Aku melangkah memasuki sebuah coffe shop di jl Hassanudin. Sebuah cafe klasik dengan dinding berwarna cream dan pintunya berwarna coklat tua.Hari itu suasana coffe shop cukup sepi, hanya ada beberapa orang yang duduk disana. Termasuk salah seorang wanita dengan dress biru yang duduk tenang di kursi jati di salah sudutnya. Amanda tersenyum dan melambaikan tangannya padaku.Aku menghampirinya dengan ragu. Menarik satu kursi di depannya. Lalu menjatuhkan tubuhku di sana."Udah lama nunggunya?" Tanyaku setelah merapihkan diri di kursi tersebut.Amanda melirik jam di tangannya "Sekitar 10 menit. Lama banget sih loe dari mana dulu?""Iya maaf" Ucapku, lalu melirik mejanya yang masih kosong dengan buku menu yang tergeletak. "Loe belum pesan sesuatu?""Nungguin loe" Amanda melotot dan aku cekikikan melihat bibirnya yang mulai manyun."Iya sorry... sorry..." Aku membuka buku menu yang sedari tadi di anggurkan Amanda "gue mau pesan hazelnut latte, loe mau apa?""Samain aja, gue juga gak ngerti
Bagaimana cara mendapatkan uang 50 juta dalam 2 hari? Dibayangkan aja rasanya sulit. Apa Kak Alif benar - benar bisa mendapatkan uang sebesar itu dalam waktu singkat?Aku terus saja bergumam sampai gak sadar langkahku ini sudah sampai di gerbang sekolah.Sore itu, rintik gerimis mulai turun menyambut awal desember.Aku mendongak menatap langit kelabu dan membiarkan tetesan air hujan jatuh di wajahku.Ku tarik nafas dalam - dalam menikmati harum tanah basah yang menyeruak masuk ke saluran pernafasan. Lalu, ku rekahkan kedua tanganku, membiarkan angin menyergap ke seluruh tubuh. Perlahan, tubuhku berputar disertai senyum bahagia yang terus mengembang. Menikmati gerimis yang mulai membuat seragamku basah."Eh bocil, ngapain hujan - hujanan nanti sakit" Ujarnya,Seketika kesenanganku hilang melihat laki - laki itu bertengger di motor maticnya dengan tubuh setengah basah.Bibirku maju, menatap kesal dengan pemandangan menganggu itu "Ganggu gue aja" Dengusku kesal.Kak Febri turun dari moto
"Kamu yakin mau titipin Dinda di keluargamu, pah?""Mau bagaimana lagi, itu pilihan yang terbaik untuk masa depan Dinda supaya dia bisa tetap sekolah!"Aku dengan jelas mendengar percakapan mereka (mama dan papa) di ruang keluarga membuat piala yang ada di tanganku tiba-tiba terlepas begitu saja.Sore itu, aku baru tiba di rumah setelah merayakan perpisahan sekolah bersama teman-temanku.Lulus dengan nilai terbaik tentu sebuah kebanggaan. Apalagi, selama ini prestasiku di SMP selalu stabil. Menjadi kebanggaan guru-guru gak semua orang bisa mendapatkannya. Itu adalah usahaku untuk membuat kedua orang tuaku bangga.Tadi, aku sudah berjanji pada teman-temanku, untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah yang sama, tapi ternyata tuhan sudah mempersiapkan hal lain yang belum pernah terfikirkan olehku sebelumnya.Ternyata kebahagiaan itu, hanya sebatas angan-angan dan yang ku capai selama ini sia-sia saja."Dinda!" Sontak Mama terkejut melihat keberadaanku.Aku menatap mama dengan sedih, "Mah,
"Din, nanti Tante Dewi mau datang. Kamu main dirumah Nia jangan lama-lama ya" pesan Nenek padaku.Pada akhirnya, aku menurut keputusan Mama dan Papa untuk tinggal bersama Kakek dan Nenekku."Iya Nek!" Jawabku singkat.Meski sudah 6 bulan tinggal bersama Kakek dan Nenek, aku masih tetap merasa canggung. Hanya berbicara seperlunya dan menjawab 'iya' dari setiap perintah yang diberikan padaku saja rasanya lebih dari cukup.Entah diriku yang salah atau keadaan yang membuatku jadi orang yang salah diantara mereka. Aku juga gak tau, yang jelas aku gak suka dengan kecanggungan ini.Aku yakin Mama juga tahu ketidak nyamananku ini, tapi mau bagaimana lagi, aku hanya bisa menunggu janji Mama yang akan berusaha untuk segera menjemputku kembali.Dan meskipun terlambat,Perkenalkan, namaku Adinda Kirana. Sekarang aku sudah duduk di kelas 7 SMK Dwiputera, Jawa barat. Aku terlahir sebagai seorang anak tunggal dengan kepribadian tomboy, tapi gak urakan. Aku pendiam, dan hanya asyik dengan beberapa or
