แชร์

6. Mulai Melawan

ผู้เขียน: Bai_Nara
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2023-07-31 14:11:01

Galuh menerima hadiah dari Alfa dengan kikuk, sementara sang kakak angkat hanya memamerkan senyum tipisnya. Beruntung Alfa memiliki karakter cool, irit ngomong dan segala sifat yang dimiliki oleh kulkas dua pintu, sehingga menyamarkan ketidaksukaan Alfa pada Galuh.

“Makasih, Gus,” ucap Galuh lirih. Dia menatap kerudung motif segi empat berwarna hijau toska pemberian sang kakak angkat. Ada keharuan yang menyelimuti hati Galuh. Meski sikap Alfa padanya memang bisa dikatakan kurang bersahabat, tapi kakak angkatnya memang selalu memberinya hadiah kemana pun dia berada. Dan bagi Galuh itu sudah cukup, dia tak akan meminta lebih.

“Buatku mana Mas?” rajuk Alwi.

Alfa menatap adik sepupunya, “Bukannya sudah tak kasih banyak?”

“Kurang.”

“Kamu gak minta aku beliin jilbab kayak Galuh kan?”

“Astaghfirullah, ya gak gitu juga ngasih hadiahnya, Mas!” pekik Alwi sementara yang lain hanya tertawa mendengar celetukan Alfa yang lucu. Ya lucu karena saat mengatakannya, ekspresi muka Alfa adalah tanpa ekspresi cenderung datar dengan suara yang datar juga.

“Aih nyebelin sumpah.”

Alwi memanyunkan bibir dan memilih memakan kacang rebus yang ada di meja ruang tengah. Sementara itu, Kyai Baihaki, Bu Nyai Khomsah dan Bu Nyai Latifah terus mengobrol. Alfa sendiri hanya sesekali ikutan ngobrol, selebihnya dia hanya menyimak. Alwi sendiri kadang-kadang ikut nimbrung obrolan namun mulutnya tak berhenti mengunyah makanan. Galuh? Dia lebih banyak diam dan menunduk.

Kehangatan keluarga Kyai Baihaki terinterupsi dengan kehadiran Jauza dan kedua orang tuanya. Kyai Baihaki menyambut hangat keluarga adik sepupunya. Mereka pun mengobrol bersama, Galuh dengan sigap menyiapkan tambahan minuman dan setelah itu undur diri dari ndalem, karena dia merasa tugasnya sudah selesai.

Sampai di kamarnya, Galuh menatap kerudung yang diberikan Alfa dengan air mata berlinang. Hatinya terasa sakit menyadari rasa yang sejak remaja dia sadari telah tumbuh untuk Alfa kembali menguncup dan mulai bersemi. Padahal Galuh sudah mencoba melupakan cinta pertamanya kepada sang kakak angkat, ternyata? Dia gagal total.

“Lupakan cinta ini, Galuh. Lelaki itu tak mencintaimu, bahkan keberadaanmu saja tak ia sukai. Semua yang ada padamu tak ia sukai. Sudahlah Luh, jangan mewek, lupakan cinta ini. Cinta itu kata haram buat kamu.”

Setetes air mata Galuh jatuh menimpa ujung jilbabnya. Galuh mendongak, berharap air matanya tak jatuh lebih banyak. Dia tak mau menangis, baginya tangis adalah kekalahan. Dan dia tak mau kalah. Meski seluruh dunia mengacuhkannya, menghinanya dan menganggap keberadaannya tak penting, dia tak mau hancur lebur. Tidak!

Galuh mengusap bekas air mata yang masih membekas di area mata dan pipi. Dia segera membuka sebuah koper kecil, lalu memasukkan kerudung pemberian Alfa di sana. Galuh menatap banyak kerudung yang lain, yang semuanya adalah pemberian Alfa juga. Total ada lebih dari dua puluh belum lagi ada tasbih, sajadah dan lain-lain. Galuh tersenyum miris, menyadari dia tak pernah memakai pemberian sang kakak.

“Gimana bisa aku pakai, kalau kamu ngasihnya aja kayak gak ikhlas, Gus,” lirihnya.

Galuh menutup kembali koper miliknya, kini dia memilih duduk sambil menyandar di tembok. Berpikir bagaimana caranya bisa segera pergi dari tempat ini. Dia sudah merasa tak nyaman. Entahlah, sejak dulu, menatap Alfa hanya akan membuatnya berdebar, gelisah dan takut menjadi satu rasa.

“Entah bagaimana nasibku kelak, aku pasrah ya Allah.”

