Usai membuatkan sarapan ibu tiri dan kakaknya, Lisa bergegas mempersiapkan diri. Ia harus segera mandi dan mencuci pakaian milik salah satu pelanggannya.
Lisa harus datang setiap dua hari sekali untuk mencuci pakaian dan menyetrikanya di beberapa rumah pelanggan. Sementara dua hari sekali juga ia berjualan nasi uduk.
Memang itu semua dilakukan karena pelanggannya tidak terlalu banyak. Bagaimana pun juga dia harus menghidupi Rossa dan Elga.
Matahari masih menghangatkan tubuh, Lisa harus menyusuri jalan kecil untuk sampai ke rumah salah seorang pelanggannya.
Hanya mengenakan sandal jepit dengan atasan kaos dan rok panjang tetap membuatnya terkesan manis. Rambutnya yang panjang ia ikat ke atas yang memperlihatkan leher jenjangnya.
Sungguh malang nasib Lisa, usianya baru menginjak dua puluh tahun tapi dia harus merasakan pengalaman hidup sepahit ini.
Setibanya di rumah majikannya, Lisa langsung membaur menggarap semua cucian yang menggunung. Ia mencuci semua pakaian tersebut dengan tangan kosong tanpa bantuan mesin.
Wajar saja, pakaian milik orang kaya tersebut harganya mahal-mahal dan harus dicuci dengan berhati-hati.
Hari sudah semakin siang, Lisa baru saja menyelesaikan cuciannya. Tapi dia belum tuntas menjemurnya.
Ia pergi ke sebuah dapur tersebut, untuk mengambil minuman. Lisa memang sudah terbiasa di tempat itu, jadi sang majikan tidak melarangnya kalau hanya sekedar mengambil air putih.
"Gleg... Gleg... Gleg..."
Tegukan demi tegukan mulai membasahi kerongkongan Lisa. Ia beristirahat sejenak, mengelap keringat di dahinya dengan punggung tangan.
Lisa mencuci kembali gelas yang ia kenakan tadi dan bersiap untuk kembali menuntaskan pekerjaannya.
Sementara itu dari arah yang berlawanan, seorang laki-laki tampan yang hanya mengenakan celana kolor mendekati Lisa.
Mereka bertabrakan karena Lisa baru saja memutar tubuhnya hendak pergi dari tempat itu. Namun nasih berkata lain, ulahnya menabrak seorang laki - laki.
"Bruk...."
"Cup...."
Tak sengaja bibir mereka saling bersentuhan. Mereka berdua sama-sama mematung sejenak.
Tubuh Lisa kala itu langsung melemah karena itu adalah pertama kalinya seorang laki-laki menyentuh bibirnya.
"Astaga apa ini," batin laki-laki tersebut menatap kedua bola mata Lisa.
Sama halnya dengan Lisa, laki - laki tersebut juga merasakan detak jantung yang tak beraturan lagi.
Laki - laki tersebut tidak tinggal diam, dia hanyut dan tak sengaja menyantap bibir Lisa.Lisa juga saat itu hanyut sehingga tidak melakukan perlawanan. Kedua tangannya berada di dada bidang milik laki-laki tersebut.
Wajah Lisa sedikit digerakkan karena risih dengan bulu-bulu halus di sekitar wajah laki-laki tersebut. Padahal laki-laki tersebut baru hendak menjelajahi mulut Lisa dengan lidah tak bertulang nya.
Buru-buru laki-laki tersebut melepaskan bibir Lisa di tengah keasyikannya. "Maafkan aku, aku sungguh tidak sengaja."
Lisa langsung menundukkan kepalanya, bibirnya mengunci tidak tahu harus berkata apa lagi.
Perlahan Lisa membuka mulutnya, "a.. a...aaaa." Lisa gugup namun laki-laki tersebut mendongakkan dagu Lisa dengan lembut, "kau tidak apa-apa?"
Lisa tak sanggup lagi menatap mata laki-laki tersebut. Tanpa laki-laki tersebut duga, Lisa berlari meninggalkannya.
