Aku kembali menuju kelas, melewati lorong - lorong, meninggalkan kak Febri yang masih di belakang gudang. Berjalan lebih cepat dengan perasaan yang luar biasa kesal. Bisa-bisanya... bisa-bisanya... dia seangkuh itu ya Tuhan!!! Dia manusia bukan sih? Jangan - jangan hatinya mati. Makanya, meskipun cakep dan di gandrungi cewek - cewek dia gak pernah punya pacar."Kamu jatuhin buku ini di depan ruang bk tadi!"Aku terhenti oleh sepatu kets putih di depan sepatuku, mataku menjelajah naik memastikan buku yang diberikannya benar milikku, tapi tunggu...Ada sesuatu mengganjal, aku menurunkan lagi pandanganku pada seragam abu yang berbentuk pinsil membalut pas dikakinya. Anak gila mana yang pakai seragam model begitu di sekolah yang taat aturan ini?"Ini Dindaa..." Dia menyodorkan lagi dengan nada bicara yang mulai ku kenali."Zendra?!" Ucapku terkejut mendapati dirinya begitu berbeda.Dia memangkas rambutnya hingga mencuat acak ke arah atas, pakaian seragam yang biasa menelan tubuhnya di fer
"Puas loe sekarang udah hancurin hubungan gue? Puas hah?"Kak Pay mengumpatku habis-habisan tepat di depan wajahku. Dia mengajak serta genknya untuk menyeretku terjebak di antara mereka."Seneng kan loe sekarang bisa buat kak wito mutusin gue?" Teriak Kak Pay lagi, lalu mimiknya berubah sinis "Loe bahkan nawarin tubuh loe ke dia demi dapatin yang loe mau"Plak!!!Aku lepas kendali mendaratkan tamparan di wajahnya yang mulus."Gue gak serendah itu!" Ucapku tegas."Udah mulai berani ya loe sekarang!" Salah satu teman Kak Pay mencekik leherku, mendorongku hingga tubuhku membentur dinding toilet sekolah."Gue gak pernah takut sama siapapun" Tantangku padanya.Dia semakin mengeratkan cengkramannya di leherku. Namun ini gak sakit, sama sekali gak terasa sakit jika di bandingkan saat sepupuku melakukannya kala itu. Aku semakin terbiasa menghadapi iblis yang menjelma menjadi manusia."Loe nantangin kita?" Kak Amel maju"Bunuh aja gue sebisa kalian! Sekuat tenaga kalian kalau emang bisa!" Tant
"Itu si Zendra juga di hukum Pak Yusdi!" Gumam nia,Aku menoleh melihat seseorang yang ternyata sudah lebih dulu menatapku."Sekarang ambil masing - masing dari kalian 5 batang rokok terus nyalain sekaligus di mulut secara bersamaan" Perintah Pak Yusdi mengalihkan pandangannya terhadapku."Ih gimana atuh pak rasanya langsung ngisap 5 batang rokok sekaligus, gak kuat Esha!" Keluh Desha pada Pak Yusdi."Udah jangan bantah terus atau mau bapak hukum lebih berat?"Ancaman Pak Yusdi membuat mereka takut dan langsung menurut memasukkan 5 batang rokok ke mulut mereka. Ada yang terbatuk - batuk, mengeluh gak sanggup, namun Pak Yusdi tetap gak memberi ampun. Beliau tetap menunggui sampai para siswanya menghisap habis semua batang rokok tanpa sisa."Ini supaya kalian jera dan gak mengulangi kesalahan kalian lagi. Merokok itu bahaya bagi kesehatan. Kalian rasakan sendiri kan gimana sakit tenggorokan kalian menghisap rokok sekaligus banyak begitu! Awas kalian mengulangi perbuatan yang sama akan b