Jika Galuh sedang merenung di kamarnya, Jauza justru sedang khawatir dengan tema obrolan sang abah dan Kyai Baihaki yang sudah menjurus ke pasal jodoh. Ayahnya bahkan terang-terangan menanyakan pada Alfa apakah Alfa sudah punya calon apa belum. Pertanyaan yang langsung membuat Jauza diam karena kaget dan juga rasa takut yang mendominasi. Jauza melirik pada Alwi yang dalam mode giling kacang rebus. Alwi tampak cuek dan fokus makan. Jauza melirik ibunya yang terlihat antusias juga, Jauza jadi memilih menunduk dan berdoa semoga saja kakak sepupunya sudah punya calon.

Sejalan dengan Jauza, Bu Nyai Latifah juga terlihat khawatir. Karena dia juga sangat berharap Jauza menjadi menantunya.

“Alhamdulillah, Alfa sudah punya Pak Lik, doakan bulan depan mau melamar.” Ucapan Alfa bagai oase bagi Jauza. Dia tersenyum simpul, Bu Nyai Latifah juga terlihat lega.

Hal yang berbanding terbalik dengan wajah kedua orang tua Jauza.

“Oh, begitu, selamat ya Alfa,” ucap Ayahnya Jauza seakan ada nada tak rela, pria yang dia harapkan ada jodoh dengan sang putri malah melipir ke lain hati.

“Makasih, Pak Lik.”

Setelah ungkapan Alfa kalau dia sudah punya calon, membuat suasana yang tadinya terlihat hangat jadi sedikit kaku. Kyai Baihaki dan Bu Nyai Khomsah sadar jika kedua orang tua Jauza jadi lebih banyak diam dan tak sehangat ketika pertama kali datang. Alfa pun merasakan demikian namun dia cuek, ya mau gimana lagi orang dia gak suka sama Jauza kok dipaksa.

Setelah dirasa cukup bertandang, keluarga Jauza pamit. Sebelum pamit, Kyai Baihaki membisiki telinga sang adik dan mengucap kata maaf karena tidak bisa menyambung tali kekeluargaan lebih erat lagi dengan adik sepupunya.

Ayah Jauza yang paham pun hanya mengatakan ‘tidak apa-apa, mungkin belum jodoh’ membuat dua bersaudara sepupu saling tersenyum sebagai tanda pemahaman.

Keluarga Kyai Baihaki mengantar keluarga Jauza hingga mobil mereka menghilang di balik pagar. Bu Nyai Latifah langsung pamit dan menyeret sang anak.

“Umi, Alwi masih betah di sini, mau ngobrol sama Mas Alfa.”

“Halah, besok lagi, temani umi.”

Dengan sedikit menyeret sang putra, Bu Nyai Latifah berhasil membuat Alwi memutar kunci motor, membonceng ibunya dan mereka pun pamit pulang setelah sebelumnya mengucap salam. Ketiga anggota keluarga pun segera masuk ke dalam rumah.

“Kamu sudah yakin mau melamar Nak Shadiqah bulan depan, Al?” tanya Kyai Baihaki serius begitu mereka sudah berada di dalam rumah, duduk nyaman di ruang tengah.

“Insya Allah Bah.”

“Sudah sholat?”

“Sudah.”

“Hasilnya?” cecar Kyai Baihaki.

Alfa diam, dia tak langsung menjawab.

“Alfa.” Sang Abah kembali bertanya pada putranya, pandangannya terasa menghujam hingga menembus jantung Alfa.

“Kalau Alfa gak yakin, Alfa gak mungkin melamar, Bah," ucap Alfa dengan sorot keyakinan.

“Baiklah, abah pegang keyakinan dan tekad kamu. Asal apa pun hasilnya, kamu harus berani tanggung resiko.”

Alfa mengangguk dan berusaha tersenyum. Namun ketika sang abah dan sang umi sedang berbincang-bincang, tatapan Alfa terlihat kelam. Dan beberapa detik kemudian menjadi semacam amarah.

***

Galuh sedang sibuk menyusun agenda kegiatan untuk perayaan ulang tahun MA Al Kautsar di perpustakaan sekolah. Dia tampak fokus sekali sampai tak menyadari di depannya ada sosok Alfa yang menatapnya dengan tatapan tajam.

“Ekhem!”

Suara deheman membuat Galuh kaget dan refleks mendongak.

“Gus. Ada apa?"

“Ikut saya!”