"Astaga apa yang sudah ku lakukan pada seorang pelayan ini," batin laki-laki tersebut menatap kepergian Lisa.
Matahari semakin terik, Lisa masih melanjutkan pekerjaannya yang hampir rampung itu.
Sementara laki-laki yang menabrak Lisa tadi adalah Kendra a Wilson Abraham atau Ken. Sedangkan majikan Lisa adalah Risa.
Risa dan Ken berdiri di ruang tengah. Risa menemani Ken yang tangah merapikan jasnya hendak beranjak dari tempat tersebut.
Risa

"Nanti asistenku akan memberikan imbalan untukmu hari ini," ujar Ken sambil mengancingkan kemejanya.
Risa hanyalah teman kencan Ken sehari saja. Usai Ken melakukan adegan panas dengan Risa, Ken membayarnya dan pergi untuk selamanya. Ken tidak ingin berurusan dengannya lagi, baginya hubungan mereka telah berakhir.
Risa tidak tinggal diam, dia mengusap pipi dan bahu Ken. "Aku sebenarnya tidak ingin uang sayang," Risa sedikit menggoda Ken.
Ken dengan siap menepis tangan Risa tersebut, "buang jauh-jauh tanganmu itu dariku!"
Ken

Risa tersenyum tipis, "aku cuma mau kamu sayang."
Ken geram akan tingkah Risa barusan. Wajahnya sudah penuh dengan murka. "Diam perempuan murahan! Aku tidak ingin mendengar omong kosong dari mulutmu itu. Semua telah berakhir, aku juga sudah membayar kau."
"Kalau aku murahan lalu apa sebutan yang pantas untukmu karena mau tidur dengan perempuan murahan sepertiku. Huh, dasar bajiingan!" Umpat Risa dalam hati.
Tanpa memeperhatikan Risa lagi, Ken berlalu. Bagi Ken hubungan sehari yang singkat ini telah berakhir.
Di kejauhan sana, Lisa tak sengaja mendengar percakapan Ken dan Risa. Lisa tadinya hendak masuk dari halaman belakang karena pekerjaanya telah usia. Namun langkahnya terhenti melihat mereka berdua.
Wajah polos Lisa yang kusam itu nampak kesal. Dia tidak menyangka Ken berbuat seperti itu. Padahal tadi di luar sana, Lisa sempat tersenyum sendiri mengingat kejadian indah di dapur tadi
"Dasar pria kurang ajar, casanova." Batin Lisa yang sudah geram.
Benar, Ken adalah seorang casanova. Dengan uangnya yang banyak ia bisa melakukan semua hal yang ia inginkan.
Tak ingin lama-lama di tempat yang menyebalkan ini. Lisa segera berpamitan dengan majikannya dan mengambil upahnya untuk hari ini.
Wajah Lisa ditundukkan ketika menghadap Risa yang masih berdiri di ruang tengah. Risa memang belum beranjak, dia menatap kepergian Ken sampai Ken benar-benar hilang dari pandangannya.
"Aku akan membuatmu jatuh ke pelukanmu Kendra," ucap Risa lirih.
"Permisi Nona," tegur Lisa lirih.
Risa segera menoleh ke arah Lisa. "Pekerjaan saya telah usia, saya mau pamit pulang!" Lisa masih menunduk sebagai rasa hormatnya sebagai majikan.
Risa mengambil uang dua lembar seratus ribuan dan diberikannya untuk Lisa. "Pergilah, ini upahmu untuk hari ini."
"Terimakasih Nona," Lisa membalasnya dengan senyuman.
Bagaimana tidak senang, akhirnya dia mendapatkan uang untuk di bawakan kepada ibunya. Dia tak akan mendapat ampun jika pulang tak membawa sepeserpun uang.
Lisa segera berlalu, karena masih ada satu majikannya lagi yang belum ia datangi.
Langkah kaki Lisa sedikit berat. Di samping karena telah membenci ulah Ken yang tadi ia juga kesal karena masih membayangkan hal yang tadi.
