"Alif, ba, ta , tsa..." Kak Alif menunjuk satu per satu huruf hijaiyah yang tertera pada buku iqra kecil di tangannya.Ceritanya, Kak Alif lagi mengajari pacarnya agar bisa mengaji. Supaya jadi ibu yang sholehan untuk anak - anak mereka kelak. Begitulah cita - cita kehidupan mereka di masa depan."Alip... kayak namamu yah. Aku jadi kaya lagi manggil kamu" Ucap Amanda malah mencandai pacarnya yang sedang serius menjadi guru ngajinya tersebut.Mereka sudah hampir satu jam berada di halaman buku yang sama dan Amanda masih belum serius untuk mempelajarinya."Udah ah serius. Ayo coba lagi, alif, ba, ta, tsa" Kak Alif mengulangi lagi entah sudah berapa kali dan aku masih betah saja mendengarkan mereka sambil memandangi dua manusia aneh itu duduk di lantai, dipojokan kelas.Ini jam istirahat, jadi kelas kami sepi dan kedua orang tersebut, hmm... maksudku Amanda seharusnya bisa serius sih menangkap pembelajaran ringan yang Kak Alif ajarkan padanya."Alip, bata, seng, gendeng, batako. Ah gak t
"Ayo Din, gue anter pulang lagi" Ajak Umay yang kali itu bertemu denganku di dekat gerbang."Zendra minta loe lagi buat anter gue?""Iya""Kapan? Katanya tadi loe gak ketemu dia"Umay nyengir, ketahuan berbohong. "Ya udah sih meskipun gak di suruh Zendra emang kenapa balik sama gue. Kan gue sahabatnya""Jangan gitu, tar malah bikin Zendra salah paham sama kita. Udah sana balik, gue juga mau balik bareng sama temen gue""Ya udah kalau gitu gue duluan ya, loe hati - hati" Pesan Umay, lalu dia membawa motornya meninggalkan gerbang sekolah. Sementara aku masih berdiri di depan gerbang menunggu Eka yang masih belum menunjukkan batang hidungnya."Kamu lagi nungguin siapa Dinda?" Tanya Kak Wito"Lagi nungguin teman Kak""Saya antar pulang saja ya" Tawarnya lagi, padahal pagi tadi aku sudah menolak permintaannya."Gak usah Kak, makasih" Aku menolaknya lagi, dengan halus."Kalau gitu, kita tunggu temanmu di sana ya" Katanya sambil menunjuk sebuah warung di bawah pohon ketapang, di ujung jalan.
"Serius banget kayanya ngobrol sama Kak Wito" Ujar Eka begitu aku menghampirinya, lalu kami berjalan bersama menuju halte bis."Dia kan emang orangnya serius gak pernah becanda""Kenapa sih loe gak jadian aja sama dia, kalian bukannya sama - sama saling suka?" Eka melirikku "Sorry bukannya ikut campur tapi rumor yang menyebar sih begitu di sekolah. Bukannya malah lebih nyaman sama yang saling suka ya? Daripada pacar loe sekarang gak jelas, bandel banget lagi" lanjutnya memberi pendapat."Emang dari awal masuk sekolah yang gue taksir dia, tapi kalau di fikir lagi dari dulu kita sama - sama saling suka kok gak pernah bisa bersama. Kan seolah takdir tuh lagi ngasih tahu gue kalau dia bukan jodoh yang tepat"Eka terkekeh "Terus loe berharap anak bandel itu jodoh loe?""Ya nggak gitu juga. Gimana berjalannya waktu aja lah, cuma untuk sekarang sih perasaan gue ke Zendra sepenuhnya. Jadi gue gak mau sia - siakan lagi seperti yang sebelumnya. Tentang perasaan gue sama Kak Wito biar aja jadi p