Alfa berbalik dan menuju ke luar perpus dan menuju ke ruang pertemuan, Galuh menghembuskan napasnya pelan. Dia sudah yakin kalau dia pasti akan terkena semprot dari Alfa. Dan benar saja, begitu dia duduk di depan Alfa dan terhalang meja, Alfa sudah mencecarnya dengan banyak pertanyaan dan juga omelan tentang rancangan kegiatan yang dia susun untuk acara ulang tahun MA. Galuh hanya mengucap maaf berkali-kali dan mendengarkan saja semua omelan yang keluar dari mulut Alfa.

‘Anggap saja burung sedang berkicau, Luh. Mau kamu jadi bidadari bagi Gus Alfa kamu tuh kayak Memedi, Kunti, Setan, Nini Lampir, udah jangan masukin hati.’

“Ngerti apa yang saya maksud kan?”

“Nggih Gus, semoga saya gak salah lagi.”

“Harus! Masak ustazah gak mudeng-mudeng?”

“Ya mau gimana lagi, Gus. Mungkin karena saya lulusan UT, makanya gak pinter gak kayak ustazah yang lain,” jawab Galuh kalem.

“Jadi besok-besok kan Gus Alfa yang sudah ngambil alih semua lini di pondok dan sekolah, sudah bisa memulai perombakan dengan mendelete saya dari semua lini. Dari kurikulum, kepanitiaan, PMR, Pramuka dan Olimpiade Sains. Saya kan kata guse, gak punya kemampuan, jadi buat apa dipertahankan. Ya kan Gus? Saya kan bodoh!” lanjut Galuh, menyerang Alfa balik namun dengan tutur kata lembut namun menusuk.

Glek. Alfa diam saja, dia tak bisa bersuara. Alfa menatap gadis di depannya dengan tatapan nyalang sementara Galuh balas menatap dengan tatapan sayunya.

“Saya kan bukan murid berprestasi jadi gak akan bisa menghasilkan anak-anak berprestasi, jadi singkirkan saya saja Gus, gampang kok!”

Galuh kembali tersenyum. Alfa membanting proposal di depannya dengan keras, dia pergi begitu saja tanpa bisa membalas ucapan Galuh. Galuh sendiri masih duduk diam di kursinya. Semalaman merenung, membuatnya berpikir untuk tidak mau lagi ditindas. Tidak! Jika pun dia akan terusir dari Al Kaustar, akan dia pastikan dia tak akan ditindas dan diperlakukan semena-mena oleh Gus Alfa, tidak akan pernah.

Alfa sendiri keluar dari gedung MA dengan kemarahan luar biasa. Dia berdiri diam agar kemarahannya tak kentara. Namun justru tatapannya jadi tertuju pada deretan pohon angsana di sekitar lapangan MA. Bayangan sekelebat wanita berkerudung hijau toska kembali mampir di kepalanya. Alfa menggelengkan kepala.

“Bukan dia! Bukan,” desis Alfa.

Alfa memilih segera meninggalkan halaman MA namun lagi-lagi Alfa menoleh ke arah rimbunan pohon angsana.

“Gak! Gak boleh! Masa dia, gak mungkin. Ini cuma bujukan setan, bukan. Bukan dia,” gumamnya.

Alfa segera melajukan motornya meninggalkan halaman MA.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
ความคิดเห็น (2)
goodnovel comment avatar
Tanty Hassan
Hmmm,,, bisa jadi
goodnovel comment avatar
Ayun Retno
hemmm petunjuk jodoh kamu itu Galuh iye kan... makanya kamu ga terima
ดูความคิดเห็นทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Cinta Gadis tak Bernasab   7. Nguping

    Galuh tak dapat menahan senyum lebarnya begitu acara yang dia ketua berakhir dengan begitu sangat meriah. Dia bahkan mendapat banyak ucapan selamat dari para Ustazah dan yang spesial dari Abah Baihaki dan Umi Khomsah.Alfa sendiri hanya diam saja, tak mengucap selamat atau apa pun. Alfa lebih memilih menyibukkan diri dengan ponselnya saat sang ibu mengajak Galuh bercengkrama di rumah. Bahkan dia pura-pura harus menelepon sahabatnya agar bisa meninggalkan ruang keluarga. Bukannya sedih, Galuh malah senang jika Alfa tak berada satu ruangan dengannya. Dia bisa lebih banyak berekspresi dan bisa ngobrol santai dengan ibu angkatnya. Obrolan yang lama kelamaan jadi makin serius karena Umi Khomsah memang mengajak Galuh bicara serius."Luh.""Nggih Umi.""Ada lamaran dari Kyai Basroni, kamu ...." Bu Nyai Khomsah diam. Ada mendung di wajahnya."Saya tahu Umi, istri beliau sudah matur ke saya. Tapi mohon maaf Umi, Galuh menolak permintaan beliau. Pantang bagi Galuh jadi yang kedua. Meski Galuh

