Ketika melihat Arya yang terdiam, Uki menepuk bahunya. “Aku yakin kamu akan segera melamar adikku jika memang statusnya juga sudah jelas.”Arya menengok ke arah Uki. Selama ini status Asmalah yang membuat dirinya belum melangkah ke arah selanjutnya.“Hal tersebut yang membuatku masih bingung, Mas. Aku belum mengetahui bagaimana status pernikahan Asma dan mantan suaminya. Asma memang sudah ditalak oleh Tanto, tetapi dia juga masih belum tahu status pernikahannya di mata hukum negara.”“Insya Allah aku akan membantu untuk mengurus semuanya. Aku hanya menginginkan adikku bahagia bersama dengan orang yang dicintainya dan juga mencintainya dan juga pasangan yang bisa menjadi imam dan membimbingnya,” ucap Uki pada Arya.Sebagai kakak, Uki tidak mau mengulangi hal yang sama dengan pernikahan pertama adiknya. Dia tidak bisa tegas menolak pilihan sang adik yang menurut keluarga tidak tepat.Tanpa mereka sadari, di balik pintu ruang tamu, Laila mendengar obrolan Uki dan Arya. Laila pun semakin
[“Assalamualaikum.” ]Terdengar suara Bu Suminah dari ponsel Uki. Dia sengaja mengeraskan suara panggilan dari ibunya agar Asma bisa mendengarkan.Mata Asma berkaca-kaca mendengar suara sang ibu yang sudah sangat dirindukannya.[“Waalaikumsalam, Bu,”] jawab Uki dengan tersenyum walaupun tidak akan terlihat oleh sang ibu karena mereka melakukan panggilan biasa.[“Mengapa kamu tidak pulang, Nak? Laila baik-baik saja kan?"] tanya Bu Suminah karena Uki lupa menghubungi untuk meminta izin tidak pulang ke rumah.[“Maafkan Uki, Bu! Uki lupa menghubungi Ibu. Laila baik-baik saja. Uki tadi harus membantu teman satu kontrakan Laila yang ternyata sedang mengadakan walimatul aqiqah.”] Uki menjelaskan alasannya seraya menatap Asma yang duduk di depannya.Ibu Suminah terdiam sesaat ketika mendengar penjelasan Uki hingga tidak mendengar panggilannya.[“Oh maaf, Nak. Tiba-tiba Ibu teringat dengan adikmu. Kalau dihitung-hitung usia kandungan adikmu, pasti dia juga sudah melahirkan,”] ujar Bu Suminah d
“Hai, Asma!” sapa Endang yang sudah berada di depan Asma yang berada di samping kasir. Asma menatap Endang dengan sorotan tajam. Pancaran matanya tidak bisa menyembunyikan rasa benci pada wanita yang telah menghancurkan rumah tangganya. Dia berusaha menahan emosi terhadap apa yang akan terucap dari mulut Endang. Endang tersenyum sinis melihat Asma yang terdiam di tempatnya berdiri. Dia melirik perut Asma yang sudah mengempis. “Oh, ternyata kamu sudah melahirkan. Selamat ya! Semoga anak itu tidak dikucilkan karena tidak mempunyai ayah,” ucap Endang yang terkandung ejekan untuk Asma. Bagian kasir yang terletak di depan pintu masuk, untungnya tidak terlihat pembeli yang mengantre. Hanya ada Anisa dan Asma yang sedang mengobrol sebelum kedatangan Endang di hadapan mereka. “Siapa dia, Mbak?” bisik Anisa yang berada di dekat Asma. Walaupun Anisa bertanya dengan suara lirih, tetapi masih terdengar oleh Endang. “Kenalkan, saya istri dari mantan suaminya,” sahut Endang dengan tersenyum
