Sekilas tentang kehidupan Alyssa atau Lisa
Aroma tumisan bumbu merasuk dan menusuk rongga hidung. Siapapun yang menciumnya pasti akan merasakan terganggu akan aroma tumisan bumbu tersebut.
Alyssa atau lebih akrab dipanggil Lisa itu tengah asyik memasak di dapur, bahkan aroma bumbu yang menyengat itu sama sekali tidak terganggu akan hal tersebut. Wajar saja, setiap hari ia melakukan pekerjaan ini. Sampai aroma–aroma yang menganggu sudah enggan masuk ke hidung Lisa.
Alyssa

Bumbu tersebut aromanya sedikit menyengat dan menganggu hidung, membuat orang yang menciumnya
akan bersin–bersin.“Hacin.. Hacin… Hacin..”
“Hacin…”
“Lisa !!”
Perempuan yang sedang menonton TV tersebut beranjak. Wajahnya sudah memerah karena geram, sementara hidungnya juga ikut memerah karena terlalu keras menguceknya.
Perempuan tersebut tidak tinggal diam, dia menghampiri Lisa yang sedang memasak. Ia sengaja menunjukkan wajah semurka mungkin agar Lisa takut padanya.
“Kamu sengaja ya bikin aku pusing,” perempuan tersebut langsung saja menuduh Lisa.
Lisa yang tadinya tengah asyik memasak langsung mematikan kompornya. Tubuhnya menghadap ke arah
sumber suara, namun kepalanya menunduk. “M.. ma.. maksud ka.. kakak a.. ap.. pa??” Tanya Lisa gugup.Ini adalah sesuatu yang sangat dibenci oleh Elga, perempuan tersebut sekaligus kakak dari Lisa. Elga tidak suka menatap wajah Lisa, matanya selalu memutar malas jika sedang berbicara dengan Lisa. Wajah Lisa yang cantik kebulean membuat Elga iri dan benci menatapnya.
Kakak Elga.

Lisa memang jauh lebih cantik daripada Elga. Rambutnya pirang dan hidungnya bangir mengikuti ibunya. Sedangkan bola matanya hitam seperti ayahnya. Ibu Lisa memang keturunan Jerman–Indo. Wajar saja kalau Lisa ikut kebulean seperti ibunya.
Sementara Elga sangat-sangat jauh dari Lisa, kulitnya memang lebih putih dan bersih daripada Lisa. Itu karena Elga sering melakukan perawatan sedangkan Lisa lebih sering terpapar sinar matahari. Namun tetap saja, Elga adalah Elga. Perempuan dengan kearifan lokal, namun dengan gayanya yang sok kebule–bulean.
Kedua tangan Elga tak lupa dilipat di atas perut untuk menunjukkan kekuasaannya. “Sudah ku bilang berkali–kali, jangan pernah ganggu aku dengan masakan receh kamu itu!!”
Wajah Lisa tetap menunduk, “i.. iya kak.”
Elga nampaknya tidak tinggal diam. Dia tidak suka dengan sikap Lisa yang terkesan mengacuhkannya. Elga menarik rambut Lisa hingga wajahnya agak mendongak, “kamu ngak tau sopan santun ya??”
Kedua bola mata Lisa sudah mengeluarkan cairan bening, “m.. ma.. maa.. maaf.. ka.. kak..”
Rambut yang ditarik langsung dihempaskan begitu saja oleh Elga. “Kalau punya mata, lihat siapa lawan bicaramu itu !!”
Salah satu kaki Elga dihentakkan ke lantai karena sudah geram akan tingkah Lisa. “Percuma ngomong sama kamu, perempuan bodoh.” Tak segan Elga sering mengumpat kepada Lisa.
Kesabaran Elga memang sudah benar – benar hilang, dia sudah terlalu kesal akan Lisa. Seakan malu dengan surya yang baru saja terbit, ia memilih meninggalkan Lisa.
Lisa masih menangis karena kesakitan akibat tarikan rambut yang kuat dari Elga. Sebenarnya tidak ada yang salah dari Lisa, tapi begitulah Elga selalu mencari–cari alasan agar Lisa tetap bersalah.
Lisa meneruskan masaknya yang tertunda tadi. Air mata turun ikut larut ke dalam masakan, mengingat nasibnya sekarang selalu disia–siakan oleh keluarganya.
“Aku rindu ibu,” rintih Lisa dalam hati.
