Share

Ingatannya hancur

Penulis: Kenz....567
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-13 16:23:20

Vina menatap abangnya dengan tatapan tak percaya, “Abang masih gak percaya kata-kataku? Perlu bukti apalagi hah?! Bongkar aja kuburannya!” Seru Vina dengan kesal.

“Vina!” Tegur Elena, dia tidak ingin Arkan semakin sakit.

Vina berkacak pinggang, dia heran dengan kakak iparnya. Terbuat dari apa hati kakaknya itu, hingga dengan sabar menerima segala perlakuan Arkan padanya.

“Kamu ...,” Arkan menunjuk tepat pada wajah Elena.

“Ingat ini, sampai saat ini yang ku cintai hanya Selia. Aku hanya mencintainya, sampai kapanpun itu! Jangan pernah berharap kamu dapat menjadi Nyonya Viandra!” Sentak Arkan. Lalu, Arkan menatap nisan istrinya.

“Selia ... Mas tidak tahu apa yang terjadi. Rasanya, sulit percaya jika kamu sudah tiada sayang. Maafkan Mas, Mas akan sering mengunjungimu. Mas janji, tidak akan ada wanita yang Mas cintai setelahmu.”

Elena membuang pandangannya sembari memegangi dadanya yang terasa sakit. Apakah sebegitu besar cinta suaminya untuk istri pertamanya? Elena memilih untuk bertahan, dia akan melakukan segala cara agar Arkan kembali mengingatnya. Demi, cinta dan calon buah hati mereka.

Melihat Arkan yang akan mendorong roda kursi rodanya, bergegas Elena membantu mendorongnya. Namun, lagi-lagi dirinya dapat penolakan dari Arkan.

“Aku bisa sendiri!” Ketus Arkan.

Vina menghalangi kakak iparnya yang akan kembali membantu Arkan. Dirinya pun kesal karena Arkan terus menyakiti Elena dan berkata kasar. Dia membiarkan pria itu kesulitan menjalankan kursi rodanya.

“Vina, kasihan abangmu.” Ujar Elena tak tega.

“Biarkan, dia selalu keras kepala dari dulu. Gak pernah berubah! Sekarang, tambah keras kepala lagi.” Kesal Vina.

Senyum Elena mengembang saat melihat Arkan yang sepertinya lelah mendorong kursi rodanya sendiri. Sejenak, Elena menikmati pemandangan lucu saat Arkan mengepakkan tangannya karena pegal.

“Sudah ayo Vina, bantu abangmu. Lihat, dia kelelahan.” Ajak Elena dan bergegas menyusul Arkan.

Sementara Vina, dia terdiam di tempat. Matanya menatap Elena yang berusaha untuk menolong suaminya. Walau, awalnya Arkan berusaha menolaknya. Tapi, akhirnya dia luluh juga karena merasa tak mampu.

“Terbuat dari apa hatimu kak?” Lirih Vina.

Vina tak bisa membayangkan jika dia ada di posisi Elena. Vina tidak akan sanggup, dia pasti memilih untuk berpisah dari pada harus bertahan di pernikahan yang hanya membuat luka.

*****

Mereka telah sampai di rumah Arkan, rumah yang tampak mewah. Elena dan Vina lebih dulu turun, sementara supir membantu Arkan keluar untuk mendudukkannya di kursi rodanya.

“Sini, biar kakak aja yang dorong Vin.” Pinta Elena.

“Oh ya, ini.” Vina membiarkan Elena mendorongnya. Namun, lagi dan lagi Arkan menolaknya.

“Gak usah! Aku bisa sendiri!” Seru Arkan dengan ketus.

“Oh, ya sudah.” Elena membiarkan Arkan mendorong kursi rodanya sendiri. Vina yang melihat itu hanya bisa menggelengkan kepalanya, melihat betapa keras kepala nya Arkan.

Sementara Arkan, dia terus mendorong kursi rodanya. Mungkin karena lelah, akhirnya Arkan memanggil supirnya yang masih berdiri di dekatnya.

