Zendra menepikan motornya begitu kami sampai di tepi pantai. Pantai dengan panorama sang surya yang hendak beranjak menuju peraduan itu memancarkan sinar malu-malu.Aku memilih salah satu tempat di pesisir, lalu duduk nyaman dengan berpayungkan nyiur yang melambai-lambai tertepa angin."Sini zen" Aku memanggil zendra yang masih sibuk memarkir motornya dengan benar."Iya sebentar" Zendra berlari menuju tempatku duduk dengan santai."Katanya tadi ada yang mau di omongin?" Tanyaku, seraya melihatnya menyilangkan kaki di sampingku."Dinda.." Zendra nampak ingin melanjutkan, namun ragu."Ada apa? Ngomong aja" Jawabku mengalihkan pandanganku pada gulungan ombak yang beradu di bibir pantai."Setelah 2 bulan ini gimana perasaan dinda sama zen?"Ini mengingatkan aku pada ucapan nia setelah memaksaku menerima zendra. Masa traning yang menentukan bagaimana aku harus melanjutkan hubunganku dengan zendra akan lanjut atau berhenti saja sampai disini.Apa secara tidak langsung dia mengajakku untuk m
"Yah...yah...dimana ya..." Tanganku sibuk merogoh ke dalam tas mencari buku catatan dan kotak pensilku."Kenapa nda?" Tanya eka, melongok tasku yang terbuka."Buku sama kotak pensil gue ketinggalan deh kayanya diruang lab, loe duluan aja. Gue mau balik lagi ke sekolah"Aku ingat pelajaran terakhir kami tadi berlangsung di ruang lab dan aku meletakkan buku beserta kotak pensil itu di atas meja komputer, lalu lupa memasukkannya kembali ke dalam tas karna aku sibuk membantu pak muh untuk mengajari teman-teman lain yang masih belum mengerti."Mau gue temenin gak?" Tawarnya,"Gak usah, gue sendiri aja deh. Loe juga kan harus buru-buru bantuin bokap loe jualan""Beneran?""Iya. Gue tinggal ya!" Jawabku.Aku berlari kembali menuju sekolah. Berharap ruang lab belum di kunci dan masih ada orang yang tersisa di sana. Mengingat kelas multimedia adalah kelas yang paling terakhir keluar hari ini.Aku terus mempercepat langkahku. Tanpa kotak pensil itu aku gak akan bisa pulang ke rumah, uangku ada
Kak wito menautkan tangannya dan membawaku keluar dari kerumunan orang-orang yang penasaran di ruang lab. Ia seperti perisai yang siap melindungiku dari penghakiman massa. Bukan hanya itu, ia sepertinya malah ingin seluruh dunia tahu bahwa dirinya akan selalu ada untukku, sekalipun aku dan dia bukan sepasang kekasih. Sungguh nyali yang di luar nalar tanpa memikirkan perasaan kekasihnya ataupun orang yang sedang bersamaku.Bodohnya, diriku ini seolah enggan menghindar dari hal gila yang sedang terjadi. Aku menurut dan begitu patuh mengikutinya, hingga aku menemukan zendra mematung di ambang pintu dengan tatapan yang amat sendu ketika ia menemukan jariku tertaut dengan jari-jemari lelaki lain.Dashh!!!Luar biasa bukan jahatnya diriku ini?Tetapi, sifatnya yang bak dewa itu malah membuatku semakin merutuki keegoisan hatiku."Kamu gak apa-apa dinda?" Tanyanya meraih tanganku yang satunya, bahkan saat kak wito belum melepas genggaman tangannya terhadapku.Bisa dibayangkan? Dengan wajah ku
"Loe yakin siap menghadapi anak-anak hari ini?" Tanya Nia memastikanku sebelum kami melangkah masuk ke gerbang sekolah.Aku gak tahu apa maksud Nia mengkhawatirkanku begitu, tapi yang pasti akan ada sesuatu buruk yang terjadi.Aku melangkah bersama Nia, melewati gerbang tinggi yang membenteng di sekolah kami. Beberapa kali Nia melirik nampak cemas padaku, melihat kekhawatirannya, aku terus berusaha tersenyum untuk meyakinkan, bahwa hari ini aku akan baik-baik saja.Pandanganku beredar, lalu tertuju pada halaman sekolah yang luas, tempat kami mendirikan tenda beberapa bulan lalu, di saat aku menemukan sumber kebahagiaanku, namun sekarang tempat itu di penuhi berbagai macam poster ancaman yang ditujukan kepada ketua osis mereka."Kemarin, anak-anak sepakat buat petisi supaya Kak Wito berhenti jadi ketua osis""Alasannya apa Na?" Tanyaku terkejut."Masalah kalian terkunci di ruang lab jadi panjang gara-gara dia cium loe""Cuma karna ciuman doang?" Aku mengeryit keheranan, sementara orang
