Kantor sedang heboh dengan berbagai macam cerita tentang pelakor. Yang dibahas mulai dari para pesohor negeri, sampai ada beberapa yang diam-diam curhat tentang pengalamannya pribadi, sebagai korban ataupun sebagai pelaku. Well, memang, kadang manusia ngga bisa ditebak. Ada yang penampilannya santun tapi ternyata mantan pelakor. Ada yang kesehariannya ceria, selalu ketawa, ternyata dia korban pelakor, yang bahkan sampai saat ini masih galau berada di antara mempertahankan rumah tangganya atau disudahi saja. “Kalau perebut cewek orang disebut apa ya?”, celetuk Ellie sambil memandangiku, kemudian bertopang dagu di atas meja sembari menyingkirkan mangkok bakmi nya yang sudah kosong. “Ngga ada istilah kayak gitu!” kujawab ketus sambil tetap melahap nasi goreng teri medan, menu makan siangku hari ini. “Ya kalau statusnya masih pacar sih biarin aja ditikung!” timpal Bara menambahi. “Dulu gue pernah tuh nikung cewek orang, tapi biasa aja.”
Hari ini sempurna. Sempurna, seperti biasa kalau aku melewatinya bersama Ellie. Walaupun siang tadi dia ngambek, walaupun kami hanya melakukan hal-hal biasa, walaupun kami hanya menghabiskan hari sambil nonton TV di kamar dan makan junkfood sampai kekenyangan, walaupun kami seharian hanya mandi sekali karena malas dan cuacanya dingin, walaupun Ellie tidak pakai make up dan tidak pakai baju seksi. Ellie sudah terlelap, di sampingku, semantara aku masih nonton TV karena tanggung film nya belum selesai. Kulihat HP Ellie menyala, tapi tak ada suaranya. Kuambil dan kulihat, ternyata ada pesan dari Ryan. Ryan, atau Ellie menyimpan namanya sebagai ‘Hubby to be’, tentu saja adalah calon suami Ellie. Ya Tuhan. Rasanya aku seperti habis ditonjok. Saat sang calon istri tidur bersama lelaki lain, sang calon suami masih dengan manisnya mengucapkan selamat tidur tanpa tahu calon istrinya tidak tidur sendirian. Mendadak rasanya aku menjadi orang paling jahat dan paling t
Perjalanan ke Bali itu pun memang akhirnya terjadi. Para bos kami dan keluarganya sudah berangkat lebih dulu dari kemarin, sehingga menyisakan aku dan Ellie dan beberapa karyawan yang memang diikutsertakan. Dan karena hanya ingin berduaan, aku sengaja reschedule jadwal pesawat sehingga dapat jadwal penerbangan tengah malam dan kondisi sepi penumpang. Ellie tampak menikmati dengan antengnya bergelayut di sebelahku, walaupun sebenarnya pikirannya sedang kemana-mana karena Ryan pun akan berkunjung juga ke Bali, tepatnya besok. “Besok Ryan minta aku jemput dia di bandara.” ujar Ellie sambil menyeruput kopi panasnya. “Kamu temenin aku, ya?” “Apa ngga jadi canggung nanti?” balasku tak yakin sambil ikut mencicipi kopinya. Bagiku aneh, karena Ellie selalu menikmati kopinya tanpa gula. Dia bilang sudah terbiasa karena sudah dari kecil ikut-ikutan menyicipi kopi racikan kakeknya yang memang dibuat tanpa gula. Malah baginya aneh kalau minum kopi tapi rasanya manis.