    ปรับปรุงล่าสุด : 2023-08-29
  • Cinta Gadis tak Bernasab   8. Pink

    Alfa menatap ponselnya dalam diam. Keningnya terlihat berkerut. Tampak sekali sedang berpikir keras. Alfa lalu menghembuskan napasnya dengan kasar. Ditaruhnya ponsel itu di atas nakas dekat ranjang lalu Alfa memilih rebahan. Sambil rebahan, tatapan mata Alfa tertuju pada langit-langit kamarnya. Suara kipas angin di dinding pun terdengar keras. Alfa berbalik, menutup matanya sebentar, membuka mata lagi dan berbalik lagi menatap langit kamar. Posisinya kembali terentang. Beberapa kali embusan napasnya terdengar berat bahkan terkesan lelah."Kenapa perasaanku kok kayak ada yang salah ya? Tapi apa?" gumamnya."Tau ah, gelap. Mending tidur!" Alfa memilih tidur siang. Siapa tahu habis tidur perasaannya jadi lebih baik. Sayangnya Alfa kembali membuka mata. Dia tak bisa tidur. "Ish! Kenapa susah sekali buat merem sih?"Alfa memilih berdiri. Kebiasaan di Kairo yang jarang tidur siang, kebablasan hingga di rumah. Alfa yang masih dalam tahap adaptasi kesulitan mencari aktivitas yang bisa membu

    ปรับปรุงล่าสุด : 2023-10-11
  • Cinta Gadis tak Bernasab   9. Aksi Ngintip

    Alwi menatap Galuh dengan tatapan penuh pemujaan dari lantai dua MA An-Nur untuk siswa putra. Sementara yang dipandangi tidak sadar dan fokus dengan kegiatannya bersama anak-anak PMR. MA An-Nur memang dibagi menjadi dua kompleks berhadapan yang satu untuk santri putra sementara yang satu untuk santri putri. Pengelolaan ini ditujukan agar siswa dan siswi yang hampir sembilan puluh persen adalah santri, mampu menjaga pandangan dengan lawan jenis. Meski sudah diatur sedemikian rupa, tetap saja ada yang mbeler dan melakukan pertemuan dengan lawan jenis. Semua tergantung pribadi masing-masing. Alwi masih asik menatap wajah ayu gadis pujaan hatinya. Sejak dulu, sejak dia masih kecil, Alwi memang sudah menyukai Galuh. Gimana gak suka, Galuh itu paling berbeda. Wajah khas gadis Arab dengan hidung mancung, mata hitam bulat, alis lebat yang melengkung indah di atas kedua mata, serta kulit putihnya begitu kentara. Sangat membedakan dirinya dengan orang lain yang rata-rata berkulit sawo matang

    ปรับปรุงล่าสุด : 2023-10-15
  • Cinta Gadis tak Bernasab   10. Dilema

    Galuh kaget, mau ngerem juga percuma. Cara jalannya yang jauh dari kata putri Solo kini menjadi bumerang. Galuh sedang berjalan tergesa melewati lorong kelas dan saat berbelok dia kurang waspada. Bukannya memelankan kecepatan berjalan, malah Galuh main belok saja. Dan ternyata ada Alfa yang sedang berjalan dari arah lorong yang lain. Alfa juga terlihat tergesa. Jadilah keduanya sama-sama kaget, tidak bisa ngerem dan bruk! Tubuh keduanya jadi bertubrukan. Galuh hampir jatuh namun refleks dia mencengkeram koko kakak angkatnya. Alfa sendiri refleks menarik pinggang Galuh. Akibatnya tubuh keduanya saling membentur lagi namun kini jadi saling merapat. Karena Galuh berpegangan pada koko sang kakak angkat, sementara Alfa dengan sigap merangkap sang adik angkat dengan kedua lengan kokohnya.Galuh deg-degan. Pipinya merona. Alfa? Jangan tanya, wajah kakak angkatnya terlihat kesal. Wajah Alfa terlihat memerah menahan malu atau marah. Entah, Galuh tak tahu. Yang jelas, Galuh segera melepaskan t

