Share

POV FEBRI

POV : FEBRI

Aku mencoret beberapa nama hasil usulan dari teman-teman rapat "yang ini... sama yang ini...diganti aja!" Kataku mengamati dengan cermat barisan nama-nama anak kelas X jurusan multimedia 1 yang akan diikutsertakan dalam kegiatan.

"Satu..dua..tiga.. ini masih kurang nih, kok cuma delapan orang!" Hitungku, kemudian mengalihkan perhatian pada data-data siswa di buku agenda sekolah.

"Anak multimedia 1 susah diajak kompak, udah kaya buyut-buyutnya nih!" Tukas ari nyinyir, melirik siska dihadapannya.

"Sorry aja ya! Kelas kita sih kompak-kompak, beda sama adik kelas kita" Timpalnya membela.

"Gue baru inget, ini si dinda kok belum masuk list? Dia anak multimedia 1 juga kan?" Tanyaku, sambil menuliskan namanya dalam daftar list dengan huruf kapital semua. DINDA!

"Loe yakin mengikutsertakan dinda diacara ambalan besok, feb?" Tanya wito ragu setelah mendengar pendapatku.

"Iya" jawabku cepat, masih berkutat dengan tumpukan kertas-kertas dimeja yang berantakan.

Hari itu, para panitia untuk kegiatan ambalan yang sudah terbentuk sedang mengadakan rapat membahas susunan acara dalam kegiatan ambalan, juga menentukan siapa-siapa saja siswa yang akan kami ikutsertakan dalam kegiatan tersebut.

"Tapi fisik dinda gak bakal kuat, feb. Mengingat dia kemarin baru mengalami sakit perut melilit kayanya itu bukan sakit perut biasa" Wito bersuara lagi, orang ini memang sering beda pendapat denganku.

"Ya terus kenapa? Justru fisiknya harus dilatih biar lebih kuat! Gue gak suka orang menye-menye" Jawabku, tanpa melihatnya.

Wito tiba-tiba menggebrak meja, bangkit dari duduknya membuatku tersentak. "Gue gak mau ambil resiko yang malah membahayakan dinda!"

Wow! Luar biasa reaksinya.

"Siapa juga yang mau buat anak orang celaka!" Melatih fisik beda sama mencelakai. Loe ketua osis, tapi bahkan, bedain dua hal itu aja loe gak bisa!" Tatapku sinis pada wito yang sudak mendelik lebih dulu padaku.

Wito murka, menarik kerah seragamku. "Apa maksud loe?"

"Eh, udah-udah!" Teman-teman lain yang berada diruang yang sama berusaha memisahkan kami, hingga wito menarik lagi tangannya.

"Lagipula, kenapa loe mesti semarah ini?" Tatapku curiga "loe suka sama dinda?" Tanyaku masih dengan tatapan yang sama.

"Iya" Jawab wito cepat, pengakuannya membuat teman-teman yang berusaha memisahkan kami kaget, "Gue suka sama dinda!"

"Loe serius wito?" Tanya teman-teman kompak

Aku hanya mampu tersenyum getir mendengarnya,

"Gue gak mau beda-bedain siapapun, sekalipun orang itu adalah kekasih dari ketua osis kita. Bagi gue, kita semua disini sama aja. Wajib belajar dan mendapat pengajaran." Kataku, kembali duduk berusaha untuk tetap tenang.

"Ingat febri!" Katanya sambil menunjuk wajahku. "Kalau terjadi sesuatu sama dinda diacara besok, loe adalah orang pertama yang bakal gue persalahkan!" Lanjutnya lagi, lalu pergi meninggalkan rapat kami.

Hah! Memang siapa dia berani mengancamku begitu? Ketua osis yang bisa mengatur segalanya? Enak saja! Sekarang aku ketua panitia di kegiatan ini, jadi semua keputusan bergantung atas persetujuanku. Dia gak berhak mengaturku sesukanya.

"Buset rame banget di toilet!" Kata dicky yang baru saja masuk ruangan, orang ini emang kebiasaan seenaknya gara-gara sahabat ketua osis. Mereka sama saja!

"Ada apa lagi sih?" Tanya siska yang duduk disebelahku, dia teman sekelas wito yang ikut menjadi panitia untuk kegiatan ini. Anak multimedia memang lebih banyak diikutsertakan sebagai panitia daripada anak akuntansi yang hanya ada aku dan ari. Taulah, gimana pelajaran anak kelas akuntansi sampai mereka lebih banyak menolak untuk dilibatkan dalam kegiatan apapun.

