Pagi itu di meja makan rumah milik Ken. Para pelayan sudah menyiapkan sarapan untuk tuannya. Banyak sekali pilihan, ada sandwich, buah-buahan dan omelette.
Ken akan memilih sendiri makanan apa yang akan disantap untuk sarapannya pagi ini. Dan tugas pelayannya hanya menunggu perintahnya untuk menyiapkannya.
Dengan kemeja lengkap dengan jas dan dasi Ken keluar dari kamarnya yang super megah tersebut. Sang pelayannya juga berjalan di belakangnya membawakan tas milik tuannya.
Ketampanannya dan wibawanya sangat terlihat ketika Ken menuruni anak tangga. Para pelayan juga sudah menyambut di bawah, di ruang makan.
Mereka berdiri berjajar menyambut sang tuan. "Selamat pagi Tuan Ken," sapa mereka serentak.
"Pagi," jawab Ken dengan wajahnya yang dingin.
Tak ada senyuman yang hampir membuat para bawahannya tunduk ketakutan. Sementara itu Ken segera duduk di bangkunya.
Matanya melirik seisi meja makan. Banyak makanan yang tersedia namun pilihannya hanya ke sandwich dan segelas susu.
Pelan - pelan Ken menyantap sarapannya. Tak lama Zae juga turun dari kamarnya, berjalan menghampiri Ken. Namun matanya tak melirik Ken sedikitpun.
"Astaga, kenapa dia bangun sepagi ini." Batin Zae kesal mengetahui Ken sudah duduk di bangku meja makan.
Padahal Zae sudah bangun pagi-pagi sekali dengan maksud agar menghindari Ken. Jujur dan terus terang saja dia sangat malas jika harus membahas perihal perempuan yang sedang dikagumi oleh Ken.
Ken pun juga begitu, dia sengaja bangun pagi agar bisa segera memerintah Zae mencari keberadaan gadis tersebut.
Ken melirik ke arah Zae, namun Zae pura-pura tidak mengetahuinya. Kedua mata dan wajahnya menunduk. Dia berjalan dengan hati yang berdebar melewati meja makan tersebut untuk keluar.
Tapi Ken lebih pintar. "Mau kemana?" Ken sudah menarik kerah kemeja bagian belakang Zae.
"Kenapa masih bisa ketangkep," batin Zae.
Zae pelan-pelan menoleh ke arah Ken. Dia hanya meringis melihat wajah kesal Ken. "Selamat pagi tuan Kendra," tegur Zae basa-basi.
Ken memutar malas bola matanya. "Ayo duduk!" Otomatis Zae mengikuti langkah kaki Ken mendekati meja makan.
Ken menatap tajam ke arah Zae. Dia mengambil sandwich dan melemparkannya ke piring miliknya sendiri, namun matanya tetap ke arah Zae. Tangan kirinya menusuk sandwich dengan garpu, sementara tangan kanannya menusuk-nusuk kasar sandwich tersebut dengan ujung pisau.
"Gleg...."
Saliva Zae terteguk dalam-dalam melihat ulah Ken, yang artinya sekarang Ken sedang marah dengannya karena mengetahui Zae berusaha kabur.
"Tamatlah riwayatku kali ini," batin Zae cemas.
"Mau pergi kemana sepagi ini?" Tanya Ken.
"Gleg...."
Lagi-lagi Zae meneguk salivanya, mempersiapkan diri menjawab pertanyaan dari Ken tersebut. "A... Ak... Ak.... Aku mmmm..... Mau....." Jawab Zae terbata - bata dan langsung dihentikan oleh Ken.
Ken tersenyum ke arah Zae. "Apa benar kau sepagi ini sudah siap karena akan memulai pencarian ??" Tebak Ken.
"Astaga, sekata terlontar dari mulutku saja bisa membuatnya berpikir hal yang tidak-tidak." Keluh Zae dalam hatinya.
Zae makin memutar mata malasnya. "Hufftt," Zae makin menghela nafasnya panjang-panjang. "Memangnya tidak ada tugas lain yang lebih menyenangkan?"
"Braakkkkk......"
Ken tak segan - segan menggebrak meja makan dihadapan mereka. Semua pelayan yang ada di sekitar meja makan tertunduk takut akan hal tersebut.
"Glegggg....."
Zae meneguk salivanya. Kali ini dia tidak bisa berkutik apalagi membantah lagi. Semua kemauan dan permintaan dari Ken harus segera dilaksanakan.
Ken berdiri berkacak pinggang, "apa kau mau ku kirim ke bulan biar alam yang menyeleksi kamu di sana?" Ken dengan bahasanya yang mengancam.
