"Dinda!" Kak wito sudah berdiri di depan tendaku, begitu aku keluar tenda untuk mengikuti acara api unggun.
Ini malam terakhir kegiatan ambalan. Sebenarnya sedari tadi aku ragu untuk keluar dari tendaku. Membayangkan kak wito dan kak pay bermesraan di acara api unggun saja sudah sakit rasanya, apalagi jika nanti aku harus melihatnya langsung. Namun kenapa dia tiba-tiba ada disini? Sengaja menungguku? Untuk apa? Aku gak menjawab panggilannya, hendak pergi, tetapi tangannya dengan cepat menahanku. "Dengarkan saya dulu, dinda. Saya mohon!" Katanya dengan wajah yang nampak sedih. Aku tertahan, tanpa jawaban sepatah katapun. Hatiku berkeras, masih kecewa dengan sedikit kebencian yang mulai tumbuh. Meski ini bukan kesalahannya, karna mungkin aku yang terlalu berharap banyak padanya, padahal mungkin dia saja gak tau bagaimana perasaanku padanya. Tapi melihat wajah sedihnya, ia seperti sudah mengetahui sesuatu, tentang perasaanku? Apa dia menyesalinya sekarang? Di waktu yang sudah terlambat? "Tentang semua yang kamu lihat tolong jangan salah paham dinda. Saya akan berusaha memperbaiki semua keadaannya agar berjalan seperti seharusnya!" Katanya menatapku sungguh-sungguh. "Memperbaiki apa?" "Memperbaiki perasaan kita! Hm, maksudnya perasaanmu yang sudah saya hancurkan! Perasaanmu pada saya!" "Saya gak punya perasaan apapun sama kak wito!" Kataku menyela menutupi perasaanku, membohongi kak wito, tapi sepertinya ia menyadari kepura-puraanku. "Saya tahu saya salah dinda, saya gak pernah menyadari perasaanmu. Maafkan saya, dinda" Katanya pedih, meraih kedua tanganku "saya janji saya akan memperbaiki kesalahan saya ini, percaya sama saya ya!" Aku menghela nafas "Iya benar, aku emang punya perasaan sama kak wito, sampai akhirnya aku tahu dari kak pay kalau kalian berpacaran. Aku kecewa, sedih, hancur juga, tapi bagaimana cara kak wito mau memperbaikinya? Dengan meninggalkan kak pay? Menghancurkan perasaannya juga? Memang setelah itu kak wito yakin aku akan tetap mau sama kak wito?" Kak wito terdiam, ia seperti menelaah kata-kataku, dan kemudian "Saya akan berusaha dulu, selebihnya biar kamu yang buat keputusan untuk kita bersama atau nggaknya!" Aku menepis kedua tangannya "Perlakukan aja kak pay dengan baik, itu sudah cukup menjaga pandangan baikku untuk gak berubah terhadap kak wito seperti sebelumnya. Dan tentang perasaan ini, anggap saja gak pernah terjadi apapun, aku cuma ingin hubungan kita tetap selayaknya kakak dan adik kelasnya" Aku mengeraskan hatiku dalam sakit yang luar biasa, dan berusaha menatap datar pada lelaki yang ada di hadapanku sekarang, hanya untuk menjaga hati lain yang mungkin gak siap merasakan sakit sepertiku. "Dinda!" Nia mendekatiku, "Katanya loe mau ikut acara api unggun, kok masih disini. Ayo!" Ajaknya, mengabaikan kak wito yang masih terpaku dengan penyesalannya. *** Ku harap nanti, Waktu yang akan menemukanmu... Apakah nanti, Hatimu masihkah milikku... Aku masih menunggumu bicara Kunanti jawaban dihatimu... Dalam gelap ini, dalam diam ini... Ku masih menunggu... Nia mengajakku duduk di dekat api yang menyala tenang malam itu bersama teman-teman lain yang sudah berkumpul. "Oke semua, boleh minta tepuk tangan buat aji!" Ucap kak dicky