Siang itu, setelah jam istirahat, seluruh siswa diminta untuk berkumpul di lapangan upacara secara mendadak. Ada pak muh, kak wito, kak febri, dan beberapa orang kakak kelas lainnya yang juga sudah berdiri tegak di hadapan seluruh siswa untuk memberi pengumuman.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat siang semuanya" pak muh membuka percakapan disusul jawaban salam oleh seluruh siswa yang hadir dilapangan. "Baik anak-anakku sekalian, terima kasih sudah mau berkumpul di lapangan siang hari ini" lanjutnya lagi, "Panas pak!" Teriak seorang siswa disampingku, kak hendrik, dia siswa kelas XI. Sontak siswa lain ikut riuh mengeluh menyusul teriakan kak hendrik. "Iya bapak paham, makanya untuk mempersingkat waktu, di mohon tenang ya semuanya! Disini bukan bapak yang mau menyampaikan pengumuman, tapi perwakilan dari teman-teman kalian semua. Silahkan wito, atau febri yang akan menyampaikan?" Pak muh bergerak mundur dan mempersilahkan siswanya untuk maju memberi pengumuman yang membuat gaduh di bawah terik matahari ini. "Terima kasih sebelumnya pak muh sudah mengijinkan kami untuk memberi pengumuman pada teman-teman kami" Kak wito membuka ucapan. "Buruan woy panas!" Teriak kak hendrik lagi, gak sabar. "Panas ya? Kasian deh kalian!" Canda kak febri, mengundang teriakan, terutama dari kaum cewek-cewek yang menggilai ketampanannya. Sedangkan aku tetap fokus pada kak wito yang tersenyum lepas mendengar teman disebelahnya itu diteriaki habis-habisan. "Ok teman-teman, singkat saja pengumumannya. Besok mulai tanggal 14 agustus sampai tanggal 15 agustus, di sekolahan ini akan mengadakan kegiatan ambalan ya" Kak wito memberi informasi. "Huuuh" para siswa serentak berteriak. Ambalan adalah salah satu kegiatan pramuka yang rutin diadakan di sekolah ini setiap setahun sekali. Kegiatan ambalan biasanya berlangsung 2 hari 2 malam berturut-turut dengan menginap dan membangun tenda ditempat yang sudah ditentukan seperti acara pramuka lain pada umumnya. Kegiatan ini diadakan untuk memperingati hari pramuka, juga untuk mempererat keakraban antar siswa. Adapun beberapa kegiatan yang akan diselenggarakan selama masa ambalan, yaitu seperti mengenal lebih dalam ilmu pramuka, olahraga pagi, jelajah alam, jerit malam, dan biasanya kegiatan ditutup dengan acara api unggun dimalam terakhir menginap. "Kegiatan ini gak wajib ya! Tapi wajib perwakilan beberapa siswa dari setiap kelas dan panitia sudah mempersiapkan nama-nama siswa yang wajib ikut. Jadi yang nanti disebutkan namanya wajib ikut disertakan dengan persetujuan dari orang tua" Sambung kak wito. "Kalau namanya gak disebut, tapi mau ikut gimana kak?" Tanya salah seorang siswa "Boleh, silahkan saja, tapi tetap harus disertakan dengan bukti persetujuan dari orangtua ya!" Jawab kak wito. "Orang tua saya udah meninggalkan, minta ijin siapa dong?" Canda kak hendrik, pura-pura gak paham padahal dia pasti sudah pernah ikut ambalan sebelumnya. "Ah elah, make nanya loe, ndrik!" Kak febri menyahuti sewot. Kesabarannya memang setipis tisu. "Jangan galak-galak dong kak febri, nanti cewek-ceweknya pada kabur loh!" Kak hendrik lagi-lagi memicu keriuhan. "Ok mohon tenang semuanya!" Kak wito meredam keriuhan "Karna disini panas, jadi untuk nama-nama siswa yang wajib ikut nanti ketua kelas masing-masing yang menyampaikan ya. Cukup sekian dari kami, terima kasih. Wabillahi taufik wal