“Perkenalkan! Saya Arya, saya adalah pemilik toserba ini dan juga calon suami Asma,” jawab Arya tanpa mengulurkan tangannya.Asma langsung menatap Arya ketika mendengar ucapannya. Tatapan mereka bertemu sesaat sebelum Arya berhadapan kembali dengan Endang yang terkejut dengan ucapan Arya.“Jika Anda hanya ingin membuat malu calon istri saya, silakan Anda meninggalkan tempat ini. Tetapi, jika masih ada barang yang ingin di beli, silakan lanjutkan kegiatan Anda. Apa yang Anda lakukan secara tidak langsung mengganggu pelanggan saya yang lain,” lanjut Arya dengan tegas.Wajah Endang memerah mendengar ucapan Arya yang secara tidak langsung sudah mengusirnya dengan halus. Apalagi, orang-orang yang berada di dekatnya memperhatikan dirinya.Endang belum sempat menjawab ucapan Arya, temannya sudah memberi kode untuk meninggalkan tempat itu.“Maafkan teman saya, Pak. Kami sudah selesai belanja. Maaf jika kami mengganggu ketenteraman pelanggan di sini,” ucap teman Endang.Endang menatap temannya
"Menikah dengan Mas Arya saja, Mbak!” Intan mengulangi ucapannya yang semula berupa pertanyaan, kini terdengar seperti permintaan.Asma menatap lekat mata Intan. Dia ingin mencari keseriusan dari ucapan yang dilontarkannya.“Tidak salah kamu memintaku untuk menikah dengan Arya. Kenapa kalian tidak meminta Mbak Khansa menikah dengan Arya saja?” tanya Asma yang merasa heran dengan permintaan Intan.Selama ini Arya dan Khansa mengelola panti bersama-sama. Bahkan, mereka sudah dianggap sebagai ayah dan ibu bagi anak-anak panti. Mengapa mereka tidak meminta Arya menikah dengan Khansa saja. Kini, Intan sebagai salah satu penghuni panti malah memintanya untuk menikah dengannya.Intan menghela nafas. Dia menatap ke arah jalanan melalui jendela mobil bagian depan. Dia teringat dengan permintaan anak-anak panti kepada Arya maupun Khansa. Mereka meminta Arya dan Khansa menikah saja, tetapi keduanya menolak. Tidak hanya sekali mereka meminta, tetapi berkali-kali dan berulang-ulang. Akan tetapi, j
“Tetapi bagaimana kalau dia benar-benar tidak mengakui Randi, Mbak?” tanya Asma ketika Khansa sudah duduk di sampingnya.“Itu baru dugaanmu dan mungkin hanya ketakutanmu. Kalau tidak mencoba menemuinya, kamu tidak akan pernah mengetahui reaksinya saat bertemu dengan Randi.”Asma terdiam menatap Randi yang terlelap di pangkuannya. Apa yang dikatakan Khansa memang benar. Dia belum mencobanya dan dia hanya mendengar dari Endang, bukan dari ucapan Tanto sendiri.“Walaupun anakmu laki-laki tetap harus memperhatikan nasabnya. Bagaimanapun juga dia akan bernasab pada ayahnya dan mantan suamimu tidak bisa menolaknya,” ucap Khansa karena melihat Asma yang hanya diam.Asma menghela nafas. “Terima kasih, Mbak. Secepatnya aku akan menemui orang tuaku terlebih dahulu. Aku ingin meminta maaf kepada mereka. Tadi Endang juga menyampaikan kalau Mas Tanto segera mengurus perceraian kami.”“Bagus itu. Perceraian kalian harus segera diurus agar statusmu jelas. Jadi, kalau ada laki-laki yang ingin menjadi
[“Bapak sakit apa, Mas?”] tanya Asma dengan nada khawatir.Asma menghentikan kegiatannya membungkus kue. Perasaan bersalah semakin bercokol di dalam hatinya. Dia sudah mengecewakan sang ayah dan sekarang menyebabkannya sakit pula.[“Sebenarnya sakit bapak tidak parah, penyakit orang tua. Tetapi, bapak sering melamun. Setiap ditanya, jawabnya kangen kamu. Kalau menurut Mas, sudah saatnya kamu menemui bapak dan ibu, Asma. Mereka sudah sangat merindukanmu dan juga mengkhawatirkanmu. Mereka pasti bahagia jika tahu kalau cucunya sudah lahir,”] ucap Uki panjang lebar lewat sambungan telepon.Terdengar helaan nafas dari Asma. Dia terdiam mendengar ucapan Uki.[“Apa kamu tidak ingin mengurus perceraianmu? Selesaikan semuanya agar laki-laki yang akan mendekatimu bisa melangkah lebih mantap,”] lanjut Uki karena melihat Asma yang terdiam.Asma menatap ke arah Uki melalui layar ponsel milik Laila.[“Mas, sebenarnya tadi siang aku bertemu dengan istri Mas Tanto yang sekarang. Kami tidak sengaja be
