"Dinda!" Kak wito sudah berdiri di depan tendaku, begitu aku keluar tenda untuk mengikuti acara api unggun.
Ini malam terakhir kegiatan ambalan. Sebenarnya sedari tadi aku ragu untuk keluar dari tendaku. Membayangkan kak wito dan kak pay bermesraan di acara api unggun saja sudah sakit rasanya, apalagi jika nanti aku harus melihatnya langsung. Namun kenapa dia tiba-tiba ada disini? Sengaja menungguku? Untuk apa? Aku gak menjawab panggilannya, hendak pergi, tetapi tangannya dengan cepat menahanku. "Dengarkan saya dulu, dinda. Saya mohon!" Katanya dengan wajah yang nampak sedih. Aku tertahan, tanpa jawaban sepatah katapun. Hatiku berkeras, masih kecewa dengan sedikit kebencian yang mulai tumbuh. Meski ini bukan kesalahannya, karna mungkin aku yang terlalu berharap banyak padanya, padahal mungkin dia saja gak tau bagaimana perasaanku padanya. Tapi melihat wajah sedihnya, ia seperti sudah mengetahui sesuatu, tentang perasaanku? Apa dia menyesalinya sekarang? Di waktu yang sudah terlambat? "Tentang semua yang kamu lihat tolong jangan salah paham dinda. Saya akan berusaha memperbaiki semua keadaannya agar berjalan seperti seharusnya!" Katanya menatapku sungguh-sungguh. "Memperbaiki apa?" "Memperbaiki perasaan kita! Hm, maksudnya perasaanmu yang sudah saya hancurkan! Perasaanmu pada saya!" "Saya gak punya perasaan apapun sama kak wito!" Kataku menyela menutupi perasaanku, membohongi kak wito, tapi sepertinya ia menyadari kepura-puraanku. "Saya tahu saya salah dinda, saya gak pernah menyadari perasaanmu. Maafkan saya, dinda" Katanya pedih, meraih kedua tanganku "saya janji saya akan memperbaiki kesalahan saya ini, percaya sama saya ya!" Aku menghela nafas "Iya benar, aku emang punya perasaan sama kak wito, sampai akhirnya aku tahu dari kak pay kalau kalian berpacaran. Aku kecewa, sedih, hancur juga, tapi bagaimana cara kak wito mau memperbaikinya? Dengan meninggalkan kak pay? Menghancurkan perasaannya juga? Memang setelah itu kak wito yakin aku akan tetap mau sama kak wito?" Kak wito terdiam, ia seperti menelaah kata-kataku, dan kemudian "Saya akan berusaha dulu, selebihnya biar kamu yang buat keputusan untuk kita bersama atau nggaknya!" Aku menepis kedua tangannya "Perlakukan aja kak pay dengan baik, itu sudah cukup menjaga pandangan baikku untuk gak berubah terhadap kak wito seperti sebelumnya. Dan tentang perasaan ini, anggap saja gak pernah terjadi apapun, aku cuma ingin hubungan kita tetap selayaknya kakak dan adik kelasnya" Aku mengeraskan hatiku dalam sakit yang luar biasa, dan berusaha menatap datar pada lelaki yang ada di hadapanku sekarang, hanya untuk menjaga hati lain yang mungkin gak siap merasakan sakit sepertiku. "Dinda!" Nia mendekatiku, "Katanya loe mau ikut acara api unggun, kok masih disini. Ayo!" Ajaknya, mengabaikan kak wito yang masih terpaku dengan penyesalannya. *** Ku harap nanti, Waktu yang akan menemukanmu... Apakah nanti, Hatimu masihkah milikku... Aku masih menunggumu bicara Kunanti jawaban dihatimu... Dalam gelap ini, dalam diam ini... Ku masih menunggu... Nia mengajakku duduk di dekat api yang menyala tenang malam itu bersama teman-teman lain yang sudah berkumpul. "Oke semua, boleh minta tepuk tangan buat aji!" Ucap kak dicky setelah aji mengakhiri petika gitarnya, disambut dengan tepukan meriah dari teman-teman yang lain. Saat itu aji baru saja menyelesaikan lagu