hidayah wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Kak wito menutup pidatonya dengan apik. *** "Kalau kepilih loe mau ikut gak dinda?" Tanya manda padaku, "Pasti ikut sih daripada jenuh dirumah" Tentunya, agar aku dapat refresh otak sejenak bermalam ditempat yang berbeda. "Kalau loe gimana manda?" "Kalau loe ikut, gue juga ikut deh!" Jawab amanda senang. Brug!! Seseorang tiba-tiba menabrakku dengan kencang, hingga tubuhku hampir tersungkur. "Eh loe kalau jalan minggir dong!" Cerca seseorang yang baru saja menabrakku. Aku mendelik tak percaya. Bukannya minta maaf sudah menabrakku, ia malah balik menyalahkanku. "Loe gak punya mata? Ngapain nabrak gue?" Balasku gak terima. "Dinda udah yok, kita balik ke kelas aja!" Amanda menahan tubuhku yang bersiap menantang orang tersebut. Sepertinya dia kakak kelas, tapi entah kelas XI atau kelas XII "Sini loe!" Seseorang yang lain menarik tanganku. Mereka membawaku menuju toilet. Membanting tubuhku ke dinding disamping kaca toilet wanita. Lalu, mengepungku secara bergerombol. Mereka terdiri dari 5 orang, 2 orang diantaranya memiliki tubuh yang lebih pendek dariku, sementara 3 lainnya menjulang lebih tinggi dariku. Mereka memasang wajah-wajah sinis dan jijik melihatku. "Eh loe anak pindahan, ngapain loe goda-godain kak wito?" Tanya salah seorang dari mereka. Oh rupanya karena kak wito? Dan mereka salah paham. "Saya gak godain kak wito kak!" Jawabku cepat. "Klo loe gak godain dia, ngapain dia nungguin loe di uks sama kak febri pula?" Tanya seorang lagi "Dih emang loe siapa?" Lanjutnya sinis. Aku menghela nafas, Justru itu, aku juga gak tahu! "Jangan mentang-mentang karna loe pindahan dari jakarta, loe bisa seenaknya ya ngerebut pacar orang" Pacar??? Aku terhentak kaget mengetahui bahwa ternyata kak wito sudah memiliki kekasih dan dia termasuk salah satu dari 5 orang yang sedang membully-ku sekarang. Yang mana orangnya? Seperti apa orang yang beruntung dapatkan hati kak wito itu? Menyadari reaksi gak biasaku, salah satu orang yang lebih pendek dariku maju lebih mendekat padaku. "Loe gak bisa rebut pacar gue gitu aja, njing!" Umpatnya, memberi penekanan diakhir kata. "Gue gak tau kalo kak wito udah punya pacar, dan kalo emang dia punya pacar ngapain dia gendong gue ke uks kemarin. Apa itu artinya dia gak mengakui pacarnya?" Plakk!!! "Jaga ucapan loe!" Bentaknya setelah menamparku. Aku tersenyum sinis, "Kita liat aja kak, siapa orang yang lebih berarti untuk kak wito. Kakak atau gue?" Tantangku. "Maksud loe apa?" Temannya maju, mencengkram leherku. Posisiku terjepit, belum lagi aku harus menahan sakit dari leherku akan cengkraman wanita bertubuh tinggi itu. Kemarin, aku padahal sudah berjanji sama tante dewi untuk gak berbuat onar, tapi mendapat perlakuan jahat mereka, aku gak bisa diam aja! "Ada apa sih nih berisik banget? Loe pada gak mikir ya gangguin privasi gue lagi berak sampe tai gue gak jadi keluar gara-gara denger suara-suara fals kalian!" Kak hendrik tiba-tiba datang. "Eh itu ngapain main cekek-cekekan, lu mau bunuh orang mel?" Tanyanya setelah melihat tangannya masih berada dileherku. "Lepas!" Aku menepis tangan itu dari leherku. "Ah ganggu aja loe, ndrik!" Kesalnya, orang yang mengaku sebagai pacar kak wito itu kemudian menginstruksikan teman-temannya untuk bubar. Aku terbatuk, memegangi leherku yang kesakitan. Kak hendrik mendekatiku, menyandarkan