Setelah kondisi Sanggapati mulai membaik, mereka melanjutkan perjalanan untuk mencari Padepokan Kalong. Sesuai petunjuk dari Sesepuh Badalarang, dia mengatakan letaknya cukup dekat dari Kiara dengkak tadi."Mana? Mana? Katanya padepokan itu sudah dekat. Tapi yang kulihat hanya ada pepohonan saja," gerutu Askara. Sesekali dia menendang asal bebatuan kecil yang menghalangi jalannya."Apakah kita kembali memasuki semacam ruang ilusi lagi? Ah, cukup. Aku pasti mabuk lagi," keluh Sanggapati."Tidak, ini bukan ruang ilusi lagi. Ini memang hutan asli," bantah Kai sambil mengedarkan mata ke seluruh penjuru hutan."Bagaimana kau tahu, hm?" tanya Askara."Aku juga tidak mengerti. Tetapi, mataku bisa membedakannya."Setelah itu langkah Kai mendadak terhenti."Kenapa kau berhenti, Kai?" tanya Sanggapati.Tiba-tiba melintas pertanyaan ganjil di pikirannya, mengingat mereka bertiga memiliki kekuatan khusu diluar kekuatan adiwira pada umumnya."Apa kalian menyadarinya?" tanya Kai. Namun karena respo
"Akhirnya kita sampai ...."Setelah berkeluh kesah sepanjang perjalanan, akhirnya mereka berhasil menempuh Padepokan Kalong yang jaraknya sangat jauh dari Kiara dengkak. Ketiganya duduk bersimbah di depan pintu gerbang bangunan yang dimaksud.Padahal Sesepuh Badalarang mengatakan jaraknya cukup dekat.Itu juga yang membuat Askara dan yang lainnya berkeluh kesah sesaat setelah sampai."Benar yang Sepuh katakan, di depan gerbangnya terdapat dua patung kelelawar," tunjuk Askara pada batu pahat yang berdiri di dekat mereka."Namanya juga 'padepokan kalong'," tambah Sanggapati.Dari kejauhan, terlihat pria paruh baya yang mengenakan jubah serba putih mendekati gerbang. Polet biru langit dan memakai bendo bermotif Mega mendung, ketiganya yakin jika orang itu adalah Sesepuh Badalarang.Askara, Kai dan Sanggapati mendadak berdiri tegap dan rapi seiring dengan kedatang Sesepuh."Selamat datang ...." sambutnya dengan senyum ramah. "Akhirnya kalian sampai juga ke sini.""Tadi anda bilang jarakny
Sesampainya Askara, Kai dan Sanggapati di tengah aula padepokan kalong, keduanya disuguhkan dengan beberapa kumpulan pendekar adiwira muda. Mereka tengah sibuk berbincang dengan satu sama lain.Ketiganya berjalan ke arah tengah, membuntuti jejak Kai yang berjalan paling depan."Ya ampun. Terlalu banyak orang di sini. Kemana tujuan kita, Kai?" tanya Askara kisruh dari belakang."Yang jelas jangan menghalangi jalan," jawabnya tanpa menoleh. Lantas setelah itu, Kai menemukan tempat yang tak terlihat cukup longgar. Maka ketiganya memutuskan untuk berdiam di salah satu sudut aula."Kepalaku pusing, apa aku mabuk lagi?" keluh Sanggapati."Makanlah pisang lagi!" Askara segera memberikan bekal pisang yang sempat dibawanya tadi. Ia khawatir jika Sanggapati akan kembali bertingkah gila."Sebenarnya aku pusing kepala karena faktor banyak orang di sini. Tapi ya sudahlah, jika kau memberiku pisang, aku tak akan menolaknya," kekeh Sanggapati langsung menyambar pisang Askara."Jangan main-main, Sang
Sebubarnya mereka dari aula, para adiwira muda berpencar ke segala arah. Mereka beristirahat sebelum akhirnya pembagian tim dimulai. Sebelum ujian di pegunungan Cimungkal, mereka akan dibagi menjadi beberapa tim terlebih dahulu. Mereka juga akan dilatih beberapa hal yang belum sempat dipelajari. "Menurut kalian, apa ujian pegunungan Cimungkal ini merupakan simulasi yang asli saat kita ujian di bukit pasir nagog?" tanya Askara. "Sepertinya begitu," balas Kai sambil meminum air kelapa yang dibagikan para Sepuh padepokan. "Ah, ini akan lebih sulit," sahut Sanggapati. "Jangan khawatir, sebelum ujian akhir itu diadakan kita akan dilatih beberapa hal. Aku sangat berharap ada latihan untuk menguatkan fisik. Kalian tahu sendiri bukan, fisik kita terlalu lemah. Membangkitkan mata biru saja bisa berakhir pingsan," dengus Kai lagi. "Bukannya semua pendekar adiwira juga seperti itu? Penggunaan mata biru memang menguras tenaga?" tanya Askara. Sebelum Kai menjawab, ada orang lain yang menyahu
