Ctak!
Tiba-tiba cindaku muncul dari balik kumpulan rumput gajah, Kai dengan gerakan refleksnya langsung memecut wajah manusia harimau bertaring panjang itu. Cipratan darah pun seketika terbang ke segala arah. Kai pun berjumpalitan seiring cindaku meraung karena wajahnya berdarah.
"Kai awas!" teriak Askara seraya mendekat.
Graa ...!
Cindaku putih itu mengaum, suaranya menggemakan sekitaran. Lantas si monster mengayunkan cakar guna menghempaskan Kai, tetapi pemuda itu lincah menghindar. Dia hendak memecut makhluk itu, sayang masih terpancar keraguan di wajahnya. Padahal, Kai sebelumnya berhasil memecut wajah si monster hanya menggunakan rumput gajah.
Alhasil, Kai terus mengelak dari cakaran sampai pemuda itu terdesak mundur.
Gra ... Gra!
Kai hendak mendaratkan tinju, namun tepisan cakar cindaku malah berakhir melukainya. Dia k
Mohon maaf semuanya, karena author Bill hanya update satu bab saja perharinya. Untuk kedepannya akan "diusahakan" update lebih dari satu bab menimbang petualangan Askara masih terbilang sangat panjang. Cindaku sang penguasa memiliki alur yang berbeda dengan cerita Pendekar pada umumnya, maka dari itu pantau terus kelanjutannya 😉 Terimakasih atas perhatiannya, silahkan tinggalkan jejak jika kalian menyukai ceritanya👌 Salam, Author Bill 🤙
"Aku benci mengatakan ini, tapi sepertinya kita harus bekerja sama.""Wah ... Mai, ternyata kau punya rasa takut juga yah," kata Askara menyempatkan jahil."Namaku Kai!" tegas Kai menekan perkataannya. "Ini bukan soal takut atau tidaknya, rumput ini sama sekali tidak bisa memotong leher cindaku. Karena itulah, gunakan senjatamu untuk menebasnya sebelum aku menemukan cara lain!""Tenang Mai --eh apalah namamu itu. Aku pasti membantu. Tapi kedepannya kau harus bisa melakukannya sendiri karena kita tidak akan terus menerus bersama," saran Askara."Setidaknya kita bunuh cindaku ini lebih dulu!" Kai segera membantingkan diri ke tanah, mengelak dari apungan batu yang mendadak muncul dari arah depan. Lemparan itu berasal dari genggaman tangan cindaku.Dentuman demi dentuman terdengar. Bukan hanya sekali, tetapi berkali-kali batu itu melayang ke arah mereka.Kai deng
"Aska ..."Suara sayup itu terdengar di saat kesadaran Askara terasa samar-samar. Panggilan yang membuatnya mengurung langkah untuk tidak masuk ke dalam alam bawah sadar.Seingatnya, Askara sudah berdiri di depan gerbang itu.Namun panggilan dari arah lain, membuat Askara berhasil membuka matanya perlahan.Penglihatan pun semakin jelas dan jernih, dia melihat hamparan daun dengan dahan ranting yang menggantung di atas sana. Askara mengedarkan mata, kelabu gelap ternyata tengah menyelimuti sekelilingnya.Kepalanya tergolek sedikit, di sebelah kiri banyak sekali pepohonan yang tumbang, terutama beringin.Ah, benar juga. Askara baru saja bertarung melawan cindaku.Robohnya pohon besar itu terlalu mencolok, Askara khawatir jika mengundang cindaku yang lainnya."Merepotkan, kenapa bisa kau pingsan?" cetus seseorang.Askara yang mendengar ocehan itu sudah merasa tidak asing lagi. Dia melirik lewat ekor mata. Memastikan jika suar
'Cindaku ini, bukan sembarang cindaku!'Kai bergegas mengeluarkan seutas rumput gajah tadi. Terlihat sudah kusut, sepertinya dia harus segera menggantinya dengan rumput baru.Sungguh! Siapa yang menyangka jika dirinya berhasil menciptakan senjata alternatif dari rumput?Si monster dengan kulit kuning kecoklatan itu mendekati Askara, yang kala itu sedang meronta keluar dari reruntuhan batang pohon. Kai mendecih, mustahil menolongnya dalam keadaan sempit seperti itu.Yang harus dilakukannya pertama kali adalah mengalihkan perhatian si monster. Sehingga Askara bisa memulihkan diri.'Harusnya tadi aku mengajarinya penghambatan energi untuk metode pemulihan,' rutuknya membatin.'Tunggu ... Kenapa aku peduli padanya?'Kai bingung sendiri.Mengenyahkan pikiran bimbangnya itu. Kai tergesa berlari mengejar cindaku yang hendak menerkam Askara.Tepat saat cindaku itu melompat, Kai menggunakan jurus Napak hawa dan ikut melompat dan