Zae menggelengkan kepalanya, tertegun dan menunduk. "Apa kau mendengarkanku Zaenal Prayudha!?" Tanya Ken memperjelas.
Zae mengangguk, "iya." Zae masih menunduk, dia benar-benar takut dengan Ken.
Ken memang dianggap kejam, karena jika sudah marah apapun bisa ia lakukan. Dengan kekuasaan yang dimilikinya semua bisa terjadi.
Meskipun Ken tidak akan pernah mencelakakan Zae, tapi tetap saja Zae takut dengan Ken. Bagaimanapun Ken telah berbuat banyak kepada Zae, banyak rasa hutang budi yang dirasakan oleh Zae.
Ken tersenyum puas mendengar ucapan Zae. "Syukurlah kalau begitu." Ken mengambilkan beberapa sandwich ke piring Zae, "kau harus makan yang banyak. Aku yakin nanti tenagamu akan banyak terforsir untuk mencari wanitaku."
Meskipun banyak makanan di dalam piring. Zae seketika menjadi kenyang, perintah Ken cukup membuatnya mendadak menjadi kenyang.
Segelas susu juga diberikan kepada Zae, bahkan Ken menyuruh pelayan untuk membuatkan segelas susu lagi. Apa masih kurang?" Tanya Ken.
Zae hanya menggelengkan kepalanya. Buru-buru Zae menghabiskan sarapan yang telah diberikan oleh Ken.
Zae berdiri dari tempat duduknya. "aku sudah selesai," ucapnya.
"Bagus, ku harap kau akan segera membawa kabar baik untukku." Ujar Ken sambil tersenyum, sebagai pengantar Zae dalam memulai pencariannya.
* * *
Sementara itu Lisa hari ini tidak berjualan nasi uduk maupun ke rumah tuanya mencuci baju. Karena selain kesiangan dia harus pergi ke kampusnya.
Padahal tujuan Zae kali ini adalah ke rumah Risa, tempat dimana Ken bertemu dengan Lisa.
Ken memerintah Zae untuk mencari tahu tentang Lisa, bahkan kalau bisa Ken menyuruh Zae membawa Lisa ke hadapannya saat ini juga.
Zae sengaja tidak menyuruh pengawal atau anak buahnya untuk menjalankan perintah dari Ken. Rasa penasarannya yang menuntunnya turun tangan sendiri.
Mobil Zae terhenti di sebuah rumah yang tidak terlali besar tersebut. Pintu gerbang nampak tertutup rapat, tidak ada penjaganya sama sekali.
"Secantik apa gadis itu sampai Ken tergila-gila padanya," batin Zae.
Zae akhirnya keluar dari mobilnya. Mendekati rumah tersebut dan memandangnya dalam-dalam. Tak lama seorang pelayan paruh baya datang menghampirinya.
Pelayan paruh baya itu membawa sebuah tas belanja. Zae tetap berdiri di depan gerbang.
"Maaf tuan mencari siapa?" Tegur pelayan paruh baya tersebut.
Zae masih terpaku melihat perempuan paruh baya tersebut. Matanya memandang dari sudut kaki hingga kepala. "Maaf saya mencari salah satu pelayan di rumah ini," jawab Ken.
Pelayan tersebut belum membuka gerbangnya. Dia masih berdiri dibalik pintu gerbang, alisnya sebelah mulai naik karena pertanyaan dari Zae. "Maaf, saya satu-satunya pelayan di rumah ini."
Zae mengerutkan dahinya. Dia sungguh terkejut karena yang ia bayangkan tidak sesuai dengan kenyataan.
"Apa-apaan ini, bisa-bisanya Ken menyukai perempuan yang sudah bau tanah." Batin Ken.
Untuk memantapkan jawaban dari pelayan tersebut. Zae kembali bertanya pada pelayan itu, "apa kau yakin?"
Sang pelayan mengangguk, "ya tentu." Pelayan tersebut menjawab dengan mantap. "Aku sudah bekerja di sini selama sepuluh tahun."
"Dasar Ken, hanya merepotkan diriku saja." Keluh Ken dalam hatinya.
"Baiknya nyonya kalau begitu saya pamit, sepertinya saya salah orang." Pamit Zae dengan rasa kecewa.
"Baiklah."
Bersambung...
