Beranda / Romansa / Cinta Gadis tak Bernasab / 2. Coba Kamu Nerima Aku

Share

2. Coba Kamu Nerima Aku

Penulis: Bai_Nara
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-17 15:50:24

Galuh keluar dari rumah ibu angkatnya dan hendak kembali ke pondok, namun langkahnya terhenti gara-gara di depannya ada sosok Gus Alwi, keponakan dari Kyai Baihaki. Ibunya Gus Alwi adalah adik kandung Kyai Baihaki. Usia Gus Alwi adalah dua enam. Ayahnya bukan gus, melainkan mantan anggota TNI yang gugur di medan Papua saat sedang menjalankan tugas. Pada saat sang ayah meninggal, Gus Alwi masih berusia lima tahun. Semenjak sang suami meninggal, Bu Nyai Latifah memilih kembali ke Kebumen membawa anak semata wayangnya. Dia tinggal di sebuah rumah yang berada di dekat kompleks pondok putra, dan tidak mau menikah lagi hingga sekarang. Padahal selepas masa iddah, banyak yang melamar tapi Bu Nyai Latifah menolak dan memilih tetap menjanda.

 

“Gus Alwi,” sapa Galuh sopan. Dia pun menunduk.

“Habis ditolak lagi?” tanya Alwi dengan nada ketus.

Galuh hanya tersenyum dan sama sekali tak memberi penjelasan membuat Alwi kesal. Mulutnya gatal untuk tidak mengoceh pada sepupu angkatnya itu.

“Sudah kubilang kan? Mending kamu nerima aku, hanya aku, Luh. Yang bisa nerima kamu apa adanya. Umi juga. Heran kenapa kamu mesti nolak sih?”

 

“Saya sudah menganggap njenengan sebagai kakak saya, Gus. Maaf. Rasanya aneh kalau harus mengubah panggilan.”

“Ck, mengubah panggilan, kalau dianggap kakak harusnya kamu manggil aku ‘mas, kakang, kakanda,’ buktinya kamu tetap manggil aku ‘gus’ nyebelin sumpah."

 

Galuh hanya tersenyum. Alwi kembali mengeluarkan unek-uneknya.

 

"Kalau kamu nikah sama aku, Budhe kan jadi tenang, kamu juga gak jadi gunjingan. Lagian ya Luh, banyak yang menikah antar sepupu, antar sahabat, antar teman dan macem-macem kok. Gak harus dengan orang asing!” Suara Alwi masih terdengar ketus.

 

“Malah ada baiknya kita nikah, udah saling kenal juga. Saling mengetahui bobrok masing-masing. Saling menerima.”

 

‘Tapi Uminya njenengan gak nerima aku, Gus. Itu masalahnya. Mungkin di depan semua orang dia terlihat sayang sama aku, di belakang? Hah?! Njenengan akan ngelus dada jika tahu. Njenengan gak tahu sih, gimana tingkah laku uminya Gus Alwi sama aku. Mainnya gak fisik, mainnya nyindir, dan ngancurin mentalku dan itu nyebelin,' batin Galuh.

Namun dia memilih tak mau mengatakan kebenaran. Biarlah dia simpan, toh, dia juga gak ada rasa sama Gus Alwi. Meski kata orang dia mirip Omar Daniel atau Omar Bakrie atau Omar-Omar yang lain, bagi Galuh, Gus Alwi itu ‘B’ aja. Ganteng tapi tidak menarik hatinya.

 

“Andai kamu nerima lamaranku, aku bakalan langsung nembung sama Pakdhe dan Budhe, besok kita langsung ijab.” Alwi masih mencoba mengutarakan unek-uneknya dan mencoba membuat sang gadis impian berubah pikiran.

“Maaf Gus. Maaf banget. Kita gak cocok, terlalu banyak perbedaan. Dan terlebih saya sudah menganggap njenengan sebagai kakak saya.” Galuh memasang mimik meminta maaf.

Alwi mendengkus keras, “Susah bener naklukin kamu, tapi kamu mau-mau aja dijodohin sama Budhe.”