satu lengannya ke dinding. "Apa imbalan buat gue setelah nolongin loe?" Tanyanya picik, menggodaku. "Hendrik! Brengsek loe!" Kak wito mendorong tubuh hendrik hingga jatuh tersungkur. "Dinda, kamu gak apa-apa?" Kak wito menatapku, tampak khawatir. Aku mengangguk pelan, masih syok. "Ayo!" Kak wito menggenggam tanganku, membawaku pergi menjauh dari toilet itu, meninggalkan hendrik yang masih tergeletak dilantai. Kak wito datang disaat yang tepat, meskipun sedikit terlambat untuk mengetahui bahwa pacarnya baru saja melabrakku. Pacar? Aku menepis tangan kak wito yang masih menggenggamku. "Kenapa dinda?" Kak wito menoleh, menghentikan langkahnya. "Aku gak mau ganggu pacar orang!" Jawabku ketus. "Pacar?" Kak wito terdiam sejenak, nampak berfikir "Oh, pasti pay nemuin kamu ya?" Tanyanya. Kue pay kek, kue bolu kek, siapapun lah itu. Aku gak peduli. Kenapa sih kak wito gak mau ngakuin pacarnya sampe-sampe aku harus berurusan sama cewe itu dan genknya. "Dia bukan pacar saya. Dengar dinda!" Kak wito memegang kedua lenganku untuk meyakinkan "Kalau saya punya pacar gak mungkin saya tolongin kamu seperti itu kemarin! Bisa-bisa saya udah diputusin pacar saya sekarang, bukan malah dia datangin kamu. Kamu tahu kan maksud saya?" Aku bergeming... "Percaya sama saya ya!" Katanya berusaha meyakinkanku lagi, "Ayo!" Kak wito kembali menggengam tanganku, menarik perhatian banyak pasang mata, termasuk sepasang mata yang baru saja menghentikan langkahnya, berdiri tak jauh dariku. Ia nampak sedikit kecewa melihat momen itu, namun aku mengabaikannya, melewatinya begitu saja dengan kak wito bersamaku yang begitu percaya diri dan gak ragu menunjukkannya pada semua orang menjadi salah satu bukti bahwa, kak wito benar-benar belum memiliki kekasih di sekolah ini.POV : FEBRIAku mencoret beberapa nama hasil usulan dari teman-teman rapat "yang ini... sama yang ini...diganti aja!" Kataku mengamati dengan cermat barisan nama-nama anak kelas X jurusan multimedia 1 yang akan diikutsertakan dalam kegiatan."Satu..dua..tiga.. ini masih kurang nih, kok cuma delapan orang!" Hitungku, kemudian mengalihkan perhatian pada data-data siswa di buku agenda sekolah."Anak multimedia 1 susah diajak kompak, udah kaya buyut-buyutnya nih!" Tukas ari nyinyir, melirik siska dihadapannya."Sorry aja ya! Kelas kita sih kompak-kompak, beda sama adik kelas kita" Timpalnya membela."Gue baru inget, ini si dinda kok belum masuk list? Dia anak multimedia 1 juga kan?" Tanyaku, sambil menuliskan namanya dalam daftar list dengan huruf kapital semua. DINDA!"Loe yakin mengikutsertakan dinda diacara ambalan besok, feb?" Tanya wito ragu setelah mendengar pendapatku."Iya" jawabku cepat, masih berkutat dengan tumpukan kertas-kertas dimeja yang berantakan.Hari itu, para panitia u
Keesokan harinya...Semua siswa yang hadir sudah berbaris rapih di lapangan bersama dengan bekal mereka masing-masing. Kak wito dan seluruh panitia lain juga sudah menginformasikan rangkaian kegiatan apa saja yang akan berlangsung selama ambalan. Dilanjut dengan pembagian regu bagi para peserta yang hadir. Aku terpilih sebagai ketua di regu matahari dengan berisikan 8 anggota. Setelah membubarkan barisan, kami diminta untuk mendirikan tenda masing-masing dari setiap regu."Dinda, mau dibantuin pasang tendanya gak?" Tawar kak wito yang sudah berdiri didekat tendaku."Cie...cie..." teman-teman satu reguku langsung meledekku."Enak ya kita bisa satu regu sama dinda, jadi bisa di pantau terus sama ketua osis!" Ujar penti senang.Aku melirik kak wito yang saat itu tersenyum mendengar perkataan penti. Ia nampak gak keberatan saat teman-teman meledek kami. Apa kak wito juga menyimpan rasa yang sama sepertiku?"Wito kok loe malah disini sih!" Kak febri datang merusak suasana.Kak wito menoleh