sampai kau bicara dari hijau daun yang dibawakannya dengan apik. Aji menunduk memberi penghormatan atas tepukan tangan teman-temannya. "Luar biasa teman kita ini, ngomong-ngomong kalau boleh tahu lagu ini dipersembahkan buat siapa ji?" "Duh malu, emang harus disebutin ya buat siapanya?" Aji salah tingkah, beberapa kali menutup wajahnya, "Iya dong sebutin, gak apa-apa besok kita pura-pura lupa tentang malam ini. Setuju gak temen-temen kalau kita bongkar aib kita masing-masing malam ini?" Seluruh teman-teman bersorak meneriaki kak dicky. Ia tertawa, lalu menyilangkan tangannya memberi instruksi untuk teman-teman kembali tenang. "Buat siapa ji, lagu yang di nyanyikan tadi?" Kak dicky menanyai aji lagi, "Gue baru tahu loh kalau si aji bisa nyanyi!" Nia berbisik. "Gue yang satu kelas aja gak tau kalau dia bisa nyanyi" jawabku yang juga berbisik pada nia yang duduk disebelah kiriku. "Hmm.. lagu ini gue persembahin buat teman-teman semua" Ucap aji, lalu matanya menuju seseorang yang ada diantara kami. "Terutama mila!" Katanya sontak membuat suasana semakin riuh. "Yang mana yang namanya mila?" Tanya kak dicky, "boleh maju ke depan sebentar kali aja aji mau menyampaikan sesuatu?" "Maju... mila... maju" Teriak anak-anak lain. Dengan paksaan teman-temannya, mila maju dengan wajah tersipu-sipu. "Ya sini mila!" Kak dicky mengarahkan mila untuk berdiri berhadapan dengan aji. "Ayo ji sekarang bilang apa yang mau sampaikan sama mila" Aji menatap mila "Aku sayang sama kamu, mila dan akan selalu sayang sampai seterusnya!" Katanya didepan teman-teman sontak membuat anak-anak cewe semakin berteriak histeris melihat keromantisan aji pada mila. Sementara aku, masih duduk tenang, menyaksikan pertunjukkan romantis mereka di depanku dengan sesekali melirik kak wito yang terus menatapku dengan putus asa. "Seru ya kisah cinta mereka!" Kak febri tiba-tiba duduk di sebelah kananku. "Ah ngagetin aja!" Kataku kesal. "Emang sampe seserius itu ngeliatin mereka? Iya sih cewek-cewek pasti seneng di romantisin gitu, wajar aja kalau loe menikmati drama mereka" Aku melirik kak febri "ngapain loe duduk disini? Bukannya duduk sama teman-teman panitia loe sana!" "Ya elah ini udah bukan acara resmi, bebas mau duduk dimana aja! Gak boleh banget gue duduk disini seharusnya loe seneng gue duduk di samping loe, secara gue kan kakak kelas yang paling ganteng di sekolah ini!" "Alah ganteng dari mananya? Dari ujung sedotan" "Loe liat aja anak-anak lain sekarang. Mereka lagi ngapain?" Aku melihat sekeliling, dan benar saja mata mereka lebih banyak tertuju padaku dan kak febri sekarang dengan tatapan senang, sementara sebagian lain menatap kami tajam dengan saling berbisik. Mereka pasti membicarakanku, iri. Jika mereka semua langsung bereaksi bagaimana tatapan kak wito padaku sekarang? Ah! Aku bahkan gak berani meliriknya. "Udah ah! pergi sana!" Usirku pada kak febri karna gak nyaman dengan tatapan teman-teman yang lain. "Gue maunya duduk disini! Terserah gue lah!" Jawabnya ngeyel. "Ya udahlah terserah loe aja!" Ucapku kesal. "Terima kasih buat aji dan mila yang udah mau hibur kami semua, Ayo siapa lagi selain aji yang mau kasih kita hiburan? Sekedar nyanyi atau mengungkap perasaan" Kata kak dicky yang masih semangat membawakan acara malam ini. "Gue bisa loh nyanyi kaya si aji itu, mau denger gak?" Kak febri menoleh padaku. "Gak