Awalnya William masih ingin memercayai Alexandra, jadi sepulang dari perusahaan dia langsung ke apartemen. Namun, ketika mendapati keponakannya itu belum pulang, membuat William teringat kembali dengan ucapan Alexandra tadi pagi.“Dia di mana sekarang?” gumam William, jam di tangannnya sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Padahal Alexandra tidak pernah pulang larut seperti ini meski ada masalah.“Evan, cari di mana Alexandra sekarang. Lapor kepadaku kalau sudah ketemu dia di mana,” perintah William pada Evan melalui telepon.“Alexandra belum pulang? Mungkin dia menginap di tempat temannya?”“Tapi dia tidak izin kepadaku untuk menginap.”“Baiklah kalau begitu.”William melepaskan dasinya, melemparkan ke sembarang arah. Ia menjatuhkan dirinya di atas kasur dan matanya memandang atap langit yang berwarna krem bersih.Matanya tertutup pelan karena rasa mengantuk yang tiba tiba menyerang. Bayangan Alexandra dengan wajah tersenyum muncul kemudian menghilang dengan samar, dan pada saat it
Dalam perjalanan menuju rumah, Alexandra tidak berbicara sama sekali. Bahkan ketika William bertanya kepadanya setiap kali Alexandra menghela napasnya.“Masih marah?” tanya William.Alexandra menghela napasnya lagi. Matanya hanya memandang pemandangan di luar jendela.“Sepertinya jalanan lebih menarik daripada aku sekarang,” sindir William.“Maaf,” kata William. “Tadi malam, karyawan ingin merayakan ulang tahun bersama. Karena ini tahun pertamaku bekerja di sini. Aku harus mengenal mereka dengan baik, bukan? Aku gak mau jadi bos yang memiliki jarak yang jauh pada karyawanku.”“Ya, kalian sangat dekat sampai sekertaris baru tau sandi pintu apartemen Om.” Akhirnya Alexandra membuka suara.“Itu Evan yang memberitahu.”“Dan tadi pagi dia datang masuk? Membawakan sarapan?” sindir Alexandra.“Kalau aku menolaknya, itu pasti sangat menyakitinya, kan?”“Ya, sama menyakitkannya menunggu seseorang sampai ketiduran lalu melihat seseorang itu kembali dengan orang lain tanpa merasa bersalah.”Will
Dalam sekejap Alexandra sudah berubah. Wajahnya tak lagi ditekuk seperti kemarin. Kini dia sedang berjalan dengan pakaian santainya dan menggandeng tangan William.William memandang Alexandra dari samping, ia melihat senyum itu terus terukir di bibir Alexandra.“Tadi siapa saja yang ada di rumah Emily?” tanya William, tanpa ada niatan untuk melepas tangan Alexandra.“Siapa ya? Aku lupa. Tapi yang cewek tadi Giana. Yang ada di dalam, jaket yang aku pakai tadi Giofani. Dia naksir aku,” jelas Alexandra.“Giofani? Dia pasti jelek.”“Nggak, om pasti nggak lihat wajah dia tadi. Dia anak yang paling pintar di kelas. Bahkan dia peringkat satu di sekolah. Ketua kelas dan dia sangat berwibawa juga ganteng,” puji ALexandra.“Dan kamu menyukainya? Kayaknya dia suka sama kamu,” kata William.Alexandra menggeleng. “Nggak apa apa, kalau aku pacaran?”William terdiam untuk sesaat. Selama ini dia melarang Alexandra untuk pacaran karena dia tak mau kalau sampai keponakannya itu terluka atau dipermainka
Karena takut seperti kejadian yang sudah sudah, jadi William sore itu langsung pulang ke apartemen untuk memastikan jika Alexandra berada di rumah.Dan betapa leganya William ternyata Alexandra tidak kabur seperti kemarin.Anak itu sedang mencuci piringnya di wastafel lalu masuk ke kamar lagi.Meski William ada di dekatnya, tapi Alexandra tidak menganggap omnya ada di sana.“Alex,” panggil William dengan suara yang lembut. Tapi Alexandra tidak menyahut, dia langsung mengunci pintu kamarnya lalu hening.Hal ini semakin membuat William frustrasi karena Alexandra berubah 180 derajat lantaran ucapannya tadi malam.“Kamu mau jalan jalan malam ini, Alex?” tanya William membujuk Alexandra.Tak ada sahutan.“Katanya kamu mau makan di restoran yang ada di gedung lantai paling atas! Kita ke sana malam ini gimana!”Tak ada sahutan, padahal sejak lama Alexandra ingin sekali makan di restoran itu berdua saja dengan William. Tapi William dulu selalu menolaknya dengan alasan bahwa restoran itu tida