setelah aji mengakhiri petika gitarnya, disambut dengan tepukan meriah dari teman-teman yang lain. Saat itu aji baru saja menyelesaikan lagu sampai kau bicara dari hijau daun yang dibawakannya dengan apik. Aji menunduk memberi penghormatan atas tepukan tangan teman-temannya. "Luar biasa teman kita ini, ngomong-ngomong kalau boleh tahu lagu ini dipersembahkan buat siapa ji?" "Duh malu, emang harus disebutin ya buat siapanya?" Aji salah tingkah, beberapa kali menutup wajahnya, "Iya dong sebutin, gak apa-apa besok kita pura-pura lupa tentang malam ini. Setuju gak temen-temen kalau kita bongkar aib kita masing-masing malam ini?" Seluruh teman-teman bersorak meneriaki kak dicky. Ia tertawa, lalu menyilangkan tangannya memberi instruksi untuk teman-teman kembali tenang. "Buat siapa ji, lagu yang di nyanyikan tadi?" Kak dicky menanyai aji lagi, "Gue baru tahu loh kalau si aji bisa nyanyi!" Nia berbisik. "Gue yang satu kelas aja gak tau kalau dia bisa nyanyi" jawabku yang juga berbisik pada nia yang duduk disebelah kiriku. "Hmm.. lagu ini gue persembahin buat teman-teman semua" Ucap aji, lalu matanya menuju seseorang yang ada diantara kami. "Terutama mila!" Katanya sontak membuat suasana semakin riuh. "Yang mana yang namanya mila?" Tanya kak dicky, "boleh maju ke depan sebentar kali aja aji mau menyampaikan sesuatu?" "Maju... mila... maju" Teriak anak-anak lain. Dengan paksaan teman-temannya, mila maju dengan wajah tersipu-sipu. "Ya sini mila!" Kak dicky mengarahkan mila untuk berdiri berhadapan dengan aji. "Ayo ji sekarang bilang apa yang mau sampaikan sama mila" Aji menatap mila "Aku sayang sama kamu, mila dan akan selalu sayang sampai seterusnya!" Katanya didepan teman-teman sontak membuat anak-anak cewe semakin berteriak histeris melihat keromantisan aji pada mila. Sementara aku, masih duduk tenang, menyaksikan pertunjukkan romantis mereka di depanku dengan sesekali melirik kak wito yang terus menatapku dengan putus asa. "Seru ya kisah cinta mereka!" Kak febri tiba-tiba duduk di sebelah kananku. "Ah ngagetin aja!" Kataku kesal. "Emang sampe seserius itu ngeliatin mereka? Iya sih cewek-cewek pasti seneng di romantisin gitu, wajar aja kalau loe menikmati drama mereka" Aku melirik kak febri "ngapain loe duduk disini? Bukannya duduk sama teman-teman panitia loe sana!" "Ya elah ini udah bukan acara resmi, bebas mau duduk dimana aja! Gak boleh banget gue duduk disini seharusnya loe seneng gue duduk di samping loe, secara gue kan kakak kelas yang paling ganteng di sekolah ini!" "Alah ganteng dari mananya? Dari ujung sedotan" "Loe liat aja anak-anak lain sekarang. Mereka lagi ngapain?" Aku melihat sekeliling, dan benar saja mata mereka lebih banyak tertuju padaku dan kak febri sekarang dengan tatapan senang, sementara sebagian lain menatap kami tajam dengan saling berbisik. Mereka pasti membicarakanku, iri. Jika mereka semua langsung bereaksi bagaimana tatapan kak wito padaku sekarang? Ah! Aku bahkan gak berani meliriknya. "Udah ah! pergi sana!" Usirku pada kak febri karna gak nyaman dengan tatapan teman-teman yang lain. "Gue maunya duduk disini! Terserah gue lah!" Jawabnya ngeyel. "Ya udahlah terserah loe aja!" Ucapku kesal. "Terima kasih buat aji dan mila yang udah