Aku berjalan perlahan menyusuri trotoar panjang menuju halte bis, sendirian.Sore itu, setelah bel pulang berbunyi semua temanku memiliki kesibukan masing - masing. Amanda pergi ngdate sama kak Alif, Eka di ajak kumpul anggota genk, sementara Nia sudah lebih dulu pulang bersama teman sekelasnya karna ada tugas kelompok, begitu pun dengan Zendra. Akhirnya hari ini aku benar - benar harus pulang sendirian saja.Aku duduk di bangku panjang menunggui kedatangan bis yang akan mengantarku pulang. Berteduh di bawah pohon ketapang rindang yang berdiri kokoh menjadi peneduh halte tanpa atap ini.Mataku tertuju pada sebuah motor yang berhenti di pinggir trotoar tersebut. Memperhatikan seorang pengendaranya yang kini berjalan ke arahku."Ayo Din, gue anter pulang" Ajak Umay begitu sampai didekatku.Aku memberinya tatapan bingung."Tadi Zendra pesan sama gue buat anter loe pulang, soalnya hari ini dia ada tugas kelompok jadi gak bisa bareng sama loe" Ucapnya seolah mengerti akan kebingungan yang
Mobil berhenti tepat di depan rumah Tante Dewi. Hunian mewah yang bertengger diantara rumah lain yang nampak sederhana itu nampak mencolok didominasi warna putih dengan pilar emas di kedua sisinya.Beberapa kendaraan terparkir memenuhi garasinya, mulai dari sepeda, motor, dan juga mobil, lengkap semua ada. Itu bukan hanya milik Tante Dewi, tapi milik beberapa tamu yang sudah menunggunya didalam.Aku masuk membuntuti Tante Diah, bersamaan dengan rombongan tadi. Lalu, kami saling bersalaman satu sama lain. Setelah sedikit berbasa - basi, Gin menarikku untuk pergi dari kumpulan orang dewasa tersebut."Mba Dindaaa" Caca meninggalkan kentang - kentang yang sedang dikupasnya, menghambur ke pelukanku begitu dia melihatku berdiri di ruang keluarga rumahnya.Aku menyambut pelukannya "apa kabar Ca? Udah lama kok kamu gak pernah ke rumah nenek lagi."Caca banyak tugas Mba, Caca kangen deh sama mba Dinda!" Ucapnya seraya melepas pelukan."Iya Ca sama, Mba juga kangen" Balasku."Udah bagus kamu ga
Sepanjang perjalanan pulang dari rumah Tante Dewi pikiranku masih berputar - putar dengan masalah yang sama. Aku sampai gak mengerti apa tujuan Papa sebenarnya. Apa Mama juga dibohongi oleh Papa sama sepertiku atau malah Mama juga berkomplot dengan Papa untuk membohongiku?Aku terus bergumam dalam hatiku dengan seribu pertanyaan yang gak bisa di jawab oleh siapapun yang ada di mobil ini.Tak terasa mobil sudah menepi di halaman rumah yang nampak luas dengan banyak pepohonan disana. Langit kemerahaan menyambut, ketika rombongan kami turun dari mobil Om Budiono.Aku yang saat itu duduk dikursi paling belakang mendapat giliran turun paling terakhir, hampir bersamaan dengan Kakek yang duduk di depan tapi menunda diri untuk membuka pintu mobil lebih cepat."Tolong dipikirkan lagi ya, Pah" Ucap Om Budiono dengan nada yang lebih terdengar memaksa saat Kakek akan berangsur turun."Hati - hati mengendarai mobilnya, Bud" Kata Kakek mengalihkan pembahasan dan gak mengabaikan ucapan Om Budiono, l
POV : ZENDRAAh sialan! Gara - gara ban motor kempes jadi telat masuk. Baru kemarin kena hukum Pak Yusdi. Masa sekarang harus kena hukum lagi, lama - lama bisa kena kartu merah nih. Aku bergumam kesal begitu melihat gerbang setinggi cita - citaku itu sudah tertutup rapat dengan manekin hidup berbentuk doraemon mematung di depan pos.Doraemon gak ada guna, giliran jaga gerbang aja dia ada, sementara kemarin, di saat genting si Dinda sampai ke kunci di ruang lab, ini manusia kemana? Aku masih bergumam sendiri, melirik kesal pria tua berkumis tebal dengan seragam biru tua tersebut."Pak, ayo atuh bukain gerbangnya. Baru juga telat 15 menit. Masa gak di maklumin. Tar Zen beliin kopi deh!" Aku merayu Pak Abdul agar hatinya tergerak membuka gerbangnya untukku."Tar dibukanya nunggu perintah Pak Yusdi" Jawabannya makin membuatku sebal."Itu mah sama aja bohong atuh pak"Pak Abdul hanya melirik sekilas dan tetap berdiri tegak bak tentara perang yang sedang menjaga perbatasan wilayah.Mau gak