“Bayi itu anak siapa, Ki?” tanya Ibu Suminah pada Uki yang sudah berdiri di depannya.“Yang tadi digendong Laila?” tanya Uki yang diangguki ibunya. “Dia anak dari wanita yang satu kos dengan Laila. Namanya Randi. Memangnya kenapa, Bu?”Uki berusaha terlihat biasa saja saat menjawab pertanyaan sang ibu. Dia tidak mau membuat sang ibu curiga dan berujung kekecewaan karena sudah menyembunyikan Asma dan anaknya.“Kamu sedang tidak membohongi maupun menyembunyikan sesuatu dari ibu kan?” ibu Suminah mencoba menelisik sang putra. Dia merasa ada yang disembunyikan oleh Uki.Uki menetralisir kegugupannya dengan tersenyum pada sang ibu. Dia pun mendekatinya dan merangkul sang ibu.“Apa yang Uki sembunyikan dari ibu?”“Barangkali kamu menyembunyikan jika bayi itu adalah anakmu. Kamu sudah menghamili seorang perempuan tanpa sepengetahuan kami dan menyembunyikannya,” jawab sang ibu dan membuat Uki tergelak.“Astagfirullah, Bu. Uki bukan laki-laki seperti itu. Pemikiran ibu aneh-aneh saja,” ucap Uk
“Mas Tanto!” panggil Asma dengan lirih.Tanto, suami yang sudah mengusir dan menalaknya di saat dia sedang hamil, sudah berdiri di depannya.“Apa kabar Asma?” tanya Tanto.“Baik,” jawab Asma dengan datar.Pandangan Tanto beralih ke arah perut Asma. Tanpa memedulikan Tanto, Asma segera mengangkat barang belanjaannya. Akan tetapi, karena banyaknya barang belanjaannya itu membuat Asma kesulitan.“Perlu aku bantu?” tawar Tanto yang mendekati Asma dan tanpa sengaja tangannya menyentuh tangan Asma dan membuat Asma berjengit kaget hingga meletakkan kembali barang belanjaannya itu.“Tidak usah, Mas. Aku akan menelepon seseorang yang datang bareng aku,” tolak Asma.“Kenapa tidak mau aku bantu? Walau bagaimanapun secara hukum negara, kamu itu masih istriku,” ucap Tanto tanpa merasa malu dan bersalah.Asma menatap Tanto. Ada perasaan benci pada laki-laki di hadapannya. Apalagi jika teringat anaknya yang baru berusia satu bulan lebih.Asma tersenyum getir mendengar ucapan Tanto. “Aku tidak salah
Ciiiit!Arya mengerem mobilnya secara mendadak ketika mendengar ucapan Asma. Untung saja Arya sedang melajukan mobilnya dalam keadaan pelan.“Maaf!” ucapnya dan menengok ke arah Asma yang sedikit terdorong ke depan. “Kamu dan Randi baik-baik saja?” tanyanya dengan rasa khawatir.Kebetulan Randi sedang tiduran di atas jok mobil yang beralaskan kasur kecil dan Asma sempat menahannya agar tidak terdorong ke depan.“Alhamdulillah, kami baik-baik saja,” jawab Asma yang sudah kembali ke posisinya. Randi juga masih terlelap di atas kasurnya. “Mbak Khansa bagaimana?”“Aku tidak apa-apa kok. Untung saja Arya mengendarai mobilnya tidak kencang,” ujar Khansa.“Maaf! Aku terkejut dengan ucapan Asma. Apa maksudmu Asma? Apa yang kamu ucapkan tadi menandakan bahwa kamu bersedia menjadi istriku?”Arya bertanya secara beruntun tentang ucapan Asma dan dibalas senyuman manis yang terukir di bibir Asma. Senyuman dan anggukan Asma sudah menjawab pertanyaannya.“Baiklah, nanti aku akan bicara langsung deng