Air mata belum sempat mengering, sudah ada suara langkah kaki yang mendekati dirinya kembali. Buru–buru Lisa mengusap wajahnya yang basah air mata dengan lengan kaos yang ia kenakan.
Pelan–pelan Lisa menolehkan wajahnya ke belakang. Tapi saat bersamaan itu juga perempuan paruh baya melemparkan sebuah pakaian ke wajah Lisa, hingga Lisa belum sempat melihat siapa yang datang menghampirinya karena seluruh wajahnya sudah gelap tertutup oleh pakaian.
Perempuan paruh baya tersebut adalah ibu tiri Lisa, Rossa. Rossa adalah selingkuhan Hendra dan hasil perselingkuhan Hendra ayah Lisa tersebut menghasilkan Elga.
Rossa sebenarnya jauh tidak lebih baik dari Caroline, ibu Lisa. Jelas – jelas Caroline adalah model cantik asli keturunan Inggris–Jerman yang sudah lama tinggal di Indonesia, namun Hendra memilih Rossa yang jauh daripada Caroline. Hendra saja yang tidak pernah bersyukur dan memilih selingkuh dengan Rossa.
Rossa memasang wajah marahnya, “kamu emang ngak pecus kerja ya??”
“Gleg…”
Saliva Lisa terteguk dalam–dalam, pelan–pelan ia langsung membuka wajahnya yang tertutup oleh pakaian tersebut. Dia masih belum paham mengapa ibunya bisa semarah itu. “Ad.. Ada apa bu?” tanya Lisa dengan
ragu–ragu.Rossa yang sudah di dekat Lisa menunjuk pelipis Lisa dengan jari telunjuknya dan mendorongnya. “Kalo kerja pake otak dong!!”
Pakaian yang sedang dipegang oleh Lisa diambilnya alih. Rosa membuka bagian dada dress putih tersebut dan menunjukkan kepada Lisa, “kamu lihat!!”
Jantung Lisa makin berdebar kencang melihat sebuah noda merah yang melekat pada dress putih milik Rossa. Kini Lisa tidak bisa menelan salivanya lagi, mulutnya mengunci sambil menatap Rossa.
“L… Li… Liss…” Lissa mencoba menjelaskannya namun gugup.
“Plakk…”
Tak segan–segan Rossa memberi hadiah tamparan kepada putri tirinya tersebut. “Dasar anak tidak berguna!!”
Pakaian yang dipegang oleh Rossa kembali dilemparkan ke wajah Lisa. “Ibu ngak mau tahu kamu harus segera mengganti!” Rossa langsung beranjak begitu saja meninggalkan Lisa.
“Kalau saja rumah ini bukan mengatasnamakan Lisa, pasti sudah ku usir anak tidak berguna tersebut.” Batin Rossa.
Rumah ini adalah rumah peninggalan Hendra satu–satunya yang tersisa. Karena Hendra sangat merasa bersalah dengan Caroline, rumah yang di tempati Lisa diberikan oleh Lisa.
Lisa tidak mengetahui sama sekali hal ini. Dengan ini Rosa bisa memanfaatkan Lisa dan selalu menghakimi Lisa bahwa dia hanya menumpang.
Hendra sengaja menitipkan sertifikat ini kepada saudaranya karena tahu Rossa dan anaknya tidak menyukai Lisa. Hendra hanya ini anaknya tetap mendapatkan tempat tinggal yang layak, meskipun rumah tersebut hanya sederhana.
Sementara di kejauhan sana Elga menatap mamanya yang sedang murka. Elga sangat puas melihat Lisa yang kena murka tersebut. Semua ini adalah ulah Elga, Elga sengaja mengotori pakaian Rosa agar Lisa kena marah.
Itu semua sudah hal yang biasa, Elga memang benar–benar tidak menyukai Lisa. Titik kepuasan Elga adalah dimana Lisa selalu salah dimata ibunya dan selalu kena murka oleh ibunya.
“Aku akan merebut semua kebahagian yang kamu miliki, Lisa.” Ucap Elga lirih, senyumnya sambil menaikan sudut bibirnya.
Meskipun begitu, Lisa tetap berusaha untuk tegar. Lisa segera mengusap air matanya dan melanjutkan memasak pagi ini. Jika dia terlambat membuat sarapan akan bertambah lagi masalah untuknya. Ibu tiri dan kakaknya akan sangat marah padanya.
Bersambung.