mau hibur kami semua, Ayo siapa lagi selain aji yang mau kasih kita hiburan? Sekedar nyanyi atau mengungkap perasaan" Kata kak dicky yang masih semangat membawakan acara malam ini. "Gue bisa loh nyanyi kaya si aji itu, mau denger gak?" Kak febri menoleh padaku. "Gak usah! Tar orang-orang pada kabur denger suara loe nyanyi!" "Suara gue bagus ngaco, mau coba denger?" Kak febri langsung mengangkat tangannya. "Oke kakak kelas kita yang tampan ini mau kasih hiburan apa, silahkan maju ke depan kak febri!" Kata kak dicky menyambut lambaian kak febri. Aku mendelik menatap kak febri "gak usah macem-macem loe!" Ancamku. Kak febri terkekeh "Gue mau kasih kejutan buat loe!" Katanya membuat jantungku dagdigdug gak karuan. Apa yang mau kak febri lakukan? Kak febri melangkah ke depan dengan mantap, ia siap menerima microfon dari kak dicky. Berdiri dengan tegak disana, sambil menatapku. Nia menyenggol lenganku "Mau ngapain kak febri, nda?" Tanyanya. "Gue gak tahu!" Jawabku. Kak febri masih menatapku, memantapkan tindakannya, "Baik teman-teman semua, malam ini saya mau menyampaikan sesuatu..." ia memutus ucapannya, lalu tersenyum dengan begitu manis padaku, membuatku semakin panik. "Lanjutin woy" teriak temannya gak sabar sama sepertiku. Aku mohon kak, jangan mengatakan hal-hal konyol! "Saya mau menyampaikan terima kasih pada kalian semua untuk hiburannya malam ini! Semoga kalian semua gak melupakan momen-momen kita selama kegiatan ambalan dan kalian bisa menerapkan hal-hal positif yang didapat, di kehidupan sehari-hari kalian dan untuk hal-hal negatifnya kalian buang jauh-jauh ya. Jangan ditiru sifat kakak-kakak kelas kalian yang galak ini" Hufh! Aku menarik nafas lega karna kak febri gak mengucapkan kalimat aneh. Lagipula, kenapa juga aku mesti khawatir dengan apa yang mau disampaikan? Seperti dia ingin mengungkapkan perasaannya padaku. Memangnya siapa aku sampai harus disukai banyak orang penting di sekolah ini. Ya gak mungkin juga kak febri yang galak itu suka sama aku, kan? Aku cuma takut membuat kak febri kecewa kalau sampai ia menyukaiku, karna hatiku sudah aku simpan untuk temannya. Tapi sekarang ketakutanku terbukti sia-sia, syukurlah. Kak febri mendekatiku lagi, sambil terkekeh pelan "Gimana kejutannya seru gak?" Tanya kak febri dengan wajah senang dan puasnya sudah mengerjaiku. Aku mengacungkan jempolku tepat di depan wajahnya "Mantap!""Aku suka sama kamu, dinda!" Ucapannya membuatku sangat terkejut "Zen beneran sayang sama, dinda!" Katanya mantap.Kenapa dia menyatakan cinta secepat ini? Apa dia gak tahu apa yang baru saja terjadi? Tentang patah hatiku, memangnya nia gak bilang apa-apa sama dia? Atau dia gak mau peduli tentang itu?"Tapi zen...""Dinda gak harus jawab sekarang kalau belum siap. Dinda harus fikirin baik-baik gak usah buru-buru. Zen akan tunggu sampai dinda siap sama jawaban dinda!"Aku menatapnya, ia nampak tulus dengan mata coklatnya yang berkilat terkena sinar matahari. Apa aku jadikan dia pelarian saja? Tiba-tiba pikiran jahatku berkelebat.Aku bisa membalaskan sakit hatiku pada kak wito kalau aku menerima zendra untuk jadi kekasihku. Aku yakin kak wito pasti kecewa dan akan melupakan aku dengan cepat, supaya ia juga bisa mengurungkan niatnya untuk meninggalkan kak pay.Namun, aku benar-benar gak ada perasaan padanya, apa aku bisa membohongi perasaanku sendiri? Mengubur mimpiku untuk memiliki kek
