William tidak turun dari mobilnya ketika sudah sampai di parkir apartemen. Membuat Alexandra menatap omnya itu cukup lama.Seakan tahu apa yang dipikirkan oleh Alexandra, William pun berkata, “kamu masuklah duluan. Kalau urusanku selesai aku pulang,” katanya kemudian melajukan mobilnya seperti kesetanan.Alexandra memandang kepergian mobil William dengan perasaan bercampuraduk, takut jika William marah padanya karena sudah melanggar privasinya atau muak karena sifatnya yang ingin tahu.Perasaan sedih itu pun melanda Alexandra, karena pengalaman pahitnya dengan bibi Martha ia berpikir jika William bisa saja mengusirnya karena sudah menganggu kesenangannya dengan Wilona.**William ke apartemen Wilona setelah tahu jika perempuan itu sedang ada di sana.Willona langsung memeluk William begitu melihat lelaki tinggi itu berdiri di depan pintu apartemennya.“Kenapa? Kamu sudah kangen sama aku ya?” Wilona memeluk William dari belakang. Tapi oleh lelaki itu, Wilona langsung dihempaskan.“Kita
Hari demi hari berlalu, dan kini Alexandra sudah berumur delapan belas tahun. Dia sudah duduk di kelas tiga SMA.Tubuhnya sudah mulai terbentuk, membentuk lekuk tubuh yang seksi. Wajahnya yang mulai memasuki masa masa gadis muda, membuatnya terlihat semakin cantik dan menarik.“Alex! Sarapanmu sudah siap!”Alexandra yang kini sudah semakin dekat dengan William sudah tidak secanggung seperti dulu. Bahkan dia sangat dekat dengan William layaknya seperti kakaknya sendiri.“Alex! Rokmu terlalu pendek! Masuk dan ganti atau om akan membelikanmu celana panjang untuk sekolah!” ujar William ketika baru saja melihat Alexandra keluar dari kamarnya dengan rok setinggi atas lutut.“Tapi om, ini udah panjang. Lagipula aku udah 18 tahun, lho!”“Om nggak akan antar kamu ke sekolah, selama kamu masih pakai rok itu.” William duduk dan mulai membelah telur ceplok yang ia buat barusan.Alexandra mau tak mau menuruti apa kata William. Karena dia tak mau naik angkutan umum seperti beberapa waktu yang lal
Dengan berbisik William kemudian membisikkan ke telinga Alexandra dan berkata. “Rahasia.”Alexandra membuka matanya, dia kecewa karena tak seperti yang dia bayangkan.“Nggak usah dijawab kalau cuma rahasia!” ujar Alexandra William tersenyum. “Kenapa kamu tadi merem?”“Merem? Siapa yang merem!” jawab Alexandra dengan gelagapan.“Terus kenapa?”“Ada debu tadi.”“Dua duanya kemasukan debu matanya?”Alexandra meninggalkan William sendirian dan masuk ke kamar untuk mengambil tasnya. Tak berapa lama dia keluar lagi dengan wajah yang kusam.“Jangan mikir yang aneh aneh,” kata William.“Aneh apanya? Yang mana?”William sedang mengenakan kemejanya di dalam kamarnya. Alexandra yang berdiri di ambang pintu sambil memandangi William dari atas sampai bawah, tapi pandangan itu kembali ke wajah om nya yang sampai saat ini masih sama seperti tahun tahun yang lalu.“Om, dasinya kenapa nggak rapi sih?” keluh Alexandra.Mau tak mau dia menurunkan tasnya, berjalan ke arah William kemudian mencoba untuk
Karena lelah menunggu William yang katanya akan pulang malam, Alexandra pun sudah dulu tidur di dalam kamarnya. Dia terbangun karena ingin memastikan bahwa William sudah pulang belum.Dia pun keluar dari kamar. Kemudian berjalan ke kamar William yang ada di sebelahnya.Kamar William yang dibuka sedikit, membuat Alexandra dapat melihat jika omnya itu sudah tidur. “Udah pulang ternyata,” bisik Alexandra. Tapi ketika dia hendak menutup pintu kamarnya. Dia mendengar suara William yang memanggil ibunya.Alexandra menoleh, dan tahu jika William sedang mengigau.Dia mendekati William dan melihat lelaki itu mengeluarkan banyak keringat dingin.Dengan berhati-hati Alexandra menempelkan telapak tangannya ke kening William dan menyadari jika omnya itu sedang tidak enak badan.Tanpa menunggu lama Alexandraa mengambil handuk dan air hangat untuk mengompres William.“Padahal tadi pagi masih bisa berantem,” gumam Alexandra sambil mengelap wajah William. Dengan perlahan Alexandra mengelap lengan Wil