“Pak! Bantu saya dorong kursi rodanya!” Titah Arkan.

“Baik Pak!”

Vina dan Elena tertawa kecil, seakan itu adalah balasan yang pas untuk orang yang keras kepala seperti Arkan.

Supir Arkan mendorong kursi roda majikannya masuk. Namun, dorongannya terhenti saat ada sebuah bola yang menggelinding ke arah mereka dan menabrak kaki Arkan.

Tatapan Arkan yang tadinya menatap lantai, kini terangkat lurus. Matanya menangkap sosok bocah gembul yang mulutnya tersumpal dengan dot botol susunya. Wajah anak itu, membuat hatinya berdebar. Seolah tengah mengingatkannya dengan seseorang. Dia mencoba untuk mengingat tentang siapa bocah itu. Namun, lagi-lagi hanya gambaran hitam putih yang tak jelas.

“Bunda!”

Bocah gembul itu menarik botol susunya yang menyumpal mulutnya ketika melihat Elena. Lalu, dia berlari ke arah Elena dengan senyum mengembang. Pipinya pun ikut bergoyang seiring dirinya melangkah. Tingkahnya, tak lepas dari tatapan Arkan.

Elena berjongkok, menanti bocah itu memeluknya. “Arthur sayang, kangen Bunda yah nak.”

“Lama kali pulangna loh, Althul cendilian telus mainnya.” Celetuk Arthur dengan bibir cemberut.

“Bunda kan harus jaga Daddy di rumah sakit,” ujar Elena memberi pengertian.

Tatapan Arthur pun beralih menatap Arkan, ternyata sedari tadi pria itu sudah memutar kursi rodanya jadi menghadap mereka.

“Daddy.” Arthur melepas pelukan Elena, dia berjalan ke arah sang daddy dan melihatnya dari dekat.

“Daddy luka, jatoh nya cakit yah? Makanya, kata bunda jangan lali-lalian. Nanti jatuh,” ujar Arthur dengan polosnya.

Mata Arkan berkaca-kaca saat menatap wajah polos itu. Dari mata, garis wajah Arthur dan kulit putih susunya sangat mirip dengan istri pertamanya, Selia. Ada rasa sesak di hatinya melihat wajah putranya yang begitu mirip dengan mendiang istrinya.

“Dia, Arthur. Putraku?” Tanya Arkan sembari menatap Vina dan Elena.

Vina dan Elena mengangguk, melihat itu Arkan tersenyum lebar. Dia meraih pipi gembul Arthur, di saat itu pula air matanya menetes. “Kamu sangat mirip sekali dengan mommy mu.” ujar Arkan membuat Arthur mengerutkan keningnya.

“Mommy? Mommy yang di gambal itu ya Bunda?” Tanya Arthur sembari mengalihkan pandangannya pada Elena.

Elena mengangguk, walau dia ibu sambung Arthur. Namun, sebelumnya Elena dan Arkan sepakat untuk mengenalkan Arthur pada Selia. Anak itu harus tahu, jika Selia adalah ibu kandungnya.

“Bunda?” Arkan tersadar, dia menatap tak suka pada Elena yang tertegun dengan kata-katanya tadi.

“Ya, bunda nya Althul.” Seru Arthur dengan senyum mengembang.

“Bukan! Dia bukan bundamu! Ibumu hanya satu, yaitu mommy Selia. Dia bukan siapa-siapamu! Jangan memanggilnya bunda lagi!”

Arthur memundurkan langkah nya, dia berbalik mendekat pada Elena dengan takut. Seketika, Elena menatap Arkan dengan kecewa. Tak pernah Arthur setakut itu hingga memeluknya erat seperti ini.

“Mas, kamu boleh tidak mengingatku. Tapi, jangan menekan Arthur. Dia masih kecil, tolong ... aku juga tidak mengakui jika diriku ibu kandungnya. Apa salahnya dia memanggilku bunda? Aku tidak akan mengganggu posisi Mba Selia,” ujar Elena dengan suara bergetar.