 

“Karena Umi Khomsah yang sudah mengasuh saya, mengambil saya yang kata orang gadis tak jelas nasab, bibit, bebet dan bobotnya. Berkat beliau saya bisa sampai sekarang. Dan sebagai bakti saya pada beliau, saya sudah berjanji melakukan apapun keinginan beliau termasuk untuk urusan jodoh. Meski, saya sadar. Kata cinta dan menikah bagai kata ‘kutukan nan keramat’ bagi saya. Sampai hari ini buktinya, gak ada yang mau nerima saya ada apanya.”

 

“Apa adanya!”

"Saya punya diri saya Gus, jadi meski gak punya harta ya saya punya diri saya,” gurau Galuh untuk mencairkan ketegangan.

Alwi tertawa. Dia memang tak akan pernah bisa marah pada Galuh. Benar kata kakak sepupunya, kalau melihat Galuh itu seperti melihat perwujudan Althafunisa versi berbeda. Sama-sama tersayang namun tak bisa mengekang.

 

“Nyerah deh, ngomong sama kamu, aku kalah terus.”

Galuh terkekeh, dia menatap ke arah kerumunan para santri yang mulai berbondong-bondong menuju ke masjid, rupanya jam menunjuk ke arah setengah enam.

“Saya duluan Gus, mau siap-siap ke masjid.”

“Iya.”

Galuh segera pergi, sampai di depan gerbang, dia berpapasan dengan sahabat sekaligus salah satu ustazah yang mengajar di MA Al-Kautsar. Namanya Ratna, teman mondok, teman paling akrab, teman kuliah dan teman yang ter-ternya Galuh. Ratna mengambil konsentrasi pendidikan bahasa Indonesia.

 

“Ciee, yang habis ketemuan sama Gus Alwi,” bisik Ratna.

“Gak usah bikin huru-hara deh, aku malas berurusan sama mak-nya itu orang. Suwer, kamu paham kan gimana dia? Nyerangnya ke mental, untung aku masih bisa waras sampai hari ini.”

 

“Iya, iya paham kok.”

 

 

Galuh dan Ratna segera menuju ke pondok sementara Alwi masih berada di depan rumah pakdhenya. Dia menghembuskan napas lemah lalu memilih beranjak untuk ke rumahnya sendiri.

 

Alwi mengendarai motor matic-nya. Dengan pelan dia menuju ke rumah. Tak sampai lima menit dia sudah sampai rumah, sang ibu yang sedang berada di teras bersama seorang wanita cantik bernama Jauza, berdiri. Bu Nyai Latifah menyambut sang putra pun Jauza. Jauza adalah salah satu anak kerabat dari keluarga Kyai Baihaki. Tepatnya, ayah Jauza adalah adik sepupu Kyai Baihaki. Keluarga Jauza tinggal di daerah Kutowinangun. Usianya baru dua puluh dua tahun. 

Jauza tersenyum pada Alwi dan menangkupkan kedua tangan. Alwi hanya membalas dengan senyum. 

 

Alwi menyalami sang ibu yang langsung memberondongnya dengan pertanyaan ‘kamu dari mana?’

 

“Dari rumah Pakdhe, Umi.”

“Ngapain?”

 

“Main aja, bosan di rumah.”

 

“Lah, daripada bosan kan makanya umi nyuruh kamu buat kuliah lagi, ngambil S2. Gak mau ke luar negeri ya di Purwokerto, Semarang, Solo atau dimana kek yang masih di Indonesia.”

 

“Males, Umi. Kan Alwi gak kayak Mas Alfa yang demen belajar, gak tahu itu gelar, penghargaan mau dibuat apa, toh gak bakalan dibawa mati juga.” Alwi menjawab dengan cuek. 

 

Jauza tersenyum. Dia memang selalu menyukai aksi Alwi yang ceplas-ceplos, tengil dan apa adanya. Menurut Jauza, Alwi itu unik dan menarik. Alwi mampu menunjukkan eksistensi dirinya apa adanya. Dia sosok bebas yang tak mau dibelenggu oleh aturan-aturan pesantren namun tak pernah bersikap keluar dari jalur. Jika harus memilih, Jauza memang lebih menyukai sosok Alwi dibandingkan Alfa yang kaku, tegas, dingin dan bermulut tajam.