"Aku padahal sudah berusaha melupakannya," batin Lisa
Bersambung.
Usia memuaskan diri dengan perempuan, Kendra kembali ke kantornya.Ken harus menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tertunda karena ulahnya sendiri.Beberapa dokumen sudah melambai-lambai meminta diraih. Pekerjaannya memang sudah menumpuk di meja kerjanya.Layar laptop sudah menyala dengan di sampingnya banyak dokumen yang harus dipelajari dan ditanda tangani.Ken tersenyum-senyum sendiri sambil memikirkan gadis yang ia cium di rumah teman kencannya tadi. Rupanya Ken belum bisa melupakannya.Ciuman itu terlalu membuatnya hanyut dan membuatnya merasakan detak jantung yang amat kencang.Dokumen yang seharusnya ia pelajari hanya dibolak-balik, sementara pena yang dipegangnya hanya dipermainkan dengan tangan kanannya.Ken benar-benar terbuai dengan bibir gadis tersebut. Membuatnya melamun senyum-senyum sendiri.Sementara itu laki-laki tampan dengan kemeja lengkap dengan jas hitamnya masuk ke ruangan Ken.Laki-laki te
Hari sudah makin larut. Ken segera pulang ke mansion. Mansion dengan banyak fasilitas canggih dan banyak pelayan serta pengawal di dalamnya.Ken tinggal bersama Zae. Meskipun mereka tidak memiliki hubungan darah namun Ken sudah menganggap Zae seperti keluarganya sendiri.Juwita adalah mamanya Ken. Dia sekarang sedang berada di luar negeri untuk kepetingan bisnisnya. Kalau pun Juwita pulang ke tanah air, dia akan singgah di rumahnya sendiri.Rumah Juwita tidak terlalu besar seperti rumah Ken. Hanya satu lantai dan suatu bangunan tempat dimana ia mengoleksi tanaman-tanaman langkanya. Juwita memang hobi berkebun.Ken menyeret kakinya malas untuk ke lantai tiga. Kamar utama memang berada di lantai tiga. Lantai dua adalah ruang keluarga dan beberapa kamar tamu. Sementara untuk lantai bawah hanya di isi dengan kamar para pelayan dan pengawal.Ken merebahkan tubuhnya di ranjangnya yang empuk nan mahal itu. Tubuhnya masih dibalut dengan kemeja lengkap deng
Sementara itu di rumah yang berbeda. Rumah sederhana yang tidak terlalu besar itu Lisa beristirahat.Menatap langit berbintang dari jendela kecil kamarnya. Lisa tersenyum menatap bintang yang berhamburan di atas sana. “Apa ayah dan ibu juga merindukanku?”Itu semua adalah hal yang dilakukan Lisa hampir setiap malam, dia memang suka melepas kerinduan dengan kedua orang tuanya melalui bintang-bintang.Serasa penatnya sudah menghilang jika Lisa mencurahkan kerinduan kepada sang bintang-bintang.Hari sudah makin larut. Lisa segera merebahkan tubuhnya di sebuah kasur lantai yang keras itu. Dia mulai memejamkan matanya sambil memeluk bingkai foto kedua orang tuanya.Di rumahnya sendiri diperlakukan seperti pembantu, bahkan lebih layak dari seorang pembantu. Ibu tirinya sengaja hanya memberi sebuah kasur lantai sebagai pelepas penatnya di malam hari.Kamar tersebut sangat kecil, berukuran 3 x 2 meter. Tidak ada barang-barang mewah maupun barang-bar
