Share

MENYATAKAN PERASAAN

"Aku suka sama kamu, dinda!" Ucapannya membuatku sangat terkejut "Zen beneran sayang sama, dinda!" Katanya mantap.

Kenapa dia menyatakan cinta secepat ini? Apa dia gak tahu apa yang baru saja terjadi? Tentang patah hatiku, memangnya nia gak bilang apa-apa sama dia? Atau dia gak mau peduli tentang itu?

"Tapi zen..."

"Dinda gak harus jawab sekarang kalau belum siap. Dinda harus fikirin baik-baik gak usah buru-buru. Zen akan tunggu sampai dinda siap sama jawaban dinda!"

Aku menatapnya, ia nampak tulus dengan mata coklatnya yang berkilat terkena sinar matahari. Apa aku jadikan dia pelarian saja? Tiba-tiba pikiran jahatku berkelebat.

Aku bisa membalaskan sakit hatiku pada kak wito kalau aku menerima zendra untuk jadi kekasihku. Aku yakin kak wito pasti kecewa dan akan melupakan aku dengan cepat, supaya ia juga bisa mengurungkan niatnya untuk meninggalkan kak pay.

Namun, aku benar-benar gak ada perasaan padanya, apa aku bisa membohongi perasaanku sendiri? Mengubur mimpiku untuk memiliki kekasih yang diantara aku dan dia sama-sama saling mencintai.

"Gak usah jadi beban ya dinda, apapun jawaban dinda pasti zendra terima kok, zen gak akan maksa!" Katanya lagi

Benar, memang seharusnya begitu, jangan memaksa dan marah jika jawaban yang kita inginkan tak sesuai dengan apa yang di harapkan. Begitulah seharusnya perasaanku pada kak wito, aku harus mengikhlaskannya, meski ikhlas itu bohong sekarang, namun mungkin dengan seberjalannya waktu lama-lama aku bisa lupa dan melihatnya menjadi biasa saja sama seperti melihat yang lain.

"Oke teman-teman semua mari kumpul dulu kak febri akan memberi arahan!" Kak siska menginstruksi kami untuk berkumpul di satu titik.

"Ayo dinda, kita di suruh kumpul tuh!" Ajak zendra melupakan kata-katanya.

Sejak pukul 05.00 WIB tadi, kami memang diminta untuk berkumpul di pantai karna akan ada kegiatan olahraga pagi.

"Baik teman-teman. Ada yang tau gak kenapa kalian semua dibawa ke pantai?" Tanya kak febri mengambil alih posisi kak siska.

"Olahraga!" Jawab teman-teman serempak.

"Ya betul, selain itu ada lagi nih hal yang lebih penting. Selain tubuh kita yang harus selalu sehat, sebagai anggota pramuka yang baik kita jug harus peduli terhadap lingkungan sekitar. Kalian lihat deh sekitar kalian, banyak sampah kan?"

"Nggak!" Teriak kak hendri menimpali ucapan kak febri.

"Mata loe sih emang harus di colok dulu, ndrik!" Canda kak febri menjawab teriakan hendri. "Masa sampah sebanyak ini gak keliatan. Begitu tuh seperti saya pernah bilang ya hal-hal negatif dari kakak kelas kalian yang wajib di buang jauh-jauh!"

"Iya kak!" Jawab teman-teman serempak.

"Jadi setelah olahraga saya minta dari masing-masing kalian mengumpulkan sampah sebanyak-banyaknya ya!" Pinta kak febri.

"Ada hadiahnya gak kak?" Tanya kak hendri, ia memang aktif menyahut.

"Ada tidur bareng sama kak ari noh!" Jawab kak siska cepat sontak membuat anak-anak riuh bersorak.

Kak ari itu kemayu, jadi gak akan ada yang mau sama dia. Gender mana juga yang cocok buat dia yang punya burung, tapi gak suka perempuan.

"Eh denger ya kalian semua. Gue juga gak mau ya sama kalian-kalian semua. Standar gue tuh shahrukhan" Kak ari membalas teriakan teman-teman hingga makin ramai.

"Udah ya... udah" Ucap kak febri sambil menahan tawanya "Yok mulai kumpulkan sampahnya, nanti kalau udah laporin ke panitia ya". Lalu, kak febri melirikku "Dan kamu dinda kalau gak kuat buat ikut olahraga bisa tunggu aja di pos! Jangan sampai pingsan dan malah merepotkan yang lain!"

"Baik kak!" Jawabku.