Kalau Bara selalu mendukungku untuk merebut Ellie dari Ryan, Lily adalah kebalikannya. Dia selalu berceloteh kalau aku dan Ellie lebih baik pisah saja daripada menjalani hubungan tidak jelas seperti ini. Jadi begitu ada kesempatan seperti ini, Lily dengan semangatnya mengirimiku foto-foto dari beberapa temannya yang dia bilang sedang ada di Bali saat ini. “Pick one and I’ll give you her number.” Begitulah kata Lily tadi di akhir chat-nya padaku. Kulihat-lihat dia mengirim foto dari tiga orang wanita, yang ketiganya terlihat cantik dan seksi. Kuteliti satu-satu dan kucari yang paling mirip dengan Ellie. Walaupun tidak ada, tapi yang paling sesuai seleraku adalah yang bernama Jessica, si rambut panjang dengan ujung bergelombang tipikal cewek salon. Jadilah aku menunggu Jessica ini di salah satu beach club tempat kami janjian tadi. Sebenarnya kalau mau cari pacar itu gampang, contohnya seperti ini, tinggal minta Lily untuk promosikan aku di hadapan teman-tem
Terdengar ketukan di pintu kamarku. Ketukan yang terdengar buru-buru, yang kutahu siapa yang sudah pasti mengetuk dengan cara seperti itu. Pasti Elliane. “Kenapa sih, Ell?” ujarku begitu kubukakan pintu. Dan benar, itu Ellie yang terlihat marah dan dia langsung menghambur masuk ke kamarku. “Kenapa sih, Ell?” ulangku lagi sambil menariknya dan berusaha mengajaknya untuk duduk di atas tempat tidur. Tapi dia menolak. Dia buru-buru mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya dan menunjukkan sesuatu padaku. “INI APA? INI KENAPA BISA KAYAK GINI?” serunya dengan semakin marah dan menunjukkan isi ponselnya padaku. Yang Ellie tunjukkan adalah tangkapan layar dari akun sosial media yang pasti milik Jessica, menampilkan foto kami berdua yang terlihat begitu dekat dan sungguh mengesankan orang pengar yang baru saja bangun tidur. “Kamu dapat foto ini darimana?” balasku balik bertanya, dan jujur rasanya panik seperti orang yang ketahuan selingku
Sudah satu minggu berlalu sejak huru-hara di Bali itu, dan kini kehidupanku sudah berjalan normal kembali. Sempat ada satu drama lagi saat kami siap untuk pulang ke Jakarta, namun saat itu posisinya Ryan masih dua hari lagi di Bali. Jadilah Ellie mengajukan cuti dadakan karena masih ingin bersama dengan Ryan. Sebenarnya aku ingin melarangnya, tapi aku tak ingin membuatnya mengungkit perihal Jessica lagi karena itulah senjatanya sekarang. Dan di Jumat pagi yang agak mendung ini, aku sedang menunggu Ellie di basement parkiran tower apartemennya. Aku sudah beberapa kali meminta Ellie untuk pindah saja supaya dekat denganku, tapi dia bilang tidak bisa karena apartemen yang dia tempati sekarang itu milik Ryan dan akan jadi pertanyaan besar kenapa malah pindah padahal sudah difasilitasi. Lokasi kantor kami ada di antara apartemenku dan apartemen Ellie, jadi setiap hari aku harus berangkat jauh lebih awal agar bisa menjemputnya dulu. Dia tidak bisa menyetir, dan
