Karena lelah menunggu William yang katanya akan pulang malam, Alexandra pun sudah dulu tidur di dalam kamarnya. Dia terbangun karena ingin memastikan bahwa William sudah pulang belum.Dia pun keluar dari kamar. Kemudian berjalan ke kamar William yang ada di sebelahnya.Kamar William yang dibuka sedikit, membuat Alexandra dapat melihat jika omnya itu sudah tidur. “Udah pulang ternyata,” bisik Alexandra. Tapi ketika dia hendak menutup pintu kamarnya. Dia mendengar suara William yang memanggil ibunya.Alexandra menoleh, dan tahu jika William sedang mengigau.Dia mendekati William dan melihat lelaki itu mengeluarkan banyak keringat dingin.Dengan berhati-hati Alexandra menempelkan telapak tangannya ke kening William dan menyadari jika omnya itu sedang tidak enak badan.Tanpa menunggu lama Alexandraa mengambil handuk dan air hangat untuk mengompres William.“Padahal tadi pagi masih bisa berantem,” gumam Alexandra sambil mengelap wajah William. Dengan perlahan Alexandra mengelap lengan Wil
Di dalam mobilnya William terlihat tidak seperti biasanya. Lelaki itu lebih banyak diam dan terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu. Alexandra mencoba menebak tapi dia tidak tahu apa yang sedang menganggu William. Dia teringat dengan igauan William tadi malam yang terus memanggil ibunya. Apakah William sedang merindukan ibunya?“Tadi malam, Om demam,” kata Alexandra akhirnya. Dia tidak tahan dengan keheningan yang sudah berjalan selama sepuluh menit.“Aku cuma ngompres kok, nggak aneh-aneh.”William melirik ke arah Alexandra. “Memangnya yang aneh aneh yang bagaimana, Lex?”Alexandra cegukan. Dia tak sadar mengapa harus mengatakan kata “aneh aneh” pada omnya itu.“Tapi terima kasih,” kata William selanjutnya, melihat keponakannya itu tidak berkutik.Alexandra pun tersenyum.Ketika turun dari mobil, dan melihat mobil William menghilang dari pandangannya. Alexandra masih merasa jika ada yang aneh dengan William. Kendati lelaki itu dapat tersenyum, tapi tak dapat dibohongi bahwa Willi
William membuka matanya, tenggorokannya haus dan kepalanya terasa begitu berat.Ia melihat dirinya berada di sofa dan terkejut. Ia pun terduduk dan memandang kue ulang tahun yang sama sekali tidak tersentuh.William teringat jika tadi malam dia mabuk berat hingga tak tahu bagaimana caranya untuk pulang.“Alex! Kamu sudah bangun!”Tak lama kemudian Alexandra keluar sudah lengkap dengan pakaian seragamnya. Dia menggendong tasnya kemudian melenggang pergi tanpa melihat ke arah William.“Kamu berangkat sama siapa?”“Teman.”“Teman? Siapa?”“Damian, dia bawa motor.”“Nggak. Kamu tunggu om dulu.”Alexandra mendengus. Kemudian menunjuk jam dinding dengan matanya. “Udah telat banget!” ketusnya.William hendak mengejar Alexandra, akan tetapi dia terjatuh karena masih pusing. Alexandra yang tahu hanya diam saja tanpa ada keinginan untuk membantu omnya untuk berdiri.Dalam hatinya dia mengutuk William yang mabuk dan pulang bersama dengan wanita lain, padahal dia sudah menunggu sejak jam enam sor
Awalnya William masih ingin memercayai Alexandra, jadi sepulang dari perusahaan dia langsung ke apartemen. Namun, ketika mendapati keponakannya itu belum pulang, membuat William teringat kembali dengan ucapan Alexandra tadi pagi.“Dia di mana sekarang?” gumam William, jam di tangannnya sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Padahal Alexandra tidak pernah pulang larut seperti ini meski ada masalah.“Evan, cari di mana Alexandra sekarang. Lapor kepadaku kalau sudah ketemu dia di mana,” perintah William pada Evan melalui telepon.“Alexandra belum pulang? Mungkin dia menginap di tempat temannya?”“Tapi dia tidak izin kepadaku untuk menginap.”“Baiklah kalau begitu.”William melepaskan dasinya, melemparkan ke sembarang arah. Ia menjatuhkan dirinya di atas kasur dan matanya memandang atap langit yang berwarna krem bersih.Matanya tertutup pelan karena rasa mengantuk yang tiba tiba menyerang. Bayangan Alexandra dengan wajah tersenyum muncul kemudian menghilang dengan samar, dan pada saat it
