Kondisi tubuh Emery mulai merasakan ketidaknyamanan. Perutnya juga sudah bulat membesar. Dia melihatnya langsung di cermin. Dia begitu bahagia menunggu kelahiran bayinya. Wajahnya terlihat berseri-seri, senyumnya pun cantik mempesona. Dia jadi tidak sabar ingin segera mengetahui jenis kelamin bayinya.Emery pergi memeriksakan kandungannya. Adelina akan melihat jenis kelamin bayinya itu melalui alat USG.“Gimana menurutmu?” Emery tak sabaran.“Kandunganmu baik-baik saja. Tidak ada masalah. Perkembangan bayimu juga bagus sesuai dengan prediksiku. Hanya saja kamu harus berhati-hati. Bayimu sangat aktif sekali dan bisa sungsang,” kata Adelina menasihatinya.“Benarkah dia aktif sekali?” Emery pun antusias mendengarnya.Adelina mengangguk mantap. Dia juga menceritakannya dengan sangat menggebu-gebu. Hal itu membuat Emery tambah semangat menantikan hari kelahiran bayinya.“Sepertinya bayimu berjenis kelamin
“Jawab pertanyaanku, Ben! Sebenarnya kamu menginginkan bayi ini atau kamu hanya ingin memilikiku saja?” desak Emery.Ruben bingung setelah Emery menyudutkannya dengan pertanyaan itu. Emery bisa menebak isi hatinya. Sebenarnya Ruben belum siap menjadi seorang ayah. Namun, dia gengsi mengatakannya pada Emery.“Kamu tidak bisa menjawabnya, kan? Aku sudah tahu jawabanmu, Ben. Jadi, aku sudah bisa mengambil keputusan sekarang,” tegas Emery.“Apa keputusanmu?” Ruben penasaran.“Kita bercerai saja,” kata Emery.Deg!Ruben tak berkutik sekarang. Emery sudah mengatakannya di hadapan kedua pengacara yang menjadi saksi mereka melakukan mediasi. Bukannya rujuk kembali setelah mediasi, Emery malah mengambil langkah tegas memutuskan hubungannya dengan Ruben.Emery merasa sudah tidak ada lagi yang harus dijelaskan. Apalagi dipertahankan. Hubungannya dengan Ruben akan segera berakhir di meja hijau. Dia
Setelah bercerai dengan Emery, dunia Ruben sepertinya akan segera hancur. Benteng pertahanannya mulai runtuh. Hatinya bagai dibom bardir hingga berkeping-keping. Semuanya luluh lantah. Dia kehilangan semangat hidup.Raut wajahnya pucat pasi. Ruben membiarkan tubuhnya melemah karena seharian tidak makan dan minum. Penampilannya acak-acakan. Nyaris tidak berbentuk lagi. Kusut seperti benang yang menggulung tak terurus.Dalam perjalanan pulang, Ruben sengaja mampir ke rumah lamanya. Rumah tempat tinggalnya dulu bersama Emery. Dia menatapnya dari kejauhan. Pandangannya berubah sendu seperti menahan tangis. Dalam bayangannya, dia melihat dirinya di masa lalu bersama Emery. Betapa bahagianya mereka diawal-awal pernikahannya.“Semua itu kini tinggal kenangan,” ujar Ruben sambil menyandarkan tubuhnya di jok kemudi. Dia menghela napas panjang sambil menteskan air mata.Ruben merasa harapannya sudah punah. Tidak ada lagi yang bisa dia harapkan dari pern
Dari nada suaranya di telepon, jelas sekali terdengar kalau Emery begitu mengkhawatirkan keadaan Ruben. Sean menanggapinya demikian.“Sean, kenapa kamu diam saja? Kamu tidak menjawab pertanyaanku.” Emery membuyarkan lamunan Sean sesaat.“Maafkan aku Emery. Ruben baik-baik saja sekarang,” kata Sean memberitahunya.“Kamu yakin kalau dia baik-baik saja? Kamu tidak sedang menutupi sesuatu dariku, kan?” Emery jadi curiga. Karena Sean terlalu banyak diam ketika dia sedang menanyakan tentang Ruben.“Emery … sebenarnya … Ruben ….” Kalimat Sean terbata-bata.“Ruben kenapa? Jawab aku dengan jujur!” desak Emery yang langsung panik. Meski dia belum mendengar seluruhnya cerita dari Sean.“Ruben tadi pingsan. Sepertinya dia menelan banyak obat tidur dan obat ….”“Apa? Kenapa dia melakukan hal itu?” Emery memotong pembicaraan. “Apa y