"Alif, ba, ta , tsa..." Kak Alif menunjuk satu per satu huruf hijaiyah yang tertera pada buku iqra kecil di tangannya.Ceritanya, Kak Alif lagi mengajari pacarnya agar bisa mengaji. Supaya jadi ibu yang sholehan untuk anak - anak mereka kelak. Begitulah cita - cita kehidupan mereka di masa depan."Alip... kayak namamu yah. Aku jadi kaya lagi manggil kamu" Ucap Amanda malah mencandai pacarnya yang sedang serius menjadi guru ngajinya tersebut.Mereka sudah hampir satu jam berada di halaman buku yang sama dan Amanda masih belum serius untuk mempelajarinya."Udah ah serius. Ayo coba lagi, alif, ba, ta, tsa" Kak Alif mengulangi lagi entah sudah berapa kali dan aku masih betah saja mendengarkan mereka sambil memandangi dua manusia aneh itu duduk di lantai, dipojokan kelas.Ini jam istirahat, jadi kelas kami sepi dan kedua orang tersebut, hmm... maksudku Amanda seharusnya bisa serius sih menangkap pembelajaran ringan yang Kak Alif ajarkan padanya."Alip, bata, seng, gendeng, batako. Ah gak t
Perpisahan itu nyata adanya. Kehilangan orang - orang dalam hidup adalah kebiasaan yang tidak pernah membuatku terbiasa.Aku hanya orang biasa yang tidak mampu menahan beban kerinduan dari sebuah kata yaitu PERPISAHAN.Aku menulis buku ini sebagai sebuah penghormatan juga pengenang untuk orang - orang yang pernah hadir dengan baik dihidupku.Memberiku suka dan duka, tawa dan tangis yang sampai 16 tahun ini masih aku ingat dengan baik.Alur ceritanya memang tidak semuanya sama. Karena aku hanya mencoba mengulang yang ada dalam ingatanku yang sudah tidak terlalu baik ini.Mungkin bagi yang lain, di sepanjang hidup mereka, Tuhan masih menyisakan beberapa sahabat terbaik untuk bersama mendampingi hingga akhir usia. Berbeda denganku yang benar - benar harus kehilangan semuanya tanpa tersisa.Aku harap dengan buku ini, aku dapat mengingat semua orang - orang terbaik dalam hidupku terutama saat aku berada di masa peralihan dari anak - anak menuju dewasa.Sejujurnya dari masa SMK lah semua ke
Malam itu setelah aku kembali dari tahlilan 40 harian mendiang kak wito, aku baru ingat kalau malam ini ada janji bertemu dengan Gugun. Begitu sampai rumah aku kembali berpamitan kepada mama untuk pergi menemui Gugun yang mungkin sudah menungguku di halte.Aku sedikit berlari agar dapat cepat sampai di halte. Aku melirik pada jam tanganku dan waktu sudah menunjukkan pukul 21.00. Sedikit gak yakin jika Gugun masih menungguku di halte bis yang aku janjikan.Nafasku terengah - engah karena sudah berlari cukup jauh, tetapi usahaku gak sia - sia karena ternyata Gugun memang masih menungguku di sana."Maaf gue baru datang, udah lama nunggunya?" Tanyaku begitu sampai di halte."Saya nunggu kakak dari jam 7 malam di sini. Saya kira kakak gak akan datang""Loe gila nungguin gue sampai 2 jam? Kenapa loe gak pulang aja sih?""Saya takut saat saya pulang kakak malah datang dan ngira saya bohong karna gak menemukan saya di sini. Jadi saya tunggu, saya fikir saya akan tetap menunggu sampai jam 12 m