"Gue masuk ya, biar bisa jelasin sama keluarga loe!" Kak febri turun dari motornya."Gak usah, loe balik aja kak, makasih ya udah anter-anter gue!" Kataku mendorongnya agar naik kembali ke motor.Seolah menyadari kedatanganku tiba-tiba nenek membuka pintu rumahnya,"Ada siapa dinda?" Nenek mendekatiku."Perkenalkan nek, nama saya febri, kakak kelasnya dinda!" Kak febri memperkenalkan diri lalu mencium tangan nenek."Oh kakak kelasnya dinda. Masuk dulu kalau begitu, nanti dibuatkan teh!" Sambut nenek hangat."terima kasih nek""Mari nak, sini!" Nenek mengajak kak febri masuk, "maaf ya nak febri, dinda merepotkan nak febri!" Lanjutnya."Gak apa-apa nek, saya sama sekali gak merasa direpotkan""Nak febri silahkan duduk dulu, nenek mau buatkan teh dulu!""Baik nek!"Nenek pergi untuk membuatkan teh, sementara aku diminta nenek untuk menemani kak febri. Disaat seperti ini, bersama kak febri yang konyol pun aku merasa kikuk, seperti sedang mengenalkan calon suami pada keluarga."Ada tamu ya
"Kamu ikut acara ini dinda? Memang sudah benar-benar sembuh?" Tanya kak wito yang hari itu terlihat lebih santai dengan kaos navy dan celana training hitam."Udah lebih baik kak, lagipula aku gak boleh manjain badanku!"Begitukan doktrin dari keluarga papaku yang setiap kali diteriakan ke telingaku ketika aku ketahuan istirahat. Sampai pada akhirnya aku terbiasa dengan kelelehan ini, juga terbiasa berhenti mandi dengan air hangat karena mereka pasti memarahiku acap kali kepergok membawa air hangat masuk ke dalam kamar mandi sekalipun saat badanku panas atau demam. Aku hampir jadi wonderwomen dengan ujian batin dan fisik yang terus mengasahku."Memangnya kenapa? Sesekali juga tubuhmu tetap harus di istirahatkan!"Aku melempar senyum membalas perkataan kak wito yang begitu mudah di ucapkan."Di acara jalan sehat ini kamu mau berpasangan dengan siapa?""Eh" Aku nampak kebingungan, aku bahkan gak tahu kalau acara jalan sehat kali ini harus berpasang-pasangan."Kenapa dinda?" Kak wito meng
"Deketnya sama ketua osis, pacarannya malah sama yang seangkatan, yaah payah nih dinda" Ejek kak alif, ia tiba-tiba nongol dari jendela tanpa kaca deretan kursi paling belakang lalu melompati jendela bolong tersebut untuk dapat masuk lebih cepat ke kelasku.Aku mengangsurkan sebagian tubuhku di atas meja, memandangi lalu-lalang siswa lain di depan kelasku, memgabaikannya."Dinda! Percuma dong cantik kalau gak bisa dapetin ketua osis!" Kak alif meledekku lagi, ia menjatuhkan kepalanya di atas meja, tepat berhadapan dengan kepalaku.Aku langsung menarik diri "Berisik banget sih loe, ngapain ke kelas gue?" Bentakku kesal."Yah gak jadian sama ketua osis malah jadi nenek lampir!" Kak alif cekikikan melihatku yang makin kesal. Hingga sebuah buku melayang ke arahnya."Aduh!" Pekiknya, mengusap salah satu bagian tubuhnya yang terkena lemparan buku."Balik sana kamu" Bentak Amanda dengan logat jawa khasnya,"Seru loh godain dinda yang lagi patah hati!" Katanya masih cekikikan."Balik gak ke k
