Sudah beberapa hari berlalu, sejak Zendra meluapkan segala keluh kesan yang di pendamnya tentang kecemburuan terhadap Kak Wito. Semenjak hari itu pula aku selalu berusaha menghindar dari Kak Wito yang ingin bertemu denganku untuk menjaga perasaan Zendra yang mungkin akan terluka lagi jika terjadi kesalahpahaman. Aku merasa sejak hari itu sikap Zendra juga sudah kembali normal. Dia masuk sekolah seperti biasa tanpa melanggar peraturan apapun lagi. Aku lega karena masalah ini segera teratasi dan hubunganku dengannya selamat dari kata pisah. Segala sesuatu memang akan lebih cepat teratasi jika dibicarakan bersama. Itulah pentingnya suatu komunikasi. Pagi ini aku sudah bersiap dengan berbagai bekal perlengkapan di ranselku. Ada cemilan, obat - obatan yang mungkin di butuhkan, dan gak lupa senter pesanan Kak Febri yang wajib di bawa oleh setiap peserta. Selain aku, beberapa orang lain juga sudah nampak menggendong perbekalannya masing - masing dan saat ini kami sedang menunggu aba -
"Apa yang sudah terjadi Dinda?" Mama menyambutku dengan khawatir begitu mendapati anaknya pulang dengan kondisi berantakan dan penuh luka."Tadi Dinda di kerjai kakak kelasnya bu" Jawab Kak Febri yang saat ini masih bersamaku."Masuk... masuk...." Pinta Mama, lalu kami masuk ke dalam rumah."Sebentar ya mama ambilkan kotak obat dulu" Katanya, langsung beliau pergi mencari barang yang di maksudkan."Duduk Kak" Kataku mempersilahkan Kak Febri. Mata lelaki itu nampak masih beredar mengamati seluruh ruangan."Dari kapan loe pindah ke sini?" Tanyanya, laki - laki itu memilih sofa panjang dan kemudian aku duduk di sebelahnya."Baru beberapa hari yang lalu""Syukurlah akhirnya loe bisa bareng orang tua loe lagi"Aku mengangguk, meski nyatanya yang tinggal bersamaku sekarang bukan lagi orang tua yang lengkap seperti dulu, hanya Mama dan orang itu sedang rapuh karena perbuatan suaminya saat ini."Sini nak, Mama obati dulu lukamu" Ucap Mama begitu kembali dengan kotak p3k di tangannya."Biar sa
Aku menatap kursi yang masih kosong di sampingku. Mendesah resah. Ingin bercerita tapi bingung pada siapa. Aku gak mungkin mengatakan masalah ini sama Nia. Apalagi Nia satu kelas sama Zendra. Satu - satunya yang bisa menampung ceritaku dengan aman cuma Amanda, tapi kemana anak itu sampai sekarang belum ada kabar? Apa benar dia sakit?"Mana si jawa" Suara Kak Alif mengagetkanku. Lelaki itu menongolkan kepalanya di jendela tanpa kaca, seperti biasa.Aku menggeleng "Kak Alif juga gak dapat kabar dari dia?""Nggak" Jawabnya cuek, tapi jangan salah ya secuek - cueknya Kak Alif cintanya tulus banget loh buat Amanda. Emang dasar sifatnya aja yang lebih suka becanda dan gak mau ambil pusing."Apa dia sakit ya kak? Kemarin juga dia gak ikut kegiatan semeru""Emangnya anak itu bisa sakit?" Celetuknya, membuatku melirik kesal."Pacarmu itu manusia loh Kak""Manusia kok gak bisa ngaji" Ucapnya sambil manyun."Kita jenguk ke rumahnya yuk Kak, gue penasaran takut dia kenapa - napa, gak biasanya dia