"Gak bisa. Dinda harus tetap tinggal di sini" Kata Kakek tegas, bersikeras mempertahankanku. Selama ini beliau juga acuh, giliran aku hendak pergi dilarang - larang. "Saya akan tetap membawa Dinda, Pak, bu. Meskipun kalian melarang saya tetap akan membawanya" Mama juga teguh dengan pendiriannya memperjuangkanku untuk pergi dari rumah keluarga Papa. "Ya sudahlah biarkan saja Pak kalau memang dia ngeyel begitu" Ucap Nenek dengan nada kesal. Beliau memang gak suka dengan mamaku. Dulu, mama menikah dengan papa sebenarnya karena perjodohan kedua orang tua mereka. Saat itu keduanya masih sama - sama kaya raya. Tumbuh dari keluarga yang terpandang dan terhormat dengan latar pendidikan yang gak main - main. Namun, dunia gak selalu sempurna dan gak bisa di prediksi sebelumnya. Harapan sukses di masa mendatang dari perjodohan kedua keluarga kaya raya itu sirna tak sesuai yang diinginkan, hingga berujung nenekku yang malah membenci menantu pilihannya sendiri. "Asal mbak tau ya, selama ini
"Niaaa..."Aku mendusel tubuh empuk nia yang sedang duduk santai di bangkunya. Setiap jam istirahat dia memang lebih suka berdiam di kelas daripada harus membuang waktunya dengan mengantri di kantin."Loe kemana tadi pagi? Gue tungguin dirumah kok gak nyamper""Gue sekarang tinggal sama nyokap lagi"Nia langsung memutar posisi duduknya menghadapku "Eh seriusan" Ucapnya senang "syukurlah kalau nyokap loe udah datang lagi"Aku mengedarkan pandangan, melirik bangku kosong di barisan ketiga. Meskipun istirahat seharusnya sebuah tas ada di sana."Zendra kemana?" Tanyaku saat gak menemukan apapun di bangku itu."Gak masuk dia. Itu bocah lama - lama bandel banget sumpah""Yaaah!" Aku mendesah kecewa."Padahal bokapnya galak banget, kalau bokapnya tahu pasti abis tuh anak di gebugin""Berarti kalau bolos dia gak tinggal dirumah?""Ya nggaklah, pasti dari rumahnya berangkat pake seragam, tapi gak tau nyampenya kemana"Aku teringat seseorang yang bisa dipastikan tahu keberadaan Zendra jika seda
Umay merebahkan tubuh sahabatnya di kasur, gak lupa ia juga membuka sepatu, lalu menyelimuti tubuh sahabatnya dengan selimut berwarna ungu miliknya."Biarin aja dia di sini dulu. Gue mau balik ke sekolah. Loe mau ikut gue atau tetap di sini nungguin dia sampe melek?" Tanya Umay padaku.Aku masih bingung memutuskan. Tasku masih di kelas, tapi aku juga ingin menunggui Zendra sadar untuk menanyakan hal yang sempat ia racaukan di warung tadi."Kalau mau tetap di sini, tar gue bawain tas loe kemari" Ucap Umay seolah mengerti apa yang sedang aku fikirkan."Oke makasih""Ortu gue lagi gak di rumah, kalau loe mau minum atau laper loe cari aja di dapur mungkin ada sesuatu. Anggap aja rumah sendiri""Sungkan ah""Yaelah, tuh bocah juga biasa begitu di sini. Loe kan pacarnya, jadi anggap juga gue sahabat loe. Jangan sungkan - sungkan""Iya... iya...""Ya udah gue tinggal dulu" pamitnya, hendak meninggalkan ruangan."Umay makasih" Ucapku menahan langkahnya."Makasih buat apa?""Loe udah tolongin
Sudah beberapa hari berlalu, sejak Zendra meluapkan segala keluh kesan yang di pendamnya tentang kecemburuan terhadap Kak Wito. Semenjak hari itu pula aku selalu berusaha menghindar dari Kak Wito yang ingin bertemu denganku untuk menjaga perasaan Zendra yang mungkin akan terluka lagi jika terjadi kesalahpahaman. Aku merasa sejak hari itu sikap Zendra juga sudah kembali normal. Dia masuk sekolah seperti biasa tanpa melanggar peraturan apapun lagi. Aku lega karena masalah ini segera teratasi dan hubunganku dengannya selamat dari kata pisah. Segala sesuatu memang akan lebih cepat teratasi jika dibicarakan bersama. Itulah pentingnya suatu komunikasi. Pagi ini aku sudah bersiap dengan berbagai bekal perlengkapan di ranselku. Ada cemilan, obat - obatan yang mungkin di butuhkan, dan gak lupa senter pesanan Kak Febri yang wajib di bawa oleh setiap peserta. Selain aku, beberapa orang lain juga sudah nampak menggendong perbekalannya masing - masing dan saat ini kami sedang menunggu aba -