Bara dan Lily pulang dari tempatku sekitar pukul sebelas malam, dan itu pun harus kuusir dulu karena aku ingin berduaan saja dengan Ellie. Ellie sendiri baru datang sekitar pukul sembilan dan langsung menyerbu kami dengan keluh kesah dan kelelahannya menjaga cucu balita Mr. Ishikawa yang sedang aktif dan ceriwis. Kini keadaan sudah tenang, aku dan Ellie sudah dalam posisi siap cuddling di atas kasur. Posisi Ellie memunggungiku, dia mengenakkan lingerie hitam yang cukup transparan dan menunjukkan bagian punggung yang terbuka. Putih, mulus, dan seksi tentunya. Kucium bagian tengkuknya dan dia merespon dengan kegelian. Aromanya menenangkan sekali. Obsesiku ingin sekali bisa merasakan hal ini setiap malam dan setiap bangun tidur, seumur hidupku. “Capek banget ya hari ini?” tanyaku sambil memeluknya dari belakang. Kuciumi aroma segar rambutnya yang baru saja keramas. “Mau aku pijitin?” Ellie berbalik ke posisi telentang. “Ngga usah,
Jadi semalam itu Ellie tetap ngotot ingin pulang dan tak ingin diantar olehku. Karena aku juga tak mungkin membiarkannya pulang sendirian tengah malam, mau tak mau aku meminta tolong Lily untuk menjemput Ellie dan mengantarkannya pulang. Sebenarnya pertikaian semalam benar-benar ingin kurahasiakan dari Lily ataupun Bara, tapi yang namanya Lily itu sudah sepaket dengan Bara. Tentu Lily datang berdua dengan Bara dan langsung menanyai kami macam-macam. Lalu hari ini, Ellie tak masuk kerja dengan alasan sakit padahal kata Lily sebenarnya dia masih tak mau bertemu denganku. Jadi sejak Jumat malam itu sampai Senin malam ini, Ellie sama sekali tidak menghubungiku. Aku beberapa kali meneleponnya dan mengiriminya pesan, tapi tetap diabaikan olehnya. “Lil, ajakin Ellie kesini dong!” pintaku pada Lily. Aku, Bara dan Lily, seperti biasa kami bertiga nongkrong di kafe dekat kantor karena percuma kalau langsung pulang jam di jam sekarang ini, jalanan Jaka
Sebelum berangkat tadi aku langsung menelepon Bara dan memintanya untuk mengikuti sandiwaraku kalau-kalau Ellie sampai menanyakan pada Bara kemana aku. Tentu saja karena aku dan Bara sudah seperti botol dan tutupnya, dia hanya oke oke saja. Jadi di sinilah aku, di depan rumah kosan Jessica, padahal 20 menit lalu aku masih mengecup bibir wanita yang kuyakini sebagai cinta sejatiku. Tak lama, muncullah Jessica yang seperti dugaanku hanya mengenakan tanktop hitam dan celana pendek berwarna pink. Rambut panjangnya nampak digulung berantakan. Dia menyambutku dengan memberikan senyuman yang malah tampak seperti ejekan. Aku pun mengikutinya masuk ke dalam kosannya ini, melihat pintu-pintu kamar yang sunyi dan sepi, hanya ada rak sepatu, tempat sampah atau keranjang baju kotor. Tidak ada pintu yang terbuka. Kamar Jessica teletak di lantai dua, dan posisi paling pojok. Di depan kamarnya ada rak sepatu berisi sandal, tempat sampah, dan dua pot tanaman. Begitu masuk ke kamarnya, isi kamarn
Di hari ketiga Yaya menginap di sini, akhirnya dia bertemu dengan Ellie. Entah kenapa keduanya memintaku untuk mempertemukan mereka. Padahal aku sebenarnya tidak mau mereka saling kenal, karena ya, tentu saja hubunganku dan Ellie tidak akan berlangsung lama lagi. Dan sepertinya Yaya pun menyukai Ellie, tidak seperti responnya terhadap seluruh wanita yang pernah kukenalkan dulu. Seandainya saja aku bisa mengenalkan Ellie sebagai calon kakak iparnya… Kukira Yaya akan menanyakan tentangku seperti kenapa bisa jadi pacarku atau hal-hal semacamnya, tapi ternyata Yaya malah lebih tertarik membicarakan hal-hal seperti parfum, baju, salon bahkan drama Korea dan berbagai hal yang biasanya dibicarakan teman wanita. Yaya malah mengajak Ellie menginap di tempatku dan menyuruhku tidur di sofa karena mereka mau bergadang untuk menonton film. “Adek aja deh yang tidur di sofa. Mas sama Mbak Ell tidur di kamar.” godaku pada Yaya yang sedang mencoba beberapa pakaian Ellie yang terlihat ‘mini’. “Eh en