Dalam perjalanan menuju rumah, Alexandra tidak berbicara sama sekali. Bahkan ketika William bertanya kepadanya setiap kali Alexandra menghela napasnya.“Masih marah?” tanya William.Alexandra menghela napasnya lagi. Matanya hanya memandang pemandangan di luar jendela.“Sepertinya jalanan lebih menarik daripada aku sekarang,” sindir William.“Maaf,” kata William. “Tadi malam, karyawan ingin merayakan ulang tahun bersama. Karena ini tahun pertamaku bekerja di sini. Aku harus mengenal mereka dengan baik, bukan? Aku gak mau jadi bos yang memiliki jarak yang jauh pada karyawanku.”“Ya, kalian sangat dekat sampai sekertaris baru tau sandi pintu apartemen Om.” Akhirnya Alexandra membuka suara.“Itu Evan yang memberitahu.”“Dan tadi pagi dia datang masuk? Membawakan sarapan?” sindir Alexandra.“Kalau aku menolaknya, itu pasti sangat menyakitinya, kan?”“Ya, sama menyakitkannya menunggu seseorang sampai ketiduran lalu melihat seseorang itu kembali dengan orang lain tanpa merasa bersalah.”Will
Dalam sekejap Alexandra sudah berubah. Wajahnya tak lagi ditekuk seperti kemarin. Kini dia sedang berjalan dengan pakaian santainya dan menggandeng tangan William.William memandang Alexandra dari samping, ia melihat senyum itu terus terukir di bibir Alexandra.“Tadi siapa saja yang ada di rumah Emily?” tanya William, tanpa ada niatan untuk melepas tangan Alexandra.“Siapa ya? Aku lupa. Tapi yang cewek tadi Giana. Yang ada di dalam, jaket yang aku pakai tadi Giofani. Dia naksir aku,” jelas Alexandra.“Giofani? Dia pasti jelek.”“Nggak, om pasti nggak lihat wajah dia tadi. Dia anak yang paling pintar di kelas. Bahkan dia peringkat satu di sekolah. Ketua kelas dan dia sangat berwibawa juga ganteng,” puji ALexandra.“Dan kamu menyukainya? Kayaknya dia suka sama kamu,” kata William.Alexandra menggeleng. “Nggak apa apa, kalau aku pacaran?”William terdiam untuk sesaat. Selama ini dia melarang Alexandra untuk pacaran karena dia tak mau kalau sampai keponakannya itu terluka atau dipermainka
Karena takut seperti kejadian yang sudah sudah, jadi William sore itu langsung pulang ke apartemen untuk memastikan jika Alexandra berada di rumah.Dan betapa leganya William ternyata Alexandra tidak kabur seperti kemarin.Anak itu sedang mencuci piringnya di wastafel lalu masuk ke kamar lagi.Meski William ada di dekatnya, tapi Alexandra tidak menganggap omnya ada di sana.“Alex,” panggil William dengan suara yang lembut. Tapi Alexandra tidak menyahut, dia langsung mengunci pintu kamarnya lalu hening.Hal ini semakin membuat William frustrasi karena Alexandra berubah 180 derajat lantaran ucapannya tadi malam.“Kamu mau jalan jalan malam ini, Alex?” tanya William membujuk Alexandra.Tak ada sahutan.“Katanya kamu mau makan di restoran yang ada di gedung lantai paling atas! Kita ke sana malam ini gimana!”Tak ada sahutan, padahal sejak lama Alexandra ingin sekali makan di restoran itu berdua saja dengan William. Tapi William dulu selalu menolaknya dengan alasan bahwa restoran itu tida
“Al… lex.. kamu… ?” William memegang bibirnya dengan ujung jarinya. Merasa tidak percaya dengan apa yang dia rasakan saat ini.“Alex selalu penasaran,” jawabnya dengan canggung.“Penasaran apa?”“Gimana rasanya ciuman… ciuman dengan.. ““Tapi… ““Om marah?”“Tapi aku om kamu, Alex? Kamu nggak bisa lakuin ini sama Om. Kalau sampai orang lain tahu, gimana?”“Nggak ada yang tau. Toh cuma ada kita di rumah ini,” jawab Alexandra.William mengusap wajahnya dengan frustrasi. Dia memandang Alexandra tapi tak bisa marah pada gadis itu lagi. karena dirinya sudah bosan jika harus bertengkar dengan Alexandra.“Alex, kamu tau kan, kalau aku juga lelaki?” tanya William.“Tau, kalau om cewek aku panggil Tante.”“Bukan begitu… tapi… ““Om nggak akan macam macam sama Alex, aku percaya.”“Tapi Alex, kamu nggak bisa lakuin ini pada sembarang lelaki.”“Alexandra gak mungkin asal mencium laki laki om!”“Lain kali, jangan lakuin ini lagi. Om bisa dipenjara Alex,” katanya dengan pasrah.“Dipenjara? Tapi ken