Aku dan yang lainnya mulai berjalan memasuki kawasan yang rimbun dengan pepohonan, bisa dibilang hutan mungkin ya. Karna memang sudah sangat jarang sekali rumah warga terlihat, bahkan hampir gak ada sama sekali. Beberapa orang mulai mengeluh, sama sepertiku, capek!Bukan kakiku yang capek, tapi mataku capek sedari tadi melihat kak pay terus berjalan sejajar dengan kak wito."Aduh!" Keluhku pelan, tapi sakitnya bisa sampai membuat tubuhku berbungkuk."Kenapa nda?" Nia memegangi tubuhku "sakit lagi?"Aku mengangguk, berpegangan pada nia."Woi anak cowo tolongin gue!" Kata nia dengan sedikit berteriak.Disaat yang bersamaan, dari sudut mataku, aku dapat melihat gerakan kak wito yang ingin merespon jawaban dari nia dengan segera, tapi wanita yang disebelahnya dengan cepat menahannya untuk tetap disana, bersamanya."Kenapa nia?" Respon kak febri cepat, wajarlah selain ketua PMR, dia juga aktif di organisasi mapala."Dinda sakit kak febri!""Sini biar saya bantu!" Kak febri meletakkan tanga
POV : NIA"Bawang goreng doang?" Aku menirukan gaya bicara kak febri padaku di ruang UKS "Dikira itu bawang mateng sendiri kali. Gue masak woilah bukan bawang goreng instan yang udah dikemas dan gak sepraktis itu. Habis digoreng juga gue masih harus cuci peralatan bekas masaknya. Kurang effort gimana gue coba dengan waktu yang secepat itu! Bener kata dinda, kak febri emang ngeselin!" Aku mencak-mencak sendiri di pantry sekolah sembari merapihkan peralatan masak yang baru di cuci.Bughh!!!Suara hantaman terdengar gak jauh dari pantry. Siapa lagi yang berkelahi kali ini?"Loe kenapa pukul gue, feb?" Tanyanya, itu seperti suara kak wito.Aku buru-buru berlari mendekati sumber suara, mengintip dari balik jendela pantry. Kak wito dan kak febri sedang berkelahi di depan aula sekolah."Orang bajingan kaya loe pantes dapat ini" Katanya seraya menghantamkan pukulan lagi pada wajah kak wito.Kak wito nampak terlihat bingung tanpa perlawanan. Ia menyeka darah yang mulai keluar dari bibirnya.Se
"Dinda!" Kak wito sudah berdiri di depan tendaku, begitu aku keluar tenda untuk mengikuti acara api unggun.Ini malam terakhir kegiatan ambalan. Sebenarnya sedari tadi aku ragu untuk keluar dari tendaku. Membayangkan kak wito dan kak pay bermesraan di acara api unggun saja sudah sakit rasanya, apalagi jika nanti aku harus melihatnya langsung. Namun kenapa dia tiba-tiba ada disini? Sengaja menungguku? Untuk apa?Aku gak menjawab panggilannya, hendak pergi, tetapi tangannya dengan cepat menahanku."Dengarkan saya dulu, dinda. Saya mohon!" Katanya dengan wajah yang nampak sedih.Aku tertahan, tanpa jawaban sepatah katapun. Hatiku berkeras, masih kecewa dengan sedikit kebencian yang mulai tumbuh. Meski ini bukan kesalahannya, karna mungkin aku yang terlalu berharap banyak padanya, padahal mungkin dia saja gak tau bagaimana perasaanku padanya.Tapi melihat wajah sedihnya, ia seperti sudah mengetahui sesuatu, tentang perasaanku? Apa dia menyesalinya sekarang? Di waktu yang sudah terlambat?