    ปรับปรุงล่าสุด : 2023-10-16
  • Cinta Gadis tak Bernasab   11. Ke Jogja

    Galuh tak menyangka dengan apa yang dilakukan oleh Alwi. Dia celingukan ke kanan dan ke kiri. Galuh menutup matanya sebentar lalu kembali menatap Alwi. Ternyata sosok yang dia harap hanya hayalan atau halusinasi memang dia. Galuh kesal. Tanpa peduli mau dikatain judes, Galuh berkata ketus pada Alwi. "Gus! Gus apa-apaan sih?" desis Galuh. Dia kembali melirik ke kiri dan kanan. "Lah, aku emangnya ngapain?" tanya Alwi balik. Bahkan sambil cengengesan. "Kenapa Gus Alwi bisa di sini?" "Terserah aku lah, duit juga duitku sendiri." "Memangnya njenengan gak ngajar?" "Ada ustaz piket, kok." Alwi lagi-lagi menjawab cuek.Galuh kembali menutup mata sebentar lalu beristighfar. Menghadapi Alwi memang butuh kesabaran dan kewarasan. Galuh memilih tak memperpanjang urusan. Meski dia yakin, kalau Alwi sengaja membuntutinya, tapi Galuh ta punya kuasa untuk menolak kehadiran Alwi. Galuh yakin, lelaki slengekan dan suka semaunya sendiri itu punya seribu satu macam alasan. Dan sayangnya diantara sem

    ปรับปรุงล่าสุด : 2023-10-20
  • Cinta Gadis tak Bernasab   12. Mencari Tahu

    Alwi hanya bisa meluapkan kekesalannya pada Galuh dengan cara menendang kerikil-kerikil yang dia temui sepanjang jalan. Atau pada angin yang dia tinju tapi tak ada reaksi apa pun atau rasa sakit apapun di kepalan tangannya. Tapi rasa sakit di hati? Jelas. Alwi merasa lagi-lagi Galuh tidak ingin tersentuh oleh perhatiannya, kebaikannya dan rasa cintanya. "Kenapa kamu nolak aku terus sih Luh? Aku tuh tulus sama kamu. Sejak kecil loh. Sejak kecil kamu selalu saja nolak keberadaanku. Padahal aku sayang sama kamu."Alwi duduk ndoprok di lantai yang ada di stasiun Jogja. Padahal ada banyak kursi tapi dia memilih menyiksa diri. "Aku kudu gimana sih Luh, buat melunakkan hatimu? Cuma aku? Aku yang nerima kamu apa adanya. Gak ada cowok mana pun yang mau sama kamu. Kamu tuh siapa sih?" kesal Alwi. "Bapakmu aja gak jelas!" ucapnya ketus. Tepat saat kalimat terakhir yang Alwi ucapkan, bunyi kereta lain yang baru datang mengagetkan dirinya. Alwi diam termenung hingga kalimat istighfar terucap da

    ปรับปรุงล่าสุด : 2023-10-22
  • Cinta Gadis tak Bernasab   13. Kamu Sama Galuh?

    "Mau kemana, Fa?" tanya Bu Nyai Khomsah pada sang putra. Alfa terlihat menggunakan celana jeans dan jaket warna hitam. Tak hanya itu, tas gendong besar sudah bertengger di punggungnya."Alfa ijin mau ke tempat Hamish, Umi. Alfa sama Hamish kan ada kerja sama mau bikin buku, Hamish yang nulis terus Alfa yang bagian editing.""Lah bukannya kalau kamu bantuin temen kamu ngedit naskah biasanya cuma kirim email?""Sekalian main, Umi. Semenjak Alfa kuliah lagi belum pernah ketemu Hamish. Sama Mila juga. Terus katanya udah punya anak lagi, kan Alfa penasaran sama anak kedua mereka.""Ah iya, kamu belum pernah ketemu. Tapi, kudu berangkat sekarang? Nggak nunggu besok pagi?""Sekarang aja Umi. Kalau perjalanan sore sampai malam lebih sepi, tenang dan adem.""Oh ya sudah."Alfa menunggu sang abah untuk pamitan. Kyai Baihaki yang kembali dari masjid setelah bakda ashar, menatap putranya heran. "Lah, dolan dalam rangka apa?""Kerjaan sama bosen di rumah, Bah. Butuh refreshing.""Oooo, ya sudah