usah! Tar orang-orang pada kabur denger suara loe nyanyi!" "Suara gue bagus ngaco, mau coba denger?" Kak febri langsung mengangkat tangannya. "Oke kakak kelas kita yang tampan ini mau kasih hiburan apa, silahkan maju ke depan kak febri!" Kata kak dicky menyambut lambaian kak febri. Aku mendelik menatap kak febri "gak usah macem-macem loe!" Ancamku. Kak febri terkekeh "Gue mau kasih kejutan buat loe!" Katanya membuat jantungku dagdigdug gak karuan. Apa yang mau kak febri lakukan? Kak febri melangkah ke depan dengan mantap, ia siap menerima microfon dari kak dicky. Berdiri dengan tegak disana, sambil menatapku. Nia menyenggol lenganku "Mau ngapain kak febri, nda?" Tanyanya. "Gue gak tahu!" Jawabku. Kak febri masih menatapku, memantapkan tindakannya, "Baik teman-teman semua, malam ini saya mau menyampaikan sesuatu..." ia memutus ucapannya, lalu tersenyum dengan begitu manis padaku, membuatku semakin panik. "Lanjutin woy" teriak temannya gak sabar sama sepertiku. Aku mohon kak, jangan mengatakan hal-hal konyol! "Saya mau menyampaikan terima kasih pada kalian semua untuk hiburannya malam ini! Semoga kalian semua gak melupakan momen-momen kita selama kegiatan ambalan dan kalian bisa menerapkan hal-hal positif yang didapat, di kehidupan sehari-hari kalian dan untuk hal-hal negatifnya kalian buang jauh-jauh ya. Jangan ditiru sifat kakak-kakak kelas kalian yang galak ini" Hufh! Aku menarik nafas lega karna kak febri gak mengucapkan kalimat aneh. Lagipula, kenapa juga aku mesti khawatir dengan apa yang mau disampaikan? Seperti dia ingin mengungkapkan perasaannya padaku. Memangnya siapa aku sampai harus disukai banyak orang penting di sekolah ini. Ya gak mungkin juga kak febri yang galak itu suka sama aku, kan? Aku cuma takut membuat kak febri kecewa kalau sampai ia menyukaiku, karna hatiku sudah aku simpan untuk temannya. Tapi sekarang ketakutanku terbukti sia-sia, syukurlah. Kak febri mendekatiku lagi, sambil terkekeh pelan "Gimana kejutannya seru gak?" Tanya kak febri dengan wajah senang dan puasnya sudah mengerjaiku. Aku mengacungkan jempolku tepat di depan wajahnya "Mantap!""Aku suka sama kamu, dinda!" Ucapannya membuatku sangat terkejut "Zen beneran sayang sama, dinda!" Katanya mantap.Kenapa dia menyatakan cinta secepat ini? Apa dia gak tahu apa yang baru saja terjadi? Tentang patah hatiku, memangnya nia gak bilang apa-apa sama dia? Atau dia gak mau peduli tentang itu?"Tapi zen...""Dinda gak harus jawab sekarang kalau belum siap. Dinda harus fikirin baik-baik gak usah buru-buru. Zen akan tunggu sampai dinda siap sama jawaban dinda!"Aku menatapnya, ia nampak tulus dengan mata coklatnya yang berkilat terkena sinar matahari. Apa aku jadikan dia pelarian saja? Tiba-tiba pikiran jahatku berkelebat.Aku bisa membalaskan sakit hatiku pada kak wito kalau aku menerima zendra untuk jadi kekasihku. Aku yakin kak wito pasti kecewa dan akan melupakan aku dengan cepat, supaya ia juga bisa mengurungkan niatnya untuk meninggalkan kak pay.Namun, aku benar-benar gak ada perasaan padanya, apa aku bisa membohongi perasaanku sendiri? Mengubur mimpiku untuk memiliki kek