"Aku suka sama kamu, dinda!" Ucapannya membuatku sangat terkejut "Zen beneran sayang sama, dinda!" Katanya mantap.Kenapa dia menyatakan cinta secepat ini? Apa dia gak tahu apa yang baru saja terjadi? Tentang patah hatiku, memangnya nia gak bilang apa-apa sama dia? Atau dia gak mau peduli tentang itu?"Tapi zen...""Dinda gak harus jawab sekarang kalau belum siap. Dinda harus fikirin baik-baik gak usah buru-buru. Zen akan tunggu sampai dinda siap sama jawaban dinda!"Aku menatapnya, ia nampak tulus dengan mata coklatnya yang berkilat terkena sinar matahari. Apa aku jadikan dia pelarian saja? Tiba-tiba pikiran jahatku berkelebat.Aku bisa membalaskan sakit hatiku pada kak wito kalau aku menerima zendra untuk jadi kekasihku. Aku yakin kak wito pasti kecewa dan akan melupakan aku dengan cepat, supaya ia juga bisa mengurungkan niatnya untuk meninggalkan kak pay.Namun, aku benar-benar gak ada perasaan padanya, apa aku bisa membohongi perasaanku sendiri? Mengubur mimpiku untuk memiliki kek
"Gue masuk ya, biar bisa jelasin sama keluarga loe!" Kak febri turun dari motornya."Gak usah, loe balik aja kak, makasih ya udah anter-anter gue!" Kataku mendorongnya agar naik kembali ke motor.Seolah menyadari kedatanganku tiba-tiba nenek membuka pintu rumahnya,"Ada siapa dinda?" Nenek mendekatiku."Perkenalkan nek, nama saya febri, kakak kelasnya dinda!" Kak febri memperkenalkan diri lalu mencium tangan nenek."Oh kakak kelasnya dinda. Masuk dulu kalau begitu, nanti dibuatkan teh!" Sambut nenek hangat."terima kasih nek""Mari nak, sini!" Nenek mengajak kak febri masuk, "maaf ya nak febri, dinda merepotkan nak febri!" Lanjutnya."Gak apa-apa nek, saya sama sekali gak merasa direpotkan""Nak febri silahkan duduk dulu, nenek mau buatkan teh dulu!""Baik nek!"Nenek pergi untuk membuatkan teh, sementara aku diminta nenek untuk menemani kak febri. Disaat seperti ini, bersama kak febri yang konyol pun aku merasa kikuk, seperti sedang mengenalkan calon suami pada keluarga."Ada tamu ya
"Kamu ikut acara ini dinda? Memang sudah benar-benar sembuh?" Tanya kak wito yang hari itu terlihat lebih santai dengan kaos navy dan celana training hitam."Udah lebih baik kak, lagipula aku gak boleh manjain badanku!"Begitukan doktrin dari keluarga papaku yang setiap kali diteriakan ke telingaku ketika aku ketahuan istirahat. Sampai pada akhirnya aku terbiasa dengan kelelehan ini, juga terbiasa berhenti mandi dengan air hangat karena mereka pasti memarahiku acap kali kepergok membawa air hangat masuk ke dalam kamar mandi sekalipun saat badanku panas atau demam. Aku hampir jadi wonderwomen dengan ujian batin dan fisik yang terus mengasahku."Memangnya kenapa? Sesekali juga tubuhmu tetap harus di istirahatkan!"Aku melempar senyum membalas perkataan kak wito yang begitu mudah di ucapkan."Di acara jalan sehat ini kamu mau berpasangan dengan siapa?""Eh" Aku nampak kebingungan, aku bahkan gak tahu kalau acara jalan sehat kali ini harus berpasang-pasangan."Kenapa dinda?" Kak wito meng
