"Hoekk ..." Sanggapati masih terkapar, mabuk karena badannya terombang-ambing oleh akar tadi. Padahal menurut Kai semua itu hanyalah ilusi, namun efeknya terbawa sampai dunia asli."Sangga, sadarlah. Buka matamu, kita sudah bebas dari ruang Ilusi tadi." Askara terus mengguncangkan badan Sanggapati yang lemas tak berdaya. Pemuda itu setengah sadar, sesekali dia mengeluh pusing, namun matanya tak kunjung terbuka."Sangga!" pekik Askara sekali lagi. "Ya ampun, bagaimana bisa kau mabuk hanya karena goncangan tadi, huh? Jangan lemah!" ocehnya lagi.Sementara itu, Kai memilih bersandar guna mengistirahatkan diri. Tenaganya terkuras karena penggunaan mata biru, padahal rentan waktu penggunaannya cukup sebentar.Mungkin mata birunya lain dari pendekar adiwira pada umumnya."Kai ... kau baik-baik saja 'kan?" tanya Askara kemudian."Sesuai yang kau lihat.""Uhm ... ada yang ingin aku tanyakan padamu. Ehm ... tadi, matamu itu ...,""Yah aku tau pertanyaanmu," sela Kai. "Aku memang memiliki mata
Grrr ...."Sangga?" Askara memanggil, pasalnya Sanggapati terlihat merenggutkan urat-urat tangan. Kukunya mendadak tumbuh sampai seruncing jarum. Laki-laki itu juga berguling sambil terus memegang kepala seperti orang yang mabuk.Sanggapati juga bersuara, awalnya dia terdengar mengorok seperti babi. Terjadi berulang-ulang, tentu saja Askara dan Kai terkejut akan hal itu."Sangga? Kau baik-baik saja 'kan?" Askara cepat-cepat merangkul Sanggapati yang berlagak seperti orang mabuk itu.Beberapa saat kemudian, Sanggapati menghempaskan rangkulan Askara hingga dia tersungkur di atas tanah.Grrr ...."Sangga, kenapa kau ini?"Kai segera menghampiri Askara, dia juga mencegah rekannya itu supaya tidak mendekati Sanggapati lebih dulu. Bahkan Kai curiga, sepertinya telah terjadi sesuatu pada Sanggapati.Namun Askara mengabaikan peringatan Kai, Askara terlanjur khawatir. Dia segera menarik bahu Sanggapati dari belakang dan mencoba menyadarkannya."Sangga? Kau dengar aku?!"Grrrr ....Graaa!!!Sea
Kai terkurai lemas, butuh beberapa saat untuk mengumpulkan energi supaya bisa bangkit lagi. Serangan temannya itu sangatlah brutal, Askara dan Kai sama sekali belum pernah melihat kekuatan semengerikan itu.Apa semua ini disebabkan oleh ilmu macan itu? Lantas, apa yang telah merasuki Sanggapati sampai seperti ini?Di sisi lain, Sanggapati yang kelakuannya sudah setengah macan itu pun terus mendekat. Kai sedikit terpojokkan. Pemuda itu memandang ke arah temannya dengan tatapan yang lapar."Sangga ..." Apapun itu, Kai berusaha memanggil Sanggapati terus berulang-ulang.Dengan tertatih-tatih, Askara berlari sebisa mungkin guna menghentikannya. Terlihat pemuda itu melompat, dan berusaha menahan tubuh Sanggapati dari belakang.Bugh!Dihempaskan, namun Askara tetap bertahan. Dia berulang kali kembali mendekap tubuh Sanggapati yang hilang kesadaran itu. "Sangga, jangan ...! Ini aku!"Bugh!Hanya sekali ayunan, Askara berhasil dihempaskan lagi. Kali ini lebih kuat dari sebelumnya, terbanting
Kai terkurai lemas, butuh beberapa saat untuk mengumpulkan energi supaya bisa bangkit lagi. Serangan temannya itu sangatlah brutal, Askara dan Kai sama sekali belum pernah melihat kekuatan semengerikan itu.Apa semua ini disebabkan oleh ilmu macan itu? Lantas, apa yang telah merasuki Sanggapati sampai seperti ini?Di sisi lain, Sanggapati yang kelakuannya sudah setengah macan itu pun terus mendekat. Kai sedikit terpojokkan. Pemuda itu memandang ke arah temannya dengan tatapan yang lapar."Sangga ..." Apapun itu, Kai berusaha memanggil Sanggapati terus berulang-ulang.Dengan tertatih-tatih, Askara berlari sebisa mungkin guna menghentikannya. Terlihat pemuda itu melompat, dan berusaha menahan tubuh Sanggapati dari belakang.Bugh!Dihempaskan, namun Askara tetap bertahan. Dia berulang kali kembali mendekap tubuh Sanggapati yang hilang kesadaran itu. "Sangga, jangan ...! Ini aku!"Bugh!Hanya sekali ayunan, Askara berhasil dihempaskan lagi. Kali ini lebih kuat dari sebelumnya, terbanting
