Share

3. Cinta Pertama

Penulis: Bai_Nara
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-17 15:51:06

Galuh memberikan senyum manisnya pada Jauza. Jauza pun membalas hal yang serupa. Meski keduanya saling mengenal tapi tidak terlalu akrab. Tentu saja karena ada batas bernama kedudukan. Jauza meski bukan Ning tapi masih kerabat dekat keluarga Kyai Baihaki. Sementara Galuh? Sudah jelas dia siapa.

"Mbak Galuh apa kabar?" tanya Jauza mencoba beramah-tamah.

"Alhamdulillah baik, Mbak. Mbak Jauza bagaimana kabarnya?"

 

"Saya juga baik."

Hening. Keduanya sama-sama diam lagi.

"Budhe dimana ya, Mbak?"

"Umi sedang menyimak hapalan, Mbak."

"Oh, iya juga ya."

Lagi-lagi keduanya terdiam. Galuh segan untuk memulai obrolan sementara Jauza bingung mau membawa Galuh pada tema obrolan apa.

"Loh Jau, masih di sini? Belum ketemu sama Mbak Khomsah?"

Sebuah suara memecah keheningan. Tampaklah Bu Nyai Latifah yang datang, baik Galuh dan Jauza langsung menyalami Bu Nyai Latifah.

“Belum Budhe.”

“Lah kasihan tahu gini nunggu di tempat Budhe aja, ngobrol sama budhe. Alwi juga di rumah.”

“Jauza ditemeni Mbak Galuh kok Budhe?”

Bu Nyai Latifah menoleh ke arah Galuh.

"Kamu yang nemeni Jauza, Luh?"

"Nggih Bu Nyai, Umi masih nyimak hapalan."

"Oh ya ya ya."

Bu Nyai Latifah kembali mengajak Jauza mengobrol. Diantara tema obrolan, Bu Nyai Latifah beberapa kali memuji Jauza yang berhasil lulus cumlaude untuk program PAI-nya. Bu Nyai Latifah juga menyinggung-nyinggung jika Jauza menjuarai Qiro'ah tingkat Kebumen dan Provinsi Jawa Tengah. Dan masih banyak lagi pujian yang dilontarkan Bu Nyai Latifah.

Galuh tetap menunduk sambil menahan senyumnya agar tak terkembang. Dan terutama agar mulutnya tidak sampai keceplosan. Soalnya Galuh tak tahan buat ghibah si mulut nyinyir.

“Ini loh Luh, ponakanku hebat banget. Selalu dapat beasiswa, calon berbobot yo? Tinggal dipinang aja.”

“Nggih Bu Nyai.”

 

“Wah, pasti banyak bu nyai yang kesengsem sama kamu, Jau. Dan para gus juga. Mosok nolak wanita secantik kamu.” Wajah Bu Nyai Latifah begitu semringah membuat Jauza menunduk malu. Dalam hati dia mengaminkan ucapan budhenya.

‘Moga-moga, Mas Alwi juga suka sama Jau, Budhe,' batinnya bermonolog.

Tak jauh berbeda dengan Jauza, Galuh juga sedang bermonolog dalam hati.

‘Kan kan kan, muji-muji secara gak kentara. Pasti deh mau nyerang mentalku yang hanya bisa sekolah di UT, dan lulusnya gak pake wisuda-wisudaan, cuma foto doang pakai kamera ponsel sama Umi dan Abah. Pasti kan mau bangga-banggain kalau calon menantu idaman, lulusan kampus bergengsi, banyak prestasi. Terserahlah Bu Nyai, Allah mah gak tidur. Asal besok-besok jangan Bu Nyai sendiri yang hancur lebur. Aku mah apa atuh, cuma anak angkat yang dianggap gak sederajat sama Anda. Tapi sorry, ya Bu Nyai, saya gak akan hancur gara-gara provokasinya situ. Hidupku terlalu berharga buat mengurusi kenyinyiran Anda. Lagian meski anak Anda ganteng, tapi Omar Daniel lebih ganteng dan terkenal. Kaya lagi. Jadi gak usah sok sesumbar anaknya Bu Nyai paling top markotop sementara bensin saja masih minta sama njenengan dan Anda selalu minta jatah bulanan sama Abah Baihaki, dih!’