Kak Alif melajukan motornya dengan kencang, membawaku untuk meninggalkan tempat itu secepat mungkin tanpa arah tujuan.Lelaki itu sejak tadi hanya diam dengan terus melajukan motornya menyusuri setiap jalanan yang terlihat di matanya, hingga akhirnya di sebuah jalan yang sepi ia mengerem mendadak dan mematikan mesin motornya.Ia menghela nafas, lalu mengangsurkan kepalanya pada stang motor, menenggelamkan wajahnya pada kedua tangan yang bersilang di sana."Are you okey?" Tanyaku sambil menepuk bahunya yang mulai berguncang.Kak Alif gak menjawab, ia masih dengan posisinya, namun kali ini suara isaknya mulai terdengar membuat air mataku ikut turun juga.Untuk beberapa waktu, Kak Alif terus menangis. Ia pasti kecewa, mungkin sangat kecewa hingga tangisnya pecah gak terkendali.Dia mencintai Amanda dengan begitu hebatnya. Orang yang sehari - harinya hanya bisa bercanda dan tertawa nyatanya memiliki cinta yang lebih serius dibandingkan dengan orang lain yang nampak romantis.Kamu sangat b
Aku melangkah memasuki sebuah coffe shop di jl Hassanudin. Sebuah cafe klasik dengan dinding berwarna cream dan pintunya berwarna coklat tua.Hari itu suasana coffe shop cukup sepi, hanya ada beberapa orang yang duduk disana. Termasuk salah seorang wanita dengan dress biru yang duduk tenang di kursi jati di salah sudutnya. Amanda tersenyum dan melambaikan tangannya padaku.Aku menghampirinya dengan ragu. Menarik satu kursi di depannya. Lalu menjatuhkan tubuhku di sana."Udah lama nunggunya?" Tanyaku setelah merapihkan diri di kursi tersebut.Amanda melirik jam di tangannya "Sekitar 10 menit. Lama banget sih loe dari mana dulu?""Iya maaf" Ucapku, lalu melirik mejanya yang masih kosong dengan buku menu yang tergeletak. "Loe belum pesan sesuatu?""Nungguin loe" Amanda melotot dan aku cekikikan melihat bibirnya yang mulai manyun."Iya sorry... sorry..." Aku membuka buku menu yang sedari tadi di anggurkan Amanda "gue mau pesan hazelnut latte, loe mau apa?""Samain aja, gue juga gak ngerti
Bagaimana cara mendapatkan uang 50 juta dalam 2 hari? Dibayangkan aja rasanya sulit. Apa Kak Alif benar - benar bisa mendapatkan uang sebesar itu dalam waktu singkat?Aku terus saja bergumam sampai gak sadar langkahku ini sudah sampai di gerbang sekolah.Sore itu, rintik gerimis mulai turun menyambut awal desember.Aku mendongak menatap langit kelabu dan membiarkan tetesan air hujan jatuh di wajahku.Ku tarik nafas dalam - dalam menikmati harum tanah basah yang menyeruak masuk ke saluran pernafasan. Lalu, ku rekahkan kedua tanganku, membiarkan angin menyergap ke seluruh tubuh. Perlahan, tubuhku berputar disertai senyum bahagia yang terus mengembang. Menikmati gerimis yang mulai membuat seragamku basah."Eh bocil, ngapain hujan - hujanan nanti sakit" Ujarnya,Seketika kesenanganku hilang melihat laki - laki itu bertengger di motor maticnya dengan tubuh setengah basah.Bibirku maju, menatap kesal dengan pemandangan menganggu itu "Ganggu gue aja" Dengusku kesal.Kak Febri turun dari moto
"Kita pergi ya dari sini" Bujuk Kak Alif pada Amanda.Sore itu, aku bersama kak Alif kembali menemui Amanda di rumahnya. Di saat jam istirahat kegiatan bantara.Amanda menggeleng pelan "Aku gak bisa pergi dari sini""Kamu gak usah khawatir, aku udah bawa uang agar kamu bisa keluar dari sini"Kak Alif membuka tasnya menunjukkan tumpukan uang yang ada. Sungguh di luar dugaan ia benar - benar membawa sejumlah uang yang aku sebutkan padanya dua hari lalu. Entah bagaimana caranya ia mendapatkan itu, tetapi aku yakin ia gak mendapatkannya dengan cara mudah dan aku kagum dengan usahanya menyelamatkan Amanda.Amanda nampak ragu, kakinya berangsur mundur dengan ekspresi datar."Ayo kita pergi dari sini" Pinta Kak Alif lagi, ia menatap Amanda sungguh - sungguh.Amanda menggeleng lagi "Aku gak bisa" Jawabnya.Bukannya senang dan segera mengiyakan ajakan Kak Alif setelah melihat uang itu, Amanda malah menolaknya.Kak Alif mengeryit, nampak bingung atas penolakan Amanda "Kenapa gak bisa? Ini 50 ju