Setelah selesai memberi instruksi, kak ari mengambil alih posisi kak febri dan memulai aba-aba untuk pemanasan. Dilanjut dengan memungut sampah-sampah yang berserakan di pasir pantai. Aku bersama nia mengumpulkan hampir setengah karung sampah yang gak sulit didapatkan disana. Tapi tiba-tiba perutku kram dan merasakan sakit seperti biasanya.

Akhir-akhir ini kenapa sakitnya begitu sering?

Nia yang mendengar keluhanku langsung menuntunku menuju pos tempat para panitia menunggu kami.

"Dinda kenapa? Sakit lagi ya?" Tanya kak wito panik begitu melihatku dan nia tiba di pos.

"Iya kak, ini bagaimana?"

"Biar saya antar ke tenda!" Jawabnya, tangannya hampir meraihku, namun dengan cepat kak febri memegangi lenganku dan menaruh dibahunya.

"Gak usah, biar gue aja yang bawa dia ke tenda!" Pangkasnya cepat.

Kak febri melirikku "Udah gue bilang loe harus banyak minum air putih!" Aku melirik kak febri, kesal. Selalu saja ia mengomeliku saat sakit begini.

Kak wito melepas tanganku dari bahu kak febri, lalu merangkulkan pada bahunya sendiri "Biar gue aja yang bawa dinda, nanti kalau sama loe malah diomelin terus!"

Kak febri mendorong kak wito hingga pegangannya padaku terlepas "Loe gak berhak atas dinda setelah menyakitinya!" Kata kak febri kesal. "Ayo nia, bantu saya bawa dinda ke tenda!"

Kak wito terdiam dan gak lagi melawan kak febri. Membiarkan kak febri membawaku, bersama nia.

"Nia, kamu saya turunkan di tenda ya tolong kemasi barang-barang dinda, dan barang-barangmu juga. Kamu langsung pulang aja selesai berkemas gak usah nunggu yang lain. Biar saya bawa dinda ke dokter" Kak febri membelokkan motornya di depan lapang.

"Iya kak!" Jawab nia patuh.

"Gue gak mau ke dokter!" Aku menolak kak febri.

Dengan sebelah tangannya dia memegangiku agar gak turun dari motor "pokoknya loe harus periksa ke dokter!"

***

"Ayo!" Ajak kak febri yang sudah berjalan lebih dulu. Sementara aku masih melangkah ragu di belakangnya.

"Kita balik aja deh. Gue gak mau di periksa!"

Kak febri berbalik "Loe seneng ya kalau ngerepotin orang terus?" Ia menarik tangannya "udah ayo buruan. Loe gak usah takut soal biaya tar gue minta duit kas sekolah!" Katanya bohong, Mana pernah uang kas dipakai untuk berobat ke dokter.

Setelah mengantri, aku mendapat giliran untuk diperiksa dan menemui salah satu dokter di klinik tersebut.

"Bagaimana kondisinya dok?" Tanya kak febri gak sabar setelah aku selesai diperiksa.

"Ada gejala ginjal tapi gak parah kok adek gak perlu khawatir" Katanya menjawab kak febri, lalu pak dokter menoleh padaku "Sepertinya adek jarang minum air putih ya?" Tanyanya kemudian.

"Iya dok, dia emang susah banget kalau suruh minum air putih. Marahin aja dok!" Kata kak febri bersemangat mencelaku.

Pak dokter tersenyum "beruntung ya adek punya pacar perhatian begini!"

"Bukan dok, dia bukan pacar saya!" Aku mengelak cepat.

"Kami gak pacaran dok! Lagian saya gak suka cewek ngeyel kaya dia" Kak febri ikut menyahut.

Aku dan kak febri saling melirik sinis, membuat pak dokter tertawa kecil "Baiklah, baiklah. Jangan perang disini ya, ini saya buatkan resep  untuk meredakan sakitnya, tapi yang terpenting adek harus sering-sering minum air putih, terutama saat pagi hari begitu adek bangun tidur karna itu akan sangat membantu proses ekresi zat beracun pada ginjal" pak dokter memberikan selembar kertas berisikan daftar resep padaku.

"Baik dok, terima kasih!"

Setelah keluar dari ruang periksa, aku dan kak febri menebus obat di apotik.

"Rumah loe gak jauh dari sini kan?" Tanya kak febri sambil mengenakan helmnya.

"Kak febri balik aja deh gak usah anterin gue!"

Kak febri mengeryit bingung "Lah emang kenapa?"

"Tar keluarga gue salah paham sama loe!" Jawabku, sambil mengingat saat zendra mengantarku pulang sampai menjadi masalah yang dibesar-besarkan oleh tante diah.

"Gak mungkinlah, kan ada buktinya kalau loe sakit! Udah ayo buruan naik. Gue harus balik lagi ke sekolah ngurus anak-anak soalnya!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status