Galuh terus mengghibah dalam hati. Sebenarnya dia malas berada dalam satu ruangan bersama Bu Nyai Latifah, tapi apa daya, para mbak senior tidak ada yang mau menemani termasuk sahabatnya Ratna yang justru langsung kabur setelah membuatkan minuman untuk Jauza.

Sebelum kabur dia berbisik, “Ada Mbak Jauza, bentar lagi ada Madam Ghandari, bye bye.”

Secepat kelajuan kereta MRT, Ratna dan dua mbak khadamah senior langsung ngacir meninggalkan secangkir teh manis beserta dua toples cemilan dia atas baki. Galuh hanya bisa pasrah dan mau tak mau harus menghidangkan minuman dan menemani Jauza. Dan benar saja, tidak sampai lima belas menit, sosok Madam Ghandari adiknya Sengkuni sudah hadir dan kini masih asik bercerita dengan sang keponakan.

 

Kedatangan Bu Nyai Khomsah, membuat suara Bu Nyai Latifah berhenti. Dia tersenyum pada kakak iparnya. Galuh sendiri merasa lega. Dia selamat. Galuh segera menyalami Bu Nyai Khomsah dan pamit akan kembali ke pondok karena tinggal jadwalnya mengisi kajian. Dengan cara ngesot yaitu bertumpu pada kedua lutut, Galuh meninggalkan ruang tengah melalui pintu samping rumah.

 

Sampai di luar, dan sudah cukup jauh dari kawasan ndalem, Galuh terlihat menghembuskan napas lega. Dan setelahnya dia mendengar suara tawa membahana dari radius lima meter dari posisi dia berdiri. Galuh menoleh dan dia mencebik. 

“Seneng banget bikin aku sengsara di sana ya? Benar-benar gak setia kawan.”

 

“Hahaha, dan harus mati kutu di hadapan Madam Gandhari? Makasih,” celetuk Ratna.

“Udah yuk pulang, lagian kita masih setia kawan loh, nungguin kamu di sini.”

Mau tak mau Galuh tersenyum, dia mengucapkan terima kasih dengan tulus. Empat orang pun segera berlalu menuju ke pondok. Sesekali mereka bercerita dan kadang ada tawa.

“Aku penasaran siapa orang yang pertama kali menjuluki Bu Nyai Latifah dengan julukan itu,” ucap Galuh.

“Madam Gandhari?” ceplos Rumaisha, salah satu sahabat Galuh juga.

“Iya.”

 

“Karena dia mirip Sengkuni mungkin. Dan adiknya kan perempuan bernama Gandhari. Hahaha.”

Galuh hanya terkekeh, sementara ketiga sahabatnya kembali mengghibah Madam Gandhari.

 

***

 

Di tempat lain, tepatnya di sebuah sudut kota Kairo, seorang lelaki tampak baru saja keluar dari ruang dosen. Dia bernama Muhammad Alfarraz Baihaki, putra pertama dari Kyai Baihaki dan Bu Nyai Khomsah.

“Alfa, selamat, ane ikut senang, gimana? Lanjut?” Salah satu teman Alfa bernama Ikhlas bertanya.

“Alhamdulillah, doakan satu minggu lagi sidang.”

 

“Masya Allah, keren. Semoga dipermudah ya akhi.”

“Doa yang sama untukmu saudaraku.”

 

Keduanya berangkulan lalu Alfa mengajak sahabatnya untuk makan. Di sana mereka juga berjumpa dengan banyak mahasiswa asal Indonesia yang rata-rata mereka kenal juga karena memang ada persatuan mahasiswa Indonesia yang kuliah di Kairo. Dan mereka sering menyelenggarakan pertemuan-pertemuan demi memupuk kekeluargaan dan solidaritas.

 

“Fa, habis ujian selesai, terus wisuda, Ente pulang?”

 

“Iya, ane udah janji sama Abah, selesai S3 ane pulang, terus membantu Abah sama Umi.”

“Nah, bagusnya Ente bawain sekalian lah calon bini.”

Alfa tertawa. Dia tak menjawab karena masalah mencari pasangan belum dia pikirkan, fokusnya adalah studi, karir dan membantu orang tuanya. Lagian, Alfa belum menemukan sosok wanita yang sreg sesuai dengan kriteria istri idamannya.

“Jangan pilih-pilih lah, ntar ketemunya malah yang di luar prediksi kamu.”