"Sini kamu!" Bentakan Kak Febri hampir membuat jantungku meloncat keluar dari tempatnya. Matanya membola kemerahan.Dia menggiringku menuju kamar mandi wanita dengan emosi yang membara."Sebagai hukumanmu bersihkan seluruh kubikal kamar mandi ini!" Katanya dengan suara yang terus meninggi membuat jantungku semakin berpacu."Tapi kak, ini udah malam. Apa hukumannya gak bisa di ganti yang lain?" Tanyaku berusaha menego hukuman yang diberikan Kak Febri.Ruangan toilet wanita di sekolah kami cukup besar, total ada dua belas kubikal dan enam wastafel dengan kaca besar yang menempel di dindingnya. Belum lagi tingkat kekotoran toilet di saat kegiatan pramuka lebih meningkat dibanding dengan saat kegiatan sekolah biasa.Apa Kak Febri benar - benar semarah itu sampai aku harus di hukum untuk membersihkan toilet sendirian di malam hari seperti ini?Aku menatap kesal Kak Febri dengan mata memanas yang mulai menggenangkan sedikit air di pelupuknya."Tau bakal dihukum begini, gue gak akan ikut keg
Perpisahan itu nyata adanya. Kehilangan orang - orang dalam hidup adalah kebiasaan yang tidak pernah membuatku terbiasa.Aku hanya orang biasa yang tidak mampu menahan beban kerinduan dari sebuah kata yaitu PERPISAHAN.Aku menulis buku ini sebagai sebuah penghormatan juga pengenang untuk orang - orang yang pernah hadir dengan baik dihidupku.Memberiku suka dan duka, tawa dan tangis yang sampai 16 tahun ini masih aku ingat dengan baik.Alur ceritanya memang tidak semuanya sama. Karena aku hanya mencoba mengulang yang ada dalam ingatanku yang sudah tidak terlalu baik ini.Mungkin bagi yang lain, di sepanjang hidup mereka, Tuhan masih menyisakan beberapa sahabat terbaik untuk bersama mendampingi hingga akhir usia. Berbeda denganku yang benar - benar harus kehilangan semuanya tanpa tersisa.Aku harap dengan buku ini, aku dapat mengingat semua orang - orang terbaik dalam hidupku terutama saat aku berada di masa peralihan dari anak - anak menuju dewasa.Sejujurnya dari masa SMK lah semua ke
Malam itu setelah aku kembali dari tahlilan 40 harian mendiang kak wito, aku baru ingat kalau malam ini ada janji bertemu dengan Gugun. Begitu sampai rumah aku kembali berpamitan kepada mama untuk pergi menemui Gugun yang mungkin sudah menungguku di halte.Aku sedikit berlari agar dapat cepat sampai di halte. Aku melirik pada jam tanganku dan waktu sudah menunjukkan pukul 21.00. Sedikit gak yakin jika Gugun masih menungguku di halte bis yang aku janjikan.Nafasku terengah - engah karena sudah berlari cukup jauh, tetapi usahaku gak sia - sia karena ternyata Gugun memang masih menungguku di sana."Maaf gue baru datang, udah lama nunggunya?" Tanyaku begitu sampai di halte."Saya nunggu kakak dari jam 7 malam di sini. Saya kira kakak gak akan datang""Loe gila nungguin gue sampai 2 jam? Kenapa loe gak pulang aja sih?""Saya takut saat saya pulang kakak malah datang dan ngira saya bohong karna gak menemukan saya di sini. Jadi saya tunggu, saya fikir saya akan tetap menunggu sampai jam 12 m