 

Sayangnya, kebanyakan orang lebih menganggap sosok Alfa lebih unggul dibandingkan sosok Alwi, termasuk kedua orang tua Jauza. Sang Abi, bahkan sudah mewanti-wanti Jauza untuk mendekati Alfa, agar bisa dijadikan istri dan pengasuh pondok Al Kautsar. Itulah kenapa Jauza sering main ke Al Kautsar. Harusnya, rumah Kyai Baihaki menjadi tujuannya, dan Bu Nyai Khomsah yang menjadi tempatnya beramah tamah. Sayang, kesibukan Bu Nyai Khomsah menjadikan Jauza bosan menunggu sendirian di rumah dan memilih menghabiskan waktu di tempat Bu Nyai Latifah yang jelas orangnya selalu di rumah dan pengangguran. Bu Nyai Khomsah hanya sesekali ikut mengajar di pondok. Seminggu tiga kali saja, selebihnya kegiatannya adalah di rumah.

 

“Kamu itu ya, dibilangin susah banget. Tiru masmu itu loh. Masih muda nyari ilmu, nyari prestasi. Emang gak dibawa mati, tapi kan buat bekal diri.”

“Ya ya ya, terus terus deh bandingin aku sama Mas. Aku sih apa dibandingkan Mas Alfa yang serba sempurna.” Alwi meski menyayangi sang kakak sepupu, kadang-kadang terbit cemburu juga di hatinya. Meski sepupunya sangat baik padanya, tapi perlakuan orang-orang terutama sang ibu yang selalu menbanding-bandingkan dirinya dan sang kakak sepupu menimbulkan rasa sakit sendiri di hati Alwi.

 

Entahlah, aneh. Kadang Alwi ingin sekali bertukar tempat dimana Bu Nyai Khomsah saja yang jadi ibunya sementara, Bu Nyai Latifah yang jadi ibunya Alfa.

“Kamu tuh, dikasih tahu malah gitu,” sang ibu menggerutu.

Jauza yang tak ingin anak dan ibu di depannya berdebat, memilih mengajak keduanya masuk dan bersiap-siap ke masjid.

“Sudah Budhe, kita siap-siap saja ke masjid.”

“Tapi ini loh, Jau, si Alwi nak dikandani ngeyel.”

Jauza tersenyum lalu kembali mencoba menenangkan Bu Nyai Latifah membuat ibunya Alwi menyeletuk, “Coba anakku cewek, kayaknya manut kayak kamu, Jau.”

 

“Terus-terus-terus, mulai mulai mulai, ya Allah kirimkan saja aku ke Mars siapa tahu ada alien baik hati mau ngangkat aku jadi anaknya.”

Jauza tertawa mendengar kelakar sepupunya sementara sang ibu, Bu Nyai Latifah langsung memelototkan mata.

 

 

 

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Tanty Hassan
Gak Boleh 5uudzon
goodnovel comment avatar
for you
jangan jangan galuh sodara tiri alwi bisa jadi anak bini ke dua ayahnya alwi...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Cinta Gadis tak Bernasab   3. Cinta Pertama

    Galuh memberikan senyum manisnya pada Jauza. Jauza pun membalas hal yang serupa. Meski keduanya saling mengenal tapi tidak terlalu akrab. Tentu saja karena ada batas bernama kedudukan. Jauza meski bukan Ning tapi masih kerabat dekat keluarga Kyai Baihaki. Sementara Galuh? Sudah jelas dia siapa."Mbak Galuh apa kabar?" tanya Jauza mencoba beramah-tamah."Alhamdulillah baik, Mbak. Mbak Jauza bagaimana kabarnya?""Saya juga baik."Hening. Keduanya sama-sama diam lagi."Budhe dimana ya, Mbak?""Umi sedang menyimak hapalan, Mbak.""Oh, iya juga ya."Lagi-lagi keduanya terdiam. Galuh segan untuk memulai obrolan sementara Jauza bingung mau membawa Galuh pada tema obrolan apa."Loh Jau, masih di sini? Belum ketemu sama Mbak Khomsah?"Sebuah suara memecah keheningan. Tampaklah Bu Nyai Latifah yang datang, baik Galuh dan Jauza langsung menyalami Bu Nyai Latifah.“Belum Budhe.”“Lah kasihan tahu gini nunggu di tempat Budhe aja, ngobrol sama budhe. Alwi juga di rumah.”“Jauza ditemeni Mbak Galuh

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-17
  • Cinta Gadis tak Bernasab   4. Pangeran Pondok Pulang