Alfa hanya mengulas senyum tipis saja. Dia belum menjawab karena kedatangan pramusaji yang membawakan makanan pesanan Alfa dan Ikhlas.

 

“Cewek yang kemarin kamu tolong, cantik. Sayang gak berjilbab.”

“Yang mana?”

 

“Ck, dasar Alfaruk! Matamu sekali-kali natap lawan jenis kenapa?” cibir Ikhlas.

 

“Itu, siapa ya? Anaknya Pak Dubes.”

 

“Oooo, Shadiqah?”

 

“Yup. Cantik kan?”

 

“Mungkin. Gak terlalu memperhatikan.”

“Ya Allah, Alfaruk! Lah emangnya waktu itu matamu kemana?”

 

“Sibuk benerin mesin mobil itu cewek,” jawab Alfa tanpa dosa.

Ikhlas hanya bisa geleng-geleng kepala melihat sikap sahabatnya yang selalu saja cool, cuek dan kurang respek sama cewek. Kurang respek dalam artian, Alfa adalah pribadi yang jika menatap seorang wanita walau secantik apa pun dengan mimik muka datar, masa bodoh dan ketika ditanya jawaban Alfa cuma ‘cantiknya biasa aja, cewek ya cantik, namanya cewek ya cantik, bidadari di surga lebih cantik-cantik’. Beruntung ikhlas bukan karakter ringan tangan sehingga saat gereget mendengar respon sang sahabat dia tidak sampai menggeplak kepala sahabatnya itu.

“Au ah, ngomong wanita sama kamu mah gelap. Mending makan.”

 

Ikhlas memilih makan, pun Alfa. Keduanya tidak langsung pulang setelah selesai makan. Namun memilih duduk-duduk dulu dan bercerita. Namun aksi keduanya terhenti saat ada sebuah suara yang memanggil nama Alfa. Baik Alfa dan Ikhlas menolehkan kepala. Tampaklah seorang wanita tinggi semampai dengan kaos hitam panjang, celana jeans biru dan rambut hitam tergerai panjang.

“Hai Mas Alfa, ingat aku kan? Aku Shadiqah. Shadiqah Amara Munajat.” Wanita bernama Shadiqah tersenyum. Dia terlihat cantik sekali membuat jantung Alfa tiba-tiba berdenyut kencang. Senyum itu rupanya telah membangkitkan hasrat primitif di dalam diri Alfa, dan sepertinya inilah yang disebut cinta pertama.

 

 

 

Bab terkait

  • Cinta Gadis tak Bernasab   4. Pangeran Pondok Pulang

    Alfa beristighfar, dia menunduk. Ikhlas yang melihat tingkah sahabatnya terkikik. Menurutnya sikap Alfa itu lucu, terlihat sekali sahabatnya itu sedang terpesona.“Mas Alfa kan? Yang kemarin nolong saya?” cecar Shadiqah.Alfa hanya mengangguk. Shadiqah kembali tersenyum, “Boleh Shadi duduk di sini?”“Boleh-boleh, silakan.” Ikhlas yang langsung mempersilahkan. Dia bahkan sengaja mengarahkan Shadiqah ke kursi yang paling dekat dengan Alfa. Shadiqah pun duduk agak berdekatan dengan Alfa membuat sang bujang sedikit menjauhkan kursinya agar tak terlalu dekat dengan non muhrim.“Udah pesen makan Mbak?” Ikhlas kembali bertanya.“Udah kok.”“Mau minum?”“Boleh.”Ikhlas memanggil pelayan, dan menanyakan kepada Shadiqah mau minum apa. Shadiqah menjawab mau minum jus jeruk saja. Shadiqah akhirnya menghabiskan waktu bersama Ikhlas dan Alfa. Terlihat percakapan didominasi oleh Shadiqah dan Ikhlas, Alfa lebih banyak menjadi pendengar. Dalam obrolan Shadiqah dan Ikhlas, Alfa jadi tahu jika Shadiqah

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-17
  • Cinta Gadis tak Bernasab   5. Dianggap Musuh

