Share

Bab 2

Dia melangkah maju dan langsung menjambak rambutku. "Aku kasih kamu kesempatan terakhir, cepat minta maaf dan panggil Ryan kemari. Kalau nggak ...."

Aku mendongak menatapnya dan tiba-tiba berhenti tertawa. "Kalau nggak apa? Kamu mau cerai, lalu menikahi wanita ini, benar 'kan? Berani nggak? Kalau berani, aku akan langsung mundur, bagaimana?"

"Jansen, ayo jawab! Berani nggak?"

Aku berteriak menatapnya. Jansen terkejut, melepas cengkeramannya dan mundur dua langkah. Lama kemudian baru keluar sepatah kata, "Kamu gila!"

"Aku memang gila, tapi kamu juga nggak lebih baik! Jansen, kalau hari ini kamu nggak ambil keputusan, aku benar-benar akan menganggapmu hina! Dasar pengecut, kamu itu orang bodoh!"

Aku mencaci-maki semua kata kasar yang aku tahu, dan bahkan menendang para penjaga beberapa kali.

Aku nggak peduli lagi. Ryan sudah tiada, tidak ada yang bisa menghentikan aku untuk menjadi gila.

Barulah saat ini Jansen menyadari bahwa aku benar-benar ada masalah. "Apa yang terjadi sama kamu? Susi, sadar dong!"

"Jansen, kamu sudah ditakdirkan nggak akan pernah punya anak seumur hidupmu."

"Apa maksudmu?"

Wenny yang ada di samping berkata, "Mungkin dia terguncang, tapi sepertinya Ryan baik-baik saja, kok. Jansen, kita pergi saja dulu, aku merasa nggak enak badan."

Jansen menepuk bahu Wenny, kemudian mereka pergi, sementara penjaga di situ dengan kasar melemparku ke lantai. Aku mendongak dan tertawa, tapi tiba-tiba aku merasakan darah di mulutku, seketika pandanganku menjadi gelap, dan aku pingsan.

Saat aku terbangun lagi, aku masih tergeletak di lantai. Aku hanya bisa tersenyum pahit. Lihat, Susi, ini hasil pernikahan yang dulu kamu kejar mati-matian.

Sekarang semuanya hilang, bahkan Ryan sudah meninggalkanmu. Apa kamu masih mau berharap pada laki-laki ini?

Aku menggeleng, lalu bangkit berdiri. Siapa pun bisa merendahkanku, tetapi Jansen tidak boleh. Dia yang menyebabkan kematian anakku, aku pasti akan merebut kembali semua yang menjadi hakku.

Perusahaan besar tentunya sangat menjaga reputasi. Waktu Jansen pertama kali mendirikan bisnis, dia kekurangan modal awal, dan aku yang mengeluarkan seluruh tabunganku agar perusahaannya bisa berjalan.

Saat itu dia memelukku dan berkata, "Susi, milikku adalah milikmu. Nanti kalau aku kaya, aku pasti bikin kamu hidup enak."

Lucunya, saat itu aku percaya. Namun, sekarang, milikku adalah milikku. Tanpa kamu pun, aku akan merebutnya.

Aku menyusun semua bukti, tetapi dia dan Wenny sangat berhati-hati saat bersama. Aku nggak punya bukti apa-apa. Jalan satu-satunya sekarang adalah menghubungi pengacara.

Nilai kekayaan Jansen sekarang lebih dari 200 miliar. Kalau bercerai, setidaknya aku bisa dapat 50%. Kalau aku bisa mendapatkan bukti perselingkuhannya, uang yang aku dapat bisa lebih banyak lagi.

Aku mulai tenang. Ryan memang sudah tiada, tapi aku tidak akan membiarkan orang-orang yang membunuhnya lolos begitu saja, termasuk Wenny.

Dulu dia pergi begitu saja, lalu tiba-tiba kembali dan menemui Jansen. Aku tidak percaya dia kembali hanya karena menyesal dan untuk mengingat masa lalu.

Aku memeriksa semua uang yang kumiliki, dan akhirnya memutuskan untuk menyewa seorang detektif swasta.

Harus kuakui, uang ini terpakai dengan sangat baik.

Melihat informasi yang ada di depanku, aku tertawa. Jansen, kalau kamu tahu siapa sebenarnya cinta pertama yang selalu kamu ingat-ingat ini, apa yang akan kamu lakukan?

Namun, itu bukan urusanku lagi.

Setelah mendapatkan informasi itu, aku buru-buru pulang. Begitu masuk, aku langsung melihat Jansen ada di rumah.

Aneh sekali, kali ini dia tidak bersama Wenny, malah duduk di sofa dengan tatapan dingin menatapku. "Ryan mana? Sudah beberapa hari nggak kelihatan. Kamu bawa ke mana dia?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status