Usia memuaskan diri dengan perempuan, Kendra kembali ke kantornya.
Ken harus menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tertunda karena ulahnya sendiri.
Beberapa dokumen sudah melambai-lambai meminta diraih. Pekerjaannya memang sudah menumpuk di meja kerjanya.
Layar laptop sudah menyala dengan di sampingnya banyak dokumen yang harus dipelajari dan ditanda tangani.
Ken tersenyum-senyum sendiri sambil memikirkan gadis yang ia cium di rumah teman kencannya tadi. Rupanya Ken belum bisa melupakannya.

Ciuman itu terlalu membuatnya hanyut dan membuatnya merasakan detak jantung yang amat kencang.
Dokumen yang seharusnya ia pelajari hanya dibolak-balik, sementara pena yang dipegangnya hanya dipermainkan dengan tangan kanannya.
Ken benar-benar terbuai dengan bibir gadis tersebut. Membuatnya melamun senyum-senyum sendiri.
Sementara itu laki-laki tampan dengan kemeja lengkap dengan jas hitamnya masuk ke ruangan Ken.
Laki-laki tersebut hanya menggelengkan kepalanya melihat ulah dari Ken.
"Bruk....."
Dengan sengaja laki - laki tersebut mengebrak meja kerja Ken. Kendra Wilson Abraham CEO perusahaan Abm Group.
Ken hanya sedikit terkejut, pasalnya itu sudah biasa dilakukan oleh laki-laki tersebut.
Laki-laki tersebut adalah Zaenal atau Zae. Dia adalah sahabat baik Ken, sekaligus asisten pribadinya.

Ken dengan gayanya yang cool pelan-pelan menoleh ke arah Zae. Ken memasang wajahnya yang dingin, "bisakah kau masuk keruangan bos dengan mengetuk pintu dulu?"
Zae hanya terkekeh melihat Ken yang sedang kesal. "Lantas apa yang menguncang pikiran bosku hingga tak mendengar ketukan pintu dariku??" Sindir Zae.
Zae duduk di hadapan Ken dan langsung memeriksa dokumen yang dibawa oleh Ken. Zae sudah berulang membolak-balikkan dokumen tersebut, namun tidak ada satupun yang diinginkan.
Zae berdecak kesal pada Ken, "CK... CK.... CK.... CK... CK..." Zae hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Ken. "Masalah apa yang bisa sampai mengguncang pikiran sahabatku ini," sindir Zae.
"Tidak," jawab Ken singkat.
"Lantas mengapa dari tadi pekerjaanmu belum selesai??" Tanya Zae lagi.
Ken hanya mengangkat bahunya. Hal itu membuat Zae juga kesal. Ulah Ken, Zae harus menunggu berjam-jam dokumen tersebut ditanda tangani dan sekarang malah justru belum di sentuh sama sekali.
"Bagaimana perusahaan akan maju jika pemimpin hanya bermalas-malasan," sindir Zae.
Mendengar ucapan itu Ken langsung menatap tajam ke arah Zae. "Bungkam mulutmu itu Zae, kau tidak mengerti apa yang sedang ku pikirkan sekarang."
Seakan tidak mau kalah, Zae juga membalas Ken. "Aku tidak akan membungkam mulutku Ken?? Belum puas hampir setengah hari meninggalkan kantor hanya untuk bersenang-senang."
Zae menghela nafasnya panjang - panjang. "Mengertilah Ken, kau harus tetap bersikap professional."
"Memangnya aku harus mengatakan yang sejujurnya, sementara Zae saja kesal denganku." Batin Ken bimbang.
"Ayolah, ceritakan padaku. Apa masalahmu??" Bujuk Zae. "Aku tidak ingin kau buat pusing terus-terusan karena hal ini."
Ken menghela nafasnya panjang-panjang. Mempersiapkan diri untuk bercerita, "aku...."
Zae makin gemas dengan Ken yang memotong ucapannya sendiri. "Ayolah Ken," bujuk Zae.
"Aku sedang jatuh cinta," ucap Ken lirih.
Ucapan itu sontak langsung membuat Zae kaget. "Cukup Ken aku tidak mau basa-basi," dengan tegas Zae menolaknya. "Aku tidak mau mendengar kata - kata itu, aku sudah cukup hafal denganmu. Berulang kali kau katakan jatuh cinta dengan wanita penghibur itu."
Ken menggeleng, "tidak Zae." Ken menatap Zae sambil tersenyum, "kali ini aku memang benar-benar jatuh cinta."