    Galuh masih shock. Dia diam saja dalam posisi bak ala-ala aktris dan aktor Korea yang sedang melakoni drama romansa. Sayangnya antara Galuh dan Alfa bukannya terlibat dalam sebuah romansa, yang ada keduanya terikat pada realita ya realita. Terutama setelah kata-kata pedas dari sang pria, langsung menyadarkan Galuh untuk kembali menapak ke bumi jangan ke dunia mimpi apalagi halu."Kamu mau melakoni adegan macam ginian sampai kapan?" Suara Alfa terdengar sinis membuat Galuh meringis dan segera bangkit, melepaskan diri dari cekalan tangan Alfa."Hehehe, Gus." Galuh mencoba memberikan senyum seindah melati sewangi Kasturi. Sayang segala bentuk tindak tanduk Galuh tidak diapresiasi."Hehehe, ha he ha he, ceroboh! Kamu mau nambah usia berapa pun tetep ceroboh," sinis Alfa."Maaf, Gus."Galuh menunduk, sementara Alfa masuk ke dalam rumah. Baru tiga langkah, Alfa berbalik."Bawain koperku, tuh udah diturunin sama sopir grab," titah Alfa dengan suara ketus."Nggih, Gus.""Taruh depan kamar, ja

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-17
  • Cinta Gadis tak Bernasab   6. Mulai Melawan

    Galuh menerima hadiah dari Alfa dengan kikuk, sementara sang kakak angkat hanya memamerkan senyum tipisnya. Beruntung Alfa memiliki karakter cool, irit ngomong dan segala sifat yang dimiliki oleh kulkas dua pintu, sehingga menyamarkan ketidaksukaan Alfa pada Galuh. “Makasih, Gus,” ucap Galuh lirih. Dia menatap kerudung motif segi empat berwarna hijau toska pemberian sang kakak angkat. Ada keharuan yang menyelimuti hati Galuh. Meski sikap Alfa padanya memang bisa dikatakan kurang bersahabat, tapi kakak angkatnya memang selalu memberinya hadiah kemana pun dia berada. Dan bagi Galuh itu sudah cukup, dia tak akan meminta lebih. “Buatku mana Mas?” rajuk Alwi. Alfa menatap adik sepupunya, “Bukannya sudah tak kasih banyak?” “Kurang.” “Kamu gak minta aku beliin jilbab kayak Galuh kan?” “Astaghfirullah, ya gak gitu juga ngasih hadiahnya, Mas!” pekik Alwi sementara yang lain hanya tertawa mendengar celetukan Alfa yang lucu. Ya lucu karena saat mengatakannya, ekspresi muka Alfa adalah tanp

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-31
  • Cinta Gadis tak Bernasab   7. Nguping

    Galuh tak dapat menahan senyum lebarnya begitu acara yang dia ketua berakhir dengan begitu sangat meriah. Dia bahkan mendapat banyak ucapan selamat dari para Ustazah dan yang spesial dari Abah Baihaki dan Umi Khomsah.Alfa sendiri hanya diam saja, tak mengucap selamat atau apa pun. Alfa lebih memilih menyibukkan diri dengan ponselnya saat sang ibu mengajak Galuh bercengkrama di rumah. Bahkan dia pura-pura harus menelepon sahabatnya agar bisa meninggalkan ruang keluarga. Bukannya sedih, Galuh malah senang jika Alfa tak berada satu ruangan dengannya. Dia bisa lebih banyak berekspresi dan bisa ngobrol santai dengan ibu angkatnya. Obrolan yang lama kelamaan jadi makin serius karena Umi Khomsah memang mengajak Galuh bicara serius."Luh.""Nggih Umi.""Ada lamaran dari Kyai Basroni, kamu ...." Bu Nyai Khomsah diam. Ada mendung di wajahnya."Saya tahu Umi, istri beliau sudah matur ke saya. Tapi mohon maaf Umi, Galuh menolak permintaan beliau. Pantang bagi Galuh jadi yang kedua. Meski Galuh

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-29
  • Cinta Gadis tak Bernasab   8. Pink