Perpisahan itu nyata adanya. Kehilangan orang - orang dalam hidup adalah kebiasaan yang tidak pernah membuatku terbiasa.Aku hanya orang biasa yang tidak mampu menahan beban kerinduan dari sebuah kata yaitu PERPISAHAN.Aku menulis buku ini sebagai sebuah penghormatan juga pengenang untuk orang - orang yang pernah hadir dengan baik dihidupku.Memberiku suka dan duka, tawa dan tangis yang sampai 16 tahun ini masih aku ingat dengan baik.Alur ceritanya memang tidak semuanya sama. Karena aku hanya mencoba mengulang yang ada dalam ingatanku yang sudah tidak terlalu baik ini.Mungkin bagi yang lain, di sepanjang hidup mereka, Tuhan masih menyisakan beberapa sahabat terbaik untuk bersama mendampingi hingga akhir usia. Berbeda denganku yang benar - benar harus kehilangan semuanya tanpa tersisa.Aku harap dengan buku ini, aku dapat mengingat semua orang - orang terbaik dalam hidupku terutama saat aku berada di masa peralihan dari anak - anak menuju dewasa.Sejujurnya dari masa SMK lah semua ke
Malam itu setelah aku kembali dari tahlilan 40 harian mendiang kak wito, aku baru ingat kalau malam ini ada janji bertemu dengan Gugun. Begitu sampai rumah aku kembali berpamitan kepada mama untuk pergi menemui Gugun yang mungkin sudah menungguku di halte.Aku sedikit berlari agar dapat cepat sampai di halte. Aku melirik pada jam tanganku dan waktu sudah menunjukkan pukul 21.00. Sedikit gak yakin jika Gugun masih menungguku di halte bis yang aku janjikan.Nafasku terengah - engah karena sudah berlari cukup jauh, tetapi usahaku gak sia - sia karena ternyata Gugun memang masih menungguku di sana."Maaf gue baru datang, udah lama nunggunya?" Tanyaku begitu sampai di halte."Saya nunggu kakak dari jam 7 malam di sini. Saya kira kakak gak akan datang""Loe gila nungguin gue sampai 2 jam? Kenapa loe gak pulang aja sih?""Saya takut saat saya pulang kakak malah datang dan ngira saya bohong karna gak menemukan saya di sini. Jadi saya tunggu, saya fikir saya akan tetap menunggu sampai jam 12 m
"Loe bener - bener ya, masa minta mantan gue buat traktir kita" aku mendumel kesal begitu kami berjalan kembali masuk ke sekolah."Ya biarin aja sih lagian Esha juga ikhlas kok traktir kita. Kali aja loe jadi bisa mempertimbangkan buat dia jadi pacar loe lagi" jawab Eka santai."Gak ya klo harus balikan lagi sama mantan. Kecuali....""Zendra? Ah bosen gue dengernya""Perasaan gue masih banyak banget buat dia, Ka""Udahlah lupain soal dia. Mending loe pacarin tuh adik - adik kelas biar loe makin populer" Eka menjeda ucapannya sebentar, membuatku penasaran "Populer dengan total mantan terbanyak haha" Eka terbahak meledekku."Sialan loe" Aku mengeplak lengan Eka.Memang dia pikir semudah itu aku bisa berganti hati, meskipun aku memang bisa melakukannya apa bisa menjamin dengan memacari sembarang orang sebagai pelampiasan bisa membuatku cepat move on."Oh iya loe nanti ikut kegiatan pramuka enggak?" Tanyaku teringat bahwa hari ini sudah hari jumat dan sekolah kami rutin mengadakan kegiata