Sean memerhatikan raut wajah Emery yang masih mengkhawatirkan keadaan mantan suaminya. Ada perasaan cemburu yang kini tengah dirasakan oleh Sean.“Kenapa kamu tidak menemuinya saja?” saran Sean. “Bukankah kamu ingin tahu keadaannya sekarang? Untuk memastikannya sendiri. Iya, kan?”“Aku tidak bisa pergi ke sana dalam keadaan hamil besar seperti ini,” Emery beralasan.“Kenapa tidak? Aku bisa mengantarmu jika kamu mau,” Sean menawarkan.“Tidak usah. Aku tidak ingin merepotkanmu,” tolak Emery.“Tidak apa-apa. Aku akan membawamu ke sana untuk menemuinya. Bukankah kamu sangat merindukannya?”Emery menoleh ke arah Sean. ‘Dari mana dia tahu isi hatiku yang sebenarnya?’“Kenapa kamu menatapku seperti itu? Apa aku berhasil menebak isi hatimu?”Emery hanya tersenyum sekilas sambil menundukkan pandangannya. Sean berasil menyindirnya. Hingga Emer
Emery tidak bisa menjawab pertanyaan Sean. Dia memilih diam dibandingkan harus mengatakan yang sebenarnya pada Sean. Dia takut sekali menyakiti perasaan Sean. Meski Sean tahu, pria yang ada di dalam hati Emery hanyalah Ruben seorang.Emery berjalan perlahan-lahan meninggalkan Sean di dalam mobil menuju ke rumahnya. Raut wajahnya terlihat sedih dan dia merasa lelah sekali malam ini.Sesampainya di rumah, Emery duduk terlebih dahulu di sofa di ruang tamu sebelum memasuki kamarnya. Dia menghela napas panjang setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh.“Kenapa sulit sekali bagi kami untuk bisa bersama?” keluh Emery.Emery mengelus-elus bagian perutnya yang sudah terlihat membesar. Janinnya sudah bisa menendang perutnya. Terasa sekali di dalam perut Emery.“Apa kamu lapar, Nak?” tanya Emery pada janinnya. Dia tersenyum karena bayinya merespon apa yang ditanyakannya.Emery segera mengambil snack di dalam tasnya. Dia membuk
Sienna terkejut mendengar berita tentang pemecatan Ruben. Dia datang sendiri ke ruangan Ruben untuk memastikannya. Di sana dia juga bertemu dengan Sean, mantan kekasihnya.“Katakan padaku kalau itu tidak benar, Dokter Ruben!” Sienna panik sekaligus merasa kecewa mendengarnya.“Itu benar. Apa ada masalah denganmu?” Sean mewakilkan Ruben menjawabnya.“Aku tidak sedang berbicara denganmu, Dokter Sean,” ketus Sienna ketika membalas pertanyaan Sean.“Kalian berdua, bisakah kalian pergi dari sini? Aku sedang ingin sendirian,” pinta Ruben. Secara tidak langsung dia mengusir Sean dan Sienna.“Tapi, Ruben ….” Sean agak khawatir meninggalkan Ruben sendirian. Dia takut terjadi sesuatu pada orang depresi seperti Ruben.“Aku mohon … kalian pergilah! Tinggalkan aku sendiri dulu!” mohon Ruben.“Baiklah! Aku akan meninggalkanmu. Tapi, aku akan tetap mengawasim
Dua bulan kemudian. Sejak Ruben dipecat dari rumah sakit, dokter jenius itu menghilang tanpa jejak. Tidak ada kabar lagi tentangnya. Dia menutup semua komunikasi dan tidak ada seorang pun yang tahu keberadaannya.Emery makin gelisah karena tidak menemukan mantan suaminya di mana pun. Sean sudah ikut membantu dan mencari keberadaan Ruben. Namun, mereka tidak berhasil menemukannya.“Di mana dia berada sekarang?” Emery frustrasi sekali.Usia kandungan Emery kini sudah memasuki trimester terakhir. Dokter sudah menyarankannya untuk segera mengambil cuti. Karena kemungkinan hari kelahiran bayinya diperhitungkan bisa lebih cepat dari prediksi dokter Adelina.“Emery, jangan pikirkan apa pun! Kesehatan bayimu lebih penting,” kata dokter Adelina menasihatinya.“Aku masih kepikiran tentang ….” Kalimat Emery terhenti beberapa saat.“Ayahnya, kan?” terka dokter Adelina. Emery mengangguk pelan sambil
Hujan mulai turun perlahan, rintik-rintiknya membasahi wajah Sienna yang masih terpaku menatap Sean. Cahaya dari lampu-lampu kecil di sekitar mereka memantul di butir-butir air yang jatuh, menciptakan suasana magis yang tak terduga.“Apa yang dia lakukan?” Sienna terkejut dengan sikap Sean.Sean, meski basah kuyup, tetap bertahan dalam posisinya, berlutut di tanah dengan kotak kecil berisi cincin yang terbuka di tangannya.“Sienna,” kata Sean dengan suara yang serak namun penuh ketulusan, “aku tidak pernah ragu tentang kita. Aku hanya ingin momen ini menjadi sesuatu yang tak akan pernah kamu lupakan. Kamu adalah bagian terbaik dari hidupku, dan aku ingin menghabiskan sisa waktuku bersamamu.”Sienna merasakan hatinya mencair seperti es yang tersentuh sinar matahari. Padahal saat itu sedang turun hujan deras. Air matanya bercampur dengan rintik hujan, tetapi senyumnya mulai merekah, meskipun bibirnya gemetar.&ldqu