Usai membuatkan sarapan ibu tiri dan kakaknya, Lisa bergegas mempersiapkan diri. Ia harus segera mandi dan mencuci pakaian milik salah satu pelanggannya.Lisa harus datang setiap dua hari sekali untuk mencuci pakaian dan menyetrikanya di beberapa rumah pelanggan. Sementara dua hari sekali juga ia berjualan nasi uduk.Memang itu semua dilakukan karena pelanggannya tidak terlalu banyak. Bagaimana pun juga dia harus menghidupi Rossa dan Elga.Matahari masih menghangatkan tubuh, Lisa harus menyusuri jalan kecil untuk sampai ke rumah salah seorang pelanggannya.Hanya mengenakan sandal jepit dengan atasan kaos dan rok panjang tetap membuatnya terkesan manis. Rambutnya yang panjang ia ikat ke atas yang memperlihatkan leher jenjangnya.Sungguh malang nasib Lisa, usianya baru menginjak dua puluh tahun tapi dia harus merasakan pengalaman hidup sepahit ini.Setibanya di rumah majikannya, Lisa langsung membaur menggarap semua cucian yang menggunung. Ia
Usia memuaskan diri dengan perempuan, Kendra kembali ke kantornya.Ken harus menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tertunda karena ulahnya sendiri.Beberapa dokumen sudah melambai-lambai meminta diraih. Pekerjaannya memang sudah menumpuk di meja kerjanya.Layar laptop sudah menyala dengan di sampingnya banyak dokumen yang harus dipelajari dan ditanda tangani.Ken tersenyum-senyum sendiri sambil memikirkan gadis yang ia cium di rumah teman kencannya tadi. Rupanya Ken belum bisa melupakannya.Ciuman itu terlalu membuatnya hanyut dan membuatnya merasakan detak jantung yang amat kencang.Dokumen yang seharusnya ia pelajari hanya dibolak-balik, sementara pena yang dipegangnya hanya dipermainkan dengan tangan kanannya.Ken benar-benar terbuai dengan bibir gadis tersebut. Membuatnya melamun senyum-senyum sendiri.Sementara itu laki-laki tampan dengan kemeja lengkap dengan jas hitamnya masuk ke ruangan Ken.Laki-laki te
Hari sudah makin larut. Ken segera pulang ke mansion. Mansion dengan banyak fasilitas canggih dan banyak pelayan serta pengawal di dalamnya.Ken tinggal bersama Zae. Meskipun mereka tidak memiliki hubungan darah namun Ken sudah menganggap Zae seperti keluarganya sendiri.Juwita adalah mamanya Ken. Dia sekarang sedang berada di luar negeri untuk kepetingan bisnisnya. Kalau pun Juwita pulang ke tanah air, dia akan singgah di rumahnya sendiri.Rumah Juwita tidak terlalu besar seperti rumah Ken. Hanya satu lantai dan suatu bangunan tempat dimana ia mengoleksi tanaman-tanaman langkanya. Juwita memang hobi berkebun.Ken menyeret kakinya malas untuk ke lantai tiga. Kamar utama memang berada di lantai tiga. Lantai dua adalah ruang keluarga dan beberapa kamar tamu. Sementara untuk lantai bawah hanya di isi dengan kamar para pelayan dan pengawal.Ken merebahkan tubuhnya di ranjangnya yang empuk nan mahal itu. Tubuhnya masih dibalut dengan kemeja lengkap deng
Sementara itu di rumah yang berbeda. Rumah sederhana yang tidak terlalu besar itu Lisa beristirahat.Menatap langit berbintang dari jendela kecil kamarnya. Lisa tersenyum menatap bintang yang berhamburan di atas sana. “Apa ayah dan ibu juga merindukanku?”Itu semua adalah hal yang dilakukan Lisa hampir setiap malam, dia memang suka melepas kerinduan dengan kedua orang tuanya melalui bintang-bintang.Serasa penatnya sudah menghilang jika Lisa mencurahkan kerinduan kepada sang bintang-bintang.Hari sudah makin larut. Lisa segera merebahkan tubuhnya di sebuah kasur lantai yang keras itu. Dia mulai memejamkan matanya sambil memeluk bingkai foto kedua orang tuanya.Di rumahnya sendiri diperlakukan seperti pembantu, bahkan lebih layak dari seorang pembantu. Ibu tirinya sengaja hanya memberi sebuah kasur lantai sebagai pelepas penatnya di malam hari.Kamar tersebut sangat kecil, berukuran 3 x 2 meter. Tidak ada barang-barang mewah maupun barang-bar