"Loe bener - bener ya, masa minta mantan gue buat traktir kita" aku mendumel kesal begitu kami berjalan kembali masuk ke sekolah."Ya biarin aja sih lagian Esha juga ikhlas kok traktir kita. Kali aja loe jadi bisa mempertimbangkan buat dia jadi pacar loe lagi" jawab Eka santai."Gak ya klo harus balikan lagi sama mantan. Kecuali....""Zendra? Ah bosen gue dengernya""Perasaan gue masih banyak banget buat dia, Ka""Udahlah lupain soal dia. Mending loe pacarin tuh adik - adik kelas biar loe makin populer" Eka menjeda ucapannya sebentar, membuatku penasaran "Populer dengan total mantan terbanyak haha" Eka terbahak meledekku."Sialan loe" Aku mengeplak lengan Eka.Memang dia pikir semudah itu aku bisa berganti hati, meskipun aku memang bisa melakukannya apa bisa menjamin dengan memacari sembarang orang sebagai pelampiasan bisa membuatku cepat move on."Oh iya loe nanti ikut kegiatan pramuka enggak?" Tanyaku teringat bahwa hari ini sudah hari jumat dan sekolah kami rutin mengadakan kegiata
Matahari siang cukup terik membakar tubuhku. Perjalanan dari sekolah menuju rumahku gak melulu dipayungi oleh pepohonan. Terkadang aku juga melewati lapang gersang dan trotoar yang banyak kios tanpa ada satu pun pohon yang tumbuh di sana.Hari itu aku pulang bersama Eka dan beberapa teman lain. Dan otakku hampir mendidih karena mereka yang terus membahas masalah Gugun yang dihukum berkeliling kelas untuk meminta maaf."Menurut gue parah sih si hendrik. Dia udah kelas XII pikirannya masih aja lemot" Ucap Nina yang saat itu berjalan bersama kami. Dia adalah siswi dari kelas akutansi."Iya jahat banget si Hendrik apalagi ya ampun gue gak tega liat cowok ganteng dihukum begitu" Sahut Eka dengan nada manja."Tapi menurut gue ada benernya juga kok Hendri hukum adik kelas begitu biar gak ngelunjak" Mira malah mengompori."Gak bisa gue gak terima kalau hukumannya dengan cara begitu. Dulu aja waktu angkatan kita gak ada tuh kakak kelas yang menghukum adik kelasnya begitu" Balas Nina.Aku yang
Aku menuju kantin dan memesan sesuatu di sana. Sejak kelulusan Kak Febri, aku gak kesulitan memesan makanan di kantin meskipun kondisi kantin dalam keadaan penuh sesak. Pelayan kantin selalu mendahulukan pesananku untuk tiba lebih dulu. Kemudahan yang aku dapat itu, aku yakin gak lepas dari campur tangan kak Febri, karena hanya dia yang selalu didahulukan oleh penjaga kantin saat memesan sesuatu. Sambil menunggu aku duduk di kursi tempat biasa kak Febri duduk di sana. Ajaibnya sejak dia gak ada di sekolah ini pun kursi itu selalu kosong gak ada yang berani menempati."Hai kak... akhirnya kita dipertemukan lagi" Gugun berdiri di depanku."Eh... iya...kita udah beberapa kali ketemu yaa hari ini""Tiga kali kak, mungkin sampai kita pulang nanti akan bertambah" Katanya tersenyum padaku."Mm mungkin. Gue sering mondar - mandir di sekolah ini jadi wajar kalau loe bakal sering ketemu gue. Siap - siap aja buat bosen ngeliat muka gue""Saya gak mungkin bosen lihat wajah kakak, justru sebalikn
Angin di awal bulan juli berhembus dengan sejuk. Desirannya menggoyahkan dedaunan dan pepohonan yang tumbuh di sekitar gerbang sekolahku. Sinar mentari hadir ke permukaan bumi dengan leluasa tanpa penghalang, membentuk bayang - bayang di atas jalan berbatu tempat yang aku pijak kini.Aku berdiri di sini, di atas jalan berbatu beberapa meter di depan gerbang sekolah. Melihat beberapa motor melintas memasuki gerbang sekolah. Beberapa hari yang lalu, tempat ini menjadi tempat untuk saling berucap sampai jumpa dan salam perpisahan dengan orang - orang yang pernah dekat denganku. Di sini tempat pertama kali aku bertemu dengan Kak Wito dan di tempat ini pula lah kami mengakhiri pertemuan kami untuk selama - lamanya.Hari perpisahan memang hari paling menyakitkan sedunia. Satu hari yang amat berharga dari 365 yang ada dalam setahun. Beberapa jam yang mewakili keakraban yang terjalin selama ini dan sekarang mereka sudah benar - benar pergi.Aku berdiri di sini, berusaha mengingat segala hal y