    ปรับปรุงล่าสุด : 2023-10-25
  • Cinta Gadis tak Bernasab   14. Tamu Tengah Malam

    Ning Mila mengerucutkan bibirnya. Sengaja bahkan itu bibir diputer-puter, manyun ke kanan kiri atas bawah. Wes lah pokokmen mencucu. Bahkan gerutuannya terdengar jelas hingga ke ruang tamu dimana suami dan kedua orang tuanya sedang berkumpul."Sopo Mil?" tanya Bu Nyai Khomariyah, adik Bu Nyai Khomsah."Bu Nyai Latifah, Umi. Biasa nyariin balitanya," sinis Ning Mila."Tapi gak gitu juga kali mimik wajahmu, Dek. Sampai bibir meleyat-leyot gitu," gurau sang suami, Gus Hamish."Habis nyebelin banget sumpah Mas, makanya sejak dulu aku tuh gak bestie-an sama Alwi, soal rasa cintanya sama Galuh. Kasihan aku sama Galuh. Ish, sebel."Ning Mila masih saja misah-misuh. Tingkahnya menggemaskan sekali."Wes to, ojo nesu. Sini duduk saja," titah Kyai Badawi pada sang putri semata wayang.Ning Mila menghembuskan napasnya."Mila sama Galuh sama Haidar aja deh. Mau kasih support buat bestie-nya aku."Ning Mila berbalik dan menuju ke taman belakang, sementara suami dan kedua orang tuanya tetap bertahan

    ปรับปรุงล่าสุด : 2023-10-26

บทล่าสุด

  • Cinta Gadis tak Bernasab   121. Obat Migren

    Alfa sampai di rumah menjelang jam empat. Dia terlihat kelelahan karena baru saja menyelesaikan segudang pekerjaan dimulai dari meninjau lokasi kebun durian miliknya, mengecek usaha miliknya, memberi materi kewirausahaan di salah satu sekolah pertanian yang ada di Purwokerto hingga menemui salah satu rekan kerjanya guna membahas kontrak kerja sama yang baru."Assalamualaikum," ucap Alfa ketika memasuki rumah."Wa'alaikumsalam.""Abah!"Alfa yang awalnya merasa lelah langsung semangat gara-gara mendengar suara sang putri. Dia pun mencari keberadaan putrinya yang ternyata sedang duduk menonton TV ditemani Zahra."Fay.""Abah."Alfa langsung merentangkan kedua tangan sementara Fairuz berlari ke arahnya. Alfa membopong putri cantiknya dan diciuminya kedua pipi Fairuz dengan gemas. Membuat Fairuz tertawa karena kegelian."Geli, Abah.""Masa sih? Gak geli ah.""Geli."Bukannya melepaskan sang putri, Alfa terus mencandai sang putri hingga kemudian dia sadar akan keberadaan Zahra."Mbak Zahra

  • Cinta Gadis tak Bernasab   120. Balik Ke Rumah

    "Ami Syakib gimana kabarnya, Ba?""Udah lebih baik. Udah ikhlas dia. Amira selalu ada di sampingnya. Jadi motivator terbaik buat ami kamu. Ditambah sudah ada Rafatar. Jadi proses penyembuhannya lebih gampang."Satu Minggu setelah kematian Habiba, Galuh dan Fairuz masih berada di Andalusia. Alfa sendiri sudah kembali ke Kebumen, tiga hari setelah kematian Habiba. Sebab ada banyak urusan pekerjaan dan pondok yang harus dia lakukan.Meski Galuh juga ingin ikut balik, tapi di sisi lain dia juga masih ingin bermanja-manja dengan kedua orang tuanya. Menyebabkan Alfa yang mengalah dan membiarkan Galuh tetap berada di Tegal sampai rasa rindu sng istri pada kedua orang tuanya terobati.Karena Galuh di Tegal, Fairuz jadi ikutan ngintilin uminya. Membuat Alfa sedikit uring-uringan tapi mau bagaimana lagi dia gak bisa egois. Dia paham Galuh pasti masih ingin banyak waktu bersama kedua orang tuanya. Dan Fairuz yang baru merasakan punya ibu, juga begitu. Alfa deh yang harus berbesar hati membiarkan