    Alfa menatap ponselnya dalam diam. Keningnya terlihat berkerut. Tampak sekali sedang berpikir keras. Alfa lalu menghembuskan napasnya dengan kasar. Ditaruhnya ponsel itu di atas nakas dekat ranjang lalu Alfa memilih rebahan. Sambil rebahan, tatapan mata Alfa tertuju pada langit-langit kamarnya. Suara kipas angin di dinding pun terdengar keras. Alfa berbalik, menutup matanya sebentar, membuka mata lagi dan berbalik lagi menatap langit kamar. Posisinya kembali terentang. Beberapa kali embusan napasnya terdengar berat bahkan terkesan lelah."Kenapa perasaanku kok kayak ada yang salah ya? Tapi apa?" gumamnya."Tau ah, gelap. Mending tidur!" Alfa memilih tidur siang. Siapa tahu habis tidur perasaannya jadi lebih baik. Sayangnya Alfa kembali membuka mata. Dia tak bisa tidur. "Ish! Kenapa susah sekali buat merem sih?"Alfa memilih berdiri. Kebiasaan di Kairo yang jarang tidur siang, kebablasan hingga di rumah. Alfa yang masih dalam tahap adaptasi kesulitan mencari aktivitas yang bisa membu

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-11
  • Cinta Gadis tak Bernasab   9. Aksi Ngintip

    Alwi menatap Galuh dengan tatapan penuh pemujaan dari lantai dua MA Al Kautsar untuk siswa putra. Sementara yang dipandangi tidak sadar dan fokus dengan kegiatannya bersama anak-anak PMR. MA Al Kautsar memang dibagi menjadi dua kompleks berhadapan yang satu untuk santri putra sementara yang satu untuk santri putri. Pengelolaan ini ditujukan agar siswa dan siswi yang hampir sembilan puluh persen adalah santri, mampu menjaga pandangan dengan lawan jenis. Meski sudah diatur sedemikian rupa, tetap saja ada yang mbeler dan melakukan pertemuan dengan lawan jenis. Semua tergantung pribadi masing-masing. Alwi masih asik menatap wajah ayu gadis pujaan hatinya. Sejak dulu, sejak dia masih kecil, Alwi memang sudah menyukai Galuh. Gimana gak suka, Galuh itu paling berbeda. Wajah khas gadis Arab dengan hidung mancung, mata hitam bulat, alis lebat yang melengkung indah di atas kedua mata, serta kulit putihnya begitu kentara. Sangat membedakan dirinya dengan orang lain yang rata-rata berkulit sawo

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-15
  • Cinta Gadis tak Bernasab   10. Dilema

    Galuh kaget, mau ngerem juga percuma. Cara jalannya yang jauh dari kata putri Solo kini menjadi bumerang. Galuh sedang berjalan tergesa melewati lorong kelas dan saat berbelok dia kurang waspada. Bukannya memelankan kecepatan berjalan, malah Galuh main belok saja. Dan ternyata ada Alfa yang sedang berjalan dari arah lorong yang lain. Alfa juga terlihat tergesa. Jadilah keduanya sama-sama kaget, tidak bisa ngerem dan bruk! Tubuh keduanya jadi bertubrukan. Galuh hampir jatuh namun refleks dia mencengkeram koko kakak angkatnya. Alfa sendiri refleks menarik pinggang Galuh. Akibatnya tubuh keduanya saling membentur lagi namun kini jadi saling merapat. Karena Galuh berpegangan pada koko sang kakak angkat, sementara Alfa dengan sigap merangkap sang adik angkat dengan kedua lengan kokohnya.Galuh deg-degan. Pipinya merona. Alfa? Jangan tanya, wajah kakak angkatnya terlihat kesal. Wajah Alfa terlihat memerah menahan malu atau marah. Entah, Galuh tak tahu. Yang jelas, Galuh segera melepaskan t

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-16
  • Cinta Gadis tak Bernasab   11. Ke Jogja

    Galuh tak menyangka dengan apa yang dilakukan oleh Alwi. Dia celingukan ke kanan dan ke kiri. Galuh menutup matanya sebentar lalu kembali menatap Alwi. Ternyata sosok yang dia harap hanya hayalan atau halusinasi memang dia. Galuh kesal. Tanpa peduli mau dikatain judes, Galuh berkata ketus pada Alwi. "Gus! Gus apa-apaan sih?" desis Galuh. Dia kembali melirik ke kiri dan kanan. "Lah, aku emangnya ngapain?" tanya Alwi balik. Bahkan sambil cengengesan. "Kenapa Gus Alwi bisa di sini?" "Terserah aku lah, duit juga duitku sendiri." "Memangnya njenengan gak ngajar?" "Ada ustaz piket, kok." Alwi lagi-lagi menjawab cuek.Galuh kembali menutup mata sebentar lalu beristighfar. Menghadapi Alwi memang butuh kesabaran dan kewarasan. Galuh memilih tak memperpanjang urusan. Meski dia yakin, kalau Alwi sengaja membuntutinya, tapi Galuh ta punya kuasa untuk menolak kehadiran Alwi. Galuh yakin, lelaki slengekan dan suka semaunya sendiri itu punya seribu satu macam alasan. Dan sayangnya diantara sem

