Share

Cinta Lima Belas Tahun
Cinta Lima Belas Tahun
Penulis: Anindya

Bab 1

Hari ini aku ditemani ayahku menghadiri lelang tahunan di Kota Dipa.

Lelang kali ini sangat penting, baik bagiku maupun ayah.

Sebab, barang peninggalan ibuku akan dilelang di acara kali ini.

Pemilik rumah lelang ini adalah teman lama ayah sehingga kami bisa mendapat tempat duduk di barisan paling depan. Setelah beberapa sesi berlangsung, akhirnya kalung rubi milik ibuku dikeluarkan.

"Dua miliar." Tanpa ragu, aku langsung menawarkan harga tinggi.

"Sepuluh miliar."

Beberapa detik kemudian, seseorang langsung menawar dengan harga berkali-kali lipat.

Suara itu terdengar agak familiar.

Aku menoleh dan ternyata yang menawar adalah asistennya Bagas Saputra.

Asisten itu juga melihatku, tapi tatapannya tampak gugup dan dia segera mengalihkan pandangannya.

Seorang asisten jelas tidak mungkin punya sepuluh miliar. Tawaran ini pasti dari Bagas.

Melihat ekspresi wajahnya, aku langsung paham untuk siapa kalung wanita ini akan diberikan.

Kini, wanita bernama Sari Juwita itu adalah kesayangan Bagas, bagaikan permata di hatinya.

"Bukankah itu asistennya Bagas?"

Ayah mengenalinya. "Apakah dia sedang membantumu tawar harga? Memangnya kamu nggak beri tahu dia bahwa kamu datang juga hari ini?"

Aku menggelengkan kepala.

Terakhir kali Bagas pulang ke rumah sudah lebih dari sebulan yang lalu. Kami hampir tidak pernah berbicara lagi sejak saat itu.

Bahkan jika aku memberitahunya, dia juga tidak akan peduli.

Saat melihat ekspresiku, ayah sepertinya menyadari sesuatu. Wajahnya berubah tegang, kemudian dia mengangkat papan penawaran. "Dua belas miliar."

"Dua puluh miliar."

Tanpa ragu, asistennya Bagas kembali mengangkat papan tawaran.

"Tiga puluh miliar," sahut ayahku lagi.

"Enam puluh miliar!"

Tangan ayahku bergetar seolah ingin mengangkat papan lagi, tapi akhirnya dia menyerah. Papan itu pun jatuh lemas di pangkuannya.

Perusahaan kami hanyalah bisnis kecil. Kami tidak punya uang sebanyak itu.

"Tok, tok, tok."

Tiga ketukan palu menandai akhir dari lelang tersebut.

Aku dan ayah hanya bisa menatap dengan mata terbuka lebar saat barang peninggalan ibuku dikembalikan ke dalam kotaknya dan dibawa pergi.

Lelang selanjutnya pun tidak lagi menarik perhatian kami.

Begitu acara selesai, aku langsung berdiri dan berjalan menuju asistennya Bagas.

"Pak Toni," panggilku.

Toni berhenti melangkah, lalu berbalik menatapku.

"Kenapa kamu bisa datang ke acara lelang ini?" tanyaku pada Toni.

Aku masih menyimpan secuil harapan dalam hatiku.

Mungkin saja bukan Bagas yang menyuruhnya datang.

Sebelum Toni sempat menjawab, terdengar suara riang dari lantai atas, "Nona Lina, dia menemaniku datang."

Aku mendongak dan melihat seorang gadis turun dari tangga. Dia mengenakan gaun berwarna merah muda dengan tali di leher.

Wajahnya yang bulat imut dan putih halus itu dilapisi riasan lucu, mengikuti tren yang sedang populer. Tubuhnya tidak terlalu tinggi, tapi justru terlihat mungil dan menggemaskan.

Inilah tipe wanita yang disukai Bagas saat ini.

Demi dia, Bagas bersikeras memaksaku untuk bercerai.

Lantai atas adalah ruang VIP, tempat yang hanya bisa diakses oleh orang-orang yang punya cukup uang dan status.

Sebagai istrinya Bagas, aku tidak punya kualifikasi yang cukup untuk bisa berada di sana. Lucunya, Sari bisa.

Sari berjalan menghampiriku dengan wajah yang berpura-pura polos dan tak berdosa.

"Kak Bagas tahu aku suka kalung rubi ini, tapi dia sedang sibuk urusan bisnis di luar kota dan nggak bisa pulang, jadi dia menyuruh Pak Toni untuk menemani aku ke sini," ujar Sari dengan nada manis dan alis sedikit terangkat. "Aku nggak menyangka Nona Lina juga suka kalung ini."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status