Ken menghela nafasnya panjang-panjang. "Aku tahu, kau sering katakan itu saat bercinta, tapi cukup perempuan kencan kau saja yang kau bohongi. Aku jangan!"
Ken memijat pelipisnya setelah mendengar ucapan Zae tersebut. "Harus ku bilang berapa kali kalau aku benar-benar jatuh cinta Zae."
Melihat wajah Ken yang berubah murung karena Zae selalu menyangkalnya. Zae tidak tega.
"Memangnya kau jatuh cinta dengan siapa ???"
"Dari mana asal usulnya?"
"Apa pendidikannya?"
"Sekaya apa dia?"
Ken malah justru kesal karena diborong pertanyaan sebanyak itu oleh Zae. "Bisakah kau bertanya soal itu satu persatu, bahkan aku saja bingung untuk menjawabnya."
Zae sebenarnya sudah malas basa-basi dengan Ken. Dia kembali meletakkan berkas yang harus ditanda tangani oleh Ken di depannya.
Ken menyingkirkannya agak menjauh. "Cukup, biar aku saja yang menceritakannya."
"Aku mencintai seorang pelayan," ujar Ken.
Mendengar kata pelayan sontak membuat Zae terkejut. Dia hanya bisa memijat pelipisnya akan ulah sahabatnya tadi. "Aku tidak tahu apa yang sebenarnya kau mau," Zae sambil menggelengkan kepalanya
Ken memegang kedua tangan Zae. "Percayalah Zae, aku benar-benar mencintai pelayan itu. Dia sungguh menguncang pikiranku. Setiap hari aku selalu dihantui dengan bayang-bayangnya. Oh Tuhan, sungguh aku sangat ingin mendapatkannya"
Zae hanya bisa menatap jijik dengan ulah Ken. Pasalnya baru kali ini kedua tangan Zae dipegang seperti itu oleh Ken.
"Lepaskan aku!" Zae menyingkirkan tangan Ken darinya.
Zae kemudian mengangguk. "Iya aku percaya." Berkas yang disingkirkan oleh Ken tadi di didekatkan lagi kepada Ken. "Sekarang lebih baik kau selesaikan ini," pena juga diletakkan diatas tumpukan map tersebut.
"Baiklah," ungkap Ken pasrah.
"Aku malah justru takut jika kau jatuh cinta padaku, pasalnya aku juga hanya seorang pesuruh." Batin Zae sambil menatap Ken jijik.
"Memangnya siapa namanya, kapan kalian bertemu?" Tanya Zae basa basi.
Ken masih fokus melanjutkan pekerjaannya. "Tadi siang di tempat teman kencanku."
"Huffftttt....."
Zae bernafas lega mendengar akan hal itu. "Lalu siapa namanya, bagaimana kau bisa duka dengannya?"
Ken kembali tidak fokus. Kedua tangannya menyangga dagunya. Dia tersenyum menatap kosong di depannya sambil memikirkan Lisa.
"Yang pasti aku belum tahu namanya, tapi sentuhannya dan bibirnya membuatku terbuai. Aku belum pernah merasakan getaran jantung sedasyat itu."
"Sepertinya aku ingin dia menjadi milikku seutuhnya Zae."
Zae sebenarnya tidak telalu memperhatikan apa yang dibicarakan oleh Ken. Fokusnya hanya kepada berkas yang dipegang oleh Ken. Dia ingin segera pulang karena itu adalah pekerjaan akhirnya.
"Dasar gila," batin Zae bergidik ngeri.
Zae menepuk-nepuk tumpukan map di depan Ken tersebut. "Sudahlah Ken, kerjakan kembali. Jangan buang-buang waktu, aku ingin segera pulang."
"Besok aku janji akan membantumu mencari gadis itu," hibur Zae.
Rupanya hal tersebut cukup membuat Ken senang. Ken menjadi bersemangat mengerjakan pekerjaannya kembali. Padahal Zae hanya bercanda dan tidak benar-benar ingin membantu Ken.
Bersambung.