Pagi itu di meja makan rumah milik Ken. Para pelayan sudah menyiapkan sarapan untuk tuannya. Banyak sekali pilihan, ada sandwich, buah-buahan dan omelette.Ken akan memilih sendiri makanan apa yang akan disantap untuk sarapannya pagi ini. Dan tugas pelayannya hanya menunggu perintahnya untuk menyiapkannya.Dengan kemeja lengkap dengan jas dan dasi Ken keluar dari kamarnya yang super megah tersebut. Sang pelayannya juga berjalan di belakangnya membawakan tas milik tuannya.Ketampanannya dan wibawanya sangat terlihat ketika Ken menuruni anak tangga. Para pelayan juga sudah menyambut di bawah, di ruang makan.Mereka berdiri berjajar menyambut sang tuan. "Selamat pagi Tuan Ken," sapa mereka serentak."Pagi," jawab Ken dengan wajahnya yang dingin.Tak ada senyuman yang hampir membuat para bawahannya tunduk ketakutan. Sementara itu Ken segera duduk di bangkunya.Matanya melirik seisi meja makan. Banyak makanan yang tersedia namun pilihannya
Zae melajukan mobilnya dari rumah tersebut sambil bergumam kesal karena harus menemui perempuan paruh baya. Zae pikir perempuan itu adalah yang dimaksud oleh Ken."Bodohnya aku harus mengikuti kata-kata orang yang sedang mabuk," gumam Zae.Zae pikir Ken saat itu sedang mabuk, sehingga kehilangan akal. Perempuan paruh baya dianggapnya sebagai gadis cantik yang memiliki bibir dan mata cokelat yang indah.Di sepanjang perjalannya menuju kantor Ken, Zae terus menggerutu kesal. Sampai dia tidak sadar hampir menabrak seorang gadis."aaaaaaaa…."Teriak gadis yang hampir tertabrak oleh Zae dengan sekuat tenaga. Zae juga dengan cepatnya menghentikan mobilnya.Gadis tersebut berdiri sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Sementara kakinya sudah berjarak beberapa cm saja dengan mobil Zae. Salah sedikit Zae tadi bisa membahayakan gadis itu.Zae segera keluar dari mobilnya mendekati gadis tersebut. "Apa kau baik- baik saja Nona?"
Mendengar hal tersebut Ken segera berlalu dari hadapan Zae. Buru-buru Ken mencari kunci mobilnya. Tanpa berpikir panjang Ken pergi dari kantor menggunakan mobil sedan mewah miliknya."Dasar bodoh," gumam Ken karena kesal dengan Zae.Menurut Ken kali ini Zae benar-benar tidak bisa diandalkan. Seorang CEO hari ini turun tangan sendiri untuk memastikan apa yang dikatakan oleh Zae itu benar atau tidak.Ken berhenti di depan kediaman Risa. Mobilnya agak jauh di parkiran agar tidak ketahuan pemilik rumah tersebut. Matanya tak henti memandang rumah Risa.Ken ragu-ragu untuk turun dan menanyakan langsung perihal gadis tersebut. Di samping karena tidak suka dengan Risa, dia juga sangat menjaga harga dirinya di depan orang banyak.Tak lama setelah ia mengamati rumah tersebut. Ken benar-benar terkejut karena seorang perempuan paruh baya berpakaian pelayan masuk ke rumah Risa membawa sebuah kantong belanjaan.Ken kali ini benar-benar membuktikan apa yan
Tidak ingin ibunya marah lagi, Lisa hari ini bangun pagi-pagi. Memasak nasi uduk untuk nanti dijualnya. Hari ini memang Lisa harus bekerja keras karena kemarin seharian dia tidak bisa memberikan uang kepada sang ibu.Setelah semuanya usai, Lisa segera membungkusnya. Lisa memanglah terampil dan cekatan, makanya dengan mudahnya ia bisa menyelesaikan seratus bungkus nasi uduk itu sendiri.Tak lupa ia juga menyisakan untuk ibu dan kakaknya sebagai sarapan pagi ini. Setidaknya hari ini bisa bernafas dengan lega bisa kembali bekerja.Sementara Elga dan Rosa tengah asyik menonton televisi. Menonton berita adalah salah satu sarapan mereka di pagi hari.Berita hari ini sangat menyenangkan bagi Elga, sebab sedang membicarakan seorang pengusaha muda yang cukup terkenal di negeri ini. Parasnya yang tampan dan tentunya masih berstatus lajang, membuat banyak gadis tergila-gila dengannya.Tak terkecuali dengan Elga. Meskipun mereka sama – sama saling tidak mengen