Dua bulan telah berlalu, sejak aku menjalin hubungan dengan zendra, hingga gosip menyebar luas dan membuat heboh satu sekolahan. Gak cuma siswa, guru-guru pun sempat menggosip percintaan anak didiknya yang cukup rumit ini.Berbeda saat aku pertama kali jadian dengan desha, yang mana hanya anak cewek-cewek saja yang heboh dan bergunjing. Mungkin pengaruh kak wito lah yang cukup kuat sampai namaku dan kak pay melambung jadi trending topik beberapa minggu terakhir.Dua bulan yang telah berlalu, tak mengubah banyak hal, apalagi cerita tentang hubunganku yang rumit di kisah sebelumnya. Masih sama.Kak wito masih berusaha meyakinkanku, sementara kak pay masih terus menyalahkanku karena pacarnya sering menemuiku. Meski begitu, keagresifan kak wito lama-lama membuatku sedikit hilang rasa juga.Aku tahu, dia cukup menyesalinya, sampai dia harus berusaha untuk lebih dominan memperhatikanku ketimbang kak pay, kekasihnya itu, tapi sikapnya bukan malah meluluhkan hatiku yang sempat kecewa padanya,
Zendra menepikan motornya begitu kami sampai di tepi pantai. Pantai dengan panorama sang surya yang hendak beranjak menuju peraduan itu memancarkan sinar malu-malu.Aku memilih salah satu tempat di pesisir, lalu duduk nyaman dengan berpayungkan nyiur yang melambai-lambai tertepa angin."Sini zen" Aku memanggil zendra yang masih sibuk memarkir motornya dengan benar."Iya sebentar" Zendra berlari menuju tempatku duduk dengan santai."Katanya tadi ada yang mau di omongin?" Tanyaku, seraya melihatnya menyilangkan kaki di sampingku."Dinda.." Zendra nampak ingin melanjutkan, namun ragu."Ada apa? Ngomong aja" Jawabku mengalihkan pandanganku pada gulungan ombak yang beradu di bibir pantai."Setelah 2 bulan ini gimana perasaan dinda sama zen?"Ini mengingatkan aku pada ucapan nia setelah memaksaku menerima zendra. Masa traning yang menentukan bagaimana aku harus melanjutkan hubunganku dengan zendra akan lanjut atau berhenti saja sampai disini.Apa secara tidak langsung dia mengajakku untuk m
"Yah...yah...dimana ya..." Tanganku sibuk merogoh ke dalam tas mencari buku catatan dan kotak pensilku."Kenapa nda?" Tanya eka, melongok tasku yang terbuka."Buku sama kotak pensil gue ketinggalan deh kayanya diruang lab, loe duluan aja. Gue mau balik lagi ke sekolah"Aku ingat pelajaran terakhir kami tadi berlangsung di ruang lab dan aku meletakkan buku beserta kotak pensil itu di atas meja komputer, lalu lupa memasukkannya kembali ke dalam tas karna aku sibuk membantu pak muh untuk mengajari teman-teman lain yang masih belum mengerti."Mau gue temenin gak?" Tawarnya,"Gak usah, gue sendiri aja deh. Loe juga kan harus buru-buru bantuin bokap loe jualan""Beneran?""Iya. Gue tinggal ya!" Jawabku.Aku berlari kembali menuju sekolah. Berharap ruang lab belum di kunci dan masih ada orang yang tersisa di sana. Mengingat kelas multimedia adalah kelas yang paling terakhir keluar hari ini.Aku terus mempercepat langkahku. Tanpa kotak pensil itu aku gak akan bisa pulang ke rumah, uangku ada