    Alfa beristighfar, dia menunduk. Ikhlas yang melihat tingkah sahabatnya terkikik. Menurutnya sikap Alfa itu lucu, terlihat sekali sahabatnya itu sedang terpesona.“Mas Alfa kan? Yang kemarin nolong saya?” cecar Shadiqah.Alfa hanya mengangguk. Shadiqah kembali tersenyum, “Boleh Shadi duduk di sini?”“Boleh-boleh, silakan.” Ikhlas yang langsung mempersilahkan. Dia bahkan sengaja mengarahkan Shadiqah ke kursi yang paling dekat dengan Alfa. Shadiqah pun duduk agak berdekatan dengan Alfa membuat sang bujang sedikit menjauhkan kursinya agar tak terlalu dekat dengan non muhrim.“Udah pesen makan Mbak?” Ikhlas kembali bertanya.“Udah kok.”“Mau minum?”“Boleh.”Ikhlas memanggil pelayan, dan menanyakan kepada Shadiqah mau minum apa. Shadiqah menjawab mau minum jus jeruk saja. Shadiqah akhirnya menghabiskan waktu bersama Ikhlas dan Alfa. Terlihat percakapan didominasi oleh Shadiqah dan Ikhlas, Alfa lebih banyak menjadi pendengar. Dalam obrolan Shadiqah dan Ikhlas, Alfa jadi tahu jika Shadiqah

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-17
  • Cinta Gadis tak Bernasab   5. Dianggap Musuh

    Galuh masih shock. Dia diam saja dalam posisi bak ala-ala aktris dan aktor Korea yang sedang melakoni drama romansa. Sayangnya antara Galuh dan Alfa bukannya terlibat dalam sebuah romansa, yang ada keduanya terikat pada realita ya realita. Terutama setelah kata-kata pedas dari sang pria, langsung menyadarkan Galuh untuk kembali menapak ke bumi jangan ke dunia mimpi apalagi halu."Kamu mau melakoni adegan macam ginian sampai kapan?" Suara Alfa terdengar sinis membuat Galuh meringis dan segera bangkit, melepaskan diri dari cekalan tangan Alfa."Hehehe, Gus." Galuh mencoba memberikan senyum seindah melati sewangi Kasturi. Sayang segala bentuk tindak tanduk Galuh tidak diapresiasi."Hehehe, ha he ha he, ceroboh! Kamu mau nambah usia berapa pun tetep ceroboh," sinis Alfa."Maaf, Gus."Galuh menunduk, sementara Alfa masuk ke dalam rumah. Baru tiga langkah, Alfa berbalik."Bawain koperku, tuh udah diturunin sama sopir grab," titah Alfa dengan suara ketus."Nggih, Gus.""Taruh depan kamar, ja

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-17
  • Cinta Gadis tak Bernasab   6. Mulai Melawan

    Galuh menerima hadiah dari Alfa dengan kikuk, sementara sang kakak angkat hanya memamerkan senyum tipisnya. Beruntung Alfa memiliki karakter cool, irit ngomong dan segala sifat yang dimiliki oleh kulkas dua pintu, sehingga menyamarkan ketidaksukaan Alfa pada Galuh. “Makasih, Gus,” ucap Galuh lirih. Dia menatap kerudung motif segi empat berwarna hijau toska pemberian sang kakak angkat. Ada keharuan yang menyelimuti hati Galuh. Meski sikap Alfa padanya memang bisa dikatakan kurang bersahabat, tapi kakak angkatnya memang selalu memberinya hadiah kemana pun dia berada. Dan bagi Galuh itu sudah cukup, dia tak akan meminta lebih. “Buatku mana Mas?” rajuk Alwi. Alfa menatap adik sepupunya, “Bukannya sudah tak kasih banyak?” “Kurang.” “Kamu gak minta aku beliin jilbab kayak Galuh kan?” “Astaghfirullah, ya gak gitu juga ngasih hadiahnya, Mas!” pekik Alwi sementara yang lain hanya tertawa mendengar celetukan Alfa yang lucu. Ya lucu karena saat mengatakannya, ekspresi muka Alfa adalah tanp

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-31
  • Cinta Gadis tak Bernasab   7. Nguping