Di Paris, Emery dan Ruben memulai kehidupan baru mereka sebagai keluarga kecil yang bahagia. Mereka tinggal di sebuah apartemen mewah yang menghadap ke arah Menara Eiffel, tempat yang menjadi simbol awal cinta dan harapan baru.“Mommy ….” ucap Ben kecil yang mulai belajar bicara dan berjalan. Emery terkejut dengan pertumbuhan Ben yang berkembang pesat.Ben, yang kini semakin tumbuh ceria dan sehat, membawa warna ke dalam hari-hari mereka.Emery melanjutkan kariernya sebagai dokter di salah satu rumah sakit ternama di Paris bersama suaminya, Ruben. Setiap akhir pekan, jika tidak sibuk menangani pasien di rumah sakit, mereka menghabiskan waktu bersama-sama dengan Ben dan mendokumentasikan semua kegiatannya di sana.Di sela-sela kesibukan mereka, Ruben sering mengajak Emery berjalan-jalan di sepanjang Seine atau menikmati makan malam romantis di bistro kecil. Dalam satu momen manis, mereka duduk di kursi taman, memandangi lampu-lampu kota
Adrian akhirnya memberanikan diri untuk menemui Sean di rumah sakit. Saat dia masuk ke kamar, Sean sedang berbincang ringan dengan Emery.‘Sial! Kenapa Emery ada di sini?’ Adrian jadi segan dan ingin segera mengurungkan niatnya.Ketika melihat Adrian berdiri di pintu, Sean memintanya masuk. Suasana di kamar inap pun menjadi canggung. Adrian dengan raut wajah penuh penyesalan, menyerahkan surat yang dia tulis untuk Sean. Dia meletakkannya di atas meja kecil dekat ranjang pasien.“Emery ….”Emery membuang muka saat Adrian menoleh ke arahnya. Dia masih kesal pada sang direktur. Adrian tahu, perbuatannya mungkin tidak akan pernah bisa termaafkan oleh Emery."Saya tahu permintaan maaf saya tidak cukup," ucap Adrian dengan suara berat. "Tapi, saya ingin kalian tahu, saya benar-benar menyesal atas semua yang terjadi waktu itu."Emery dan Sean kompak terdiam menanggapi permintaan maaf Adrian. Mereka masih tak berkutik
Setelah operasi yang memakan waktu cukup panjang dan kritis, Sean berhasil melewati masa-masa kritisnya. Dokter menyampaikan kabar baik kepada Emery, Ruben, dan Sienna, bahwa kondisi Sean mulai stabil. Namun, dia tetap membutuhkan pemulihan intensif di rumah sakit.“Syukurlah kalau begitu,” ucap Ruben.“Terima kasih, Tuhan.” Emery pun mengucap syukur pada Sang Maha Kuasa atas karunianya, operasi Sean berjalan lancar.“Aku akan memberitahu Sienna,” kata Ruben.“Biar aku saja yang menghubunginya,” tawar Emery.“Baiklah, kalau begitu. Aku akan mengurus kamar inapnya dulu. Jangan lupa, bayi kita,” pesan Ruben dengan tergesa-gesa.Emery mengangguk mantap. Dia mengerti dan bergegas melaksanakan perintah Ruben.Setelah menghubungi Sienna, Emery pun merasa lega. Dia hanya berharap, semoga saja Sean lekas pulih dari luka tembaknya. Dia teringat pesan Sienna untuk Sean.“E
Di guest house tempat Adrian menyembunyikan bayi Ben, ketegangan pun memuncak ketika Sean berhasil menemukan Ben di kamar terkunci. Emery yang menyusul masuk, memeluk putranya dengan penuh emosi. Emery tak kuasa menahan tangisnya setelah menemukan sang putra.Sean menyuruh Emery untuk segera melarikan diri. Berbahaya sekali bagi Emery dan bayi Ben. Namun, usaha mereka untuk melarikan diri terganggu oleh anak buah Adrian, yang membawa senjata dan mengepung mereka.Dalam kekacauan itu, Sean terluka parah akibat sebuah tembakan yang tidak disengaja ketika dia berusaha melindungi Emery dan Ben dari musuh.“Suara itu … siapa yang terluka?” Ruben membelalak kaget.Ruben, yang terlibat perkelahian sengit dengan Adrian di ruang utama, mendengar suara tembakan dan segera berlari ke arah Emery.“Kamu tidak apa-apa?” Ruben memastikan Emery dan putranya tidak kenapa-kenapa.Emery sesenggukkan. “Aku tidak apa-apa. Tap
