Bab 19
Ternyata
Kafe dengan desain alam, di mana di sisi halamannya disulap menjadi taman bunga indah bak pagelaran resepsi taman, dengan susunan meja yang diapit dua bangku dengan bahan dasar kayu. Di beberapa tempat terdapat pohon-pohon rindang. Lokasi nyaman bagi penikmat keromantisan.
Di antara trotoar dan lokasi kafe dipagari tanaman hidup yang terpelihara rapi, sehingga memudahkan orang asing memandang keindahan suasana alam di taman kafe itu. Meski jalanan cukup lengang, tapi kedaraan masuk dan keluar silih berganti di halaman parkiran itu. Seakan-akan, setiap kendaraan yang melintas, benar-benar hanya orang-orang yang bertujuan mengunjungi kafe.
Aku melirik pada Mas Dion yang tak sedikit pun mengeluarkan kata. Mas Dion terpaku mengamati suasana kafe dari tempat ia duduk. Dua sikunya bertengger di setir kemudi, dan kedua matanya menjelajah ke dalam kafe, seakan-akan ada yang sedang i
Bab 19TernyataKafe dengan desain alam, di mana di sisi halamannya disulap menjadi taman bunga indah bak pagelaran resepsi taman, dengan susunan meja yang diapit dua bangku dengan bahan dasar kayu. Di beberapa tempat terdapat pohon-pohon rindang. Lokasi nyaman bagi penikmat keromantisan.Di antara trotoar dan lokasi kafe dipagari tanaman hidup yang terpelihara rapi, sehingga memudahkan orang asing memandang keindahan suasana alam di taman kafe itu. Meski jalanan cukup lengang, tapi kedaraan masuk dan keluar silih berganti di halaman parkiran itu. Seakan-akan, setiap kendaraan yang melintas, benar-benar hanya orang-orang yang bertujuan mengunjungi kafe.Aku melirik pada Mas Dion yang tak sedikit pun mengeluarkan kata. Mas Dion terpaku mengamati suasana kafe dari tempat ia duduk. Dua sikunya bertengger di setir kemudi, dan kedua matanya menjelajah ke dalam kafe, seakan-akan ada yang sedang i
Bab 20Patah“Mas! Mas Divo!” Aku meratap memanggilnya. Namun, lelaki itu seperti tak mendengar juga tak melihatku.“Mas! Ini aku, Mas. Ini aku,” tangisku menghiba Namun, lelaki itu tetap melangkah tanpa menoleh padaku yang terduduk dijalanan. Ia tersenyum manis pada perempuan cantik yang telah menunggunya di ujung jalan. Wanita yang juga menampakkan senyum bahagia menyambutnya.“Mas … Mas Divo! Jangan pergi, Mas!” Aku terus memaanggil namanya. Walau ia sedikit pun tak menoleh padaku. Entah mengapa ia seperti tak melihat juga tak mendengar teriakkanku, padahal ia berjalan tepat di depanku.Tubuh lunglai di tanah. Aku tak rela ia pergi. Lebih tak rela lagi ketika ia dengan mesra mengggandeng wanita itu dengan sumringah. Kupanggil ia sekuat tenaga.“Mas! Mas Divo!”“Vi …!”T
Bab 21Menenangkan DiriKami menjemput Bayu di rumah teman Mas Dion. Alhamdulillah, Bayu terlihat senang di sana. Benar ucapan Mas Dion, Mbak Yuni dan Mas Angga temannya itu terlihat sangat menyayangi Bayu. Aku tersenyum ketika melihat Mbak Yuni sedang bercanda dengan Bayu saat kami tiba di sana.Setelah berpamitan, Mas Dion kembali melajukan mobilnya ke suatu tempat yang tidak aku tahu. Ia membawaku ke sebuah daerah wisata bukit karang di pesisir pantai. Jalanan yang mendaki membuat gambaran lautan dan pesisirnya terlihat bagai lukisan indah. Hamparan laut yang dibatasi bibir pantai yang berliku, membuat pikiran sedikit tenang. Apalagi dilihat dari ketinggian. Angin sejuk bertiup menerpa pori-pori, saat jendela kaca mobil kubiarkan ternganga.Mobil kami melintasi jalan kecil menanjak. Guncangan akibat jalan yang berlubang, tak sedikit pun membuatku kehilangan fokus pada hamparan pemandangan yang tersaji indah.