"Si Dinda dari tadi di kamar mulu, mak!"Itu suara Tanteku, adik Papa yang paling bungsu, namanya Tante Diah. Orang yang paling rese diantara adik Papa yang lain. Maklumlah ya, namanya juga anak bungsu.Suaranya berasal dari dapur, tapi bisa-bisanya terdengar jelas sampai ke kamarku yang memiliki jarak cukup jauh dari dapur, bahkan memiliki sekat 2 kamar lain, karna kamarku berada di paling ujung, berdekatan dengan jalan setapak."Iya gak tau itu anak, kenapa betah-betah banget dikamar!" Jawab Nenekku, suaranya gak kalah nyaring.Aku tahu mereka sedang menyindirku, kalau ngomongin kan pasti bisik-bisik ya, gak mungkin sekenceng itu.Lantas, memangnya kenapa kalau aku lebih sering dikamar? Lagipula, aku dikamar buat baca buku. Memangnya salah?Pergi main salah, diem dikamar salah, terus yang benar buatku apa?"Ngasuh si Galang kek, daripada diem di kamar terus. Bersosialisasi gitu kaya manusia pada umumnya" suara Tante Diah meninggi seolah-olah aku harus mendengar ucapannya.Aku menutu
Kalian tahu??Apa rasanya setelah dilecehkan oleh sepupu sendiri? Sedangkan, yang seharusnya sebagai korban malah disudutkan? Kecewa, Marah, trauma, campur aduk deh, pokoknya. Apalagi gak ada satu orang pun yang percaya sama kamu dalam posisi traumamu sekarang.Parahnya, selain harus menangani segala rasa itu, aku juga harus memulihkan trauma itu sendiri, semuanya, dan pastinya, aku harus tetap bersikap baik-baik aja didepan mereka. Karena percuma, sekuat apapun aku membela diri pada mereka. Aku tetap gak akan pernah benar.Aku mengelap bibirku, kesal. Jijik! Jika tiba-tiba ingat lagi kejadian kemarin. Kenapa harus aku yang mengalami semua ini?Apa aku sekuat itu? hingga Tuhan memberiku berbagai masalah yang gak kunjung habisnya. Aku menghela nafasku, menatap langit yang biru dengan awan putih yang indah siang itu."Dor!" Nia mengagetiku, ia baru saja keluar dari kelasnya.Aku tersentak "Ampun deh na, bisa gak sih loe gak ngangetin gue begitu."Aku memang selalu menunggu nia di dekat
Aku setengah berlari menuju lapang sekolah setelah melihat teman-teman yang lain sudah berbaris dengan rapih dari gerbang sekolah.Hari ini sepertinya aku terlambat. Ini semua gara-gara aku begadang semalam memikirkan kekesalanku pada tante diah, sampai-sampai aku mencari cara untuk melarikan diri dari rumah itu."Cepat...cepat!! Segera masuk ke barisan kelas kalian masing-masing ya" Pak Muh menginstruksi siswa-siswa yang terlambat untuk masuk ke barisan.Dengan tergesa-gesa aku menaruh tasku disembarang tempat. Lalu, aku berdiri disamping barisan paduan suara, menunggu aba-aba dari protokol upacara.Ya... seperti yang sudah-sudah, aku selalu dapat posisi sebagai dirigen di setiap acara upacara bendera sejak aku SMP dan hal itu membuatku jadi terbiasa tampil aktif menjadi bagian dari petugas upacara."Pengibaran bendera merah putih diiringi lagu indonesia raya, penghormatan dipimpin oleh pemimpin upacara" nina yang saat itu terpilih sebagai pembawa acara, membaca dengan lantang poin-
Di jam istirahat aku memutuskan untuk meninggalkan uks dan kembali ke kelasku. Setelah mendapat perhatian ekstra dari kak wito dan membolos pelajaran karna sakit perut, sekarang aku lebih semangat untuk melanjutkan pelajaran. Apalagi lepas istirahat nanti ada pelajaran multimedia yang di bimbing langsung dari guru kesukaanku, pak Muh. "Eh temen-temen dengerin gue ya!" Aji, ketua kelas kami berdiri didepan papan tulis bersiap memberi pengumuman. "Apaan?" Jawab tedi, teman sebangkunya. "Iya ada apa sih?" Tanya mira, sontak anak-anak di kelas menjadi gaduh. "Masih istirahat woy!" saeful meneriaki aji dari kursi belakang, ia baru bangun tidur gara-gara kelas berubah gaduh. Kebiasaan si epul emang begitu, dia rajin bolos, nah sekalinya ada dikelas begini nih, kalau telinganya ga disumpelin headset ya sudah bisa dipastikan dia bakal molor di pojok kelas. Guru-guru sampai berenti negur dia saking bosennya lihat kelakuan ajaibnya itu. Kalau ada yang nanya, kenapa sih si epul dipertahanin