Sesuai dengan dugaan mereka, ke enam remaja itu berakhir dengan tim yang sama. Angka dalam batok kelapa itu memang menunjukkan jika mereka tergabung dalam tim delapan."Jumlah kita baru enam, adakah kemungkinan kita menambah anggota lagi? Tim delapan berarti delapan orang bukan?" tanya Ajisena usai pembagian tim."Aku harap ada adiwira perempuan yang masuk ke dalam tim kita," kekeh Sanggapati.Mendengar hal itu, Kai langsung menjitak Sanggapati dengan keras. "Ini latihan menjadi ksatria, bukan latihan mencari cinta," ketusnya lagi.Sanggapati hanya tertawa usil menanggapinya."Ngomong-ngomong, kita akan dilatih oleh salah satu Sepuh di sini ya?" tanya Askara."Sepertinya begitu," jawab Yudhara. "Tidak mungkin kita dibiarkan latihan sendiri, kita bahkan belum tahu bagaimana jenis latihan level dua bukan?"Askara mengangguk, perkataan teman barunya itu ada benarnya juga.Tak lama kemudian Sanggapati izin mengambil air minum pada yang lainnya. Namun sebenarnya bukan hanya itu, dia hendak
"Kemana Sanggapati? Kenapa dia belum kunjung datang?" tanya Askara, sudah lebih dari dua puluh menit Sanggapati meninggalkan tim. Harusnya dua sudah kembali sebelum pelatihan adiwira level dua dimulai.Tak lama kemudian, Sanggapati datang tampang yang agak berbeda."Akhirnya kau datang juga. Kenapa lama sekali?" Kedatangan Sanggapati langsung disambut dengan sederet pertanyaan dari Askara."Ehm. Tidak apa-apa. Aku tadi ... yah, ada masalah sedikit," jawab Sanggapati."Masalah apa yang kau temui saat mengambil air minum, sobat?" tanya Gading kemudian."Yah, begitulah .... jangan dibahas." Sanggapati menekankan perkataannya. Anggota yang lainnya pun mengerti, topik pembicaraan pun beralih."O ya teman-teman, menurut informasi yang kudapatkan, dua orang yang akan mengisi tim delapan adalah perempuan," ucap Yudhara."Bagaimana kau tau?" tanya Kai lagi."Jangan lupa kalau dia adalah cicak di dinding, alias si penguping yang handal." Lantas Ajisena tertawa setelahnya."Hei ...." ketus Yudha
"Baiklah, kali ini aku yang akan membimbing tim delapan untuk pelatihan level dua kali ini. Mohon kerjasamanya."Namanya Sepuh Rakata, perawakannya jauh lebih muda dibanding Baduga ataupun Dwara. Dialah yang akan melatih tim delapan kali ini. Mereka mempersiapkan diri untuk beradaptasi dengan cara pelatihan Sepuh Rakata nanti. Tidak menutup kemungkinan, akan ada perbedaan cara belajar antara Sepuh yang mengajari mereka pertama kali dengan Sepuh kali ini."Baiklah, aku minta kalian berdiri untuk melakukan pelepasan energi. Lalu perkuatlah tangan dan kaki kalian."Askara dan yang lainnya menurut, mereka mengambil posisi berderet satu baris ke samping. Lalu mereka mengikuti perintah Sepuh Rakata."Setelah ini bagaimana, Sepuh?" tanya Yudhara."Kita hanya akan bermain permainan, siapa yang jatuh berarti dia kalah," balas sang sepuh."Bermain permainan?" Mereka saling menoleh satu sama lain."Sederhana saja, aku akan mendorong kalian. Dan sebisa mungkin kalian tahan badan kalian jangan sam
Askara kembali terbangun di dunia alam bawah sadarnya. Jika dia masuk gerbang itu, berarti di dunia asli dia dalam keadaan tidak sadarkan diri.Askara ingat, dia sempat terdorong dari sisi tebing kemudian jatuh ke dasar danau."Ah, pasti aku tidak sadarkan diri karena tenggelam," keluh Askara.Tiba-tiba kepala seorang pria menyembul dari atasnya. Secara mendadak dan mengagetkan, wajah itu mendadak muncul di atas pandangan Askara."Yoo Aska, apa kabar?" sapa Abiseka."Gusti! Paman Abiseka ...?" Pemuda itu terperanjat dan bangun dari posisi berbaring."Aku baik-baik saja Paman, sekarang aku sedang menjalankan pelatihan Level dua.""Wah, bagus sekali. Ternyata kau sudah sejauh itu ya?" kekek Abiseka lagi. "Ngomong-ngomong, pelatihan level dua yang dilakukanmu itu, ada pengaruhnya juga untuk mata jingga milikmu.""Benarkah?""Kan dulu sudah kubilang, mata jingga dan mata biru hanya berbeda soal fungsinya dan cara membangkitkannya saja. Selebihnya sama," jawab Abiseka."Jadi kira-kira? Man