    Galuh tak dapat menahan senyum lebarnya begitu acara yang dia ketua berakhir dengan begitu sangat meriah. Dia bahkan mendapat banyak ucapan selamat dari para Ustazah dan yang spesial dari Abah Baihaki dan Umi Khomsah.Alfa sendiri hanya diam saja, tak mengucap selamat atau apa pun. Alfa lebih memilih menyibukkan diri dengan ponselnya saat sang ibu mengajak Galuh bercengkrama di rumah. Bahkan dia pura-pura harus menelepon sahabatnya agar bisa meninggalkan ruang keluarga. Bukannya sedih, Galuh malah senang jika Alfa tak berada satu ruangan dengannya. Dia bisa lebih banyak berekspresi dan bisa ngobrol santai dengan ibu angkatnya. Obrolan yang lama kelamaan jadi makin serius karena Umi Khomsah memang mengajak Galuh bicara serius."Luh.""Nggih Umi.""Ada lamaran dari Kyai Basroni, kamu ...." Bu Nyai Khomsah diam. Ada mendung di wajahnya."Saya tahu Umi, istri beliau sudah matur ke saya. Tapi mohon maaf Umi, Galuh menolak permintaan beliau. Pantang bagi Galuh jadi yang kedua. Meski Galuh

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-29
  • Cinta Gadis tak Bernasab   8. Pink

    Alfa menatap ponselnya dalam diam. Keningnya terlihat berkerut. Tampak sekali sedang berpikir keras. Alfa lalu menghembuskan napasnya dengan kasar. Ditaruhnya ponsel itu di atas nakas dekat ranjang lalu Alfa memilih rebahan. Sambil rebahan, tatapan mata Alfa tertuju pada langit-langit kamarnya. Suara kipas angin di dinding pun terdengar keras. Alfa berbalik, menutup matanya sebentar, membuka mata lagi dan berbalik lagi menatap langit kamar. Posisinya kembali terentang. Beberapa kali embusan napasnya terdengar berat bahkan terkesan lelah."Kenapa perasaanku kok kayak ada yang salah ya? Tapi apa?" gumamnya."Tau ah, gelap. Mending tidur!" Alfa memilih tidur siang. Siapa tahu habis tidur perasaannya jadi lebih baik. Sayangnya Alfa kembali membuka mata. Dia tak bisa tidur. "Ish! Kenapa susah sekali buat merem sih?"Alfa memilih berdiri. Kebiasaan di Kairo yang jarang tidur siang, kebablasan hingga di rumah. Alfa yang masih dalam tahap adaptasi kesulitan mencari aktivitas yang bisa membu

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-11
  • Cinta Gadis tak Bernasab   9. Aksi Ngintip

    Alwi menatap Galuh dengan tatapan penuh pemujaan dari lantai dua MA An-Nur untuk siswa putra. Sementara yang dipandangi tidak sadar dan fokus dengan kegiatannya bersama anak-anak PMR. MA An-Nur memang dibagi menjadi dua kompleks berhadapan yang satu untuk santri putra sementara yang satu untuk santri putri. Pengelolaan ini ditujukan agar siswa dan siswi yang hampir sembilan puluh persen adalah santri, mampu menjaga pandangan dengan lawan jenis. Meski sudah diatur sedemikian rupa, tetap saja ada yang mbeler dan melakukan pertemuan dengan lawan jenis. Semua tergantung pribadi masing-masing. Alwi masih asik menatap wajah ayu gadis pujaan hatinya. Sejak dulu, sejak dia masih kecil, Alwi memang sudah menyukai Galuh. Gimana gak suka, Galuh itu paling berbeda. Wajah khas gadis Arab dengan hidung mancung, mata hitam bulat, alis lebat yang melengkung indah di atas kedua mata, serta kulit putihnya begitu kentara. Sangat membedakan dirinya dengan orang lain yang rata-rata berkulit sawo matang

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-15
  • Cinta Gadis tak Bernasab   10. Dilema

