Kalung ini adalah satu-satunya kenangan yang aku dan ayahku miliki tentang ibuku.Aku melihat pupil Bagas menyusut sejenak, tetapi detik berikutnya dia malah merangkul bahu Sari dan berkata dengan tenang, "Kalau kalung ini begitu penting bagimu, kenapa kamu nggak menawarkan harga lebih tinggi saat lelang tadi?"Aku menatap tangannya yang terletak di bahu Sari. Bekas cincin di jari manisnya sudah memudar."Aku nggak punya uang sebanyak itu.""Itu masalahmu," kata Bagas sambil memandangku. "Kalau saja kamu lebih cepat setuju untuk bercerai, uang ganti rugi yang aku berikan pastinya cukup untuk membeli kalung rubi ini."Kata-katanya terasa seperti pisau tajam yang menghunjam tepat di hatiku."Jadi, kamu membantu Sari mendapatkan kalung ini hanya untuk memaksaku bercerai?"Aku bahkan merasakan nyeri saat mengucapkan kata-kata itu. "Bagas, bagaimana kamu bisa memperlakukanku seperti ini?""Aku sudah nggak memiliki perasaan padamu lagi, Lina. Kenapa kamu nggak mau lepas tangan?"Pada akhirny
Dia menatapku dan tiba-tiba memelukku erat-erat. "Lina, aku suka padamu. Apakah kamu bersedia membiarkanku melindungimu selamanya?"Aku bersandar di pelukannya, mengingat kembali momen ketika dia mengatakan bahwa aku masih punya dirinya. Tanpa sadar, aku mengangguk.Setelah lulus kuliah, aku dan Bagas menikah.Pada tahun pertama pernikahan kami, kami menghadapi wabah virus besar.Saat itu, dia sedang dalam perjalanan dinas, sementara aku terkurung sendirian di rumah. Aku tidak bisa mendapatkan obat dan sangat ketakutan setiap melihat laporan kematian yang kian hari kian meningkat.Tengah malam, aku mendengar suara ketukan di pintu. Aku pun melihat melalui lubang pintu dengan tegang dan ternyata itu adalah Bagas.Dia berdiri di depan pintu dengan napas terengah-engah, seolah-olah baru saja jatuh dari langit."Kenapa kamu sudah pulang?" Aku ingat bahwa siangnya dia masih berada di kota yang berjarak ratusan kilometer dariku."Aku nyetir pulang," katanya sambil terengah-engah di balik mas
Akan tetapi, selama lima belas tahun yang telah berlalu, dia benar-benar baik padaku. Perhatiannya dan kasih sayangnya begitu nyata dan hangat.Aku yakin kami saling mencintai.Aku mengira bahwa asalkan aku mengabaikan kejadian itu, kami masih bisa bersama hingga tua.Alhasil, aku memilih untuk memaafkannya.Sebulan kemudian, Sari bunuh diri.Dia mengiris pergelangan tangannya di rumah, lalu mengirimkan pesan kepada Bagas, "Aku nggak menyalahkanmu walau kamu nggak bertanggung jawab padaku."Saat itu, dia berjanji untuk menemaniku berlibur ke luar negeri. Begitu melihat pesan dari Sari, dia langsung berlari menuju bandara dan naik pesawat terdekat. Aku ditinggal sendirian di negeri yang sepenuhnya asing.Bagas menghilang selama tiga hari. Ketika aku bertemu dengannya lagi, dia menyerahkan selembar surat perceraian padaku."Lina Wilaiman, kita cerai saja. Sari nggak bisa hidup tanpaku."Saat melihat surat perceraian itu, semua kemarahan dan keangkuhanku lenyap seketika.Aku merampas sura
"Lina, apakah kamu bisa mengerjakan soal ini?"Suara familiar di telinga membuatku langsung membuka mata.Di depanku ada teman-teman sekelas yang mengenakan seragam sedang bercanda tawa. Ada pula papan tulis yang dipenuhi soal-soal matematika.Ini adalah pemandangan yang sering muncul dalam mimpiku sejak Bagas memaksaku untuk bercerai.Aku selalu ingin kembali ke masa SMA, masa-masa Bagas paling mencintaiku.Jadi, apakah aku bermimpi lagi?"Lina, aku bertanya padamu. Kenapa kamu melamun?" Sebuah tangan yang indah dan panjang melambai di depan mataku.Aku berbalik dan langsung bertemu dengan senyuman Bagas yang lebar.Bibirnya membentuk lengkungan yang indah, mata hitamnya menunjukkan kilauan lembut yang bersinar. Dia menatapku tanpa berkedip.Aku seketika tertegun.Sudah berapa lama aku tidak melihat Bagas menunjukkan senyuman seperti ini?Mungkin setahun, dua tahun, atau bahkan lebih lama lagi.Aku sudah tidak ingat.Reaksi pertamaku adalah merasa mimpi ini sangat nyata, tapi ada inst