Bab 22Rahasia Mas Dion“Ceritakan padaku apa pun yang Mas ketahui,” ujarku tiba-tiba.Mas Dion menatapku lagi. sejenak ia terdiam seakan-akan ada yang sedang ia pikirkan. Aku memasang wajah memelas padanya, berharap ia mengabulkan permintaan itu. Mas Dion kembali menghela napas kasar ke samping dan menatapku.“Aku memergoki Vera malam itu, setahun yang lalu. Ketika kami pulang dari kontrakanmu.”Aku mengamatinya. Aku ingat kala itu Mbak Vera bungkam tak banyak bicara. Ia bahkan seperti resah tak betah di rumah meski dijamu sedemikian rupa. Jadi ini alasannya. Astaga, berarti perselingkuhan mereka terendus Mas Dion tepat ketika aku sedang hamil tua?“Jadi, waktu itu?” tanyaku lagi menekankan.“Iya, sikap manjamu pada Divo dan gaya mesra kalian yang ia lihat ketika itu, membuat ia cemburu. Se
Bab 23Berpura-puraSemua telah kembali seperti semula. Tak sulit memang membuat seorang Divo mempercayai skenario yang dibuat. Sama, seperti tak sulitnya ia membuatku percaya bahwa akulah cinta sejatinya. Entah karena ia benar-benar tak mencintaiku, ataukah karena akting yang dibuat saat ini dirasuki rasa dendam cukup sempurna. Sehingga ia dengan mudahnya percaya sandiwara ini. Entahlah, yang pasti, semua berjalan seperti rencanaku dan Mas Dion.Usai kembalinya aku ke rumah, dan perseteruan hebat yang sempat terjadi, semua kembali seperti sedia kala. Ia mempercayaiku yang meminta maaf dengan bersujud padanya. Sit! Sebenarnya ini sangat sulit bagiku, mengingat hati yang telah beku diguyur gletser kebencian atas kemunafikannya. Dengan alasan mencari ketenangan, mendatangi seorang ustazah yang juga saudara, kepergianku selama dua hari bisa ia terima.Sikapnya jauh lebih b
Bab 24RencanaSetelah pembicaraan kami usai, Mas Dion dan aku kembali berpisah di jalanan. Entah mengapa aku merasa semua masih baik-baik saja. Apalagi dia memang berhasil membuat aku tertawa dan tersenyum karena tingkah slengekan dan lucunya.Aku senang dan lega telah bertemu dengan Mas Dion hari ini. Aku juga senang telah mengenal Mas Dion lebih dekat dari sebelumnya. Ternyata ia tak seburuk yang aku duga. Aslinya Mas Dion itu lelaki baik. Ia suka menyenangkan orang lain.Setahuku dulu Mas Dion lelaki santun, sopan dan tahu adab. Aku juga tahu Mas Dion adalah manusia yang tahu balas budi. Padahal, andai saja ia hanya mementingkan hatinya yang terluka, pastinya ia tak akan sanggup menahan sakit selama ini dan setenang ini.Aku yakin, sebagai lelaki yang mempunyai pergaulan luas dan sikap jantan yang ia punya, tentu tak akan sulit bagi Mas Dion untuk membalas dendam pada Mas Divo. Bisa saja i
Bab 25Rahasia Wanita ItuAcara launching berjalan dengan lancar. Seorang lelaki muda yang kurasa adalah owner-nya melakukan penyambutan serta gunting pita. Kemudian kami disajikan makanan-makanan khas kafe ini yang kurasa cukup menggugah selera. Beberapa menu yang kucicipi terasa sangat mengena di lidah.Sayangnya sampai acara usai, aku tetap terasing sendiri di sini, tanpa Mas Dion. Syukurnya pelayan-pelayan serta panitia-panitia ramah dan seperti mengenalku sebagai Mbak Viona. Padahal aku sendiri tak tahu siapa itu Syerly—owner-nya.Mereka melayaniku dan menyajikan makanan padaku dengan sangat baik. Seakan-akan aku ini tim penilai kelezatan makanan saja. Aneh!Mas Dion muncul sesaat, kemudian menghilang lagi entah ke mana. Tak mau ambil pusing tentang itu. Bukankah rencana awal, kedatangan ke sini memenuhi undangan owner-nya—Syerly? Sementara aku bertemu dengan Mas Dion
Bab 26Usai semua drama, aku kembali pulang ke rumah bersama Bayu yang tadi sempat kujemput ke penitipan. Semua kembali kujalani seperti biasaSambil menunggu mata mengantuk, kuselesaikan semua pekerjaan rumah yang tadi masih terbengkalai. Kutidurkan Bayu di kamar mewahku, yang gorden dan pintunya kubuka lebar.Beberapa saat disibukkan aktivitas beres-beres, tiba-tiba langkahku terhenti.Sejenak aku terpaku. Lintasan peristiwa-peristiwa kembali melintas di labirin ingatanku. Teringat kembali siklus kehidupan yang telah kulewati. Betapa terlalu cepat semua berubah dalam sekejap mata.Aku berdiri dengan tatapan nanar ke arah salah satu dinding rumahku. Menggigit ujung jemari, kemudian melangkah pelan dan menghenyakkan bobotku di sofa.Untuk beberapa saat lamanya terdiam di sana. Mengingat kembali apa yang sudah terjadi. Semua bagai teka-teki yang mengejutkan serta cukup membingungkan dalam siklus hidupku.Aku yang dulu mer