“Asma, aku mendengar kalau kambing untuk aqiqah Randi baru ada satu ekor. Aku ingin membantu kamu. Apakah aku boleh membelikan satu ekor lagi untuk Randi?” tanya Arya pada Asma yang sedang duduk di ruang tamu panti asuhan. Mereka baru saja melepaskan kepulangan orang tua Khansa setelah dua hari menginap di panti asuhan.Sepuluh hari lagi memang akan menjadi momen penting bagi Asma dan anaknya, Randi. Asma telah berencana untuk melaksanakan aqiqah untuk putranya yang baru lahir. Namun, ada satu masalah yang membuat Asma khawatir. Dia hanya memiliki satu ekor kambing untuk aqiqah, padahal seharusnya membutuhkan dua ekor.Asma menatap Arya. Dia terkejut dengan permintaan Arya. Dia memang pernah menanyakan terkait jumlah kambing untuk aqiqah sang anak. Selain dia mencari informasi dari berbagai artikel yang terkait aqiqah, dia juga menanyakannya pada Khansa yang lebih paham dengan agama. Walaupun dia hanya mempunyai satu ekor kambing, tetapi masih bisa dilaksanakan. Dia pun tidak mau menu
“Asma!”“Mas Uki!”Terdengar panggilan dari mulut Asma maupun Uki. Setelah itu, hanya tatapan yang berkomunikasi di antara mereka. Mata keduanya berkaca-kaca sambil saling mendekat.Anak-anak yang berada di ruangan itu pun bingung dengan apa yang terjadi di ruangan tersebut. Mereka menghentikan pekerjaannya dan hanya saling pandang.Kedua saudara itu langsung melemparkan diri mereka ke dalam pelukan satu sama lain. Air mata kebahagiaan dan rindu mengalir begitu deras, meluapkan semua perasaan yang mereka simpan selama setahun ini. Rasanya seperti air bah yang mengalir membanjiri ruangan itu. Setelah Asma menikah, mereka memang jarang sekali bertemu. Bahkan, setahun belakangan ini mereka tidak pernah bertemu.Khansa dan beberapa orang yang berada di ruang tengah dekat dengan bagian dapur, terkejut mendengar suara tangis Asma yang berada di ruang tamu.“Bu, itu di ruang tamu seperti suara Asma menangis. Ada apa ya?” tanya Khansa pada Ibu Aminah yang berada di sampingnya.“Iya, Mbak. Itu
“Sekali lagi maafkan aku, Mas. Aku masih belum bisa pulang ke rumah. Tapi, aku berjanji jika aku sudah siap bertemu bapak sama ibu, aku akan pulang.”Mendengar jawaban Asma, Uki pun menghela nafasnya. Dia sangat tahu betul, Asma memang orang yang tidak gampang dipengaruhi maupun dibujuk. Dia teringat dengan tekad Asma yang tetap ingin menikah dengan Tanto walaupun kedua orang tuanya tidak merestui.“Kamu memang keras kepala. Aku hanya mengingatkan akibat sifat keras kepalamu inilah yang menyebabkan kamu nekat menikah dengan Tanto dan akhirnya menjadi seperti ini. Kamu ditinggalkan oleh suamimu.”Ucapan Uki cukup menohok bagi Asma. Dia menyadari jika dirinya memang sangat keras kepala dan egois. Dia pun menundukkan kepalanya dan air mata tak bisa terbendung. Asma terisak di hadapan sang kakak.Uki yang melihat hal tersebut merasa bersalah pada Asma. Dia tidak bermaksud menyinggung sang adik. Dia pun memeluk Asma yang terisak.“Maafkan aku. Aku tidak bermaksud membuatmu bersedih dan men
"Masa kamu tidak mengingatku sih, Ari?” tanya Uki yang sudah berada di depan Arya.Asma tidak memperhatikan Uki dan Arya. Dia sibuk menenangkan Randi yang menangis karena celananya basah. Popoknya sudah tembus yang membuatnya celananya basah sehingga Randi tidak merasa nyaman.Mendengar panggilan padanya yang memang hanya satu orang yang memanggilnya Ari, dia pun terkejut.“Mas Uki?”Uki tersenyum seraya menepuk bahu Arya. Selain menjadi sahabat Asma, Arya juga dekat dengan kakak Asma. Mereka terkadang pergi bersama ketika ada pertandingan sepak bola di sekolah karena Uki merupakan kakak kelasnya.“Apa kabarnya?” tanya Uki. Dia tidak menyangka bahwa Arya dan Asma sudah bertemu.“Alhamdulillah baik, Mas. Bagaimana kabar Mas Uki? Kayaknya kita terakhir bertemu ketika Mas Uki mau merantau ke kota ya?”“Alhamdulillah baik juga. Iya, kalau tidak salah kalian masih duduk di kelas 2 akhir.”Mereka belum sempat melanjutkan obrolan, Asma sudah mendekati mereka berdua.“Apa Asma bisa meminta to