Aku sudah berbaikan lagi dengan Ellie. Kami menjalani hari-hari kami seperti biasa. Tiga hari ini kami susah bertemu karena Ellie di luar menemani si bos dan pulangnya langsung diantarkan ke apartemennya oleh supir kantor. Jadi, Rabu malam ini Ellie sengaja minta diantarkan ke tempatku karena dia akan menginap di sini. Aku yang sudah pulang dari pukul enam sore langsung bersih-bersih semua ruangan, terutama kamar tidur dan kamar mandi. Bel pintu depanku berbunyi. Hmm tumben sekali Ellie menekan bel dulu, biasanya dia langsung masuk, apa dia ingin aku menyambutnya dengan sebuah pelukan? Dengan semangat aku menuju pintu depan, sudah kubayangkan aku akan memeluknya, membawanya masuk lalu menciumnya. Tapi aku kaget sekali begitu kubuka pintu, ternyata bukan Ellie yang ada di sana. Yaya-lah yang berdiri di sana. Iya, Yaya adikku. Adik bungsuku. “Mas Gamma!!” Yaya menubruk untuk memelukku. “Adek kok di sini?” aku bing
Sesampainya di restoran sushi tujuan kami, aku dan Ellie masih diam-diaman. Ellie duduk sebelah Lily, dan di hadapannya adalah Bara, sedangkan aku duduk di sebelah Bara sehingga aku berhadapan dengan Lily. Sebenarnya aku tidak terlalu lapar dan aku juga tidak terlalu suka sushi. Ellie bilang sih ini restoran sushi yang paling enak karena rasanya otentik, mirip sushi yang biasa dia makan langsung di Jepang saat kuliah dulu. Dengan seenaknya, Ellie dan Lily memesan porsi yang cukup banyak. Aku tahu kalau Bara juga tidak terlalu suka sushi, makanya kami berpandangan dan merasa kesal karena kalau dua wanita ini kekenyangan, maka kami yang akan disuruh menghabiskan makanan mereka. “Enak kan?” tanya Ellie pada Lily sambil mengunyah makanannya. Entah kenapa dia lahap sekali kalau makan sushi. “Iya, enak!” Lily menjawab, tak kalah lahap makannya. “Gue sukanya sushi asli begini nih, kalau yang rasanya udah nyesuaiin lidah Indonesia, gue m
“Hah nemuin apa?” aku mengulang pertanyaannya. Takutnya aku salah dengar. “Bekas kondom Pak, di tempat sampah Bapak.” Ternyata aku memang tidak salah dengar. Bekas kondom yang menjadi perkara. Aku sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Mbak Ira ini pasti akan mengancamku, memerasku agar dia tidak buka mulut mengenai penemuannya ini. Nyatanya dia masih berdiri di depanku, tersenyum penuh arti. “Mau berapa?” tanyaku langsung to the point. “Satu juta, Pak.” Jawab Mbak Ira dengan sangat lancar. Hari ini aku sudah merasa sangat lelah, sehingga aku malas berdebat dengannya. Kuambil dompetku, kebetulan aku baru saja mengambil uang cash dan langsung kukeluarkan sepuluh lembar uang Rp 100.000. Tanpa ragu dan malu-malu, si Mbak Ira itu langsung mengambil uang tersebut dan tersenyum senang. “Terima kasih ya Pak Gamma…” serunya, dapat terlihat jelas matanya berbinar memandangi kertas merah itu. “Ini untuk b