“Terserah!” Entah mengapa, Arkan tak suka melihat Elena yang memohon padanya di sertai dengan derai air mata. Ada rasa sakit, yang tak dia akui di hatinya.

Setelah mengatakan itu, Arkan masuk ke dalam rumah. Melihat kepergian suaminya, Elena hanya bisa menghembuskan nafas kasar. Tak lama, teriakan Arkan membuat Vina dan Elena bergegas masuk.

“APA-APAAN INI?!”

Elena dan Vina memasuki kamar Arkan yang kini sudah menjadi kamar Elena juga. Keduanya menatap Arkan yang tengah menatap figura besar pernikahannya dengan Elena. Sorot matanya penuh kebencian, seolah foto itu sangat membuatnya marah saat ini.

“Dimana foto pernikahanku dengan Selia?! Kenapa foto disini berubah?! Pasti kamu yang menyingkirkannya kan?!” Unjuk Arkan pada Elena dengan tatapan penuh amarah.

“Bang!”

“Diam Vina! Kamu tak berhak mencampuri urusan ku!” Sentak Arkan yang mana membuat Vina kembali diam.

Tatapan Arkan beralih pada Elena yang hanya diam dengan menatap dalam foto pernikahannya dengan Arkan. Keduanya tampak begitu bahagia, tanpa beban. Sekarang, Arkan justru membenci foto itu.

“KEMBALIKAN FOTOKU BERSAMA ISTRIKU! KENAPA KAU MENGGANTINYA DENGAN FOTO SAMPAH INI HAH?!”

Arkan meraih ujung figura itu dan menariknya. Hingga membuat figura itu jatuh terbalik. Pecahan Kaca figura itu berhamburan, pandangan Elena seolah terhenti pada fotonya bersama Arkan yang sudah rusak itu. Waktu seolah berhenti berputar, Air mata Elena jatuh, bersamaan dengan kaki putihnya tergores serpihan kaca dari figura itu. Bayangan akan pernikahannya dengan Arkan memenuhi ingatannya.

“Elena Clarissa, mau kah kamu menikah denganku?” Suara Arkan yang memintanya untuk menjadi istrinya kembali terngiang di benaknya. Bahkan dengan yakin, ia menyambut penuh kebahagiaan permintaan pria yang saat ini sudah melupakan dirinya.

Elena memejamkan matanya, dia kembali mengingat memori dimana saat pernikahannya dengan Arkan. Pria itu meng3cup keningnya dengan lembut, dan menatapnya dengan penuh cinta. Sama persis seperti di figura yang telah Arkan hancurkan.

“Ingatannya hancur ... seperti figura itu.” Lirih Elena.

Bab terkait

  • Cinta Adalah Luka   Menjadi perawatmu

    “Kak.” Vina menyadarkan Elena dari lamunannya itu. Elena tersadar, dia mengusap air matanya yang sempat luruh tanpa dia sadari. Entah berapa kali dia menangis hari ini, sampai matanya terasa sangat panas rasanya. Lalu, dirinya bergegas mengambil beberapa fotonya dengan Arkan yang ada di kamar itu. “Maaf Mas, aku akan bawa kembali foto Mba Selia.” Ujar Elena tanpa menatap wajah Arkan. Elena buru-buru keluar, meninggalkan Arkan dan Vina yang masih ada di dalam kamar. Bahkan, karena terburu-buru dia hampir menabrak Arthur yang sedari tadi berdiri di ambang pintu. “Abang puas?! Abang tega sama kak Elena?! Dia itu istri Abang! Bukan orang asing!” Sentak Vina dengan mata memerah. “Abang tidak mencintainya! Jika dia mau pergi dari sini, silahkan! Abang tidak melarang!” Ternyata, Elena belum juga menuju gudang. Dia berdiri di balik tembok Arkan, mendengar sendiri bagaimana pria itu menyuruhnya pergi. “Bunda.” Arthur melihat bundanya menangis, tentu ikut merasakan sesak.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-13
  • Cinta Adalah Luka   membuatmu mengingatku