“Adrian,” desis Laura. Wanita itu datang menghampiri Adrian perlahan-lahan.Adrian hanya sekilas meliriknya. Tanpa berbasa-basi, pria itu memilih untuk meninggalkannya di tengah-tengah pesta yang sedang berlangsung. Dia buru-buru pergi ke suatu tempat untuk menenangkan diri.Adrian tidak mengira bahwa dirinya terjebak dalam perjodohan yang dirancang oleh ayahnya sendiri, Tuan Milano dengan Laura, putri dari seorang wali kota. Perasaannya begitu hancur. Hatinya masih terpaut pada Emery, wanita yang kini berada di sisi Ruben.Meski menerima perjodohan demi menjaga reputasi keluarga, Adrian tidak bisa melepaskan obsesinya terhadap Emery. Sikapnya yang dingin dan egois membuat Laura merasa diabaikan malam itu, meski dia berusaha sebaik mungkin, menjalankan perannya sebagai tunangan yang sempurna di mata tamu undangan yang datang.“Sial!” rutuk Adrian. Dia tancap gas maksimal dan membuat kendaraannya mengebut di jalan raya pada malam ha
Ruben mulai geram dengan tingkah Adrian yang begitu berambisi dan terobsesi pada Emery. Adrian sudah terang-terangan menunjukkannya di hadapan Tuan Milano, orang tuanya.“Saya sudah bilang, saya akan mempertahankan Emery, apa pun yang terjadi,” tegas Adrian.“Apa?” Ruben hampir tersulut emosi mendengar pernyataan Adrian yang sudah memprovokasinya.“Dokter Ruben, pulanglah dulu! Saya akan bicara lagi dengan putra saya terkait kepindahan Emery. Saya akan menghubungimu lagi nanti,” kata Tuan Milano melerai pertengkaran antara Ruben dan Adrian.“Itu benar, Dokter Ruben! Kami akan memikirkan cara lain untuk membujuk putra kami,” bela Nyonya Milano.“Baik. Kalau begitu, saya permisi undur diri. Selamat siang, Tuan, Nyonya,” pamit Ruben. Sebelum dia benar-benar pergi meninggalkan kediaman Tuan Milano, dia sempat melihat sorot mata Adrian yang mulai mengisyaratkan untuk mengajaknya perang mempereb
Sean dan Sienna tak berkutik lagi di hadapan Adrian. Mereka terlihat segan dan tidak bisa mengiyakannya.“Tidak apa-apa jika memang itu benar. Saya akan mendukung kalian,” kata Adrian.“Benarkah itu, Dok?” Sienna langsung antusias menaggapinya.“Tentu. Silakan saja! Itu hak kalian. Rumah sakit tidak berhak melarang-larang orang yang sedang jatuh cinta,” kata Adrian. Pernyataannya membuat Sean dan Sienna cukup senang.“Oh, iya. Kapan kalian akan berangkat?” Adrian mengalihkan pembicaraan.“Besok pagi,” sahut Sean.“Begitu rupanya. Selamat bertugas dan kalian harus kembali dengan selamat. Kudoakan semoga hubungan kalian bisa langgeng hingga ke jenjang pernikahan,” kata Adrian mendoakan mereka dengan setulus hati.“Amin,” ucap Sean dan Sienna bersamaan. Eh! Tumben sekali mereka kompak.Adrian terkejut merespon mereka. “Baiklah, aku permisi du
Sienna tergoda untuk mengambil ponsel Sean dan menjawab teleponnya. “Emery, ada apa pagi-pagi menelpon pacarku?”“Maaf, bukankah ini telepon Sean? Lalu, kamu … bukankah kamu Sienna?” sahut suara pria di seberang sana.Ups! Sienna gelagapan. Ternyata suara di seberang sana adalah suara Ruben, dokter senior di rumah sakit tempatnya bekerja, dahulu.“Oh, maaf Dokter Ruben. Kupikir tadi yang menelpon Emery,” ucap Sienna penuh penyesalan. Dia malu sekali karena sudah salah sangka dan salah orang.“Aku meminjam ponsel istriku karena ponselku mati total,” jelas Ruben.“Begitu rupanya.” Sienna mengerti. Namun, dia tidak bisa menyembunyikan rasa malunya karena sudah berburuk sangka.“Lalu, bagaimana denganmu? Kenapa telepon Sean ada padamu? Tadi, dia bilang dia sedang keluar dan menginap di rumah temannya. Apa jangan-jangan, kalian menginap bersama?” terka Ruben.&l