Aku berjalan ke ruang tamu dan kebetulan melihat ayahku keluar dari dapur. Ayah terbatuk-batuk akibat asap yang tebal."Uhuk ... uhuk!"Tangan ayah terus mengibas di depan hidung. Ketika melihatku, wajahnya menunjukkan rasa segan. "Kamu sudah pulang sekolah, ya? Masakannya gosong, tunggu sebentar, ya."Sebelum ayah selesai bicara, aku sudah melompat ke pelukannya.Aku memeluknya erat-erat, menyembunyikan wajahku di bahunya yang lebar."Ada apa?" Ayah terdiam sejenak, lalu menepuk punggungku untuk menghibur. "Itu hanya gosong, bukan masalah besar. Ayah bisa masak lagi. Atau, kita makan di luar saja?"Aku tidak jawab, hanya menangis terus menerus.Setelah ibu meninggal, aku terjebak dalam kesedihan tanpa menyadari bahwa itu juga masa tersulit bagi ayahku. Selanjutnya untuk mendukungku dalam ujian akhir, ayah mengesampingkan pekerjaannya yang sibuk. Dia mulai belajar memasak dan mengurus semua pekerjaan rumah.Aku malah menganggap semua itu sebagai hal yang wajar dan bahkan pernah berteng
Apakah mungkin bukan tipe kesukaannya yang berubah, tapi hanya perasaannya padaku yang sudah sirna.Meskipun tidak ada Sari, tetap akan ada wanita lain yang menggantikan posisiku di hatinya."Lina!" Begitu melihatku, Bagas bersikap seolah menemukan penyelamat. Dia langsung berteriak.Namun, aku berjalan melewati mereka tanpa menoleh. Aku bisa melihat wajah Bagas yang tiba-tiba menjadi kaku.Selama beberapa hari ke depan, aku terus mengabaikan Bagas.Mungkin kecuekanku akhirnya membuatnya tidak tahan. Suatu hari sepulang sekolah, dia menghentikanku di tengah jalan."Lina, kenapa kamu tiba-tiba jadi dingin padaku?" Bagas menatapku dengan serius. Ketika aku melihatnya, matanya tampak merah dan ada lingkaran hitam di bawahnya. Jelas sekali dia tidak tidur dengan baik akhir-akhir ini."Apakah gara-gara kemarin adik kelas itu mengaku perasaannya padaku?" tebak Bagas, lalu melangkah lebih dekat ke arahku. "Aku nggak terima dia! Aku ....""Aku hanya ingin fokus belajar." Aku memotong ucapan Ba
"Aku hanya bilang bahwa urusan pas kuliah dibicarakan ketika kuliah saja," ucapku dengan datar. "Aku nggak pernah bilang ingin pacaran denganmu."Bagas terhuyung, kedua tangannya mengepal dengan kuat.Dia mungkin sudah yakin betul bahwa aku akan bersamanya.Dia tidak pernah mengambil aksi tanpa kepastian. Dulu begitu, sekarang pun sama.Dia berani berselingkuh dengan Sari secara terang-terangan juga karena dia tahu betul bahwa aku sangat mencintainya hingga tidak bisa hidup tanpanya.Akan tetapi, tidak ada seorang pun di dunia ini yang tidak bisa hidup tanpa seseorang. Aku tidak akan bergantung pada siapa pun lagi, baik diriku yang sekarang maupun diriku yang akan datang.Aku tidak menoleh lagi, berbalik dan masuk ke dalam rumah.Namun, Bagas tidak menyerah. Sepanjang liburan, dia datang ke depan rumahku setiap hari dan terus-menerus meneleponku. Akhirnya, bahkan ayahku pun mulai curiga dan bertanya tentang hubungan kami.Dia tahu bahwa aku pernah menyukai Bagas, tetapi dia juga menyad
"Baik, saya akan lebih teliti lagi!" ujar satpam.Usai itu, aku berbalik untuk mengucapkan terima kasih kepada pria yang baru saja membantuku, tetapi entah kapan dia sudah pergi tanpa jejak.Selama beberapa waktu setelah kejadian itu, aku tidak melihat Bagas lagi.Kemudian, aku mendengar dari satpam bahwa dia pernah datang beberapa kali, tetapi selalu diusir. Pihak kampus telah menghubungi orangtuanya dan meminta mereka untuk membawanya kembali ke kampus. Kalau tidak, dia akan menghadapi kemungkinan dikeluarkan.Orang tua Bagas terpaksa pergi ke luar kota untuk mengawasinya secara langsung.Meskipun begitu, dia tetap bolos banyak mata kuliah. Hingga aku lulus, aku baru tahu ketika menghadiri reuni bahwa Bagas masih harus mengulang beberapa mata kuliah.Setelah lulus, aku mengumpulkan kembali koneksi yang dulu aku bangun untuk Bagas dan mengundang mereka satu per satu ke perusahaan ayahku.Berkat kerja sama yang baik antara aku dan ayah, perusahaan kami berkembang pesat dan berkemungkin