sudah berburuk sangka.“Lalu, bagaimana denganmu? Kenapa telepon Sean ada padamu? Tadi, dia bilang dia sedang keluar dan menginap di rumah temannya. Apa jangan-jangan, kalian menginap bersama?” terka Ruben.&l