"Sesepuh ... maaf kami tidak menyadari jika itu anda," ujar Kai seraya terus menunduk. Merasakan betapa bodohnya ia karena tidak menyadari sosok Sesepuh di depannya itu.Sesepuh Badalarang."Tak apa," jawabnya."Aku senang karena Dwara dan Baduga mengirim murid terbaik mereka. Bersiaplah, Nak. Kalian akan menghadapi ujian yang sebenarnya," ujar Badalarang lagi."Kalian akan kubawa ke Padepokan Kalong, di sana juga banyak adiwira adiwira pemula lainnya. Kalian bisa saling berinteraksi di sana.""Oh iya, soal teman kalian itu, sepertinya harus ditangani lebih lanjut ...."Tak lama kemudian, terlihat seekor kelelawar kecil melayang dan mendarat di bahu kanan Badalarang. Namun jika dlihat-lihat kembali, itu bukanlah kelelawar biasa. Wajah mungilnya membentuk muka monyet, bertaring seperti gigi harimau, dan mata kecil berwarna merah. Pipinya sangat menggayut, juga kaki yang memiliki jari pencengkram membuatnya sangat mirip dengan primata.Memiliki rambut gondrong seperti halnya singa, namu
Setelah kondisi Sanggapati mulai membaik, mereka melanjutkan perjalanan untuk mencari Padepokan Kalong. Sesuai petunjuk dari Sesepuh Badalarang, dia mengatakan letaknya cukup dekat dari Kiara dengkak tadi."Mana? Mana? Katanya padepokan itu sudah dekat. Tapi yang kulihat hanya ada pepohonan saja," gerutu Askara. Sesekali dia menendang asal bebatuan kecil yang menghalangi jalannya."Apakah kita kembali memasuki semacam ruang ilusi lagi? Ah, cukup. Aku pasti mabuk lagi," keluh Sanggapati."Tidak, ini bukan ruang ilusi lagi. Ini memang hutan asli," bantah Kai sambil mengedarkan mata ke seluruh penjuru hutan."Bagaimana kau tahu, hm?" tanya Askara."Aku juga tidak mengerti. Tetapi, mataku bisa membedakannya."Setelah itu langkah Kai mendadak terhenti."Kenapa kau berhenti, Kai?" tanya Sanggapati.Tiba-tiba melintas pertanyaan ganjil di pikirannya, mengingat mereka bertiga memiliki kekuatan khusu diluar kekuatan adiwira pada umumnya."Apa kalian menyadarinya?" tanya Kai. Namun karena respo
"Akhirnya kita sampai ...."Setelah berkeluh kesah sepanjang perjalanan, akhirnya mereka berhasil menempuh Padepokan Kalong yang jaraknya sangat jauh dari Kiara dengkak. Ketiganya duduk bersimbah di depan pintu gerbang bangunan yang dimaksud.Padahal Sesepuh Badalarang mengatakan jaraknya cukup dekat.Itu juga yang membuat Askara dan yang lainnya berkeluh kesah sesaat setelah sampai."Benar yang Sepuh katakan, di depan gerbangnya terdapat dua patung kelelawar," tunjuk Askara pada batu pahat yang berdiri di dekat mereka."Namanya juga 'padepokan kalong'," tambah Sanggapati.Dari kejauhan, terlihat pria paruh baya yang mengenakan jubah serba putih mendekati gerbang. Polet biru langit dan memakai bendo bermotif Mega mendung, ketiganya yakin jika orang itu adalah Sesepuh Badalarang.Askara, Kai dan Sanggapati mendadak berdiri tegap dan rapi seiring dengan kedatang Sesepuh."Selamat datang ...." sambutnya dengan senyum ramah. "Akhirnya kalian sampai juga ke sini.""Tadi anda bilang jarakny
Sesampainya Askara, Kai dan Sanggapati di tengah aula padepokan kalong, keduanya disuguhkan dengan beberapa kumpulan pendekar adiwira muda. Mereka tengah sibuk berbincang dengan satu sama lain.Ketiganya berjalan ke arah tengah, membuntuti jejak Kai yang berjalan paling depan."Ya ampun. Terlalu banyak orang di sini. Kemana tujuan kita, Kai?" tanya Askara kisruh dari belakang."Yang jelas jangan menghalangi jalan," jawabnya tanpa menoleh. Lantas setelah itu, Kai menemukan tempat yang tak terlihat cukup longgar. Maka ketiganya memutuskan untuk berdiam di salah satu sudut aula."Kepalaku pusing, apa aku mabuk lagi?" keluh Sanggapati."Makanlah pisang lagi!" Askara segera memberikan bekal pisang yang sempat dibawanya tadi. Ia khawatir jika Sanggapati akan kembali bertingkah gila."Sebenarnya aku pusing kepala karena faktor banyak orang di sini. Tapi ya sudahlah, jika kau memberiku pisang, aku tak akan menolaknya," kekeh Sanggapati langsung menyambar pisang Askara."Jangan main-main, Sang