"Biasa genknya si amel lagi ngelabrak anak baru!" Kata dicky

"Anak baru?" Sahut siska bingung karna gak ada siswa pindahan baru-baru ini.

"Maksudnya anak yang dari jakarta itu!"

Dinda!!!

Aku meletakkan pulpenku dengan kasar, lalu berlari terburu meninggalkan teman-teman yang saling berbisik bingung melihat kepanikanku. Tentu, mereka pasti aneh melihat reaksi spontanku yang gak biasa, sementara selama ini aku cuek dengan kelakuan absurd cewe-cewe di sekolah ini. Ah! Aku gak peduli dengan mereka. Yang penting aku harus menyelamatkan dinda sekarang.

Lagian, anak itu! Kenapa harus berurusan dengan genk cewe bar-bar seperti mereka sih? Aku bergumam sendiri, kesal.

Suara sepatuku berdecit, mengerem langkah kakiku begitu aku mendapati dia disana. Anak yang aku khawatirkan itu, sudah selamat! Dan ia bersama wito sekarang, bergandengan.

Sekali lagi, aku terlambat,

Aku tersenyum kecut, merasakan hatiku yang tiba-tiba berdenyut nyeri. Wito kembali berhasil mendahuluiku. Sesigap itu ketua osis kita, sementara aku tak berdaya dan lagi-lagi harus menjadi orang yang hanya ada diantara mereka.

Aku terpaku, masih di tempatku berdiri saat ini, menyaksikan mereka melewatiku begitu saja, bahkan dinda...

Ya, dia! Orang yang aku khawatirkan itu, hingga membuatku berlari sampai kemari dan meninggalkan rapatku, hanya melirikku sebentar dengan pandangan datar.

Aku cemburu,

***

"Dinda, loe gak apa-apa kan?" Sambut manda panik, ia kebetulan tadi sedang bersamaku saat genk bar-bar menyerang, namun ia gak berani melawan mereka sampai harus membiarkan aku dibawa begitu saja.

"Iya gak apa-apa kok!"

"Eh alif ngapain loe disini!" Kak wito menepuk tangan temannya yang duduk disebelah amanda. Kak wito memang mengikutiku sampai ke dalam kelas.

"Ganggu aja nih wito, gue kan lagi pdkt!" Jawabnya blak-blakan.

Wito mencolek lengan amanda " Jangan mau sama alif, dia suka makan orang. Emang kamu gak tau?" Katanya serius.

"Apa iya?" Tanya amanda dengan kaget yang gak dibuat-buat, anak ini emang polos.

"Iya, tanya aja teman-teman sekelasnya kalau kamu gak percaya" ledek kak wito, ia nampak menahan senyum.

"Ya udah sana ah kamu pergi!" Usir amanda pada ka alif.

"Bohong itu si wito! Buat apa gue makanin orang. Dagingnya keras!" Kata kak alif keceplosan.

"Tuh bener kan dia udah makan orang sampe tau dagingnya keras!" Kak wito masih terus meledek amanda. Aku hanya bisa terkekeh melihat tingkah mereka.

"Udah sana pergi! Pergi!" Amanda mendorong kak alif untuk keluar dari kelasnya.

"Nggak... bohong itu, manda!" Elak kak alif.

"Udah manda, udah!" Cegahku, sambil menahan tawa.

"Nyebelin tuh mereka berdua ya!" Umpatnya kesal. "Tapi untunglah ada kak wito!"

"Maksudnya gimana?" Tanyaku bingung,

"Sebenarnya, yang ngasih tahu soal loe dilabrak kakak kelas itu gue. Kebetulan aja tadi kak wito ada didepan kelasnya, jadi gue minta tolong aja sama dia. Habis, mau minta tolong sama nia jadi sungkan, gara-gara kemarin dia cerita kalau di ruang konseling dia sempat ditampar bu eni, gue jadi kasian sama dia. Lagian kak wito perhatian juga kan sama loe!" Kata manda mengakhiri pidatonya.

Aku syok mendengar ucapan amanda, "Nia ditampar bu eni?"

"Iya. Emang nia gak cerita sama loe?"

Aku menggeleng,

"Kayanya si ita juga ditampar deh, makanya dia gak masuk hari ini, mungkin dia malu!"

Nia gak cerita sejauh itu padaku, kalau amanda gak bilang tentang masalah ini, mungkin aku gak akan pernah tahu. Pantas saja, begitu keluar dari ruang konseling kemarin, ia sangat kesal. Jadi ini sebabnya...

Bodohnya aku, sampai gak tahu kalau sahabatku dalam kesusahan akibat dari ulahku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status