Zae melajukan mobilnya dari rumah tersebut sambil bergumam kesal karena harus menemui perempuan paruh baya. Zae pikir perempuan itu adalah yang dimaksud oleh Ken."Bodohnya aku harus mengikuti kata-kata orang yang sedang mabuk," gumam Zae.Zae pikir Ken saat itu sedang mabuk, sehingga kehilangan akal. Perempuan paruh baya dianggapnya sebagai gadis cantik yang memiliki bibir dan mata cokelat yang indah.Di sepanjang perjalannya menuju kantor Ken, Zae terus menggerutu kesal. Sampai dia tidak sadar hampir menabrak seorang gadis."aaaaaaaa…."Teriak gadis yang hampir tertabrak oleh Zae dengan sekuat tenaga. Zae juga dengan cepatnya menghentikan mobilnya.Gadis tersebut berdiri sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Sementara kakinya sudah berjarak beberapa cm saja dengan mobil Zae. Salah sedikit Zae tadi bisa membahayakan gadis itu.Zae segera keluar dari mobilnya mendekati gadis tersebut. "Apa kau baik- baik saja Nona?"
Mendengar hal tersebut Ken segera berlalu dari hadapan Zae. Buru-buru Ken mencari kunci mobilnya. Tanpa berpikir panjang Ken pergi dari kantor menggunakan mobil sedan mewah miliknya."Dasar bodoh," gumam Ken karena kesal dengan Zae.Menurut Ken kali ini Zae benar-benar tidak bisa diandalkan. Seorang CEO hari ini turun tangan sendiri untuk memastikan apa yang dikatakan oleh Zae itu benar atau tidak.Ken berhenti di depan kediaman Risa. Mobilnya agak jauh di parkiran agar tidak ketahuan pemilik rumah tersebut. Matanya tak henti memandang rumah Risa.Ken ragu-ragu untuk turun dan menanyakan langsung perihal gadis tersebut. Di samping karena tidak suka dengan Risa, dia juga sangat menjaga harga dirinya di depan orang banyak.Tak lama setelah ia mengamati rumah tersebut. Ken benar-benar terkejut karena seorang perempuan paruh baya berpakaian pelayan masuk ke rumah Risa membawa sebuah kantong belanjaan.Ken kali ini benar-benar membuktikan apa yan
Tidak ingin ibunya marah lagi, Lisa hari ini bangun pagi-pagi. Memasak nasi uduk untuk nanti dijualnya. Hari ini memang Lisa harus bekerja keras karena kemarin seharian dia tidak bisa memberikan uang kepada sang ibu.Setelah semuanya usai, Lisa segera membungkusnya. Lisa memanglah terampil dan cekatan, makanya dengan mudahnya ia bisa menyelesaikan seratus bungkus nasi uduk itu sendiri.Tak lupa ia juga menyisakan untuk ibu dan kakaknya sebagai sarapan pagi ini. Setidaknya hari ini bisa bernafas dengan lega bisa kembali bekerja.Sementara Elga dan Rosa tengah asyik menonton televisi. Menonton berita adalah salah satu sarapan mereka di pagi hari.Berita hari ini sangat menyenangkan bagi Elga, sebab sedang membicarakan seorang pengusaha muda yang cukup terkenal di negeri ini. Parasnya yang tampan dan tentunya masih berstatus lajang, membuat banyak gadis tergila-gila dengannya.Tak terkecuali dengan Elga. Meskipun mereka sama – sama saling tidak mengen
Lisa menguyur tubuhnya yang sudah setengah basah itu menggunakan air dingin. Sejenak ia bersandar di dinding kamar mandi, merenungkan penderitaannya sekarang."Ayah, ibu… Aku rindu kalian," lirih Lisa.Seutas ucapan kata rindu sudah cukup membuat Lisa menjadi lebih tegar. Dia segera beranjak keluar dari kamar mandi dan mengganti pakaiannya.Lisa harus menyetorkan nasi uduk ke beberapa warung langganannya. Menyisakan sedikit untuk diberikannya kepada para pengemis. Sebab baginya mustahil harus menjual seratus porsi penuh dengan berkeliling.Lisa tidak akan pernah menyesal jika harus membagikan dagangannya kepada para pengemis, meskipun hampir setengahnya sekalipun. Sedikit meringankan beban orang lain, setidaknya membuatnya cukup senang.Yang namanya berjualan Lisa paham betul resiko akan merugi, tidak ada rasa penyesalan sedikit pun jika ia harus pulang membawa kembali dagangannya yang tidak laku.Hari ini Lisa berencana untuk datang ke kant