Hari sudah makin larut. Ken segera pulang ke mansion. Mansion dengan banyak fasilitas canggih dan banyak pelayan serta pengawal di dalamnya.Ken tinggal bersama Zae. Meskipun mereka tidak memiliki hubungan darah namun Ken sudah menganggap Zae seperti keluarganya sendiri.Juwita adalah mamanya Ken. Dia sekarang sedang berada di luar negeri untuk kepetingan bisnisnya. Kalau pun Juwita pulang ke tanah air, dia akan singgah di rumahnya sendiri.Rumah Juwita tidak terlalu besar seperti rumah Ken. Hanya satu lantai dan suatu bangunan tempat dimana ia mengoleksi tanaman-tanaman langkanya. Juwita memang hobi berkebun.Ken menyeret kakinya malas untuk ke lantai tiga. Kamar utama memang berada di lantai tiga. Lantai dua adalah ruang keluarga dan beberapa kamar tamu. Sementara untuk lantai bawah hanya di isi dengan kamar para pelayan dan pengawal.Ken merebahkan tubuhnya di ranjangnya yang empuk nan mahal itu. Tubuhnya masih dibalut dengan kemeja lengkap deng
Sementara itu di rumah yang berbeda. Rumah sederhana yang tidak terlalu besar itu Lisa beristirahat.Menatap langit berbintang dari jendela kecil kamarnya. Lisa tersenyum menatap bintang yang berhamburan di atas sana. “Apa ayah dan ibu juga merindukanku?”Itu semua adalah hal yang dilakukan Lisa hampir setiap malam, dia memang suka melepas kerinduan dengan kedua orang tuanya melalui bintang-bintang.Serasa penatnya sudah menghilang jika Lisa mencurahkan kerinduan kepada sang bintang-bintang.Hari sudah makin larut. Lisa segera merebahkan tubuhnya di sebuah kasur lantai yang keras itu. Dia mulai memejamkan matanya sambil memeluk bingkai foto kedua orang tuanya.Di rumahnya sendiri diperlakukan seperti pembantu, bahkan lebih layak dari seorang pembantu. Ibu tirinya sengaja hanya memberi sebuah kasur lantai sebagai pelepas penatnya di malam hari.Kamar tersebut sangat kecil, berukuran 3 x 2 meter. Tidak ada barang-barang mewah maupun barang-bar
Pagi itu di meja makan rumah milik Ken. Para pelayan sudah menyiapkan sarapan untuk tuannya. Banyak sekali pilihan, ada sandwich, buah-buahan dan omelette.Ken akan memilih sendiri makanan apa yang akan disantap untuk sarapannya pagi ini. Dan tugas pelayannya hanya menunggu perintahnya untuk menyiapkannya.Dengan kemeja lengkap dengan jas dan dasi Ken keluar dari kamarnya yang super megah tersebut. Sang pelayannya juga berjalan di belakangnya membawakan tas milik tuannya.Ketampanannya dan wibawanya sangat terlihat ketika Ken menuruni anak tangga. Para pelayan juga sudah menyambut di bawah, di ruang makan.Mereka berdiri berjajar menyambut sang tuan. "Selamat pagi Tuan Ken," sapa mereka serentak."Pagi," jawab Ken dengan wajahnya yang dingin.Tak ada senyuman yang hampir membuat para bawahannya tunduk ketakutan. Sementara itu Ken segera duduk di bangkunya.Matanya melirik seisi meja makan. Banyak makanan yang tersedia namun pilihannya
Zae melajukan mobilnya dari rumah tersebut sambil bergumam kesal karena harus menemui perempuan paruh baya. Zae pikir perempuan itu adalah yang dimaksud oleh Ken."Bodohnya aku harus mengikuti kata-kata orang yang sedang mabuk," gumam Zae.Zae pikir Ken saat itu sedang mabuk, sehingga kehilangan akal. Perempuan paruh baya dianggapnya sebagai gadis cantik yang memiliki bibir dan mata cokelat yang indah.Di sepanjang perjalannya menuju kantor Ken, Zae terus menggerutu kesal. Sampai dia tidak sadar hampir menabrak seorang gadis."aaaaaaaa…."Teriak gadis yang hampir tertabrak oleh Zae dengan sekuat tenaga. Zae juga dengan cepatnya menghentikan mobilnya.Gadis tersebut berdiri sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Sementara kakinya sudah berjarak beberapa cm saja dengan mobil Zae. Salah sedikit Zae tadi bisa membahayakan gadis itu.Zae segera keluar dari mobilnya mendekati gadis tersebut. "Apa kau baik- baik saja Nona?"