Matahari siang cukup terik membakar tubuhku. Perjalanan dari sekolah menuju rumahku gak melulu dipayungi oleh pepohonan. Terkadang aku juga melewati lapang gersang dan trotoar yang banyak kios tanpa ada satu pun pohon yang tumbuh di sana.Hari itu aku pulang bersama Eka dan beberapa teman lain. Dan otakku hampir mendidih karena mereka yang terus membahas masalah Gugun yang dihukum berkeliling kelas untuk meminta maaf."Menurut gue parah sih si hendrik. Dia udah kelas XII pikirannya masih aja lemot" Ucap Nina yang saat itu berjalan bersama kami. Dia adalah siswi dari kelas akutansi."Iya jahat banget si Hendrik apalagi ya ampun gue gak tega liat cowok ganteng dihukum begitu" Sahut Eka dengan nada manja."Tapi menurut gue ada benernya juga kok Hendri hukum adik kelas begitu biar gak ngelunjak" Mira malah mengompori."Gak bisa gue gak terima kalau hukumannya dengan cara begitu. Dulu aja waktu angkatan kita gak ada tuh kakak kelas yang menghukum adik kelasnya begitu" Balas Nina.Aku yang
Aku menuju kantin dan memesan sesuatu di sana. Sejak kelulusan Kak Febri, aku gak kesulitan memesan makanan di kantin meskipun kondisi kantin dalam keadaan penuh sesak. Pelayan kantin selalu mendahulukan pesananku untuk tiba lebih dulu. Kemudahan yang aku dapat itu, aku yakin gak lepas dari campur tangan kak Febri, karena hanya dia yang selalu didahulukan oleh penjaga kantin saat memesan sesuatu. Sambil menunggu aku duduk di kursi tempat biasa kak Febri duduk di sana. Ajaibnya sejak dia gak ada di sekolah ini pun kursi itu selalu kosong gak ada yang berani menempati."Hai kak... akhirnya kita dipertemukan lagi" Gugun berdiri di depanku."Eh... iya...kita udah beberapa kali ketemu yaa hari ini""Tiga kali kak, mungkin sampai kita pulang nanti akan bertambah" Katanya tersenyum padaku."Mm mungkin. Gue sering mondar - mandir di sekolah ini jadi wajar kalau loe bakal sering ketemu gue. Siap - siap aja buat bosen ngeliat muka gue""Saya gak mungkin bosen lihat wajah kakak, justru sebalikn
Angin di awal bulan juli berhembus dengan sejuk. Desirannya menggoyahkan dedaunan dan pepohonan yang tumbuh di sekitar gerbang sekolahku. Sinar mentari hadir ke permukaan bumi dengan leluasa tanpa penghalang, membentuk bayang - bayang di atas jalan berbatu tempat yang aku pijak kini.Aku berdiri di sini, di atas jalan berbatu beberapa meter di depan gerbang sekolah. Melihat beberapa motor melintas memasuki gerbang sekolah. Beberapa hari yang lalu, tempat ini menjadi tempat untuk saling berucap sampai jumpa dan salam perpisahan dengan orang - orang yang pernah dekat denganku. Di sini tempat pertama kali aku bertemu dengan Kak Wito dan di tempat ini pula lah kami mengakhiri pertemuan kami untuk selama - lamanya.Hari perpisahan memang hari paling menyakitkan sedunia. Satu hari yang amat berharga dari 365 yang ada dalam setahun. Beberapa jam yang mewakili keakraban yang terjalin selama ini dan sekarang mereka sudah benar - benar pergi.Aku berdiri di sini, berusaha mengingat segala hal y