"Loe bener - bener ya, masa minta mantan gue buat traktir kita" aku mendumel kesal begitu kami berjalan kembali masuk ke sekolah."Ya biarin aja sih lagian Esha juga ikhlas kok traktir kita. Kali aja loe jadi bisa mempertimbangkan buat dia jadi pacar loe lagi" jawab Eka santai."Gak ya klo harus balikan lagi sama mantan. Kecuali....""Zendra? Ah bosen gue dengernya""Perasaan gue masih banyak banget buat dia, Ka""Udahlah lupain soal dia. Mending loe pacarin tuh adik - adik kelas biar loe makin populer" Eka menjeda ucapannya sebentar, membuatku penasaran "Populer dengan total mantan terbanyak haha" Eka terbahak meledekku."Sialan loe" Aku mengeplak lengan Eka.Memang dia pikir semudah itu aku bisa berganti hati, meskipun aku memang bisa melakukannya apa bisa menjamin dengan memacari sembarang orang sebagai pelampiasan bisa membuatku cepat move on."Oh iya loe nanti ikut kegiatan pramuka enggak?" Tanyaku teringat bahwa hari ini sudah hari jumat dan sekolah kami rutin mengadakan kegiata
Matahari siang cukup terik membakar tubuhku. Perjalanan dari sekolah menuju rumahku gak melulu dipayungi oleh pepohonan. Terkadang aku juga melewati lapang gersang dan trotoar yang banyak kios tanpa ada satu pun pohon yang tumbuh di sana.Hari itu aku pulang bersama Eka dan beberapa teman lain. Dan otakku hampir mendidih karena mereka yang terus membahas masalah Gugun yang dihukum berkeliling kelas untuk meminta maaf."Menurut gue parah sih si hendrik. Dia udah kelas XII pikirannya masih aja lemot" Ucap Nina yang saat itu berjalan bersama kami. Dia adalah siswi dari kelas akutansi."Iya jahat banget si Hendrik apalagi ya ampun gue gak tega liat cowok ganteng dihukum begitu" Sahut Eka dengan nada manja."Tapi menurut gue ada benernya juga kok Hendri hukum adik kelas begitu biar gak ngelunjak" Mira malah mengompori."Gak bisa gue gak terima kalau hukumannya dengan cara begitu. Dulu aja waktu angkatan kita gak ada tuh kakak kelas yang menghukum adik kelasnya begitu" Balas Nina.Aku yang
Aku menuju kantin dan memesan sesuatu di sana. Sejak kelulusan Kak Febri, aku gak kesulitan memesan makanan di kantin meskipun kondisi kantin dalam keadaan penuh sesak. Pelayan kantin selalu mendahulukan pesananku untuk tiba lebih dulu. Kemudahan yang aku dapat itu, aku yakin gak lepas dari campur tangan kak Febri, karena hanya dia yang selalu didahulukan oleh penjaga kantin saat memesan sesuatu. Sambil menunggu aku duduk di kursi tempat biasa kak Febri duduk di sana. Ajaibnya sejak dia gak ada di sekolah ini pun kursi itu selalu kosong gak ada yang berani menempati."Hai kak... akhirnya kita dipertemukan lagi" Gugun berdiri di depanku."Eh... iya...kita udah beberapa kali ketemu yaa hari ini""Tiga kali kak, mungkin sampai kita pulang nanti akan bertambah" Katanya tersenyum padaku."Mm mungkin. Gue sering mondar - mandir di sekolah ini jadi wajar kalau loe bakal sering ketemu gue. Siap - siap aja buat bosen ngeliat muka gue""Saya gak mungkin bosen lihat wajah kakak, justru sebalikn
Angin di awal bulan juli berhembus dengan sejuk. Desirannya menggoyahkan dedaunan dan pepohonan yang tumbuh di sekitar gerbang sekolahku. Sinar mentari hadir ke permukaan bumi dengan leluasa tanpa penghalang, membentuk bayang - bayang di atas jalan berbatu tempat yang aku pijak kini.Aku berdiri di sini, di atas jalan berbatu beberapa meter di depan gerbang sekolah. Melihat beberapa motor melintas memasuki gerbang sekolah. Beberapa hari yang lalu, tempat ini menjadi tempat untuk saling berucap sampai jumpa dan salam perpisahan dengan orang - orang yang pernah dekat denganku. Di sini tempat pertama kali aku bertemu dengan Kak Wito dan di tempat ini pula lah kami mengakhiri pertemuan kami untuk selama - lamanya.Hari perpisahan memang hari paling menyakitkan sedunia. Satu hari yang amat berharga dari 365 yang ada dalam setahun. Beberapa jam yang mewakili keakraban yang terjalin selama ini dan sekarang mereka sudah benar - benar pergi.Aku berdiri di sini, berusaha mengingat segala hal y