Pagi itu di meja makan rumah milik Ken. Para pelayan sudah menyiapkan sarapan untuk tuannya. Banyak sekali pilihan, ada sandwich, buah-buahan dan omelette.Ken akan memilih sendiri makanan apa yang akan disantap untuk sarapannya pagi ini. Dan tugas pelayannya hanya menunggu perintahnya untuk menyiapkannya.Dengan kemeja lengkap dengan jas dan dasi Ken keluar dari kamarnya yang super megah tersebut. Sang pelayannya juga berjalan di belakangnya membawakan tas milik tuannya.Ketampanannya dan wibawanya sangat terlihat ketika Ken menuruni anak tangga. Para pelayan juga sudah menyambut di bawah, di ruang makan.Mereka berdiri berjajar menyambut sang tuan. "Selamat pagi Tuan Ken," sapa mereka serentak."Pagi," jawab Ken dengan wajahnya yang dingin.Tak ada senyuman yang hampir membuat para bawahannya tunduk ketakutan. Sementara itu Ken segera duduk di bangkunya.Matanya melirik seisi meja makan. Banyak makanan yang tersedia namun pilihannya
Zae melajukan mobilnya dari rumah tersebut sambil bergumam kesal karena harus menemui perempuan paruh baya. Zae pikir perempuan itu adalah yang dimaksud oleh Ken."Bodohnya aku harus mengikuti kata-kata orang yang sedang mabuk," gumam Zae.Zae pikir Ken saat itu sedang mabuk, sehingga kehilangan akal. Perempuan paruh baya dianggapnya sebagai gadis cantik yang memiliki bibir dan mata cokelat yang indah.Di sepanjang perjalannya menuju kantor Ken, Zae terus menggerutu kesal. Sampai dia tidak sadar hampir menabrak seorang gadis."aaaaaaaa…."Teriak gadis yang hampir tertabrak oleh Zae dengan sekuat tenaga. Zae juga dengan cepatnya menghentikan mobilnya.Gadis tersebut berdiri sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Sementara kakinya sudah berjarak beberapa cm saja dengan mobil Zae. Salah sedikit Zae tadi bisa membahayakan gadis itu.Zae segera keluar dari mobilnya mendekati gadis tersebut. "Apa kau baik- baik saja Nona?"
Mendengar hal tersebut Ken segera berlalu dari hadapan Zae. Buru-buru Ken mencari kunci mobilnya. Tanpa berpikir panjang Ken pergi dari kantor menggunakan mobil sedan mewah miliknya."Dasar bodoh," gumam Ken karena kesal dengan Zae.Menurut Ken kali ini Zae benar-benar tidak bisa diandalkan. Seorang CEO hari ini turun tangan sendiri untuk memastikan apa yang dikatakan oleh Zae itu benar atau tidak.Ken berhenti di depan kediaman Risa. Mobilnya agak jauh di parkiran agar tidak ketahuan pemilik rumah tersebut. Matanya tak henti memandang rumah Risa.Ken ragu-ragu untuk turun dan menanyakan langsung perihal gadis tersebut. Di samping karena tidak suka dengan Risa, dia juga sangat menjaga harga dirinya di depan orang banyak.Tak lama setelah ia mengamati rumah tersebut. Ken benar-benar terkejut karena seorang perempuan paruh baya berpakaian pelayan masuk ke rumah Risa membawa sebuah kantong belanjaan.Ken kali ini benar-benar membuktikan apa yan
Tidak ingin ibunya marah lagi, Lisa hari ini bangun pagi-pagi. Memasak nasi uduk untuk nanti dijualnya. Hari ini memang Lisa harus bekerja keras karena kemarin seharian dia tidak bisa memberikan uang kepada sang ibu.Setelah semuanya usai, Lisa segera membungkusnya. Lisa memanglah terampil dan cekatan, makanya dengan mudahnya ia bisa menyelesaikan seratus bungkus nasi uduk itu sendiri.Tak lupa ia juga menyisakan untuk ibu dan kakaknya sebagai sarapan pagi ini. Setidaknya hari ini bisa bernafas dengan lega bisa kembali bekerja.Sementara Elga dan Rosa tengah asyik menonton televisi. Menonton berita adalah salah satu sarapan mereka di pagi hari.Berita hari ini sangat menyenangkan bagi Elga, sebab sedang membicarakan seorang pengusaha muda yang cukup terkenal di negeri ini. Parasnya yang tampan dan tentunya masih berstatus lajang, membuat banyak gadis tergila-gila dengannya.Tak terkecuali dengan Elga. Meskipun mereka sama – sama saling tidak mengen