"Gue masuk ya, biar bisa jelasin sama keluarga loe!" Kak febri turun dari motornya."Gak usah, loe balik aja kak, makasih ya udah anter-anter gue!" Kataku mendorongnya agar naik kembali ke motor.Seolah menyadari kedatanganku tiba-tiba nenek membuka pintu rumahnya,"Ada siapa dinda?" Nenek mendekatiku."Perkenalkan nek, nama saya febri, kakak kelasnya dinda!" Kak febri memperkenalkan diri lalu mencium tangan nenek."Oh kakak kelasnya dinda. Masuk dulu kalau begitu, nanti dibuatkan teh!" Sambut nenek hangat."terima kasih nek""Mari nak, sini!" Nenek mengajak kak febri masuk, "maaf ya nak febri, dinda merepotkan nak febri!" Lanjutnya."Gak apa-apa nek, saya sama sekali gak merasa direpotkan""Nak febri silahkan duduk dulu, nenek mau buatkan teh dulu!""Baik nek!"Nenek pergi untuk membuatkan teh, sementara aku diminta nenek untuk menemani kak febri. Disaat seperti ini, bersama kak febri yang konyol pun aku merasa kikuk, seperti sedang mengenalkan calon suami pada keluarga."Ada tamu ya
"Kamu ikut acara ini dinda? Memang sudah benar-benar sembuh?" Tanya kak wito yang hari itu terlihat lebih santai dengan kaos navy dan celana training hitam."Udah lebih baik kak, lagipula aku gak boleh manjain badanku!"Begitukan doktrin dari keluarga papaku yang setiap kali diteriakan ke telingaku ketika aku ketahuan istirahat. Sampai pada akhirnya aku terbiasa dengan kelelehan ini, juga terbiasa berhenti mandi dengan air hangat karena mereka pasti memarahiku acap kali kepergok membawa air hangat masuk ke dalam kamar mandi sekalipun saat badanku panas atau demam. Aku hampir jadi wonderwomen dengan ujian batin dan fisik yang terus mengasahku."Memangnya kenapa? Sesekali juga tubuhmu tetap harus di istirahatkan!"Aku melempar senyum membalas perkataan kak wito yang begitu mudah di ucapkan."Di acara jalan sehat ini kamu mau berpasangan dengan siapa?""Eh" Aku nampak kebingungan, aku bahkan gak tahu kalau acara jalan sehat kali ini harus berpasang-pasangan."Kenapa dinda?" Kak wito meng
"Deketnya sama ketua osis, pacarannya malah sama yang seangkatan, yaah payah nih dinda" Ejek kak alif, ia tiba-tiba nongol dari jendela tanpa kaca deretan kursi paling belakang lalu melompati jendela bolong tersebut untuk dapat masuk lebih cepat ke kelasku.Aku mengangsurkan sebagian tubuhku di atas meja, memandangi lalu-lalang siswa lain di depan kelasku, memgabaikannya."Dinda! Percuma dong cantik kalau gak bisa dapetin ketua osis!" Kak alif meledekku lagi, ia menjatuhkan kepalanya di atas meja, tepat berhadapan dengan kepalaku.Aku langsung menarik diri "Berisik banget sih loe, ngapain ke kelas gue?" Bentakku kesal."Yah gak jadian sama ketua osis malah jadi nenek lampir!" Kak alif cekikikan melihatku yang makin kesal. Hingga sebuah buku melayang ke arahnya."Aduh!" Pekiknya, mengusap salah satu bagian tubuhnya yang terkena lemparan buku."Balik sana kamu" Bentak Amanda dengan logat jawa khasnya,"Seru loh godain dinda yang lagi patah hati!" Katanya masih cekikikan."Balik gak ke k
Dua bulan telah berlalu, sejak aku menjalin hubungan dengan zendra, hingga gosip menyebar luas dan membuat heboh satu sekolahan. Gak cuma siswa, guru-guru pun sempat menggosip percintaan anak didiknya yang cukup rumit ini.Berbeda saat aku pertama kali jadian dengan desha, yang mana hanya anak cewek-cewek saja yang heboh dan bergunjing. Mungkin pengaruh kak wito lah yang cukup kuat sampai namaku dan kak pay melambung jadi trending topik beberapa minggu terakhir.Dua bulan yang telah berlalu, tak mengubah banyak hal, apalagi cerita tentang hubunganku yang rumit di kisah sebelumnya. Masih sama.Kak wito masih berusaha meyakinkanku, sementara kak pay masih terus menyalahkanku karena pacarnya sering menemuiku. Meski begitu, keagresifan kak wito lama-lama membuatku sedikit hilang rasa juga.Aku tahu, dia cukup menyesalinya, sampai dia harus berusaha untuk lebih dominan memperhatikanku ketimbang kak pay, kekasihnya itu, tapi sikapnya bukan malah meluluhkan hatiku yang sempat kecewa padanya,