Aku kembali menuju kelas, melewati lorong - lorong, meninggalkan kak Febri yang masih di belakang gudang. Berjalan lebih cepat dengan perasaan yang luar biasa kesal. Bisa-bisanya... bisa-bisanya... dia seangkuh itu ya Tuhan!!! Dia manusia bukan sih? Jangan - jangan hatinya mati. Makanya, meskipun cakep dan di gandrungi cewek - cewek dia gak pernah punya pacar."Kamu jatuhin buku ini di depan ruang bk tadi!"Aku terhenti oleh sepatu kets putih di depan sepatuku, mataku menjelajah naik memastikan buku yang diberikannya benar milikku, tapi tunggu...Ada sesuatu mengganjal, aku menurunkan lagi pandanganku pada seragam abu yang berbentuk pinsil membalut pas dikakinya. Anak gila mana yang pakai seragam model begitu di sekolah yang taat aturan ini?"Ini Dindaa..." Dia menyodorkan lagi dengan nada bicara yang mulai ku kenali."Zendra?!" Ucapku terkejut mendapati dirinya begitu berbeda.Dia memangkas rambutnya hingga mencuat acak ke arah atas, pakaian seragam yang biasa menelan tubuhnya di fer
"Puas loe sekarang udah hancurin hubungan gue? Puas hah?"Kak Pay mengumpatku habis-habisan tepat di depan wajahku. Dia mengajak serta genknya untuk menyeretku terjebak di antara mereka."Seneng kan loe sekarang bisa buat kak wito mutusin gue?" Teriak Kak Pay lagi, lalu mimiknya berubah sinis "Loe bahkan nawarin tubuh loe ke dia demi dapatin yang loe mau"Plak!!!Aku lepas kendali mendaratkan tamparan di wajahnya yang mulus."Gue gak serendah itu!" Ucapku tegas."Udah mulai berani ya loe sekarang!" Salah satu teman Kak Pay mencekik leherku, mendorongku hingga tubuhku membentur dinding toilet sekolah."Gue gak pernah takut sama siapapun" Tantangku padanya.Dia semakin mengeratkan cengkramannya di leherku. Namun ini gak sakit, sama sekali gak terasa sakit jika di bandingkan saat sepupuku melakukannya kala itu. Aku semakin terbiasa menghadapi iblis yang menjelma menjadi manusia."Loe nantangin kita?" Kak Amel maju"Bunuh aja gue sebisa kalian! Sekuat tenaga kalian kalau emang bisa!" Tant
"Itu si Zendra juga di hukum Pak Yusdi!" Gumam nia,Aku menoleh melihat seseorang yang ternyata sudah lebih dulu menatapku."Sekarang ambil masing - masing dari kalian 5 batang rokok terus nyalain sekaligus di mulut secara bersamaan" Perintah Pak Yusdi mengalihkan pandangannya terhadapku."Ih gimana atuh pak rasanya langsung ngisap 5 batang rokok sekaligus, gak kuat Esha!" Keluh Desha pada Pak Yusdi."Udah jangan bantah terus atau mau bapak hukum lebih berat?"Ancaman Pak Yusdi membuat mereka takut dan langsung menurut memasukkan 5 batang rokok ke mulut mereka. Ada yang terbatuk - batuk, mengeluh gak sanggup, namun Pak Yusdi tetap gak memberi ampun. Beliau tetap menunggui sampai para siswanya menghisap habis semua batang rokok tanpa sisa."Ini supaya kalian jera dan gak mengulangi kesalahan kalian lagi. Merokok itu bahaya bagi kesehatan. Kalian rasakan sendiri kan gimana sakit tenggorokan kalian menghisap rokok sekaligus banyak begitu! Awas kalian mengulangi perbuatan yang sama akan b
Aku berjalan perlahan menyusuri trotoar panjang menuju halte bis, sendirian.Sore itu, setelah bel pulang berbunyi semua temanku memiliki kesibukan masing - masing. Amanda pergi ngdate sama kak Alif, Eka di ajak kumpul anggota genk, sementara Nia sudah lebih dulu pulang bersama teman sekelasnya karna ada tugas kelompok, begitu pun dengan Zendra. Akhirnya hari ini aku benar - benar harus pulang sendirian saja.Aku duduk di bangku panjang menunggui kedatangan bis yang akan mengantarku pulang. Berteduh di bawah pohon ketapang rindang yang berdiri kokoh menjadi peneduh halte tanpa atap ini.Mataku tertuju pada sebuah motor yang berhenti di pinggir trotoar tersebut. Memperhatikan seorang pengendaranya yang kini berjalan ke arahku."Ayo Din, gue anter pulang" Ajak Umay begitu sampai didekatku.Aku memberinya tatapan bingung."Tadi Zendra pesan sama gue buat anter loe pulang, soalnya hari ini dia ada tugas kelompok jadi gak bisa bareng sama loe" Ucapnya seolah mengerti akan kebingungan yang