Lisa menguyur tubuhnya yang sudah setengah basah itu menggunakan air dingin. Sejenak ia bersandar di dinding kamar mandi, merenungkan penderitaannya sekarang."Ayah, ibu… Aku rindu kalian," lirih Lisa.Seutas ucapan kata rindu sudah cukup membuat Lisa menjadi lebih tegar. Dia segera beranjak keluar dari kamar mandi dan mengganti pakaiannya.Lisa harus menyetorkan nasi uduk ke beberapa warung langganannya. Menyisakan sedikit untuk diberikannya kepada para pengemis. Sebab baginya mustahil harus menjual seratus porsi penuh dengan berkeliling.Lisa tidak akan pernah menyesal jika harus membagikan dagangannya kepada para pengemis, meskipun hampir setengahnya sekalipun. Sedikit meringankan beban orang lain, setidaknya membuatnya cukup senang.Yang namanya berjualan Lisa paham betul resiko akan merugi, tidak ada rasa penyesalan sedikit pun jika ia harus pulang membawa kembali dagangannya yang tidak laku.Hari ini Lisa berencana untuk datang ke kant
Menginap semalaman dan menghabiskan malam-malam indah dengan bercinta ternyata tak membuat Zae puas. Rasa rindu itu masih menyelimuti dirinya, mengingat beberapa bulan Zae tak bertemu dengan kekasihnya.Siang ini Juwita dan Zae pergi ke sebuah pusat perbelanjaan di ibu kota. Dengan senang hati Zae menemani Juwita untuk pergi berbelanja, melewatkan pekerjaannya di perusahaan yang sebenarnya menumpuk.Mereka bergandengan layaknya pasangan kekasih. Hehe, tapi memang benar sih mereka adalah pasangan kekasih. Mengacuhkan setiap perkataan orang yang mencibir hubungan mereka. Itu adalah sesuatu yang wajar, nitizen julid selalu akan menghujat kebaikan dan semakin menghujat keburukan.Juwita mengenakan pakaian casual, leging hitam, kaos berwarna nude pink dengan dipadukan rompi hitam dan rambut yang diikaf ke atas. Sementara Zae masih setia dengan pakaian formalnya, kemeja berwarna navy dan celana hitam. Mereka nampak serasi meskipun usia yang terpaut jauh, perempuan
Elga terkekeh. "Ah kau ini. Nampaknya belum tahu ya jika pagi ini aku mendapatkan undangan spesial dari adik ipar." Lisa mempertajam tatapannya. Elga mengangguk antusias. "Ya, undangan sarapan pagi bersama kalian." Elga melirik Ken. "Artinya aku orang terpenting di mansion ini bukan?" Seringai itu terbit di bibir Elga.Lisa menatap tajam ke arah suaminya, melipat kedua tangannya di atas perut. Bibirnya semakin mengerucut, membuatnya menggemaskan.Tingkah Lisa membuat Ken tak berkedip sedikitpun. "Ah, menggemaskan." Pikir Ken. Bisa-bisa disaat seperti ini menganggap Lisa menggemaskan. Dasar kau, Ken.Merasa kesal diacuhkan, Lisa mencubit lengan Ken dengan keras. Hingga Ken terpekik kesakitan. "Aw," keluhnya. Ken mengusap bekas cubitan dari Lisa yang mungkin sudah memerah.Ken membawa Lisa ke dalam dekapannya. Membisikkan sesuatu yang membuat Lisa tersenyum.Adegan mesra itu terlalu membuat Elga memanas. Ia meleraikan pelukan sepasang suami istri tersebut