Mendengar hal tersebut Ken segera berlalu dari hadapan Zae. Buru-buru Ken mencari kunci mobilnya. Tanpa berpikir panjang Ken pergi dari kantor menggunakan mobil sedan mewah miliknya."Dasar bodoh," gumam Ken karena kesal dengan Zae.Menurut Ken kali ini Zae benar-benar tidak bisa diandalkan. Seorang CEO hari ini turun tangan sendiri untuk memastikan apa yang dikatakan oleh Zae itu benar atau tidak.Ken berhenti di depan kediaman Risa. Mobilnya agak jauh di parkiran agar tidak ketahuan pemilik rumah tersebut. Matanya tak henti memandang rumah Risa.Ken ragu-ragu untuk turun dan menanyakan langsung perihal gadis tersebut. Di samping karena tidak suka dengan Risa, dia juga sangat menjaga harga dirinya di depan orang banyak.Tak lama setelah ia mengamati rumah tersebut. Ken benar-benar terkejut karena seorang perempuan paruh baya berpakaian pelayan masuk ke rumah Risa membawa sebuah kantong belanjaan.Ken kali ini benar-benar membuktikan apa yan
Tidak ingin ibunya marah lagi, Lisa hari ini bangun pagi-pagi. Memasak nasi uduk untuk nanti dijualnya. Hari ini memang Lisa harus bekerja keras karena kemarin seharian dia tidak bisa memberikan uang kepada sang ibu.Setelah semuanya usai, Lisa segera membungkusnya. Lisa memanglah terampil dan cekatan, makanya dengan mudahnya ia bisa menyelesaikan seratus bungkus nasi uduk itu sendiri.Tak lupa ia juga menyisakan untuk ibu dan kakaknya sebagai sarapan pagi ini. Setidaknya hari ini bisa bernafas dengan lega bisa kembali bekerja.Sementara Elga dan Rosa tengah asyik menonton televisi. Menonton berita adalah salah satu sarapan mereka di pagi hari.Berita hari ini sangat menyenangkan bagi Elga, sebab sedang membicarakan seorang pengusaha muda yang cukup terkenal di negeri ini. Parasnya yang tampan dan tentunya masih berstatus lajang, membuat banyak gadis tergila-gila dengannya.Tak terkecuali dengan Elga. Meskipun mereka sama – sama saling tidak mengen
Lisa menguyur tubuhnya yang sudah setengah basah itu menggunakan air dingin. Sejenak ia bersandar di dinding kamar mandi, merenungkan penderitaannya sekarang."Ayah, ibu… Aku rindu kalian," lirih Lisa.Seutas ucapan kata rindu sudah cukup membuat Lisa menjadi lebih tegar. Dia segera beranjak keluar dari kamar mandi dan mengganti pakaiannya.Lisa harus menyetorkan nasi uduk ke beberapa warung langganannya. Menyisakan sedikit untuk diberikannya kepada para pengemis. Sebab baginya mustahil harus menjual seratus porsi penuh dengan berkeliling.Lisa tidak akan pernah menyesal jika harus membagikan dagangannya kepada para pengemis, meskipun hampir setengahnya sekalipun. Sedikit meringankan beban orang lain, setidaknya membuatnya cukup senang.Yang namanya berjualan Lisa paham betul resiko akan merugi, tidak ada rasa penyesalan sedikit pun jika ia harus pulang membawa kembali dagangannya yang tidak laku.Hari ini Lisa berencana untuk datang ke kant
Zae masih terus menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu. Sampai sekarang dia tidak habis pikir dengan Lisa dan ponsel.Dalam hatinya masih memperdebatkan mengenai ponsel. Memang terdengar konyol, tapi begitulah Zae."Apa mungkin dia tidak mau memberikanku nomor ponselnya ya?" tanya Zae pada dirinya sendiri."Ah tidak.. tidak.." Zae membantah isi hatinya sendiri. "Sudah jelas-jelas dari sorotan matanya tidak ada tanda-tanda kebohongan."Zae berjalan masuk ke ruangannya. Tangan kirinya masih menggenggam dua bungkus nasi uduk yang dibeli dari Lisa tadi. Sementara pikirannya masih sedang berdebat mengenai ponsel dengan lubuk hatinya.Dia sampai tidak sadar kalau karyawan lain sedang membicarakan Zae dan menahan tawa mereka. Seorang Zae masuk ke kantor membawa nasi uduk yang dibungkus dengan kertas nasi. Sungguh pemandangan yang tidak biasa dan tidak pernah terjadi."Sepertinya sekarang Tuan Zae sedang susah. Buktinya dia sekarang sudah tidak ma