Share

Bag 3

Usia memuaskan diri dengan perempuan, Kendra kembali ke kantornya.

Ken harus menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tertunda karena ulahnya sendiri.

Beberapa dokumen sudah melambai-lambai meminta diraih. Pekerjaannya memang sudah menumpuk di meja kerjanya.

Layar laptop sudah menyala dengan di sampingnya banyak dokumen yang harus dipelajari dan ditanda tangani.

Ken tersenyum-senyum sendiri sambil memikirkan gadis yang ia cium di rumah teman kencannya tadi. Rupanya Ken belum bisa melupakannya.

Ciuman itu terlalu membuatnya hanyut dan membuatnya merasakan detak jantung yang amat kencang.

Dokumen yang seharusnya ia pelajari hanya dibolak-balik, sementara pena yang dipegangnya hanya dipermainkan dengan tangan kanannya.

Ken benar-benar terbuai dengan bibir gadis tersebut. Membuatnya melamun senyum-senyum sendiri.

Sementara itu laki-laki tampan dengan kemeja lengkap dengan jas hitamnya masuk ke ruangan Ken.

Laki-laki tersebut hanya menggelengkan kepalanya melihat ulah dari Ken.

"Bruk....."

Dengan sengaja laki - laki tersebut mengebrak meja kerja Ken. Kendra Wilson Abraham CEO perusahaan Abm Group.

Ken hanya sedikit terkejut, pasalnya itu sudah biasa dilakukan oleh laki-laki tersebut.

Laki-laki tersebut adalah Zaenal atau Zae. Dia adalah sahabat baik Ken, sekaligus asisten pribadinya.

Ken dengan gayanya yang cool  pelan-pelan menoleh ke arah Zae. Ken memasang wajahnya yang dingin, "bisakah kau masuk keruangan bos dengan mengetuk pintu dulu?"

Zae hanya terkekeh melihat Ken yang sedang kesal. "Lantas apa yang menguncang pikiran bosku hingga tak mendengar ketukan pintu dariku??" Sindir Zae.

Zae duduk di hadapan Ken dan langsung memeriksa dokumen yang dibawa oleh Ken. Zae sudah berulang membolak-balikkan dokumen tersebut, namun tidak ada satupun yang diinginkan.

Zae berdecak kesal pada Ken, "CK... CK.... CK.... CK... CK..." Zae hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Ken. "Masalah apa yang bisa sampai mengguncang pikiran sahabatku ini," sindir Zae.

"Tidak," jawab Ken singkat.

"Lantas mengapa dari tadi pekerjaanmu belum selesai??" Tanya Zae lagi.

Ken hanya mengangkat bahunya. Hal itu membuat Zae juga kesal. Ulah Ken, Zae harus menunggu berjam-jam dokumen tersebut ditanda tangani dan sekarang malah justru belum di sentuh sama sekali.

"Bagaimana perusahaan akan maju jika pemimpin hanya bermalas-malasan," sindir Zae.

Mendengar ucapan itu Ken langsung menatap tajam ke arah Zae. "Bungkam mulutmu itu Zae, kau tidak mengerti apa yang sedang ku pikirkan sekarang."

Seakan tidak mau kalah, Zae juga membalas Ken. "Aku tidak akan membungkam mulutku Ken?? Belum puas hampir setengah hari meninggalkan kantor hanya untuk bersenang-senang."

Zae menghela nafasnya panjang - panjang. "Mengertilah Ken, kau harus tetap bersikap professional."

"Memangnya aku harus mengatakan yang sejujurnya, sementara Zae saja kesal denganku." Batin Ken bimbang.

"Ayolah, ceritakan padaku. Apa masalahmu??" Bujuk Zae. "Aku tidak ingin kau buat pusing terus-terusan karena hal ini."

Ken menghela nafasnya panjang-panjang. Mempersiapkan diri untuk bercerita, "aku...."

Zae makin gemas dengan Ken yang memotong ucapannya sendiri. "Ayolah Ken," bujuk Zae.

"Aku sedang jatuh cinta," ucap Ken lirih.

Ucapan itu sontak langsung membuat Zae kaget. "Cukup Ken aku tidak mau basa-basi," dengan tegas Zae menolaknya. "Aku tidak mau mendengar kata - kata itu, aku sudah cukup hafal denganmu. Berulang kali kau katakan jatuh cinta dengan wanita penghibur itu."