    Galuh kaget, mau ngerem juga percuma. Cara jalannya yang jauh dari kata putri Solo kini menjadi bumerang. Galuh sedang berjalan tergesa melewati lorong kelas dan saat berbelok dia kurang waspada. Bukannya memelankan kecepatan berjalan, malah Galuh main belok saja. Dan ternyata ada Alfa yang sedang berjalan dari arah lorong yang lain. Alfa juga terlihat tergesa. Jadilah keduanya sama-sama kaget, tidak bisa ngerem dan bruk! Tubuh keduanya jadi bertubrukan. Galuh hampir jatuh namun refleks dia mencengkeram koko kakak angkatnya. Alfa sendiri refleks menarik pinggang Galuh. Akibatnya tubuh keduanya saling membentur lagi namun kini jadi saling merapat. Karena Galuh berpegangan pada koko sang kakak angkat, sementara Alfa dengan sigap merangkap sang adik angkat dengan kedua lengan kokohnya.Galuh deg-degan. Pipinya merona. Alfa? Jangan tanya, wajah kakak angkatnya terlihat kesal. Wajah Alfa terlihat memerah menahan malu atau marah. Entah, Galuh tak tahu. Yang jelas, Galuh segera melepaskan t

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-16

Bab terbaru

  • Cinta Gadis tak Bernasab   121. Obat Migren

    Alfa sampai di rumah menjelang jam empat. Dia terlihat kelelahan karena baru saja menyelesaikan segudang pekerjaan dimulai dari meninjau lokasi kebun durian miliknya, mengecek usaha miliknya, memberi materi kewirausahaan di salah satu sekolah pertanian yang ada di Purwokerto hingga menemui salah satu rekan kerjanya guna membahas kontrak kerja sama yang baru."Assalamualaikum," ucap Alfa ketika memasuki rumah."Wa'alaikumsalam.""Abah!"Alfa yang awalnya merasa lelah langsung semangat gara-gara mendengar suara sang putri. Dia pun mencari keberadaan putrinya yang ternyata sedang duduk menonton TV ditemani Zahra."Fay.""Abah."Alfa langsung merentangkan kedua tangan sementara Fairuz berlari ke arahnya. Alfa membopong putri cantiknya dan diciuminya kedua pipi Fairuz dengan gemas. Membuat Fairuz tertawa karena kegelian."Geli, Abah.""Masa sih? Gak geli ah.""Geli."Bukannya melepaskan sang putri, Alfa terus mencandai sang putri hingga kemudian dia sadar akan keberadaan Zahra."Mbak Zahra

  • Cinta Gadis tak Bernasab   120. Balik Ke Rumah

    "Ami Syakib gimana kabarnya, Ba?""Udah lebih baik. Udah ikhlas dia. Amira selalu ada di sampingnya. Jadi motivator terbaik buat ami kamu. Ditambah sudah ada Rafatar. Jadi proses penyembuhannya lebih gampang."Satu Minggu setelah kematian Habiba, Galuh dan Fairuz masih berada di Andalusia. Alfa sendiri sudah kembali ke Kebumen, tiga hari setelah kematian Habiba. Sebab ada banyak urusan pekerjaan dan pondok yang harus dia lakukan.Meski Galuh juga ingin ikut balik, tapi di sisi lain dia juga masih ingin bermanja-manja dengan kedua orang tuanya. Menyebabkan Alfa yang mengalah dan membiarkan Galuh tetap berada di Tegal sampai rasa rindu sng istri pada kedua orang tuanya terobati.Karena Galuh di Tegal, Fairuz jadi ikutan ngintilin uminya. Membuat Alfa sedikit uring-uringan tapi mau bagaimana lagi dia gak bisa egois. Dia paham Galuh pasti masih ingin banyak waktu bersama kedua orang tuanya. Dan Fairuz yang baru merasakan punya ibu, juga begitu. Alfa deh yang harus berbesar hati membiarkan

  • Cinta Gadis tak Bernasab   119. Memaafkan

    Syakib dan yang lain masih dalam kondisi terguncang. Alfa yang berada di balik kemudi mobil Syafiq bahkan sampai mencengkeram kemudi."Tidak. Tidak Habiba."Syakib segera membuka pintu belakang, sebelah kiri. Dia berlari menuju ke kerumunan. Dia bahkan mendorong beberapa orang untuk sampai ke sosok yang tergeletak tak berdaya di aspal."Ya Allah, Bibah. Bibah. Tidak. Tidak Bibah!"Syakib terduduk di dekat Habiba. Dia hendak meraih tubuhnya namun dihalangi oleh beberapa orang dengan alasan, Habiba harus dicek oleh tenaga medis dulu."Aku harus membawanya. Bawa dia ke rumah sakit.""Ini kan pintu keluar rumah sakit. Tunggu petugas medis dulu.""Kita harus angkat dia. Harus bawa dia." Syakib berontak hendak membawa Habiba."Dokter. Panggil dokter!" teriak Syakib.Dia terus memberontak. Ingin mendekat ke arah Habiba. Beruntung Syafiq dan Faris sudah mendekat. Mereka pun ikut menahan Syakib."Tenanglah. Itu petugasnya sudah datang," pinta Faris. Dia menahan sambil merangkul sepupunya karen