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-20

Bab terbaru

  • Cinta Gadis tak Bernasab   99. Kubunuh Kau

    Faris terus menarik tangan Anjani. Keduanya entah pergi kemana, mereka pun tak tahu. Pokoknya saat itu, Faris hanya berpikir yang penting mereka menjauh sejauh-jauhnya dari si nenek sihir."Lepas! Lepas! Aku bilang lepas!" teriak Anjani. Dia mencoba melepaskan cekalan Faris dengan kasar. Tapi sulit hingha akhirnya bisa terlepas saat Anjani menggigit lengan kanan Faris."Aaaa!" teriak Faris.Cekalan Faris pun terlepas. Anjani menatap Faris dengan linangan air mata. Dia lalu berbalik hendak pergi meningalkan Faris. Dia berlari secepat mungkin namun Faris mengejarnya."Tunggu Anjani!"Anjani terus berlari tapi Faris berhasil menyusul dan secepat kilat meraih tangan Anjani menyebabkan Anjani sedikit tertarik hingga menubruk dada Faris yang meski sudah tua masih terasa bidang."Tunggu dulu. Jangan pergi.""Lepas!""Gak. Gak akan aku lepas lagi."Anjani berontak. Faris tak mau kehilangan sang istri lagi."Lepas! Lepas brengsek!" teriak Anjani."Gak akan Sayang. Mas gak akan lepasin kamu lag

  • Cinta Gadis tak Bernasab   98. Jangan Hina Anak Istriku!

    Sepanjang perjalanan Alfa menoleh ke kiri dan ke kanan. Dia sedang mencari keberadaan ayah mertuanya. Sama dengan Alfa, Kyai Baihaki dan Hanan juga ikut mengedarkan pandang. Hanan malah sudah mengkode sepupunya itu.“Bapak mertuamu, mana?” bisiknya.“Aku juga lagi nyari.” Alfa juga berbisik.Sampai di rumah, sosok Faris tetap saja tak ketahuan rimbanya. Nomer telepon Faris juga tidak aktif. Bahkan, ketika Alfa menelepon salah satu ustaz yang tinggal di sebelah rumah yang ditinggali Faris, sang ustaz mengatakan kalau Faris sudah tak terlihat sejak dia keluar dari rumah.Alfa ingin mencari tapi dia tak bisa karena ada beberapa urusan pekerjaan yang harus dia urus. Hanan sendiri malah sudah disuruh balik pagi itu juga, karena mau ada tamu sementara sang abah belum bisa pulang karena ada suatu urusan mendesak. Kyai Baihaki juga sama, beliau sibuk dengan jadwal ngajarnya yang padat pun Bu Nyai Khomsah. Galuh bahkan sudah kembali sibuk mengurusi sekolah. Zahra sendiri memilih menghabiskan w

  • Cinta Gadis tak Bernasab   97. Kayak ABG

    Galuh menggerakkan tubuhnya. Dia kaget dan segera bangun. Galuh mengucek-ngucek matanya. "Mas Alfa?!" pekik Galuh mendapati sang suami sudah di kamar dan tidur di sebelah kirinya seperti biasa. "Mas Alfa. Mas." Galuh mengguncang bahu sang suami, pelan. Alfa seperti tidak merespon. Jadilah Galuh mengguncang lebih keras "Hem." Alfa hanya bergumam dan malah kembali tidur tak lupa dia menarik sang istri agar rebahan lagi. Galuh sedikit memekik tapi dia rebahan juga. Galuh memiringkan badan ke sang suami. Kini keduanya tidur berhadapan. Dia mengguncang bahu Alfa lagi. "Mas. Mas kapan pulang? Kata Abah Mas Alfa mungkin baliknya besok baru OTW dari Tegal. Kok sudah di sini?" Galuh menatap jam di dinding yang menunjuk pukul setengah tiga pagi. Dia lalu menoleh ke arah Fairuz yang masih bobo anteng sambil memeluk gulingnya. "Mas, ish. Jangan tidur, kamu belum jawab pertanyaanku. Mas pulangnya kapan?" Alfa sedikit membuka matanya lalu kembali merem. Lagi, Alfa mengeratkan pelukannya pad