Ken menggeleng, "tidak Zae." Ken menatap Zae sambil tersenyum, "kali ini aku memang benar-benar jatuh cinta."

Ken menghela nafasnya panjang-panjang. "Aku tahu, kau sering katakan itu saat bercinta, tapi cukup perempuan kencan kau saja yang kau bohongi. Aku jangan!"

Ken memijat pelipisnya setelah mendengar ucapan Zae tersebut. "Harus ku bilang berapa kali kalau aku benar-benar jatuh cinta Zae."

Melihat wajah Ken yang berubah murung karena Zae selalu menyangkalnya. Zae tidak tega.

"Memangnya kau jatuh cinta dengan siapa ???"

"Dari mana asal usulnya?"

"Apa pendidikannya?"

"Sekaya apa dia?"

Ken malah justru kesal karena diborong pertanyaan sebanyak itu oleh Zae. "Bisakah kau bertanya soal itu satu persatu, bahkan aku saja bingung untuk menjawabnya."

Zae sebenarnya sudah malas basa-basi dengan Ken. Dia kembali meletakkan berkas yang harus ditanda tangani oleh Ken di depannya.

Ken menyingkirkannya agak menjauh. "Cukup, biar aku saja yang menceritakannya."

"Aku mencintai seorang pelayan," ujar Ken.

Mendengar kata pelayan sontak membuat Zae terkejut. Dia hanya bisa memijat pelipisnya akan ulah sahabatnya tadi. "Aku tidak tahu apa yang sebenarnya kau mau," Zae sambil menggelengkan kepalanya

Ken memegang kedua tangan Zae. "Percayalah Zae, aku benar-benar mencintai pelayan itu. Dia sungguh menguncang pikiranku. Setiap hari aku selalu dihantui dengan bayang-bayangnya. Oh Tuhan, sungguh aku sangat ingin mendapatkannya"

Zae hanya bisa menatap jijik dengan ulah Ken. Pasalnya baru kali ini kedua tangan Zae dipegang seperti itu oleh Ken.

"Lepaskan aku!" Zae menyingkirkan tangan Ken darinya.

Zae kemudian mengangguk. "Iya aku percaya." Berkas yang disingkirkan oleh Ken tadi di didekatkan lagi kepada Ken. "Sekarang lebih baik kau selesaikan ini," pena juga diletakkan diatas tumpukan map tersebut.

"Baiklah," ungkap Ken pasrah.

"Aku malah justru takut jika kau jatuh cinta padaku, pasalnya aku juga hanya seorang pesuruh." Batin Zae sambil menatap Ken jijik.

"Memangnya siapa namanya, kapan kalian bertemu?" Tanya Zae basa basi.

Ken masih fokus melanjutkan pekerjaannya. "Tadi siang di tempat teman kencanku."

"Huffftttt....."

Zae bernafas lega mendengar akan hal itu. "Lalu siapa namanya, bagaimana kau bisa duka dengannya?"

Ken kembali tidak fokus. Kedua tangannya menyangga dagunya. Dia tersenyum menatap kosong di depannya sambil memikirkan Lisa.

"Yang pasti aku belum tahu namanya, tapi sentuhannya dan bibirnya membuatku terbuai. Aku belum pernah merasakan getaran jantung sedasyat itu."

"Sepertinya aku ingin dia menjadi milikku seutuhnya Zae."

Zae sebenarnya tidak telalu memperhatikan apa yang dibicarakan oleh Ken. Fokusnya hanya kepada berkas yang dipegang oleh Ken. Dia ingin segera pulang karena itu adalah pekerjaan akhirnya.

"Dasar gila," batin Zae bergidik ngeri.

Zae menepuk-nepuk tumpukan map di depan Ken tersebut. "Sudahlah Ken, kerjakan kembali. Jangan buang-buang waktu, aku ingin segera pulang."

"Besok aku janji akan membantumu mencari gadis itu," hibur Zae.

Rupanya hal tersebut cukup membuat Ken senang. Ken menjadi bersemangat mengerjakan pekerjaannya kembali. Padahal Zae hanya bercanda dan tidak benar-benar ingin membantu Ken.

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status