    Makan malam tiba, Vina dan Arkan sudah berada di ruang makan. Begitu pun dengan Arthur. Tapi tidak dengan Elena, wanita itu belum tampak sejak tadi. Membuat Vina akhirnya mencari keberadaan kakak iparnya itu yang tak kunjung menampakkan dirinya. “Kak Elena mana Bang?” Tanya Vina pada abangnya itu. “Entah.” Jawab Arkan. Vina berdecak sebal karena jawaban Arkan yang terkesan cuek. Dia pun berniat akan beranjak untuk mencari Elena. Namun , sebelum itu terjadi, Elena sudah menampakkan dirinya. “Akhirnya, Kak El ayo makan.” Seru Vina. Elena mengangguk, dia akan duduk di samping Arkan. Melihat Elena akan duduk di sebelahnya, mendadak Arkan panik dan justru membentaknya. “Eh! Mau ngapain?! Duduk di sana! Sejak dulu kursi ini adalah tempat istriku!” “Abang!!” Sentak Vina, dia menatap kakak iparnya itu dengan perasaan tak enak. Elena mengangguk, dia hanya diam dan duduk di kursi sebelahnya lagi. Tak ingin ada debatan, Elena memilih untuk mengalah. Arthur yang tak terima sang

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-06
  • Cinta Adalah Luka   Jika kamu hamil, gugurkan!

    “Baiklah, akan ku beri waktu satu bulan. Jika caramu tak berhasil, maka ... mundurlah! Karena sampai detik ini, aku mencintai istriku. Dan itu bukan kamu.”Deghh!!Elena menunduk, rasanya sakit mendengar perkataan menyakitkan dari suaminya itu. Arkan yang tidak pernah berkata yang menyakiti hatinya, kali ini pria itu begitu menyakitinya. Kini, dia harus merasakan perbedaan suaminya itu.“Baik, tapi Mas harus ingat. Mas tidak boleh menolak saat aku menunjukkan usahaku. Apapun itu!” uUjar Elena dengan tegas menatap Arkan yang menatapnya dengan tajam.“Baiklah, tapi tidak soal hak batin. Aku tidak ingin menyentuhmu sampai kamu bisa membuatku kembali mengingat tentang kita.” Balas Arkan.Elena mengangguk, setelah itu dia beranjak untuk berdiri. Sejenak, dirinya mengamati kamar yang dulu ia tempati. Mengingat kembali tentang kenangannya bersama Arkan.“Mas! Tidur gak! Aku capek loh!!” Pekik Elena saat Arkan justru memeluknya dari belakang sembari menduselkan wajahnya ke belakang leher Ele

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-08
  • Cinta Adalah Luka   Kebahagiaan yang terluka

    Seorang wanita, tak berhenti menahan rasa harunya. Matanya menatap layar monitor, dimana keadaan rahimnya yang sudah terisi oleh calon bayinya. Air mata wanita itu tak terbendung lagi, dia menangis haru. Tak menyangka, jika sebuah nyawa telah tumbuh di rahimnya. “Selamat yah Bu Elena, janinnya sudah memasuki usia dua bulan yah.” Seru sang dokter, sembari tersenyum dengan matanya menyorot ke arah Elena yang tengah menangis haru. Ponsel Elena berbunyi, dia mengambil ponselnya yang berada di dalam tas. Melihat siapa yang meneleponnya, senyum Elena mengembang. Tak sabar, dia mengangkat panggilan itu. “Halo Mas, Mas Arkan lagi apa?” Seru Elena saat suami tercintanya menghubunginya. “Mas lagi memikirkanmu sayang,” ujar Arkan dari sebrang sana membuat Elena tersipu malu. “Mas, aku ada kejutan untukmu.” Seru Elena dengan bahagia. “Oh ya? Apa itu?” Heran Arkan. “Ada deh, aku akan mengatakannya saat Mas pulang nanti.” Ujar Elena dengan jail. Arkan terkekeh, “Baiklah, Mas sedang