“Mengapa kamu tidak menghubungi sendiri?” tanya Khansa heran.Bukan bermaksud dia menolak permintaan tolong dari Asma, dia hanya merasa heran dengan permintaan itu. “Ehm, aku merasa tidak enak padanya, Mbak. Kemarin aku sudah menolak untuk mengantarku,” jawab Asma dengan ragu.Khansa tersenyum melihat wajah Asma yang terlihat malu.“Loh, kenapa sekarang berubah pikiran?” tanya Khansa semakin penasaran.“Tidak apa-apa, Mbak. Aku merasa tidak enak mengecewakan Arya. Padahal, dia sudah terlalu banyak membantuku,” jawab Asma.“Jadi, kamu hanya ingin membalas budi padanya?”Asma menggeleng-gelengkan kepalanya. “Bukan, bukan seperti itu, Mbak. Maksudku, barangkali dia ingin bertemu orang tuaku dan ada yang ingin dikatakan pada mereka. Selain itu, keluarganya juga ada yang di sana.”“Apa kamu ingin Arya bertemu dengan orang tuamu untuk menunjukkan keseriusannya?” tanya Khansa dengan nada menggoda Asma.“Eh.” Asma terkejut dengan ucapan Khansa walaupun memang seperti itu adanya yang ada di b
“Hah! Bagaimana maksudnya, Mbak?” tanya Milla yang bingung dengan pertanyaan Asma.“Apa kamu menyukai Arya sehingga kamu kecewa jika dia sudah mempunyai calon istri?” tanya Asma sekali lagi.Milla terkekeh mendengar pertanyaan Asma. Walaupun Milla belum pernah merasakan jatuh cinta kepada laki-laki, tetapi dia adalah wanita yang beranjak dewasa yang tentu mengetahui bagaimana seseorang yang cemburu.“Kamu kok malah terkekeh?” tanya Asma.“Mbak Asma cemburu ya?” godanya sambil mengerlingkan mata menatap Asma.“Kenapa aku harus cemburu?” tanya Asma.“Mbak, aku memang menyukai Mas Arya. Tetapi, dia sudah kami anggap sebagai pengganti orang tua kami. Kami sudah menganggapnya sebagai kakak,” ucap Milla.Asma menghela nafas lega mendengar ucapan Milla. Dan tanpa disadari hal tersebut terdengar oleh Milla.“Merasa lega ya, Mbak? Kalau Mbak Asma dan Mas Arya sudah saling mencintai, kenapa sih Mbak Asma tidak segera menikah dengan Mas Arya saja. Setahu aku, masa iddah perempuan yang bercerai s
“Calon istri?” tanya Arya dengan mengernyitkan dahi.Sebelum berbicara dengan Asma, Arya meminta wanita yang bersamanya untuk mengambil barang yang dibutuhkannya.Milla sedang memilih barang yang sudah dicatat Asma di sebuah kertas. Sedangkan, Asma mencari pernik-pernik pelengkap hiasan kue yang juga tersedia di toko itu.Asma menjadi serba salah dengan pertanyaannya. Apalagi menanyakannya tepat di depan wanita yang dia kira calon istri Arya. Padahal, dia tidak bermaksud bertanya hal tersebut.“Tidak jadi,” sahut Asma sesegera mungkin sebelum Arya mengajukan pertanyaan lanjutan.“Maksudmu dia?” tanya Arya seraya menunjuk wanita yang bersamanya tadi. “Kenapa kamu menebaknya sebagai calon istriku? Padahal kamu tahu bahwa kamulah wanita yang aku harapkan sebagai istriku.”Tanpa disadari, pipi Asma bersemu mendengar ucapan Arya. Walaupun dia sering mendengar pernyataan Arya, tetapi selalu saja membuat jantungnya berdetak lebih cepat dan pipinya terasa memanas.“Tidak usah dipikirkan, Arya
"Perkenalkan, saya Arif, pengacara yang diminta mendampingi proses perceraian Mbak Asma,” ujar Arif mengenalkan diri dan menjabat tangan Uki.“Uki, kakak dari Asma,” balas Uki.Mereka pun duduk berhadapan di ruang tamu.“Terima kasih Pak Arif mau membantu mengurus perceraian adik saya,” ujar Uki membuka obrolan mereka.“Sama-sama. Tapi sebelumnya, panggil saja Arif, Mas. Saya masih terlalu muda untuk dipanggil pak,” ucap Arif dengan tersenyum lebar.“Mas Arif kali ya. Mungkin saya yang sudah terlihat tua ya, Mas,” seloroh Uki sambil tersenyum.“Mas Uki belum terlalu tua untuk ukuran laki-laki yang sudah mempunyai anak satu,” balas Arif.Mendengar ucapan Arif, Uki bengong sesaat.“Anak? Bagaimana saya bisa punya anak, Mas. Nikah saja belum,” ujar Uki sambil terkekeh.Kini giliran Arif yang bengong. “Loh, tadi bukan anak dan istri Mas Uki?” tanyanya memastikan.“Bukan Mas Arif. Perempuan tadi adik sepupu saya, sedangkan bayi tadi ponakan saya, anaknya Asma,” jawab Uki.“Syukurlah!” ucap