Keesokan harinya. Nampak Ken sudah bangun pagi sekali dari tidur panjangnya. Ia segera turun ke lantai dasar untuk menemui para koki.Masih mengenakan bathrobenya, dengan langkah yang angkuh namun berwibawa. Ken mendekati dapur, mengagetkan para koki dan maid yang sedang asyik dengan pekerjaan mereka.Mereka seketika langsung menunduk memberi rasa hormat, meski kaki mereka gemetar namun masih tetap beediri dengan tegak. Aura dingin mencengkram memenuhi dapur tersebut.Ini adalah kali petamanya Ken menginjakkan kakinya, apalagi wajahnya datar dan tatapannya masih saja tajam. Dan ini masih sangat pagi sekali, masih pukul setengah enam. Wajar saja semua pekerjannya bergetar ketakutan.Paman Li yang mengetahui situasi ini segera mendekati Ken, tak mau kondisi pagi ini menjadi semrawut. "Selamat pagi Tuan," sapa paman Li sambil tersenyum. "Maaf Tuan, kenapa merepotkan diri datang ke dapur. Tempat ini sangat kotor, kenapa tidak memanggil saya saja.""Ck!" Ken
Harap bijak memilih bacaan, konten ini mengandung adegan dewasa. Bagi yang dewasa dan berpuasa, harap membaca setelah berbuka atau sebelum sahur. Terima kasih ;)"Antarkan mama pulang dan tanyakan apa yang sebenarnya terjadi!" Titah Ken pada Zae.Ken segera berlalu dari ruangan tersebut, lagi pula ia juga sudah mendengarkan sendiri bahwa Lisa baik-baik saja. Ia segera menuruni anak tangga melihat situasi dan kondisi di bawah sana. Baginya membiarkan Juwita berkeliaran sebentar saja sudah membuatnya was-was. Apalagi tadi ia menghabiskan beberapa menitnya menyaksikan Lisa baik-baik saja.Suara riuh dan gerumulan para maid membuat jantungnya berdesir begitu kencang. Zae mengedarkan pandangannya mencari sosok Juwita. Ia mempercepet langkah kakinya setelah mendapati Juwita sedang marah-marah pada Elga. Bukan karena ia khawatir pada Elga, melainkan karena ia khawatir pada Juwita.Juwita berdiri berkacak pinggang di hadapan Elga yang tersungkur di lantai, entah apa
Juwita menghentikan langkahnya, mendengar sapaan tersebut. Ia menatap Elga dari ujung kaki hingga ujung rambut. Berasa asing dengan maid yang satu itu. Sementara itu Elga besar kepala, ia menunduk tersipu. Menyelipkan anak rambutnya di belakang telinga. Ia pikir Juwita terkesima karena kecantikannya.Juwita tesenyum masam. Sudah hafal dengan gelagat iblis betina itu sepertinya. "Apa kau baru disini?" Tanya Juwita dengan suara yang dingin.Elga masih belum menyerah menghadapi Juwita, orang yang ia klaim sebagai calon mertuannya tersebut. "Iya Nyonya," balasnya dengan suara anggun yang dibuat-buat.Juwita mengangkat dagu Elga agar menatapnya, ia tersenyum miring melihat Elga yang bersemu. "Memangnya kau pikir aku ku apakan," ucapnya mengejek.Rona wajah Elga memudar seketika. Raut wajahnya sudah masam, tapi dia tetap bersikap tenang agar tidak berbuat masalah pada Juwita yang telah ia klaim sebagai calon mertuanya tersebut.Kini Elga mengeluarkan jurus pa
Iblis betina. Julukan yang sangat pantas untuk Rosa. Wanita penggoda dan perebut lelaki orang, selain itu ia juga sangat kejam pada anak tirinya."Tapi kau tenang saja sayang, kau akan sangat aman jika bersama dengan Ken."Lisa terdiam sejenak, mengingat kejadian tempo dulu. "Ya mama bisa katakan itu. Coba saja kalau tahu pernikahan ini dulunya bermula karena apa. Apa mama masih ingin mengatakan jika aku akan aman di dalam mansion ini?" Pikir Lisa.Juwita menautkan kedua ujung alisnya, ia merasa heran dengan diamnya Lisa. "Kenapa kau diam saja sayang? Apa anak nakal itu berbuat kasar padamu? Katakan saja, jangan takut. Karena mama yang akan maju untuk memotong burungnya."Lisa terkekeh. "Ya benar ma, burungnya sangat nakal tidak mau berhenti bermain di sarang." Balas Lisa, namun dalam hati. Mana mungkin ia berani mengatakannya langsung. Sama saja urat malunya telah putus jika mengatakan hal tersebut secara langsung."Dia sama sekali tidak berbuat macam-