Ellie menipuku tentang meeting itu. Selain karena ternyata meeting-nya pukul dua siang, yang kebagian tugas presentasi pun memang bukan aku, melainkan Anita dari divisi SDM. Dia benar-benar hanya mencari alasan supaya aku datang ke kantor hari ini. Sekarang Ellie sudah kembali ke ruangannya dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Aku pun ingin mengecek pending job-ku selama aku cuti kemarin, tapi kondisi mejaku berantakan sekali. Ya, tadi ada Ellie di atas meja ini, dengan berbagai posisi. Kami merasa sudah gila karena melakukannya seperti di film-film cabul dewasa. Ah kalau kuingat tadi rasanya aku jadi tegang lagi. Bukan pertama kalinya kami berbuat mesum di kantor, tapi yang tadi adalah yang paling gila yang pernah kami lakukan. Ellie mendominasi dan mengontrolku untuk melakukan ini dan itu. [I still want you. More. Come here.]. Aku mengiriminya pesan. [Aku masih banyak kerjaan. Laper juga belum sempat lunch.] [Mine getting h
Tepat pukul setengah sebelas aku tiba di kantor. Untungnya di jalan tadi tidak macet, dan aku pun sempat mengantarkan Jessica dulu ke kosannya. Kini aku sedang mengendap-endap di depan ruangan Ellie, aku ingin mendatanginya tapi tiba-tiba aku merasa sangat gugup. Aku merasa seperti orang yang sudah beres selingkuh lalu kembali pulang ke pasangannya. “Ell?” tanyaku sambil mengetuk pintunya. “Ya, masuk aja.” Jawab Ellie dari dalam. Dengan masih merasa deg-degan kubuka pintu ruangannya dan akhirnya bisa kulihat lagi wanita yang paling kucintai di dunia ini. Hari ini rambutnya tampak agak berantakan, memakai kacamata, make up nya pun kelihatan tipis sekali. Dia memakai dress tanpa lengan berwarna toska. Aku hafal bajunya ini karena aku yang membelikannya beberapa bulan yang lalu. Ellie yang semula sedang fokus pada komputernya, kini dia memandangiku yang berdiri mematung. Tatapannya sangat mengintimidasi, seperti seorang ibu yang ma
Karena bosan di kamar terus, hari ini aku dan Jessica memutuskan untuk jalan-jalan keluar walaupun tanpa tujuan. Untuk sementara, Jessica menggunakan bajuku, daripada dia pakai baju Ellie yang terlihat sangat ketat di tubuhnya. Seharian kami hanya keluar masuk kafe dan tempat makan, jadi intinya kami hanya makan dan minum kopi di beberapa tempat berbeda. Aku ingin menjalin hubungan pertemanan yang benar dengannya, maksudku seperti aku berteman dengan Lily atau teman-teman wanita yang lain, bukan sekadar ‘teman sesaat di atas ranjang saja’. “Gam, kapan balik ke Jakarta?” tanya Jessica sambil menikmati es kopinya, itu sudah gelas ketiga untuk es kopi, dan dia juga meminum beberapa jenis kopi panas saat di kafe-kafe yang kami kunjungi tadi. Katanya sih dia bukan orang yang akan sulit tidur karena minum kopi. Aku iseng mengancamnya kalau nanti malam dia tak bisa tidur, maka aku akan ‘menikmatinya’ semalaman. “Lusa.” Jawabku sambil tetap memperhati
Aku terbangun dan kudapati Jessica masih terlelap di sampingku. Saat ini ternyata sudah hampir pukul sebelas siang. Kuperiksa ponselku dan tetap nihil, tak ada kabar dari Ellie. Yang ada malah Lily dan Bara yang berisik menanyai di mana aku, kenapa aku tiba-tiba cuti, apakah aku memang sedang bersama Jessica. “Emm… Gammmaaa…” kutengok, dan Jessica menggeliat lalu membuka matanya. “Jam berapa sekarang?” “Jam sebelas.” “Waaah lumayan lama juga ya tidurnya…” Semalam, atau tepatnya tadi pagi, Jessica tidur pukul empat sedangkan aku sejam kemudian karena aku mengirim email dulu untuk menginfokan bahwa aku cuti dan mengecek beberapa kerjaan yang untungnya bisa kukerjakan secara mobile. Jessica lantas bangun dan beranjak menuju meja untuk mengambil minum. Aduh kenapa penampilan saat bangun tidurnya ini membuatku nyaris tegang lagi, dengan rambut berantakan, wajah polos tanpa make up dan lingerie Ellie yang me