  • Cinta Gadis tak Bernasab   96. Dugaan yang Tepat

    Galuh dan Anjani masih berpelukan. Lalu Galuh tiba-tiba ingat sesuatu."Ibu.""Iya, Nduk.""Bu, berarti Galuh bukan anak hasil zina, kan? Galuh bukan anak haram, kan?" tanya Galuh dengan binar mata penuh ketakutan.Anjani menggeleng. Dia meraih kedua pipi sang putri."Bukan. Ibu menikah saat usia ibu sembilan belas tahun lebih satu bulan. Ibu dan ayahmu menikah resmi, Sayang. Di rumah kakekmu dari pihak ibu. Ada saksi ada buku nikahnya juga. Hanya saja bukunya hilang saat ibu dalam pelarian." Ada raut sedih di wajah Anjani. Galuh jadi ikutan sedih."Bu."Anjani mencoba tersenyum. "Tidak apa. Semua luka dan kesedihan ibu sudah terganti dengan kamu yang tumbuh baik seperti sekarang. Itu sudah cukup."Galuh mengangguk. Lalu antara rasa ragu dan rasa penasaran, rasa penasarannya lebih besar. Jadilah dia bertanya saja perihal ayahnya."Lalu, siapa ayahku?"Senyum yang sejak tadi sudah mulai Anjani keluarkan terganti dengan raut sedih. Galuh merasa bersalah sekali. "Bu, maaf. Galuh cuma ..

  • Cinta Gadis tak Bernasab   95. Queen Eijaz

    Anjani terlihat gelisah. Dia menatap ke seluruh ruangan hingga matanya tertuju pada lemari berkaca bening dengan setumpuk album foto di sana. Anjani menoleh ke kanan kiri. Dia penasaran tapi dia takut dikira tidak sopan. Tangannya tetulur memegang gagang pintu. Dia dilema diantara harus membuka atau meminta ijin.Diantara kebimbangannya, Bu Nyai Khomsah kembali masuk rumah. "Bu Anjani.""Ya," jawab Anjani kaget."Ada apa?""Maaf. Saya cuma ...." Anjani melirik ke arah lemari penuh album foto. Dia malu ketahuan tidak sopan tapi dia juga penasaran. Bu Nyai Khomsah tersenyum. "Diambil saja. Di sana banyak fotonya Galuh. Saya tahu, njenengan katanya sayang banget sama itu anak.""Nggih Bu Nyai. Saya sayang banget sama Lulu. Bahkan saya sudah menganggap Lulu anak saya."Bu Nyai Khomsah terkekeh. "Ya gimana gak sayang ya? Anaknya cantik, gemesin gitu. Saya juga begitu Bu Anjani. Uh, apalagi pas Galuh masih kecil. Nggemesine puol. Lihat aja foto-fotonya.""Apa saya boleh lihat, Bu Nyai?""

  • Cinta Gadis tak Bernasab   94. Apa Dia Anakku?

    Bu Nyai Khomsah terlihat menautkan dua alisnya. Kabar yang dibawa sang suami lewat sambungan telepon membuatnya kaget. Rupanya bukan hanya Bu Nyai Khomsah, Galuh juga sudah menerima berita itu dari sang suami."Iya Mas. Aku gak papa. Tenang aja. Mas selesaikan urusan Mas di sana."Galuh mengangguk beberapa kali lalu menimpali ucapan sang suami. Sambungan pun berakhir setengah jam kemudian. Galuh terlihat menghela napas, dia kembali ke ruang tengah dimana sang umi rupanya baru juga selesai menelepon."Ada apa Bu Nyai? Kok kelihatan sedih begitu?" pancing Zainab. Jujur saja dia penasaran tentang kabar dari Andalusia tapi dia mencoba bermain cantik."Lulu juga kelihatannya habis denger berita yang gak bagus."Galuh yang baru duduk di samping ibu Anjani bercerita kabar yang dia dengar dari sang suami."Astaghfirullah, bisa begitu?""Iya Budhe. Kata Mas Alfa ini bukan yang pertama, tapi pas Bu Nyai Sepuh meninggal juga begini. Putranya bahkan sampai menelepon dan menghubungi banyak orang,