"Apa yang sudah terjadi Dinda?" Mama menyambutku dengan khawatir begitu mendapati anaknya pulang dengan kondisi berantakan dan penuh luka."Tadi Dinda di kerjai kakak kelasnya bu" Jawab Kak Febri yang saat ini masih bersamaku."Masuk... masuk...." Pinta Mama, lalu kami masuk ke dalam rumah."Sebentar ya mama ambilkan kotak obat dulu" Katanya, langsung beliau pergi mencari barang yang di maksudkan."Duduk Kak" Kataku mempersilahkan Kak Febri. Mata lelaki itu nampak masih beredar mengamati seluruh ruangan."Dari kapan loe pindah ke sini?" Tanyanya, laki - laki itu memilih sofa panjang dan kemudian aku duduk di sebelahnya."Baru beberapa hari yang lalu""Syukurlah akhirnya loe bisa bareng orang tua loe lagi"Aku mengangguk, meski nyatanya yang tinggal bersamaku sekarang bukan lagi orang tua yang lengkap seperti dulu, hanya Mama dan orang itu sedang rapuh karena perbuatan suaminya saat ini."Sini nak, Mama obati dulu lukamu" Ucap Mama begitu kembali dengan kotak p3k di tangannya."Biar sa
Perpisahan itu nyata adanya. Kehilangan orang - orang dalam hidup adalah kebiasaan yang tidak pernah membuatku terbiasa.Aku hanya orang biasa yang tidak mampu menahan beban kerinduan dari sebuah kata yaitu PERPISAHAN.Aku menulis buku ini sebagai sebuah penghormatan juga pengenang untuk orang - orang yang pernah hadir dengan baik dihidupku.Memberiku suka dan duka, tawa dan tangis yang sampai 16 tahun ini masih aku ingat dengan baik.Alur ceritanya memang tidak semuanya sama. Karena aku hanya mencoba mengulang yang ada dalam ingatanku yang sudah tidak terlalu baik ini.Mungkin bagi yang lain, di sepanjang hidup mereka, Tuhan masih menyisakan beberapa sahabat terbaik untuk bersama mendampingi hingga akhir usia. Berbeda denganku yang benar - benar harus kehilangan semuanya tanpa tersisa.Aku harap dengan buku ini, aku dapat mengingat semua orang - orang terbaik dalam hidupku terutama saat aku berada di masa peralihan dari anak - anak menuju dewasa.Sejujurnya dari masa SMK lah semua ke
Malam itu setelah aku kembali dari tahlilan 40 harian mendiang kak wito, aku baru ingat kalau malam ini ada janji bertemu dengan Gugun. Begitu sampai rumah aku kembali berpamitan kepada mama untuk pergi menemui Gugun yang mungkin sudah menungguku di halte.Aku sedikit berlari agar dapat cepat sampai di halte. Aku melirik pada jam tanganku dan waktu sudah menunjukkan pukul 21.00. Sedikit gak yakin jika Gugun masih menungguku di halte bis yang aku janjikan.Nafasku terengah - engah karena sudah berlari cukup jauh, tetapi usahaku gak sia - sia karena ternyata Gugun memang masih menungguku di sana."Maaf gue baru datang, udah lama nunggunya?" Tanyaku begitu sampai di halte."Saya nunggu kakak dari jam 7 malam di sini. Saya kira kakak gak akan datang""Loe gila nungguin gue sampai 2 jam? Kenapa loe gak pulang aja sih?""Saya takut saat saya pulang kakak malah datang dan ngira saya bohong karna gak menemukan saya di sini. Jadi saya tunggu, saya fikir saya akan tetap menunggu sampai jam 12 m