Beberapa saat sebelumnya.Sanggapati masih mengawasi pertarungan dari puncak dahan kiara payung. Mengamati sekaligus menganalisis kemampuan cindaku betina itu.Yah, sementara waktu mereka akan menyebutnya cindaku betina.Sebenarnya, wujud cindaku itu mirip ke singa betina yang mulus tanpa loreng, kaki jenjang, bulu tak lebat dan tak berotot. Yang menonjol dari monster itu adalah perut dan bokong yang berisi. Pantas saja mereka langsung menyebutnya sebagai betina."Instingnya sangat kuat.Dasar betina!" umpat Sanggapati.Tiba-tiba pemuda itu teringat akan sang ibu.Dulu. Di mana dia sering sembunyi-sembunyi guna mencuri pisang, ibunya itu pasti sigap mengetahui gerak-geriknya. Meskipun dan bagaimanapun cara pintar Sanggapati mencoba mencuri, selalu saja tertangkap basah oleh si ibu. Semenjak itulah, Sanggapati sering beranggapan jika insting perempuan itu
Di sisi lain setelah kejadian itu. Askara dan Kai tercengang mendapati cindaku itu bertengger, —lebih tepatnya menggelantung di atas dahan pohon tengkaras. Tentu saja posisinya di atas kepala mereka. Padahal dahannya kecil, namun ternyata si monster mampu menyeimbangkan diri sampai mahir bergelantungan di dahan kecil. 'Begitu ... Kuku-kukunya menancap ke dalam kulit kayu. Pantas saja dia mampu bergelantungan di dahan sekecil itu,' pikir Kai. 'E-eh ... Itu berarti, kecepatan memanjatnya cepat!' Kai sedikit gemetaran, cindaku yang dihadapi mereka adalah cindaku siluman. "Apa-apaan ... Sejak kapan monster itu ada di sana?" Askara memaksakan senyum. Antara takjub dan ketakutan, semuanya bercampur menjadi satu kesatuan. Grrr ... Mata si monster mengeluarkan kilat, biru kekuning-kuningan dengan satu garis tegak lurus membent
Luka Kai seketika pulih, bekas sayatan itu kembali menyatu. Bahkan tidak ada tanda-tanda jika korneanya terluka. Padahal Askara melihat jelas jika kuku cindaku menyayat bola mata lelaki itu.Kai juga terlihat mengorek telinganya sendiri. Membersihkan darah yang mengalir dari sana. Tatapannya dingin, dengan mata biru hang mengkilat-kilat, wajah memerah karena memendam murka.Krek!Kai membenarkan tulang leher yang sedikit bengkok. Kai berniat membalas perbuatan si monster dengan setimpal. Setelah makhluk itu membenturkan kepalanya ke tanah, minimal dia harus memisahkan kepala cindaku betina itu.Lantas Kai berdiri, napasnya berderu. Mengeluarkan kepulan kabut tipis dari hidungnya."Energinya berubah?" Askara terkejut, pasalnya energi yang dikeluarkan Kai berbeda dari sebelumnya.Mengeluarkan aura yang berbeda, jauh lebih kuat.Kai melesat maju, meninggalkan rumput gajah yang sebelumnya dipegang. Kini pemuda itu menerobos pertarungan ha
Kai tak henti-hentinya menginjak kepala cindaku sampai terbenam ke dalam tanah. Kakinya terluka begitupun dengan kepala si monster. Darah bercipratan ke segala arah, si monster bahkan tak sempat untuk membalas. Serangan yang dilancarkan Kai terlampau cepat, sama sekali tidak memberikan cindaku kesempatan balik menyerang.Mata biru Kai mengkilat-kilat, garis segitiga yang tergambar di pupil matanya mendadak berputar cepat. Seketika energi yang dilepaskan Kai menjadi-jadi, pemuda itu menggunakan kekuatan penuh dari mata birunya.Kai bermuka masam, kian muram, melempar tatapan benci pada monster yang meronta di bawah telapak kakinya itu. Setelah melihat cindaku betina tak berdaya, Kai mengangkat tipis sudut bibir. Dia menyeringai, seakan puas dan menikmati penyiksaan yang dilakukannya."Aska, Kai di luar kendali!" teriak Sanggapati seraya berlari mendekati Kai.Melihat Askara ikut menyusul dari belakang, Sanggapati berusaha mencoba komunikasi dengannya."Aska, kau in
Cindaku itu beregenerasi, organnya yang rusak berganti menjadi organ baru dengan sendirinya. Wujud, aura, bahkan kekuatan cindaku itu berubah drastis seketika. Baik Sanggapati maupun Kai, keduanya tercengang akan perubahan cindaku itu. Pertambahan energinya, jelas terasa sampai tenggorokan mereka tercekat. Mungkin tidak ada hubungannya dengan tenggorokan yang cekat, namun keduanya sama-sama merasakan takut dan ragu bersatu. Ketakutan itu membuat mereka kaku sejenak, bahkan untuk menelan ludah pun sukar rasanya. Sanggapati teringat akan Askara, pemuda itu terkapar lemas di ujung lapang rerumputan sana. Terpental jauh hingga keluar hutan. Meskipun di tengah suasana malam, Sanggapati jelas bisa menemukan Askara yang kondisinya terluka parah. Dia butuh pertolongan segera. Baru saja Sanggapati bangkit, dia dikejutkan oleh regenerasi cindaku. Makhluk it