Lisa mengerutkan dahinya samar, meski tidak tahu kenapa Juwita menanyakan itu berulang. Meski ragu, Lisa tetap menjawabnya."Alyssa Caroline," jawab Lisa masih tenang.Tatapan dan aura dingin yang mencengkramkan kini melemah. Juwita menatap Lisa sendu, berjalan mendekati Lisa. Juwita memeluk Lisa, diikuti dengan buliran air mata yang membasahi wajahnya."Nyonya," Lirih Lisa. Bukannya menjawab, Juwita semakin erat mendekap Lisa dan semakin terisak. Lisa bingung atas apa yang terjadi pada ibu mertuanya tersebut."Caroline," Juwita terisak dalam pelukan Lisa. Lisa masih melongo mendapat perlakuan tersebut, terlebih Juwita menangis sendu. Lisa mengusap punggung ibu mertuanya tersebut, setidaknya untuk menenangkan.Lisa dengan lembut menenangkan Juwita, sampai suara isa itu melirih. Juwita melepaskan pelukannya dan meraih wajah Lisa. "Benar kau memang anaknya Caroline," ucap Juwita.Lisa terdiam, menatap kedua bola mata Juwita penuh
"Kau tidak perlu khawatir, mama tidak akan pernah marah." Mengusap rambut Lisa lembut untuk meyakinkan. "Aku akan menjelaskan semuanya pada mama. Tetaplah di sini sampai aku kembali. Jangan keluar dari kamar sebelum aku menyuruhmu." Titah Ken.Lisa mengangguk, Ken mengecup pucuk kepala Lisa dan berlalu dari ruangan tersebut. Ken mendapat kabar dari Zae bahwa Juwita sudah hampir tiba di mansion.Sementara itu, Lisa berjalan mondar mandir di kamar. Rasa takut, cemas, khawatir dan gugup bercampur menjadi satu. Ini adalah kali pertamanya Lisa akan menemui ibu mertuanya.Tidak tahu bagaimana cara menyapanya dan tidak tahu pula apa yang akan ia bicarakan pada Juwita. Ketakutan terbesar dalam hidupnya adalah, takut bila Juwita tidak suka pada dirinya dan tak merestui pernikahan mereka. Sementara benih-benih cinta sudah mulai tumbuh di hati Lisa.Lisa berjalan menuju walk in closet miliknya, mencari pakaian yang ia anggap pantas dan sopan untuk bertemu dengan Juwita.
"Kenapa tidak memberitahuku dulu?" Tanya Ken dalam panggilan ponselnya kesal. Namun panggilan tersebut segera terputus.Ken kesal karena tidak penelpon mematikankannya sepihak. "Sial! Sial! Sial!" Tetap saja, Ken tetap mengumpat kesal.Brak!Pintu ruangan kerja pribadi Ken yang ada di mansion terbuka, siapa lagi kalau bukan Zae yang masuk tanpa permisi.Prangggg!Ken melempar gawainya mengenai diding di samping Zae berdiri. Jantunh Zae terpacu dengan cepat, seperti hendak lepas dari tempatnya. Karena jika saja dia tadi bergesar seinci saja pasti ponsel itu akan mengenai kepalanya.Ken memang sengaja melempar ponselnya tepat di samping Zae karena kesal. Lemparan yang mematikan tersebut membuat Zae bergidik ngeri, ditambah lagi dengan aura Ken yang mengerikan. Sikap dewasanya yang suka berkata bijak hilang seketika, berganti menjadi tunduk ketakutan. Paham betul jika Ken sedang marah."Kau kenapa Ken?" Tanya Zae basa-basi. Sebenarnya dia juga