"Loe bener - bener ya, masa minta mantan gue buat traktir kita" aku mendumel kesal begitu kami berjalan kembali masuk ke sekolah."Ya biarin aja sih lagian Esha juga ikhlas kok traktir kita. Kali aja loe jadi bisa mempertimbangkan buat dia jadi pacar loe lagi" jawab Eka santai."Gak ya klo harus balikan lagi sama mantan. Kecuali....""Zendra? Ah bosen gue dengernya""Perasaan gue masih banyak banget buat dia, Ka""Udahlah lupain soal dia. Mending loe pacarin tuh adik - adik kelas biar loe makin populer" Eka menjeda ucapannya sebentar, membuatku penasaran "Populer dengan total mantan terbanyak haha" Eka terbahak meledekku."Sialan loe" Aku mengeplak lengan Eka.Memang dia pikir semudah itu aku bisa berganti hati, meskipun aku memang bisa melakukannya apa bisa menjamin dengan memacari sembarang orang sebagai pelampiasan bisa membuatku cepat move on."Oh iya loe nanti ikut kegiatan pramuka enggak?" Tanyaku teringat bahwa hari ini sudah hari jumat dan sekolah kami rutin mengadakan kegiata
Matahari siang cukup terik membakar tubuhku. Perjalanan dari sekolah menuju rumahku gak melulu dipayungi oleh pepohonan. Terkadang aku juga melewati lapang gersang dan trotoar yang banyak kios tanpa ada satu pun pohon yang tumbuh di sana.Hari itu aku pulang bersama Eka dan beberapa teman lain. Dan otakku hampir mendidih karena mereka yang terus membahas masalah Gugun yang dihukum berkeliling kelas untuk meminta maaf."Menurut gue parah sih si hendrik. Dia udah kelas XII pikirannya masih aja lemot" Ucap Nina yang saat itu berjalan bersama kami. Dia adalah siswi dari kelas akutansi."Iya jahat banget si Hendrik apalagi ya ampun gue gak tega liat cowok ganteng dihukum begitu" Sahut Eka dengan nada manja."Tapi menurut gue ada benernya juga kok Hendri hukum adik kelas begitu biar gak ngelunjak" Mira malah mengompori."Gak bisa gue gak terima kalau hukumannya dengan cara begitu. Dulu aja waktu angkatan kita gak ada tuh kakak kelas yang menghukum adik kelasnya begitu" Balas Nina.Aku yang
Aku menuju kantin dan memesan sesuatu di sana. Sejak kelulusan Kak Febri, aku gak kesulitan memesan makanan di kantin meskipun kondisi kantin dalam keadaan penuh sesak. Pelayan kantin selalu mendahulukan pesananku untuk tiba lebih dulu. Kemudahan yang aku dapat itu, aku yakin gak lepas dari campur tangan kak Febri, karena hanya dia yang selalu didahulukan oleh penjaga kantin saat memesan sesuatu. Sambil menunggu aku duduk di kursi tempat biasa kak Febri duduk di sana. Ajaibnya sejak dia gak ada di sekolah ini pun kursi itu selalu kosong gak ada yang berani menempati."Hai kak... akhirnya kita dipertemukan lagi" Gugun berdiri di depanku."Eh... iya...kita udah beberapa kali ketemu yaa hari ini""Tiga kali kak, mungkin sampai kita pulang nanti akan bertambah" Katanya tersenyum padaku."Mm mungkin. Gue sering mondar - mandir di sekolah ini jadi wajar kalau loe bakal sering ketemu gue. Siap - siap aja buat bosen ngeliat muka gue""Saya gak mungkin bosen lihat wajah kakak, justru sebalikn
Angin di awal bulan juli berhembus dengan sejuk. Desirannya menggoyahkan dedaunan dan pepohonan yang tumbuh di sekitar gerbang sekolahku. Sinar mentari hadir ke permukaan bumi dengan leluasa tanpa penghalang, membentuk bayang - bayang di atas jalan berbatu tempat yang aku pijak kini.Aku berdiri di sini, di atas jalan berbatu beberapa meter di depan gerbang sekolah. Melihat beberapa motor melintas memasuki gerbang sekolah. Beberapa hari yang lalu, tempat ini menjadi tempat untuk saling berucap sampai jumpa dan salam perpisahan dengan orang - orang yang pernah dekat denganku. Di sini tempat pertama kali aku bertemu dengan Kak Wito dan di tempat ini pula lah kami mengakhiri pertemuan kami untuk selama - lamanya.Hari perpisahan memang hari paling menyakitkan sedunia. Satu hari yang amat berharga dari 365 yang ada dalam setahun. Beberapa jam yang mewakili keakraban yang terjalin selama ini dan sekarang mereka sudah benar - benar pergi.Aku berdiri di sini, berusaha mengingat segala hal y