  • Cinta Gadis tak Bernasab   118. Tabur Tunai

    Habiba duduk terpekur di dalam sel lapas yang baru dia tempati selama dua puluh menit yang lalu. Sejak dia dibawa ke lapas, belum ada satu pun yang menjenguknya. Habiba beberapa kali tertawa sendiri, menangis lalu berteriak. Aksinya sangat mengganggu napi lain terutama teman satu selnya.Bahkan beberapa menit yang lalu, dia baru saja mendapatkan beberapa pukulan dari salah satu teman selnya yang merasa terganggu dengan suara teriakan atau tangisan Habiba. Melihat kondisi Habiba yang bisa saja menjadi bulan-bulanan warga sel lain, dia pun akhirnya ditempatkan dalam sel sendirian.Namun, pilihan ini pun juga ada minusnya. Habiba makin menjadi. Dia makin sering menangis keras dan berteriak. Meski sangat mengganggu, setidaknya Habiba aman karena berada di selnya sendirian."Kak Umar. Kamu di mana? Kak Umar. Kak Umar tolong Bibah. Kak Syakib. Kamu ke mana Kak Syakib? Bantu aku. Keluarkan aku dari sini. Aku kan istri kamu. Hahaha. Kamu kan cinta mati sama aku. Hahaha.""Aba, Umi. Hei, kalia

  • Cinta Gadis tak Bernasab   117. Gagal

    "Mati?" lirih Faris."Iya. Mati. Hiks hiks hiks."Habiba mencoba melepaskan diri. Tapi tak berhasil. Dia bahkan kini terduduk, dengan menahan rasa sakitnya. Sorot matanya menampilkan aura kemarahan dan dendam."Kamu ingin Kak Umar Mati?" tanya Syafiq tak percaya."Iya!" jawab Habiba dengan lantang. "Dasar kurang ajar!" hardik Syafiq."Apa kamu gak takut masuk penjara, hah?" sambung Syafiq."Aku tak peduli. Tak peduli. Hidupku sudah hancur. Aku tak punya apa pun yang bisa aku jadikan semangat untuk hidup!" teriak Habiba."Makanya lebih baik dia mati. Hahaha.""Edan! Gila kamu.""Iya aku gila. Gila. Dulu Kak Umar segalanya bagiku. Dia adalah tujuan hidupku. Aku bertahun-tahun menunggu dia. Menunggu dia berpaling padaku. Menatapku. Menerima hadirku. Tapi apa? Apa, hah?! Aku gak pernah dia lirik. Sampai kulitku keriput, rambutku putih. Dia gak pernah melirikku. Padahal demi Kak Umar. Demi kamu, Kak. Aku ngelakuin apa pun. Demi bisa dapat perhatian dan cintamu, Kak Umar. Bahkan kejahatan

  • Cinta Gadis tak Bernasab   116. Kegilaan Habiba

    Anjani dan dua menantu Abu Hasan sedang sibuk di dapur. Sesekali mereka bercerita dan tertawa. Mereka tampak akrab karena secara umur mereka sepantaran."Habis ini, aku berharap kehidupan kita semua lebih baik lagi," celetuk Ulfa.Kedua iparnya menoleh pada Ulfa."Ya dengan tidak adanya Bibah, aku harap keluarga kita jadi lebih baik. Masalahnya kan sejak dulu, yang jadi biang masalah ya dia," sambung Ulfa.“Kadang aku gak ngerti sama pola pikir dia. Udah ada Syakib yang baik, yang cinta sama dia. Masih juga ngejar Kak Umar. Andai Aba Hasan gak ada janji sama orang tua Bibah, pasti deh tuh orang bakalan didepak sama Aba dari dulu. Gak perlu nunggu berpuluh tahun sampai Bibah sendiri yang minta cerai. Hah!" ucap Ulfa menggebu-gebu."Untung aja ada kamu, Mira. Dan untung aja Kak Umar setia orangnya. Aku gak bisa bayangin kalau Syakib masih bucin atau Kak Umar nerima dia. Lihat aja kelakuannya. Udah tua, bukannya jadi pribadi lebih baik, lebih bijak tapi ya begitu deh.”Baik Amira dan Anj