  • Cinta Gadis tak Bernasab   119. Memaafkan

    Syakib dan yang lain masih dalam kondisi terguncang. Alfa yang berada di balik kemudi mobil Syafiq bahkan sampai mencengkeram kemudi."Tidak. Tidak Habiba."Syakib segera membuka pintu belakang, sebelah kiri. Dia berlari menuju ke kerumunan. Dia bahkan mendorong beberapa orang untuk sampai ke sosok yang tergeletak tak berdaya di aspal."Ya Allah, Bibah. Bibah. Tidak. Tidak Bibah!"Syakib terduduk di dekat Habiba. Dia hendak meraih tubuhnya namun dihalangi oleh beberapa orang dengan alasan, Habiba harus dicek oleh tenaga medis dulu."Aku harus membawanya. Bawa dia ke rumah sakit.""Ini kan pintu keluar rumah sakit. Tunggu petugas medis dulu.""Kita harus angkat dia. Harus bawa dia." Syakib berontak hendak membawa Habiba."Dokter. Panggil dokter!" teriak Syakib.Dia terus memberontak. Ingin mendekat ke arah Habiba. Beruntung Syafiq dan Faris sudah mendekat. Mereka pun ikut menahan Syakib."Tenanglah. Itu petugasnya sudah datang," pinta Faris. Dia menahan sambil merangkul sepupunya karen

  • Cinta Gadis tak Bernasab   118. Tabur Tunai

    Habiba duduk terpekur di dalam sel lapas yang baru dia tempati selama dua puluh menit yang lalu. Sejak dia dibawa ke lapas, belum ada satu pun yang menjenguknya. Habiba beberapa kali tertawa sendiri, menangis lalu berteriak. Aksinya sangat mengganggu napi lain terutama teman satu selnya.Bahkan beberapa menit yang lalu, dia baru saja mendapatkan beberapa pukulan dari salah satu teman selnya yang merasa terganggu dengan suara teriakan atau tangisan Habiba. Melihat kondisi Habiba yang bisa saja menjadi bulan-bulanan warga sel lain, dia pun akhirnya ditempatkan dalam sel sendirian.Namun, pilihan ini pun juga ada minusnya. Habiba makin menjadi. Dia makin sering menangis keras dan berteriak. Meski sangat mengganggu, setidaknya Habiba aman karena berada di selnya sendirian."Kak Umar. Kamu di mana? Kak Umar. Kak Umar tolong Bibah. Kak Syakib. Kamu ke mana Kak Syakib? Bantu aku. Keluarkan aku dari sini. Aku kan istri kamu. Hahaha. Kamu kan cinta mati sama aku. Hahaha.""Aba, Umi. Hei, kalia

  • Cinta Gadis tak Bernasab   117. Gagal

    "Mati?" lirih Faris."Iya. Mati. Hiks hiks hiks."Habiba mencoba melepaskan diri. Tapi tak berhasil. Dia bahkan kini terduduk, dengan menahan rasa sakitnya. Sorot matanya menampilkan aura kemarahan dan dendam."Kamu ingin Kak Umar Mati?" tanya Syafiq tak percaya."Iya!" jawab Habiba dengan lantang. "Dasar kurang ajar!" hardik Syafiq."Apa kamu gak takut masuk penjara, hah?" sambung Syafiq."Aku tak peduli. Tak peduli. Hidupku sudah hancur. Aku tak punya apa pun yang bisa aku jadikan semangat untuk hidup!" teriak Habiba."Makanya lebih baik dia mati. Hahaha.""Edan! Gila kamu.""Iya aku gila. Gila. Dulu Kak Umar segalanya bagiku. Dia adalah tujuan hidupku. Aku bertahun-tahun menunggu dia. Menunggu dia berpaling padaku. Menatapku. Menerima hadirku. Tapi apa? Apa, hah?! Aku gak pernah dia lirik. Sampai kulitku keriput, rambutku putih. Dia gak pernah melirikku. Padahal demi Kak Umar. Demi kamu, Kak. Aku ngelakuin apa pun. Demi bisa dapat perhatian dan cintamu, Kak Umar. Bahkan kejahatan

  • Cinta Gadis tak Bernasab   116. Kegilaan Habiba

    Anjani dan dua menantu Abu Hasan sedang sibuk di dapur. Sesekali mereka bercerita dan tertawa. Mereka tampak akrab karena secara umur mereka sepantaran."Habis ini, aku berharap kehidupan kita semua lebih baik lagi," celetuk Ulfa.Kedua iparnya menoleh pada Ulfa."Ya dengan tidak adanya Bibah, aku harap keluarga kita jadi lebih baik. Masalahnya kan sejak dulu, yang jadi biang masalah ya dia," sambung Ulfa.“Kadang aku gak ngerti sama pola pikir dia. Udah ada Syakib yang baik, yang cinta sama dia. Masih juga ngejar Kak Umar. Andai Aba Hasan gak ada janji sama orang tua Bibah, pasti deh tuh orang bakalan didepak sama Aba dari dulu. Gak perlu nunggu berpuluh tahun sampai Bibah sendiri yang minta cerai. Hah!" ucap Ulfa menggebu-gebu."Untung aja ada kamu, Mira. Dan untung aja Kak Umar setia orangnya. Aku gak bisa bayangin kalau Syakib masih bucin atau Kak Umar nerima dia. Lihat aja kelakuannya. Udah tua, bukannya jadi pribadi lebih baik, lebih bijak tapi ya begitu deh.”Baik Amira dan Anj