Aku bolak - balik mengoper chanel tv karena merasa bosan. Seharian suntuk selama berhari - hari kegiatanku selalu itu - itu saja semenjak libur sekolah. Bangun tidur, sarapan, bantuin mama beresin rumah, nonton tv, sampai waktu kembali malam.Oh Tuhan! Apes banget nasib si jomblo kesepian ini."Dinda mama pergi dulu ya, kamu hati - hati di rumah"Mama berpamitan padaku. Pakaiannya sudah sangat lengkap dan rapi."Mama mau kemana?" Tanyaku heran, tentu saja karena mama memang gak pernah tampil serapih ini selain pergi ke acara undangan. Tapi beberapa hari ini aku gak pernah lihat ada surat undangan jadi gak mungkin dong mama pergi untuk menghadiri acara pernikahan."Mama mau ada perlu. Mama pergi ya sayang, jangan lupa kunci pintu" Katanya lalu keluar.Aku yang penasaran, langsung mengendap - endap mengikuti mama. Di halaman rumah sudah ada sebuah mobil berwarna biru menunggu lalu gak lama seorang pria yang usianya terlihat lebih muda dari mama keluar dari mobil itu. Gak lupa mereka cip
Kak Febri menurunkanku di halaman rumah setelah kami menghadiri acara tahlilan di hari ke tujuh di rumah almarhum Kak Wito."Gue gak masuk ya, soalnya gue buru - buru""Sok sibuk banget sih loe, Kak""Gue langsung pulang. Lagipula tadi gue udah pamitan sama mama""Ya udah deh terserah loe. Hati - hati di jalan ya kak!"Aku melambaikan tangan pada motor Kak Febri yang berlalu pergi. Lalu setelah motor itu sudah semakin menjauh aku masuk ke dalam rumah. Menemukan mama yang masih menungguku pulang di sofa ruang tamu."Sudah pulang Dinda?" Tanya mama menyambutku."Iya mah, mama kok belum tidur?""Mama lagi nungguin kamu. Febri mana gak mampir dulu?""Dia langsung pulang, buru - buru katanya""Oh dia langsung berangkat ya?""Berangkat ke mana?""Ke bandung. Memang Febri gak bilang sama Dinda?"Aku syok, gak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar. Ternyata kehilanganku gak cukup berhenti sampai kak wito, setelah kak Alif di acara tahlilan tadi sempat mengucapkan perpisahan karena diri
Aku dan Umay kembali ke kursi di depan panggung. Menyaksikan acara inti dari keseluruhan acara hari ini. Acara pelepasan kelas XII.Mereka berbaris di hadapan kami semua, dengan bangga dan bahagia, tapi aku justru menangis melihat kebahagiaan yang terlukis di wajah mereka. Berat untuk melepaskan yang sudah pernah dekat dan untuk kesekian kalinya aku harus menerima kehilangan.Setelah hari ini, sekolahan akan berlangsung seperti biasanya tanpa mereka. Terutama tanpa Kak Febri yang menyebalkan, tanpa Kak Alif yang rese juga tanpa Kak Wito yang perhatian. Si ketua osis yang pertama kali aku cintai di sekolah ini.Satu tahun berlalu begitu saja. Gak terasa pertemuan itu sekarang hanya menyisakan momen perpisahan.Aku banyak belajar dari mereka, aku banyak mendapat pengalaman yang mengesankan, yang belum pernah aku dapatkan selama aku duduk di bangku SMP. Tentu saja, pusat dari segala usia adalah saat - saat remaja. Saat masa putih abu - abu. Masa peralihan di antara anak - anak menuju dew