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-13
  • Cinta Adalah Luka   Cinta yang terlupakan

    Sudah beberapa hari, Arkan belum kunjung terbangun. Elena cemas, kerap kali dia bolak-balik rumah sakit hanya untuk menunggu suaminya terbangun dari koma nya. Tak peduli, jika saat ini dia tengah hamil. Saat ini, Elena duduk di kursi di samping ranjang pasien Arkan. Tangannya menggenggam tangan Arkan yang tidak terinfus, sesekali dia menciumnya pelan. Lalu, tangannya mengusap rambut hitam suaminya itu dengan lembut. Kemudian turun ke wajahnya yang terdapat banyak goresan luka.“Mas, aku hamil. Kapan kamu akan bangun dan menunjukkan kebahagiaanmu. Ini kan yang kamu mau? Kamu menunggu calon cinta kita tumbuh di rahimku, sekarang keinginanmu sudah terwujud. Aku hamil Mas.”Elena hanya berbicara pada Arkan yang belum tentu bisa mendengarnya. Sejenak, Elena mengusap air matanya. Dia menepuk wajahnya yang terasa sembab. Siang-malam dia terus menangisi keadaan suaminya. Tak peduli, bagaimana lusuhnya dia saat ini.Mendengar suara pintu yang terbuka, tatapan Elena beralih menatap pintu, dia

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-13
  • Cinta Adalah Luka   Ingatannya, hanya tentang Selia

    Jawaban Arkan seolah sebuah pisau yang menghujam jantung Elena. Tak sanggup dengan kenyataan yang ada, Elena hanya bisa diam dengan bibir yang bergetar menahan tangis. “Abang! Ini Kak Elena, istri abang!!” Sentak Vina dengan suara bergetar. Arkan menggeleng, dia memukul-mukul kepalanya dengan kuat. Para tenaga medis pun menahan Arkan yang tak terkendali itu. Arkan hanya mengingat tentang Selia mendiang istrinya sebelum menikah dengan Elena. “VINAAA!! PANGGIL KAN SELIA! SELIA ISTRIKU! BUKAN WANITA ITUU!” Teriak Arkan, matanya memerah menahan sakit. Karena permintaannya tak kunjung di kabulkan, Arkan berniat ingin turun dari ranjang pasien. Namun, dirinya tertegun sejenak saat merasakan ada yang aneh dari kakinya. Dia merasa sakit yang amat ketika kakinya di gerakkan. “Arghh! Kaki ... kaki saya kenapa Dok?!” Pekik Arkan. Vina mendekat, dia tak tahu mengenai kondisi kaki Arkan. Gadis itu langsung meminta penjelasan pada dokter yang menangani Arkan. “Dokter, ada apa deng

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-13

Bab terbaru

  • Cinta Adalah Luka   Jika kamu hamil, gugurkan!

    “Baiklah, akan ku beri waktu satu bulan. Jika caramu tak berhasil, maka ... mundurlah! Karena sampai detik ini, aku mencintai istriku. Dan itu bukan kamu.”Deghh!!Elena menunduk, rasanya sakit mendengar perkataan menyakitkan dari suaminya itu. Arkan yang tidak pernah berkata yang menyakiti hatinya, kali ini pria itu begitu menyakitinya. Kini, dia harus merasakan perbedaan suaminya itu.“Baik, tapi Mas harus ingat. Mas tidak boleh menolak saat aku menunjukkan usahaku. Apapun itu!” uUjar Elena dengan tegas menatap Arkan yang menatapnya dengan tajam.“Baiklah, tapi tidak soal hak batin. Aku tidak ingin menyentuhmu sampai kamu bisa membuatku kembali mengingat tentang kita.” Balas Arkan.Elena mengangguk, setelah itu dia beranjak untuk berdiri. Sejenak, dirinya mengamati kamar yang dulu ia tempati. Mengingat kembali tentang kenangannya bersama Arkan.“Mas! Tidur gak! Aku capek loh!!” Pekik Elena saat Arkan justru memeluknya dari belakang sembari menduselkan wajahnya ke belakang leher Ele