  • Cinta Gadis tak Bernasab   115. Hanya Orang Luar

    "Dasar wanita bodoh. Keturunan najis. Cih! Kamu selain bodoh punya kelebihan apa hah? Kamu pakai pelet apa sih, sampai Umar anakku kesengsem sama kamu. Kenapa dia gak mau sama Bibah yang sempurna? Eh eh eh, malah nangis. Bisanya cuma nangis, dasar tolol! Sana kamu ke kamar saja. Sepet mataku lihat kamu. Jangan pernah nongol di sini. Perkumpulan ini hanya untuk keluarga Al Hilabi, sama orang-orang terhormat seperti Bibah. Orang miskin kayak kamu gak pantes di sini. Gak pantes jadi istrinya Umar. Gak pantes jadi mantuku!" ucap Umi Lutfiyah sambil menatap Anjani jijik dan penuh kebencian.Bayangan demi bayangan kian berlarian dalam ingatan Habiba. Habiba seakan ditarik paksa dari kisah lampau. Kisah dimana dia dulu dipuja, dibela dan bisa sombong. Kini dia malah tersiakan, tak dilirik, tak diinginkan.Habiba sedikit terhuyung. Bayang-bayang masa silam masih begitu kentara dalam pikirannya. Dulu dia selalu dibela oleh Umi Lutfiyah dan menyebabkan keluarga Al Hilabi juga mendukungnya. Tapi

  • Cinta Gadis tak Bernasab   114. Tidak Ada Yang Membela

    “Cerai?” ucap Syakib. Meski dia sudah sadar kalau suatu hari nanti Habiba akan meminta cerai darinya, namun ketika mendengar langsung, terasa ada tusukan pisau yang menembus ke jantungnya. Syakib rupanya belum siap mendengar ajakan cerai Habiba. Hal ini terbukti, tanpa aba-aba air matanya turun. Yara dan Amira sendiri terlalu shock, keduanya belum mampu merespon ucapan Habiba. “Cerai?” ulang Syakib. “Ya cerai. Aku sudah tidak tahan menikah denganmu. Bahkan aku merasa kalau selama ini aku sudah banyak melewatkan masa mudaku cuma buat status gak penting ini. Sekarang … aku mau bahagia. Aku mau meraih masa depanku dan itu bukan kamu!” teriak Habiba. Syakib diam. Dia terlalu shock mendengar kata ‘cerai’ dari mulut Habiba. Namun, beberapa saat kemudian, Syakib bisa mengendalikan diri. Yara dan Amira juga. Tapi keduanya memilih tak mengatakan apapun. Tak mau ikut campur. Amira memilih untuk melihat saja, apa yang akan suaminya putuskan. “Jadi, akhirnya hanya sampai di sini saja,”

  • Cinta Gadis tak Bernasab   113. Ayo Kita Cerai

    Habiba tersenyum penuh kemenangan menatap Faris yang hanya bisa terdiam. Hari ini, dia datang ke Andalusia bersama dua orang polisi dengan tujuan untuk menangkap Anjani. Habiba memberikan beberapa bukti seperti hasil visum dan foto dirinya yang terluka. Dia juga membawa tiga orang saksi yang merupakan santri Andalusia yang bisa dia suap agar bisa memberikan keterangan terjadinya pemukulan yang dia terima dari Anjani. Dalam hati, Habiba yakin kalau rencananya saat ini akan berhasil.“Kami memberi kesempatan Anda untuk menyiapkan pengacara, tapi sebelumnya, kami harus membawa Nyonya Anjani ke kantor polisi,” ucap salah satu polisi.Faris menghela napas dia menatap sedih pada Anjani. Dia pun membawa tangan Anjani pada genggaman jemari tangannya.“Kamu ikut dulu ya? Galuh yang akan temani kamu ke sana sama Alfa. Mas akan hubungi salah satu pengacara kenalan Mas. Semoga dia bisa bantu buat bebasin kamu. Kamu jangan khawatir ya Sayang. Mas akan lakukan apapun untuk menyelamatkan kamu.”Anja

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status