Kak wito menautkan tangannya dan membawaku keluar dari kerumunan orang-orang yang penasaran di ruang lab. Ia seperti perisai yang siap melindungiku dari penghakiman massa. Bukan hanya itu, ia sepertinya malah ingin seluruh dunia tahu bahwa dirinya akan selalu ada untukku, sekalipun aku dan dia bukan sepasang kekasih. Sungguh nyali yang di luar nalar tanpa memikirkan perasaan kekasihnya ataupun orang yang sedang bersamaku.Bodohnya, diriku ini seolah enggan menghindar dari hal gila yang sedang terjadi. Aku menurut dan begitu patuh mengikutinya, hingga aku menemukan zendra mematung di ambang pintu dengan tatapan yang amat sendu ketika ia menemukan jariku tertaut dengan jari-jemari lelaki lain.Dashh!!!Luar biasa bukan jahatnya diriku ini?Tetapi, sifatnya yang bak dewa itu malah membuatku semakin merutuki keegoisan hatiku."Kamu gak apa-apa dinda?" Tanyanya meraih tanganku yang satunya, bahkan saat kak wito belum melepas genggaman tangannya terhadapku.Bisa dibayangkan? Dengan wajah ku
Perpisahan itu nyata adanya. Kehilangan orang - orang dalam hidup adalah kebiasaan yang tidak pernah membuatku terbiasa.Aku hanya orang biasa yang tidak mampu menahan beban kerinduan dari sebuah kata yaitu PERPISAHAN.Aku menulis buku ini sebagai sebuah penghormatan juga pengenang untuk orang - orang yang pernah hadir dengan baik dihidupku.Memberiku suka dan duka, tawa dan tangis yang sampai 16 tahun ini masih aku ingat dengan baik.Alur ceritanya memang tidak semuanya sama. Karena aku hanya mencoba mengulang yang ada dalam ingatanku yang sudah tidak terlalu baik ini.Mungkin bagi yang lain, di sepanjang hidup mereka, Tuhan masih menyisakan beberapa sahabat terbaik untuk bersama mendampingi hingga akhir usia. Berbeda denganku yang benar - benar harus kehilangan semuanya tanpa tersisa.Aku harap dengan buku ini, aku dapat mengingat semua orang - orang terbaik dalam hidupku terutama saat aku berada di masa peralihan dari anak - anak menuju dewasa.Sejujurnya dari masa SMK lah semua ke
Malam itu setelah aku kembali dari tahlilan 40 harian mendiang kak wito, aku baru ingat kalau malam ini ada janji bertemu dengan Gugun. Begitu sampai rumah aku kembali berpamitan kepada mama untuk pergi menemui Gugun yang mungkin sudah menungguku di halte.Aku sedikit berlari agar dapat cepat sampai di halte. Aku melirik pada jam tanganku dan waktu sudah menunjukkan pukul 21.00. Sedikit gak yakin jika Gugun masih menungguku di halte bis yang aku janjikan.Nafasku terengah - engah karena sudah berlari cukup jauh, tetapi usahaku gak sia - sia karena ternyata Gugun memang masih menungguku di sana."Maaf gue baru datang, udah lama nunggunya?" Tanyaku begitu sampai di halte."Saya nunggu kakak dari jam 7 malam di sini. Saya kira kakak gak akan datang""Loe gila nungguin gue sampai 2 jam? Kenapa loe gak pulang aja sih?""Saya takut saat saya pulang kakak malah datang dan ngira saya bohong karna gak menemukan saya di sini. Jadi saya tunggu, saya fikir saya akan tetap menunggu sampai jam 12 m
"Loe bener - bener ya, masa minta mantan gue buat traktir kita" aku mendumel kesal begitu kami berjalan kembali masuk ke sekolah."Ya biarin aja sih lagian Esha juga ikhlas kok traktir kita. Kali aja loe jadi bisa mempertimbangkan buat dia jadi pacar loe lagi" jawab Eka santai."Gak ya klo harus balikan lagi sama mantan. Kecuali....""Zendra? Ah bosen gue dengernya""Perasaan gue masih banyak banget buat dia, Ka""Udahlah lupain soal dia. Mending loe pacarin tuh adik - adik kelas biar loe makin populer" Eka menjeda ucapannya sebentar, membuatku penasaran "Populer dengan total mantan terbanyak haha" Eka terbahak meledekku."Sialan loe" Aku mengeplak lengan Eka.Memang dia pikir semudah itu aku bisa berganti hati, meskipun aku memang bisa melakukannya apa bisa menjamin dengan memacari sembarang orang sebagai pelampiasan bisa membuatku cepat move on."Oh iya loe nanti ikut kegiatan pramuka enggak?" Tanyaku teringat bahwa hari ini sudah hari jumat dan sekolah kami rutin mengadakan kegiata