  • Cinta Adalah Luka   membuatmu mengingatku

    Makan malam tiba, Vina dan Arkan sudah berada di ruang makan. Begitu pun dengan Arthur. Tapi tidak dengan Elena, wanita itu belum tampak sejak tadi. Membuat Vina akhirnya mencari keberadaan kakak iparnya itu yang tak kunjung menampakkan dirinya. “Kak Elena mana Bang?” Tanya Vina pada abangnya itu. “Entah.” Jawab Arkan. Vina berdecak sebal karena jawaban Arkan yang terkesan cuek. Dia pun berniat akan beranjak untuk mencari Elena. Namun , sebelum itu terjadi, Elena sudah menampakkan dirinya. “Akhirnya, Kak El ayo makan.” Seru Vina. Elena mengangguk, dia akan duduk di samping Arkan. Melihat Elena akan duduk di sebelahnya, mendadak Arkan panik dan justru membentaknya. “Eh! Mau ngapain?! Duduk di sana! Sejak dulu kursi ini adalah tempat istriku!” “Abang!!” Sentak Vina, dia menatap kakak iparnya itu dengan perasaan tak enak. Elena mengangguk, dia hanya diam dan duduk di kursi sebelahnya lagi. Tak ingin ada debatan, Elena memilih untuk mengalah. Arthur yang tak terima sang

  • Cinta Adalah Luka   Menjadi perawatmu

    “Kak.” Vina menyadarkan Elena dari lamunannya itu. Elena tersadar, dia mengusap air matanya yang sempat luruh tanpa dia sadari. Entah berapa kali dia menangis hari ini, sampai matanya terasa sangat panas rasanya. Lalu, dirinya bergegas mengambil beberapa fotonya dengan Arkan yang ada di kamar itu. “Maaf Mas, aku akan bawa kembali foto Mba Selia.” Ujar Elena tanpa menatap wajah Arkan. Elena buru-buru keluar, meninggalkan Arkan dan Vina yang masih ada di dalam kamar. Bahkan, karena terburu-buru dia hampir menabrak Arthur yang sedari tadi berdiri di ambang pintu. “Abang puas?! Abang tega sama kak Elena?! Dia itu istri Abang! Bukan orang asing!” Sentak Vina dengan mata memerah. “Abang tidak mencintainya! Jika dia mau pergi dari sini, silahkan! Abang tidak melarang!” Ternyata, Elena belum juga menuju gudang. Dia berdiri di balik tembok Arkan, mendengar sendiri bagaimana pria itu menyuruhnya pergi. “Bunda.” Arthur melihat bundanya menangis, tentu ikut merasakan sesak.

  • Cinta Adalah Luka   Ingatannya hancur

    Vina menatap abangnya dengan tatapan tak percaya, “Abang masih gak percaya kata-kataku? Perlu bukti apalagi hah?! Bongkar aja kuburannya!” Seru Vina dengan kesal. “Vina!” Tegur Elena, dia tidak ingin Arkan semakin sakit. Vina berkacak pinggang, dia heran dengan kakak iparnya. Terbuat dari apa hati kakaknya itu, hingga dengan sabar menerima segala perlakuan Arkan padanya. “Kamu ...,” Arkan menunjuk tepat pada wajah Elena. “Ingat ini, sampai saat ini yang ku cintai hanya Selia. Aku hanya mencintainya, sampai kapanpun itu! Jangan pernah berharap kamu dapat menjadi Nyonya Viandra!” Sentak Arkan. Lalu, Arkan menatap nisan istrinya. “Selia ... Mas tidak tahu apa yang terjadi. Rasanya, sulit percaya jika kamu sudah tiada sayang. Maafkan Mas, Mas akan sering mengunjungimu. Mas janji, tidak akan ada wanita yang Mas cintai setelahmu.” Elena membuang pandangannya sembari memegangi dadanya yang terasa sakit. Apakah sebegitu besar cinta suaminya untuk istri pertamanya? Elena memi