Di dalam mobilnya William terlihat tidak seperti biasanya. Lelaki itu lebih banyak diam dan terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu. Alexandra mencoba menebak tapi dia tidak tahu apa yang sedang menganggu William. Dia teringat dengan igauan William tadi malam yang terus memanggil ibunya. Apakah William sedang merindukan ibunya?“Tadi malam, Om demam,” kata Alexandra akhirnya. Dia tidak tahan dengan keheningan yang sudah berjalan selama sepuluh menit.“Aku cuma ngompres kok, nggak aneh-aneh.”William melirik ke arah Alexandra. “Memangnya yang aneh aneh yang bagaimana, Lex?”Alexandra cegukan. Dia tak sadar mengapa harus mengatakan kata “aneh aneh” pada omnya itu.“Tapi terima kasih,” kata William selanjutnya, melihat keponakannya itu tidak berkutik.Alexandra pun tersenyum.Ketika turun dari mobil, dan melihat mobil William menghilang dari pandangannya. Alexandra masih merasa jika ada yang aneh dengan William. Kendati lelaki itu dapat tersenyum, tapi tak dapat dibohongi bahwa Willi
William membuka matanya, tenggorokannya haus dan kepalanya terasa begitu berat.Ia melihat dirinya berada di sofa dan terkejut. Ia pun terduduk dan memandang kue ulang tahun yang sama sekali tidak tersentuh.William teringat jika tadi malam dia mabuk berat hingga tak tahu bagaimana caranya untuk pulang.“Alex! Kamu sudah bangun!”Tak lama kemudian Alexandra keluar sudah lengkap dengan pakaian seragamnya. Dia menggendong tasnya kemudian melenggang pergi tanpa melihat ke arah William.“Kamu berangkat sama siapa?”“Teman.”“Teman? Siapa?”“Damian, dia bawa motor.”“Nggak. Kamu tunggu om dulu.”Alexandra mendengus. Kemudian menunjuk jam dinding dengan matanya. “Udah telat banget!” ketusnya.William hendak mengejar Alexandra, akan tetapi dia terjatuh karena masih pusing. Alexandra yang tahu hanya diam saja tanpa ada keinginan untuk membantu omnya untuk berdiri.Dalam hatinya dia mengutuk William yang mabuk dan pulang bersama dengan wanita lain, padahal dia sudah menunggu sejak jam enam sor
Awalnya William masih ingin memercayai Alexandra, jadi sepulang dari perusahaan dia langsung ke apartemen. Namun, ketika mendapati keponakannya itu belum pulang, membuat William teringat kembali dengan ucapan Alexandra tadi pagi.“Dia di mana sekarang?” gumam William, jam di tangannnya sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Padahal Alexandra tidak pernah pulang larut seperti ini meski ada masalah.“Evan, cari di mana Alexandra sekarang. Lapor kepadaku kalau sudah ketemu dia di mana,” perintah William pada Evan melalui telepon.“Alexandra belum pulang? Mungkin dia menginap di tempat temannya?”“Tapi dia tidak izin kepadaku untuk menginap.”“Baiklah kalau begitu.”William melepaskan dasinya, melemparkan ke sembarang arah. Ia menjatuhkan dirinya di atas kasur dan matanya memandang atap langit yang berwarna krem bersih.Matanya tertutup pelan karena rasa mengantuk yang tiba tiba menyerang. Bayangan Alexandra dengan wajah tersenyum muncul kemudian menghilang dengan samar, dan pada saat it
Dalam perjalanan menuju rumah, Alexandra tidak berbicara sama sekali. Bahkan ketika William bertanya kepadanya setiap kali Alexandra menghela napasnya.“Masih marah?” tanya William.Alexandra menghela napasnya lagi. Matanya hanya memandang pemandangan di luar jendela.“Sepertinya jalanan lebih menarik daripada aku sekarang,” sindir William.“Maaf,” kata William. “Tadi malam, karyawan ingin merayakan ulang tahun bersama. Karena ini tahun pertamaku bekerja di sini. Aku harus mengenal mereka dengan baik, bukan? Aku gak mau jadi bos yang memiliki jarak yang jauh pada karyawanku.”“Ya, kalian sangat dekat sampai sekertaris baru tau sandi pintu apartemen Om.” Akhirnya Alexandra membuka suara.“Itu Evan yang memberitahu.”“Dan tadi pagi dia datang masuk? Membawakan sarapan?” sindir Alexandra.“Kalau aku menolaknya, itu pasti sangat menyakitinya, kan?”“Ya, sama menyakitkannya menunggu seseorang sampai ketiduran lalu melihat seseorang itu kembali dengan orang lain tanpa merasa bersalah.”Will