Matahari siang cukup terik membakar tubuhku. Perjalanan dari sekolah menuju rumahku gak melulu dipayungi oleh pepohonan. Terkadang aku juga melewati lapang gersang dan trotoar yang banyak kios tanpa ada satu pun pohon yang tumbuh di sana.Hari itu aku pulang bersama Eka dan beberapa teman lain. Dan otakku hampir mendidih karena mereka yang terus membahas masalah Gugun yang dihukum berkeliling kelas untuk meminta maaf."Menurut gue parah sih si hendrik. Dia udah kelas XII pikirannya masih aja lemot" Ucap Nina yang saat itu berjalan bersama kami. Dia adalah siswi dari kelas akutansi."Iya jahat banget si Hendrik apalagi ya ampun gue gak tega liat cowok ganteng dihukum begitu" Sahut Eka dengan nada manja."Tapi menurut gue ada benernya juga kok Hendri hukum adik kelas begitu biar gak ngelunjak" Mira malah mengompori."Gak bisa gue gak terima kalau hukumannya dengan cara begitu. Dulu aja waktu angkatan kita gak ada tuh kakak kelas yang menghukum adik kelasnya begitu" Balas Nina.Aku yang
Aku menuju kantin dan memesan sesuatu di sana. Sejak kelulusan Kak Febri, aku gak kesulitan memesan makanan di kantin meskipun kondisi kantin dalam keadaan penuh sesak. Pelayan kantin selalu mendahulukan pesananku untuk tiba lebih dulu. Kemudahan yang aku dapat itu, aku yakin gak lepas dari campur tangan kak Febri, karena hanya dia yang selalu didahulukan oleh penjaga kantin saat memesan sesuatu. Sambil menunggu aku duduk di kursi tempat biasa kak Febri duduk di sana. Ajaibnya sejak dia gak ada di sekolah ini pun kursi itu selalu kosong gak ada yang berani menempati."Hai kak... akhirnya kita dipertemukan lagi" Gugun berdiri di depanku."Eh... iya...kita udah beberapa kali ketemu yaa hari ini""Tiga kali kak, mungkin sampai kita pulang nanti akan bertambah" Katanya tersenyum padaku."Mm mungkin. Gue sering mondar - mandir di sekolah ini jadi wajar kalau loe bakal sering ketemu gue. Siap - siap aja buat bosen ngeliat muka gue""Saya gak mungkin bosen lihat wajah kakak, justru sebalikn
Angin di awal bulan juli berhembus dengan sejuk. Desirannya menggoyahkan dedaunan dan pepohonan yang tumbuh di sekitar gerbang sekolahku. Sinar mentari hadir ke permukaan bumi dengan leluasa tanpa penghalang, membentuk bayang - bayang di atas jalan berbatu tempat yang aku pijak kini.Aku berdiri di sini, di atas jalan berbatu beberapa meter di depan gerbang sekolah. Melihat beberapa motor melintas memasuki gerbang sekolah. Beberapa hari yang lalu, tempat ini menjadi tempat untuk saling berucap sampai jumpa dan salam perpisahan dengan orang - orang yang pernah dekat denganku. Di sini tempat pertama kali aku bertemu dengan Kak Wito dan di tempat ini pula lah kami mengakhiri pertemuan kami untuk selama - lamanya.Hari perpisahan memang hari paling menyakitkan sedunia. Satu hari yang amat berharga dari 365 yang ada dalam setahun. Beberapa jam yang mewakili keakraban yang terjalin selama ini dan sekarang mereka sudah benar - benar pergi.Aku berdiri di sini, berusaha mengingat segala hal y