“Mbak Khansa termasuk wanita yang baik. Dia seperti kakak bagiku walaupun kami tidak ada hubungan darah. Dia belum menikah lagi semenjak suaminya meninggal dua tahunan yang lalu,” ucap Arya menatap ke arah depan.“Jadi, kalau Mas Uki memang tertarik pada Mbak Khansa, aku sangat mendukung sekali. Aku sudah mengenal Mas Uki yang termasuk orang baik,” lanjutnya dengan tersenyum seraya menatap Uki yang duduk di sampingnya.“Apa maksudmu, Ar? Siapa juga yang tertarik padanya. Ucapanmu itu ada-ada saja,” Uki mengelak ucapan Arya.Arya tersenyum mendengar ucapan Uki. Mereka pun terdiam kembali untuk mendengarkan tausiyah yang disampaikan oleh Khansa pada ibu-ibu yang menghadiri acara aqiqah anak Asma.“Mengapa dia tidak menikah lagi padahal suaminya meninggal sudah cukup lama. Apa dia terlalu mencintai almarhum suaminya sehingga enggan untuk berkeluarga kembali?” tanya Uki secara tiba-tiba yang membuat Arya menengok ke arahnya.“Katanya tidak tertarik?” goda Arya pada Uki seraya terkekeh.“P
Ketika melihat Arya yang terdiam, Uki menepuk bahunya. “Aku yakin kamu akan segera melamar adikku jika memang statusnya juga sudah jelas.”Arya menengok ke arah Uki. Selama ini status Asmalah yang membuat dirinya belum melangkah ke arah selanjutnya.“Hal tersebut yang membuatku masih bingung, Mas. Aku belum mengetahui bagaimana status pernikahan Asma dan mantan suaminya. Asma memang sudah ditalak oleh Tanto, tetapi dia juga masih belum tahu status pernikahannya di mata hukum negara.”“Insya Allah aku akan membantu untuk mengurus semuanya. Aku hanya menginginkan adikku bahagia bersama dengan orang yang dicintainya dan juga mencintainya dan juga pasangan yang bisa menjadi imam dan membimbingnya,” ucap Uki pada Arya.Sebagai kakak, Uki tidak mau mengulangi hal yang sama dengan pernikahan pertama adiknya. Dia tidak bisa tegas menolak pilihan sang adik yang menurut keluarga tidak tepat.Tanpa mereka sadari, di balik pintu ruang tamu, Laila mendengar obrolan Uki dan Arya. Laila pun semakin
[“Assalamualaikum.” ]Terdengar suara Bu Suminah dari ponsel Uki. Dia sengaja mengeraskan suara panggilan dari ibunya agar Asma bisa mendengarkan.Mata Asma berkaca-kaca mendengar suara sang ibu yang sudah sangat dirindukannya.[“Waalaikumsalam, Bu,”] jawab Uki dengan tersenyum walaupun tidak akan terlihat oleh sang ibu karena mereka melakukan panggilan biasa.[“Mengapa kamu tidak pulang, Nak? Laila baik-baik saja kan?"] tanya Bu Suminah karena Uki lupa menghubungi untuk meminta izin tidak pulang ke rumah.[“Maafkan Uki, Bu! Uki lupa menghubungi Ibu. Laila baik-baik saja. Uki tadi harus membantu teman satu kontrakan Laila yang ternyata sedang mengadakan walimatul aqiqah.”] Uki menjelaskan alasannya seraya menatap Asma yang duduk di depannya.Ibu Suminah terdiam sesaat ketika mendengar penjelasan Uki hingga tidak mendengar panggilannya.[“Oh maaf, Nak. Tiba-tiba Ibu teringat dengan adikmu. Kalau dihitung-hitung usia kandungan adikmu, pasti dia juga sudah melahirkan,”] ujar Bu Suminah d
“Hai, Asma!” sapa Endang yang sudah berada di depan Asma yang berada di samping kasir. Asma menatap Endang dengan sorotan tajam. Pancaran matanya tidak bisa menyembunyikan rasa benci pada wanita yang telah menghancurkan rumah tangganya. Dia berusaha menahan emosi terhadap apa yang akan terucap dari mulut Endang. Endang tersenyum sinis melihat Asma yang terdiam di tempatnya berdiri. Dia melirik perut Asma yang sudah mengempis. “Oh, ternyata kamu sudah melahirkan. Selamat ya! Semoga anak itu tidak dikucilkan karena tidak mempunyai ayah,” ucap Endang yang terkandung ejekan untuk Asma. Bagian kasir yang terletak di depan pintu masuk, untungnya tidak terlihat pembeli yang mengantre. Hanya ada Anisa dan Asma yang sedang mengobrol sebelum kedatangan Endang di hadapan mereka. “Siapa dia, Mbak?” bisik Anisa yang berada di dekat Asma. Walaupun Anisa bertanya dengan suara lirih, tetapi masih terdengar oleh Endang. “Kenalkan, saya istri dari mantan suaminya,” sahut Endang dengan tersenyum