Zae masih terus menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu. Sampai sekarang dia tidak habis pikir dengan Lisa dan ponsel.Dalam hatinya masih memperdebatkan mengenai ponsel. Memang terdengar konyol, tapi begitulah Zae."Apa mungkin dia tidak mau memberikanku nomor ponselnya ya?" tanya Zae pada dirinya sendiri."Ah tidak.. tidak.." Zae membantah isi hatinya sendiri. "Sudah jelas-jelas dari sorotan matanya tidak ada tanda-tanda kebohongan."Zae berjalan masuk ke ruangannya. Tangan kirinya masih menggenggam dua bungkus nasi uduk yang dibeli dari Lisa tadi. Sementara pikirannya masih sedang berdebat mengenai ponsel dengan lubuk hatinya.Dia sampai tidak sadar kalau karyawan lain sedang membicarakan Zae dan menahan tawa mereka. Seorang Zae masuk ke kantor membawa nasi uduk yang dibungkus dengan kertas nasi. Sungguh pemandangan yang tidak biasa dan tidak pernah terjadi."Sepertinya sekarang Tuan Zae sedang susah. Buktinya dia sekarang sudah tidak ma
Semenjak pertemuan terakhir Lisa dengan Ken. Kini tanpa sepengetahuan Lisa, dia selalu diikuti oleh para pengawal bayangan. Mereka sengaja di tugaskan oleh Ken untuk menjaga dan mengawasi gerak-gerik Lisa.Terlihat konyol bukan? Tapi apapun yang sudah dikehendaki oleh Ken, dia harus tetap mendapatkannya termasuk yang menjadi incarannya adalah Lisa.Ken hanya ingin mengetahui aktifitas Lisa dan kesehariannya saja. Dan tujuan lainnya adalah mencari celah untuk membawa Lisa ke hadapannya.Tugas para pengawal bayangan itu sangat rapih, tak satupun yang mengetahuinya. Jelas saja kalau sampai mengetahuinya pasti Ken akan marah besar, sebab dia sudah membayar mereka dengan harga yang mahal.Orang kaya seperti Ken akan sangat mudah mendapatkan yang diinginkan. Oleh sebab itu para orang suruhan Ken haru selalu melaporkan aktivitas Lisa padanya.Seperti biasanya Lisa pergi bekerja ke rumah majikannya, Risa. Dia hari ini hanya ke rumah Risa saja karena di tem
Bi Lin tersenyum licik melihat kepergian Lisa. Ia segera keluar menghampiri beberapa laki-laki yang berbadan besar dan kekar mengenakan pakaian serba hitam itu.Beberapa laki-laki tersebut juga sama tersenyum liciknya membalas senyum dari Bi Lin. "Bagaimana? Apa semua berjalan dengan baik?" tanya salah satu laki-laki tersebut.Bi Lin mengangguk sambil tersenyum. "Apa kau tidak lupa dengan janjimu Tuan?" tanya Bi Lin."Tentu saja tidak Nyonya, Tuan kami tidak akan pernah ingkar." Jawab salah satu laki-laki di antara mereka.Bi Lin diberi sebuah amplop cokelat dari mereka, sebagai imbalan telah menjalankan tugas dengan baik. "terimakasih Tuan-Tuan, " ucap Bi Lin sambil menciumi amplop-amplop tersebut.Beberapa laki-laki tersebut mengikuti langkah Lisa yang sudah kehilangan arah tersebut. Mereka adalah pengawal bayangan yang ditugaskan oleh Ken mengawasi gerak gerik keseharian Lisa.Flashback OnPagi itu pengawal bayangan suruh
Pengawal Jony segera melaporkan pekerjaannya yang selesai sempurna kepada Tuanya."Tuan, semua sudah berjalan dengan lancar. Lisa sudah dipecat dari pekerjaanya sekarang," lapor Jony pada Ken di dalam telpon.Di kantor Ken terlihat sangat bahagia karena usahanya tidak sia-sia. Lebih tepatnya usaha Joni sih, karena lebih tepatnya Ken hanya memberi perintah."Bagus, ikuti terus. Pastikan dia tidak punya pekerjaan lain dan kita susun rencana selanjutnya," balas Ken dengan senyum liciknya.Telpon Tuannya segera Jony matikan. Sedikit merenungkan atas apa tadi yang telah ia perbuat kepada Lisa, namun dia tidak berani membantah perintah dari sang Tuan."Kasihan sekali kamu, tapi aku berjanji akan melindungi jika kamu disakiti oleh dia." Batin Jony.Segera Jony melanjutkan langkahnya mengikuti kemana langkah kaki Lisa. Dia dan anak buahnya memang harus siap siaga mengikuti Lisa dua puluh empat jam.Sang Tuan tidak menginginkan sehelai rambut