  • Cinta Gadis tak Bernasab   93. Dugaan Alfa

    “Dasar anak yatim, anak haram, bisa-bisanya dia balik lagi ke sini. Mana jadi istrinya Alfa lagi, huh! Sebel, sebel!” Bu Nyai Latifah ngomel-ngomel sambil berjalan keluar dari rumah sang kakak. “Huh, padahal sudah bagus dia pergi. Malah balik lagi. Tapi … setidaknya dia gak bakalan bisa gangguin Alwi lagi. Cih, si Alfa ngelepas anak dubes demi anak haram jad---aw!” Bu Nyai Latifah tanpa sengaja menabrak sosok Zahra yang sedang berdiri diam karena menunggu Fairuz. Mereka baru pulang dari arah minimarket. Fairuz minta membeli jajan. “Maaf, Bu Nyai saya tidak se--” “Heh, kau! Punya mata gak sih?!” bentak Bu Nyai Latifah. Zahra yang hendak meminta maaf tak jadi melanjutkan kalimatnya. “Matamu buta ya?!” Zahra yang awalnya ingin menggunakan sikap sopan santunnya jadi terpancing emosi. “Saya sudah meminta maaf, loh Bu Nyai. Lagian Bu Nyai juga salah kok, intinya kita sama-sama salah. sama-sama gak lihat jalan.” “E e e, kamu ya?! Anak muda gak ada sopan santun, berani kamu?

  • Cinta Gadis tak Bernasab   92. Ketahuan

    "Kak Umar," panggil seorang lelaki berusia tepat lima puluh tahun pada sosok lain yang usianya dua tahun di atasnya. Sosok itu tidak langsung menjawab tapi terlihat menyelesaikan dzikir dan doanya baru dia berbalik menghadap ke arah sepupunya. "Ada apa Syakib?" "Ami (paman) memanggilmu, Kak." Sosok yang dipanggil Umar mengangguk. Dia bangkit berdiri, meninggalkan masjid rumah sakit untuk menuju ke kamar rawat sang ayah. Sampai di ruang rawat nomer 12, sosok itu langsung mengucap salam dan duduk di kursi dekat brankar sang ayah. "Aba panggil Umar?" Sosok lelaki tua yang diperkirakan berusia hampir delapan puluh tahun mengangguk. "Aba mau minta apa? Nanti Umar cariin," ucap sang lelaki lembut. Sang ayah menggeleng. Dia hendak mengulurkan tangan, demi menggapai sang putra. Umar yang melihat, menangkap tangan sang ayah dan menggenggamnya dengan lembut. "M-maaf. Ma-afin aba, maafin umi kamu juga," ucap sang pria paruh baya. "Umar sudah maafin Aba, mendiang Umi juga. Aba

  • Cinta Gadis tak Bernasab   91. Ngobrol Keluarga

    Alfa sedang mengusap-usap kedua telinganya yang kini tampak memerah. Rasa sakit akibat jeweran dari kedua orang tuanya juga masih terasa. Bahkan Hanan mau ikut-ikutan jewer tapi tak jadi gara-gara pelototan Alfa yang terlihat mengerikan kayak Memedi. “Kamu, ya. Bisa-bisanya gak bilang, bojomu si Galuh.” “Biar surprise.” “Tapi beneran kaget loh,” ucap Nabila yang ikut nimbrung obrolan dua lelaki dewasa. Galuh sendiri masih temu kangen dengan kedua orang tua angkatnya dengan Fairuz yang langsung nemplok di pangkuan Galuh. “Ah elah, bahkan si Fay sampai ngelendot gitu.” “Kan Fay anaknya, ya nempel sama emak dia lah,” celetuk Alfa. "Halah, dulu aja Galuh kau sia-siain. Kini dengan bangganya kau bilang dia ibu anakmu, dih! Sok amnesia dia, Bibil.” “Iya Mas. Sok banget ya Mas. Sok banget jadi suami paling penyayang. Padahal dulu---" "Edan! Sampai keblinger sama Shadiqah setan." "Hahaha." Tiga orang tertawa lalu sama-sama melirik ke arah Galuh dan kedua orang tua Alfa ya

DMCA.com Protection Status