Zendra menepikan motornya begitu kami sampai di tepi pantai. Pantai dengan panorama sang surya yang hendak beranjak menuju peraduan itu memancarkan sinar malu-malu.Aku memilih salah satu tempat di pesisir, lalu duduk nyaman dengan berpayungkan nyiur yang melambai-lambai tertepa angin."Sini zen" Aku memanggil zendra yang masih sibuk memarkir motornya dengan benar."Iya sebentar" Zendra berlari menuju tempatku duduk dengan santai."Katanya tadi ada yang mau di omongin?" Tanyaku, seraya melihatnya menyilangkan kaki di sampingku."Dinda.." Zendra nampak ingin melanjutkan, namun ragu."Ada apa? Ngomong aja" Jawabku mengalihkan pandanganku pada gulungan ombak yang beradu di bibir pantai."Setelah 2 bulan ini gimana perasaan dinda sama zen?"Ini mengingatkan aku pada ucapan nia setelah memaksaku menerima zendra. Masa traning yang menentukan bagaimana aku harus melanjutkan hubunganku dengan zendra akan lanjut atau berhenti saja sampai disini.Apa secara tidak langsung dia mengajakku untuk m
"Yah...yah...dimana ya..." Tanganku sibuk merogoh ke dalam tas mencari buku catatan dan kotak pensilku."Kenapa nda?" Tanya eka, melongok tasku yang terbuka."Buku sama kotak pensil gue ketinggalan deh kayanya diruang lab, loe duluan aja. Gue mau balik lagi ke sekolah"Aku ingat pelajaran terakhir kami tadi berlangsung di ruang lab dan aku meletakkan buku beserta kotak pensil itu di atas meja komputer, lalu lupa memasukkannya kembali ke dalam tas karna aku sibuk membantu pak muh untuk mengajari teman-teman lain yang masih belum mengerti."Mau gue temenin gak?" Tawarnya,"Gak usah, gue sendiri aja deh. Loe juga kan harus buru-buru bantuin bokap loe jualan""Beneran?""Iya. Gue tinggal ya!" Jawabku.Aku berlari kembali menuju sekolah. Berharap ruang lab belum di kunci dan masih ada orang yang tersisa di sana. Mengingat kelas multimedia adalah kelas yang paling terakhir keluar hari ini.Aku terus mempercepat langkahku. Tanpa kotak pensil itu aku gak akan bisa pulang ke rumah, uangku ada
Kak wito menautkan tangannya dan membawaku keluar dari kerumunan orang-orang yang penasaran di ruang lab. Ia seperti perisai yang siap melindungiku dari penghakiman massa. Bukan hanya itu, ia sepertinya malah ingin seluruh dunia tahu bahwa dirinya akan selalu ada untukku, sekalipun aku dan dia bukan sepasang kekasih. Sungguh nyali yang di luar nalar tanpa memikirkan perasaan kekasihnya ataupun orang yang sedang bersamaku.Bodohnya, diriku ini seolah enggan menghindar dari hal gila yang sedang terjadi. Aku menurut dan begitu patuh mengikutinya, hingga aku menemukan zendra mematung di ambang pintu dengan tatapan yang amat sendu ketika ia menemukan jariku tertaut dengan jari-jemari lelaki lain.Dashh!!!Luar biasa bukan jahatnya diriku ini?Tetapi, sifatnya yang bak dewa itu malah membuatku semakin merutuki keegoisan hatiku."Kamu gak apa-apa dinda?" Tanyanya meraih tanganku yang satunya, bahkan saat kak wito belum melepas genggaman tangannya terhadapku.Bisa dibayangkan? Dengan wajah ku