Aku bolak - balik mengoper chanel tv karena merasa bosan. Seharian suntuk selama berhari - hari kegiatanku selalu itu - itu saja semenjak libur sekolah. Bangun tidur, sarapan, bantuin mama beresin rumah, nonton tv, sampai waktu kembali malam.Oh Tuhan! Apes banget nasib si jomblo kesepian ini."Dinda mama pergi dulu ya, kamu hati - hati di rumah"Mama berpamitan padaku. Pakaiannya sudah sangat lengkap dan rapi."Mama mau kemana?" Tanyaku heran, tentu saja karena mama memang gak pernah tampil serapih ini selain pergi ke acara undangan. Tapi beberapa hari ini aku gak pernah lihat ada surat undangan jadi gak mungkin dong mama pergi untuk menghadiri acara pernikahan."Mama mau ada perlu. Mama pergi ya sayang, jangan lupa kunci pintu" Katanya lalu keluar.Aku yang penasaran, langsung mengendap - endap mengikuti mama. Di halaman rumah sudah ada sebuah mobil berwarna biru menunggu lalu gak lama seorang pria yang usianya terlihat lebih muda dari mama keluar dari mobil itu. Gak lupa mereka cip
Kak Febri menurunkanku di halaman rumah setelah kami menghadiri acara tahlilan di hari ke tujuh di rumah almarhum Kak Wito."Gue gak masuk ya, soalnya gue buru - buru""Sok sibuk banget sih loe, Kak""Gue langsung pulang. Lagipula tadi gue udah pamitan sama mama""Ya udah deh terserah loe. Hati - hati di jalan ya kak!"Aku melambaikan tangan pada motor Kak Febri yang berlalu pergi. Lalu setelah motor itu sudah semakin menjauh aku masuk ke dalam rumah. Menemukan mama yang masih menungguku pulang di sofa ruang tamu."Sudah pulang Dinda?" Tanya mama menyambutku."Iya mah, mama kok belum tidur?""Mama lagi nungguin kamu. Febri mana gak mampir dulu?""Dia langsung pulang, buru - buru katanya""Oh dia langsung berangkat ya?""Berangkat ke mana?""Ke bandung. Memang Febri gak bilang sama Dinda?"Aku syok, gak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar. Ternyata kehilanganku gak cukup berhenti sampai kak wito, setelah kak Alif di acara tahlilan tadi sempat mengucapkan perpisahan karena diri
Aku dan Umay kembali ke kursi di depan panggung. Menyaksikan acara inti dari keseluruhan acara hari ini. Acara pelepasan kelas XII.Mereka berbaris di hadapan kami semua, dengan bangga dan bahagia, tapi aku justru menangis melihat kebahagiaan yang terlukis di wajah mereka. Berat untuk melepaskan yang sudah pernah dekat dan untuk kesekian kalinya aku harus menerima kehilangan.Setelah hari ini, sekolahan akan berlangsung seperti biasanya tanpa mereka. Terutama tanpa Kak Febri yang menyebalkan, tanpa Kak Alif yang rese juga tanpa Kak Wito yang perhatian. Si ketua osis yang pertama kali aku cintai di sekolah ini.Satu tahun berlalu begitu saja. Gak terasa pertemuan itu sekarang hanya menyisakan momen perpisahan.Aku banyak belajar dari mereka, aku banyak mendapat pengalaman yang mengesankan, yang belum pernah aku dapatkan selama aku duduk di bangku SMP. Tentu saja, pusat dari segala usia adalah saat - saat remaja. Saat masa putih abu - abu. Masa peralihan di antara anak - anak menuju dew