“Al… lex.. kamu… ?” William memegang bibirnya dengan ujung jarinya. Merasa tidak percaya dengan apa yang dia rasakan saat ini.“Alex selalu penasaran,” jawabnya dengan canggung.“Penasaran apa?”“Gimana rasanya ciuman… ciuman dengan.. ““Tapi… ““Om marah?”“Tapi aku om kamu, Alex? Kamu nggak bisa lakuin ini sama Om. Kalau sampai orang lain tahu, gimana?”“Nggak ada yang tau. Toh cuma ada kita di rumah ini,” jawab Alexandra.William mengusap wajahnya dengan frustrasi. Dia memandang Alexandra tapi tak bisa marah pada gadis itu lagi. karena dirinya sudah bosan jika harus bertengkar dengan Alexandra.“Alex, kamu tau kan, kalau aku juga lelaki?” tanya William.“Tau, kalau om cewek aku panggil Tante.”“Bukan begitu… tapi… ““Om nggak akan macam macam sama Alex, aku percaya.”“Tapi Alex, kamu nggak bisa lakuin ini pada sembarang lelaki.”“Alexandra gak mungkin asal mencium laki laki om!”“Lain kali, jangan lakuin ini lagi. Om bisa dipenjara Alex,” katanya dengan pasrah.“Dipenjara? Tapi ken
Masih ada waktu empat puluh lima menit sebelum jam kerja dimulai. Thea yang masih ada di dalam ruangan William pun menceritakan semuanya pada bos barunya itu.Semuanya dimulai ketika ibunya yang menikah lagi ketika dia masih berumur tujuh tahun. Setelah ditinggal ayah kandungnya, ibu Thea memilih untuk menikah lagi agar dia dan Thea ada yang menafkahi.Awalnya ayah Thea terlihat normal. Dia sangat menyayangi ibu dan dirinya. Tapi setelah Thea berumur tujuh belas tahun. Dia mengalami hal yang tidak pernah dia bayangkan selama ini. Di mana dia harus mengalami pelecehan oleh ayahnya sendiri.Dan yang membuat Thea semakin terpuruk adalah mengetahui jika ibunya melihat semuanya tapi selalu bersikap seolah tidak terjadi apa apa karena takut tidak ada yang memberinya uang.Selama bertahun tahun Thea tahan dengan semua hal itu. Hingga dia bisa keluar dari rumahnya.Akan tetapi, ibunya yang tiba tiba stroke membuatnya harus tinggal di rumahnya kembali. Dan semua kejadian buruk itu kembali men
Setelah mengetahui bahwa William menaruh simpati pada Thea, membuat Alexandra tidak bisa tidur tenang malam itu. Banyak hal yang membuatnya bertanya-tanya hal apa yang membuat William hingga memikirkan Thea seperti itu.Alexandra melihat bayangan dirinya di dalam cermin. Dia mencoba membandingkan dirinya dengan Thea.“Oke, aku masih kecil. Aku tidak seseksi Thea. Aku juga tidak semontok Thea. Tapi, om William nggak mungkin menyukai Thea gara gara hal itu kan?”Semakin memikirkan, semakin Thea dibuat pusing karenanya. “Jangan jangan Thea pakai guna-guna. Om William selama ini nggak pernah nyebut nama pacarnya meskipun mabuk. Tapi sekarang… “**Sampai pagi, Alexandra tidak bisa tidur dengan nyenyak. Hingga mengakibatkan ada tanda hitam di bawah matanya seperti panda.“Semua ini gara gara Thea,” geram Alexandra.“Lex! Sarapan sudah siap!” ujar William dari luar.“Ya! Aku datang!” sahut Alexandra. Kali ini dia tak akan memulai perang dinginnya pada William, karena hal itu hanya akan mer
William tak lantas percaya dengan ucapan Alexandra jika dia tak marah padanya. Jadi, saat jam istirahat William mencoba untuk menghubunginya. Dan beruntung Alexandra mengangkat telepon dari William.“Kenapa?” tanya Alexandra.“Nggak apa-apa, kamu sudah makan?”“Ini mau ke kantin. Kenapa Om?”“Ya sudah kalau begitu.” William ingin menanyakan hal lain tapi dia ragu. “Nanti sepulang sekolah langsung pulang.”“Iya.”Terdengar suara ramai dan berisik dari dalam ponsel Alexandra. Bahkan William mendengar suara anak lelaki memanggil nama ALexandra dengan tak biasa.“Kalau begitu, sampai nanti,” kata William.“Iya.”Usai menutup teleponnya, Thea masuk membawa beberapa berkas yang diminta oleh William saat di telepon tadi.“Hari ini jadwalku kosong kan?” tanya William sambil menandatangi berkas berkas yang ada di depannya.“Iya pak, kosong.”William mendongak dan melihat tanda biru keunguan di leher Thea. Dan dia masih bisa melihatnya dengan jelas.“Kamu pulang dengan selamat tadi malam?”“Iya