Aku bolak - balik mengoper chanel tv karena merasa bosan. Seharian suntuk selama berhari - hari kegiatanku selalu itu - itu saja semenjak libur sekolah. Bangun tidur, sarapan, bantuin mama beresin rumah, nonton tv, sampai waktu kembali malam.Oh Tuhan! Apes banget nasib si jomblo kesepian ini."Dinda mama pergi dulu ya, kamu hati - hati di rumah"Mama berpamitan padaku. Pakaiannya sudah sangat lengkap dan rapi."Mama mau kemana?" Tanyaku heran, tentu saja karena mama memang gak pernah tampil serapih ini selain pergi ke acara undangan. Tapi beberapa hari ini aku gak pernah lihat ada surat undangan jadi gak mungkin dong mama pergi untuk menghadiri acara pernikahan."Mama mau ada perlu. Mama pergi ya sayang, jangan lupa kunci pintu" Katanya lalu keluar.Aku yang penasaran, langsung mengendap - endap mengikuti mama. Di halaman rumah sudah ada sebuah mobil berwarna biru menunggu lalu gak lama seorang pria yang usianya terlihat lebih muda dari mama keluar dari mobil itu. Gak lupa mereka cip
Kak Febri menurunkanku di halaman rumah setelah kami menghadiri acara tahlilan di hari ke tujuh di rumah almarhum Kak Wito."Gue gak masuk ya, soalnya gue buru - buru""Sok sibuk banget sih loe, Kak""Gue langsung pulang. Lagipula tadi gue udah pamitan sama mama""Ya udah deh terserah loe. Hati - hati di jalan ya kak!"Aku melambaikan tangan pada motor Kak Febri yang berlalu pergi. Lalu setelah motor itu sudah semakin menjauh aku masuk ke dalam rumah. Menemukan mama yang masih menungguku pulang di sofa ruang tamu."Sudah pulang Dinda?" Tanya mama menyambutku."Iya mah, mama kok belum tidur?""Mama lagi nungguin kamu. Febri mana gak mampir dulu?""Dia langsung pulang, buru - buru katanya""Oh dia langsung berangkat ya?""Berangkat ke mana?""Ke bandung. Memang Febri gak bilang sama Dinda?"Aku syok, gak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar. Ternyata kehilanganku gak cukup berhenti sampai kak wito, setelah kak Alif di acara tahlilan tadi sempat mengucapkan perpisahan karena diri
Aku dan Umay kembali ke kursi di depan panggung. Menyaksikan acara inti dari keseluruhan acara hari ini. Acara pelepasan kelas XII.Mereka berbaris di hadapan kami semua, dengan bangga dan bahagia, tapi aku justru menangis melihat kebahagiaan yang terlukis di wajah mereka. Berat untuk melepaskan yang sudah pernah dekat dan untuk kesekian kalinya aku harus menerima kehilangan.Setelah hari ini, sekolahan akan berlangsung seperti biasanya tanpa mereka. Terutama tanpa Kak Febri yang menyebalkan, tanpa Kak Alif yang rese juga tanpa Kak Wito yang perhatian. Si ketua osis yang pertama kali aku cintai di sekolah ini.Satu tahun berlalu begitu saja. Gak terasa pertemuan itu sekarang hanya menyisakan momen perpisahan.Aku banyak belajar dari mereka, aku banyak mendapat pengalaman yang mengesankan, yang belum pernah aku dapatkan selama aku duduk di bangku SMP. Tentu saja, pusat dari segala usia adalah saat - saat remaja. Saat masa putih abu - abu. Masa peralihan di antara anak - anak menuju dew