  • Cinta Adalah Luka   Ingatannya, hanya tentang Selia

    Jawaban Arkan seolah sebuah pisau yang menghujam jantung Elena. Tak sanggup dengan kenyataan yang ada, Elena hanya bisa diam dengan bibir yang bergetar menahan tangis. “Abang! Ini Kak Elena, istri abang!!” Sentak Vina dengan suara bergetar. Arkan menggeleng, dia memukul-mukul kepalanya dengan kuat. Para tenaga medis pun menahan Arkan yang tak terkendali itu. Arkan hanya mengingat tentang Selia mendiang istrinya sebelum menikah dengan Elena. “VINAAA!! PANGGIL KAN SELIA! SELIA ISTRIKU! BUKAN WANITA ITUU!” Teriak Arkan, matanya memerah menahan sakit. Karena permintaannya tak kunjung di kabulkan, Arkan berniat ingin turun dari ranjang pasien. Namun, dirinya tertegun sejenak saat merasakan ada yang aneh dari kakinya. Dia merasa sakit yang amat ketika kakinya di gerakkan. “Arghh! Kaki ... kaki saya kenapa Dok?!” Pekik Arkan. Vina mendekat, dia tak tahu mengenai kondisi kaki Arkan. Gadis itu langsung meminta penjelasan pada dokter yang menangani Arkan. “Dokter, ada apa deng

  • Cinta Adalah Luka   Cinta yang terlupakan

    Sudah beberapa hari, Arkan belum kunjung terbangun. Elena cemas, kerap kali dia bolak-balik rumah sakit hanya untuk menunggu suaminya terbangun dari koma nya. Tak peduli, jika saat ini dia tengah hamil. Saat ini, Elena duduk di kursi di samping ranjang pasien Arkan. Tangannya menggenggam tangan Arkan yang tidak terinfus, sesekali dia menciumnya pelan. Lalu, tangannya mengusap rambut hitam suaminya itu dengan lembut. Kemudian turun ke wajahnya yang terdapat banyak goresan luka.“Mas, aku hamil. Kapan kamu akan bangun dan menunjukkan kebahagiaanmu. Ini kan yang kamu mau? Kamu menunggu calon cinta kita tumbuh di rahimku, sekarang keinginanmu sudah terwujud. Aku hamil Mas.”Elena hanya berbicara pada Arkan yang belum tentu bisa mendengarnya. Sejenak, Elena mengusap air matanya. Dia menepuk wajahnya yang terasa sembab. Siang-malam dia terus menangisi keadaan suaminya. Tak peduli, bagaimana lusuhnya dia saat ini.Mendengar suara pintu yang terbuka, tatapan Elena beralih menatap pintu, dia

  • Cinta Adalah Luka   Kebahagiaan yang terluka

    Seorang wanita, tak berhenti menahan rasa harunya. Matanya menatap layar monitor, dimana keadaan rahimnya yang sudah terisi oleh calon bayinya. Air mata wanita itu tak terbendung lagi, dia menangis haru. Tak menyangka, jika sebuah nyawa telah tumbuh di rahimnya. “Selamat yah Bu Elena, janinnya sudah memasuki usia dua bulan yah.” Seru sang dokter, sembari tersenyum dengan matanya menyorot ke arah Elena yang tengah menangis haru. Ponsel Elena berbunyi, dia mengambil ponselnya yang berada di dalam tas. Melihat siapa yang meneleponnya, senyum Elena mengembang. Tak sabar, dia mengangkat panggilan itu. “Halo Mas, Mas Arkan lagi apa?” Seru Elena saat suami tercintanya menghubunginya. “Mas lagi memikirkanmu sayang,” ujar Arkan dari sebrang sana membuat Elena tersipu malu. “Mas, aku ada kejutan untukmu.” Seru Elena dengan bahagia. “Oh ya? Apa itu?” Heran Arkan. “Ada deh, aku akan mengatakannya saat Mas pulang nanti.” Ujar Elena dengan jail. Arkan terkekeh, “Baiklah, Mas sedang

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status