“Assalamualaikum,” salam Laila sambil membuka pintu yang sudah tidak terkunci.Laila meletakkan barang bawaannya yang berupa kardus dan juga plastik besar di meja ruang tamu.“Waalaikumsalam,” jawab Asma dan Uki yang masih berada di dapur.Uki sedang membantu menata kue-kue ke tempatnya sebelum di bawa ke toko yang berada di bagian depan rumah.Laila sudah muncul di depan Asma dan Uki sebelum mereka menghampiri Laila ke ruang tamu.“Loh, La! Kamu kok sudah balik ke sini? Katanya liburnya sampai besok pagi?” tanya Asma ketika melihat Laila yang datang.Laila menyalami kedua kakak sepupunya.“Bakda Zuhur nanti, aku harus mengisi kajian remaja putri di salah satu masjid,” jawab Laila sambil menggeser kursi yang ada di ruang makan untuk didudukinya.“Jam segini sudah sampai di kota, memangnya kamu dari desa jam berapa, La?” tanya Uki yang melihat jam dinding di dapur masih menunjukkan pukul 5.30.“Bakda Subuh langsung berangkat. Bus berangkat paling pagi kan bakda subuh,” jawab Laila samb
"Mas, apa yang harus aku lakukan?” tanya Asma pada Uki setelah mengakhiri panggilan videonya dengan ibunya.“Tenang, Asma. Apa kamu ingin memenuhi panggilan itu? Setahu aku, proses perceraian akan cepat jika yang bersangkutan tidak hadir. Apalagi Tanto belum mengetahui keberadaanmu,” ucap Uki yang melihat kesedihan di wajah Asma.Asma tidak menjawab pertanyaan Uki. Dia sendiri masih bingung dengan dirinya. Jika diantara mereka tidak ada Randi, mungkin dia akan langsung menyetujui perceraian ini.“Asma, apakah di dalam benakmu ada keinginan untuk bersatu kembali dengan Tanto?” tanya Uki dengan memperhatikan Asma yang tertunduk.Melihat gelagat Asma, Uki sudah bisa menyimpulkannya. “Astagfirullah, Asma! Kamu itu sudah diselingkuhi. Bahkan perselingkuhannya dilakukan secara terang-terangan. Jika masih ada bersitan untuk kembali dengannya, akal sehatmu mana?” tanya Uki dengan geram.“Mas, aku sudah kecewa dengannya. Hatiku mungkin sudah mati untuknya. Tetapi, nasib Randi bagaimana? Dia ju
Kabar Dari Desa“Mas, apa yang harus aku lakukan dengan harapan Ibu Intan? Dia memang tidak memaksaku untuk menerima Arya, tetapi secara tersirat dia berharap aku bisa menjadi menantunya,” ujar Asma pada Uki saat Ibu Intan dan Arya sudah pergi meninggalkan rumahnya.Setelah melaksanakan shalat Zuhur, Arya dan ibu Intan berpamitan pada Asma dan Uki. Mereka akan berkunjung ke panti asuhan terlebih dahulu.Asma dan Uki sedang duduk di atas kasur yang ada di ruang tengah sambil menjaga Randi yang sedang bermain.“Ibu Intan dan Arya adalah orang yang baik. Mereka sudah mengenalmu dengan baik juga. Kamu juga sudah dekat dengan mereka sejak dulu. Kami akan merasa tenang jika kamu bersama dengan orang yang tepat dan salah satunya Arya. Tetapi, kami tidak akan memaksamu untuk mengambil keputusan dalam waktu dekat. Kami hanya minta untukmu agar jangan sampai kegagalanmu dalam rumah tangga, membuatmu trauma untuk menikah kembali. Bagaimanapun Randi tetap butuh sosok ayah yang menemaninya sehari-