Aku bolak - balik mengoper chanel tv karena merasa bosan. Seharian suntuk selama berhari - hari kegiatanku selalu itu - itu saja semenjak libur sekolah. Bangun tidur, sarapan, bantuin mama beresin rumah, nonton tv, sampai waktu kembali malam.Oh Tuhan! Apes banget nasib si jomblo kesepian ini."Dinda mama pergi dulu ya, kamu hati - hati di rumah"Mama berpamitan padaku. Pakaiannya sudah sangat lengkap dan rapi."Mama mau kemana?" Tanyaku heran, tentu saja karena mama memang gak pernah tampil serapih ini selain pergi ke acara undangan. Tapi beberapa hari ini aku gak pernah lihat ada surat undangan jadi gak mungkin dong mama pergi untuk menghadiri acara pernikahan."Mama mau ada perlu. Mama pergi ya sayang, jangan lupa kunci pintu" Katanya lalu keluar.Aku yang penasaran, langsung mengendap - endap mengikuti mama. Di halaman rumah sudah ada sebuah mobil berwarna biru menunggu lalu gak lama seorang pria yang usianya terlihat lebih muda dari mama keluar dari mobil itu. Gak lupa mereka cip
Kak Febri menurunkanku di halaman rumah setelah kami menghadiri acara tahlilan di hari ke tujuh di rumah almarhum Kak Wito."Gue gak masuk ya, soalnya gue buru - buru""Sok sibuk banget sih loe, Kak""Gue langsung pulang. Lagipula tadi gue udah pamitan sama mama""Ya udah deh terserah loe. Hati - hati di jalan ya kak!"Aku melambaikan tangan pada motor Kak Febri yang berlalu pergi. Lalu setelah motor itu sudah semakin menjauh aku masuk ke dalam rumah. Menemukan mama yang masih menungguku pulang di sofa ruang tamu."Sudah pulang Dinda?" Tanya mama menyambutku."Iya mah, mama kok belum tidur?""Mama lagi nungguin kamu. Febri mana gak mampir dulu?""Dia langsung pulang, buru - buru katanya""Oh dia langsung berangkat ya?""Berangkat ke mana?""Ke bandung. Memang Febri gak bilang sama Dinda?"Aku syok, gak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar. Ternyata kehilanganku gak cukup berhenti sampai kak wito, setelah kak Alif di acara tahlilan tadi sempat mengucapkan perpisahan karena diri
Aku dan Umay kembali ke kursi di depan panggung. Menyaksikan acara inti dari keseluruhan acara hari ini. Acara pelepasan kelas XII.Mereka berbaris di hadapan kami semua, dengan bangga dan bahagia, tapi aku justru menangis melihat kebahagiaan yang terlukis di wajah mereka. Berat untuk melepaskan yang sudah pernah dekat dan untuk kesekian kalinya aku harus menerima kehilangan.Setelah hari ini, sekolahan akan berlangsung seperti biasanya tanpa mereka. Terutama tanpa Kak Febri yang menyebalkan, tanpa Kak Alif yang rese juga tanpa Kak Wito yang perhatian. Si ketua osis yang pertama kali aku cintai di sekolah ini.Satu tahun berlalu begitu saja. Gak terasa pertemuan itu sekarang hanya menyisakan momen perpisahan.Aku banyak belajar dari mereka, aku banyak mendapat pengalaman yang mengesankan, yang belum pernah aku dapatkan selama aku duduk di bangku SMP. Tentu saja, pusat dari segala usia adalah saat - saat remaja. Saat masa putih abu - abu. Masa peralihan di antara anak - anak menuju dew