Aku bolak - balik mengoper chanel tv karena merasa bosan. Seharian suntuk selama berhari - hari kegiatanku selalu itu - itu saja semenjak libur sekolah. Bangun tidur, sarapan, bantuin mama beresin rumah, nonton tv, sampai waktu kembali malam.Oh Tuhan! Apes banget nasib si jomblo kesepian ini."Dinda mama pergi dulu ya, kamu hati - hati di rumah"Mama berpamitan padaku. Pakaiannya sudah sangat lengkap dan rapi."Mama mau kemana?" Tanyaku heran, tentu saja karena mama memang gak pernah tampil serapih ini selain pergi ke acara undangan. Tapi beberapa hari ini aku gak pernah lihat ada surat undangan jadi gak mungkin dong mama pergi untuk menghadiri acara pernikahan."Mama mau ada perlu. Mama pergi ya sayang, jangan lupa kunci pintu" Katanya lalu keluar.Aku yang penasaran, langsung mengendap - endap mengikuti mama. Di halaman rumah sudah ada sebuah mobil berwarna biru menunggu lalu gak lama seorang pria yang usianya terlihat lebih muda dari mama keluar dari mobil itu. Gak lupa mereka cip
Kak Febri menurunkanku di halaman rumah setelah kami menghadiri acara tahlilan di hari ke tujuh di rumah almarhum Kak Wito."Gue gak masuk ya, soalnya gue buru - buru""Sok sibuk banget sih loe, Kak""Gue langsung pulang. Lagipula tadi gue udah pamitan sama mama""Ya udah deh terserah loe. Hati - hati di jalan ya kak!"Aku melambaikan tangan pada motor Kak Febri yang berlalu pergi. Lalu setelah motor itu sudah semakin menjauh aku masuk ke dalam rumah. Menemukan mama yang masih menungguku pulang di sofa ruang tamu."Sudah pulang Dinda?" Tanya mama menyambutku."Iya mah, mama kok belum tidur?""Mama lagi nungguin kamu. Febri mana gak mampir dulu?""Dia langsung pulang, buru - buru katanya""Oh dia langsung berangkat ya?""Berangkat ke mana?""Ke bandung. Memang Febri gak bilang sama Dinda?"Aku syok, gak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar. Ternyata kehilanganku gak cukup berhenti sampai kak wito, setelah kak Alif di acara tahlilan tadi sempat mengucapkan perpisahan karena diri
Aku dan Umay kembali ke kursi di depan panggung. Menyaksikan acara inti dari keseluruhan acara hari ini. Acara pelepasan kelas XII.Mereka berbaris di hadapan kami semua, dengan bangga dan bahagia, tapi aku justru menangis melihat kebahagiaan yang terlukis di wajah mereka. Berat untuk melepaskan yang sudah pernah dekat dan untuk kesekian kalinya aku harus menerima kehilangan.Setelah hari ini, sekolahan akan berlangsung seperti biasanya tanpa mereka. Terutama tanpa Kak Febri yang menyebalkan, tanpa Kak Alif yang rese juga tanpa Kak Wito yang perhatian. Si ketua osis yang pertama kali aku cintai di sekolah ini.Satu tahun berlalu begitu saja. Gak terasa pertemuan itu sekarang hanya menyisakan momen perpisahan.Aku banyak belajar dari mereka, aku banyak mendapat pengalaman yang mengesankan, yang belum pernah aku dapatkan selama aku duduk di bangku SMP. Tentu saja, pusat dari segala usia adalah saat - saat remaja. Saat masa putih abu - abu. Masa peralihan di antara anak - anak menuju dew