  • Cinta Gadis tak Bernasab   115. Hanya Orang Luar

    "Dasar wanita bodoh. Keturunan najis. Cih! Kamu selain bodoh punya kelebihan apa hah? Kamu pakai pelet apa sih, sampai Umar anakku kesengsem sama kamu. Kenapa dia gak mau sama Bibah yang sempurna? Eh eh eh, malah nangis. Bisanya cuma nangis, dasar tolol! Sana kamu ke kamar saja. Sepet mataku lihat kamu. Jangan pernah nongol di sini. Perkumpulan ini hanya untuk keluarga Al Hilabi, sama orang-orang terhormat seperti Bibah. Orang miskin kayak kamu gak pantes di sini. Gak pantes jadi istrinya Umar. Gak pantes jadi mantuku!" ucap Umi Lutfiyah sambil menatap Anjani jijik dan penuh kebencian.Bayangan demi bayangan kian berlarian dalam ingatan Habiba. Habiba seakan ditarik paksa dari kisah lampau. Kisah dimana dia dulu dipuja, dibela dan bisa sombong. Kini dia malah tersiakan, tak dilirik, tak diinginkan.Habiba sedikit terhuyung. Bayang-bayang masa silam masih begitu kentara dalam pikirannya. Dulu dia selalu dibela oleh Umi Lutfiyah dan menyebabkan keluarga Al Hilabi juga mendukungnya. Tapi

  • Cinta Gadis tak Bernasab   114. Tidak Ada Yang Membela

    “Cerai?” ucap Syakib. Meski dia sudah sadar kalau suatu hari nanti Habiba akan meminta cerai darinya, namun ketika mendengar langsung, terasa ada tusukan pisau yang menembus ke jantungnya. Syakib rupanya belum siap mendengar ajakan cerai Habiba. Hal ini terbukti, tanpa aba-aba air matanya turun. Yara dan Amira sendiri terlalu shock, keduanya belum mampu merespon ucapan Habiba. “Cerai?” ulang Syakib. “Ya cerai. Aku sudah tidak tahan menikah denganmu. Bahkan aku merasa kalau selama ini aku sudah banyak melewatkan masa mudaku cuma buat status gak penting ini. Sekarang … aku mau bahagia. Aku mau meraih masa depanku dan itu bukan kamu!” teriak Habiba. Syakib diam. Dia terlalu shock mendengar kata ‘cerai’ dari mulut Habiba. Namun, beberapa saat kemudian, Syakib bisa mengendalikan diri. Yara dan Amira juga. Tapi keduanya memilih tak mengatakan apapun. Tak mau ikut campur. Amira memilih untuk melihat saja, apa yang akan suaminya putuskan. “Jadi, akhirnya hanya sampai di sini saja,”

  • Cinta Gadis tak Bernasab   113. Ayo Kita Cerai

    Habiba tersenyum penuh kemenangan menatap Faris yang hanya bisa terdiam. Hari ini, dia datang ke Andalusia bersama dua orang polisi dengan tujuan untuk menangkap Anjani. Habiba memberikan beberapa bukti seperti hasil visum dan foto dirinya yang terluka. Dia juga membawa tiga orang saksi yang merupakan santri Andalusia yang bisa dia suap agar bisa memberikan keterangan terjadinya pemukulan yang dia terima dari Anjani. Dalam hati, Habiba yakin kalau rencananya saat ini akan berhasil.“Kami memberi kesempatan Anda untuk menyiapkan pengacara, tapi sebelumnya, kami harus membawa Nyonya Anjani ke kantor polisi,” ucap salah satu polisi.Faris menghela napas dia menatap sedih pada Anjani. Dia pun membawa tangan Anjani pada genggaman jemari tangannya.“Kamu ikut dulu ya? Galuh yang akan temani kamu ke sana sama Alfa. Mas akan hubungi salah satu pengacara kenalan Mas. Semoga dia bisa bantu buat bebasin kamu. Kamu jangan khawatir ya Sayang. Mas akan lakukan apapun untuk menyelamatkan kamu.”Anja

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status