Askara kembali terbangun di dunia alam bawah sadarnya. Jika dia masuk gerbang itu, berarti di dunia asli dia dalam keadaan tidak sadarkan diri.Askara ingat, dia sempat terdorong dari sisi tebing kemudian jatuh ke dasar danau."Ah, pasti aku tidak sadarkan diri karena tenggelam," keluh Askara.Tiba-tiba kepala seorang pria menyembul dari atasnya. Secara mendadak dan mengagetkan, wajah itu mendadak muncul di atas pandangan Askara."Yoo Aska, apa kabar?" sapa Abiseka."Gusti! Paman Abiseka ...?" Pemuda itu terperanjat dan bangun dari posisi berbaring."Aku baik-baik saja Paman, sekarang aku sedang menjalankan pelatihan Level dua.""Wah, bagus sekali. Ternyata kau sudah sejauh itu ya?" kekek Abiseka lagi. "Ngomong-ngomong, pelatihan level dua yang dilakukanmu itu, ada pengaruhnya juga untuk mata jingga milikmu.""Benarkah?""Kan dulu sudah kubilang, mata jingga dan mata biru hanya berbeda soal fungsinya dan cara membangkitkannya saja. Selebihnya sama," jawab Abiseka."Jadi kira-kira? Man
Askara membuka matanya.Lantas dia terperanjat bangun. "Paman Abiseka?" gumamnya.Dia terbangun dengan kondisi di sekelilingnya tampak pemandangan tak biasa. Di depan ada sebuah danau, sedangkan dirinya terbaring di pinggirnya yang penuh dengan rerumputan.Pakaiannya basah semua.Askara pun ingat, jika dia dan tim delapan semuanya jatuh ke jurang sampai tercebur di danau saat menjalani pelatihan dari sepuh Rakata."Teman-teman?!" pekik Askara seraya celingukan mencari yang lainnya.Di saat yang sama pula, Sanggapati terbaring di sisi lain pinggir danau. Pemuda itu membuka matanya sedikit demi sedikit, seketika pemandangan buram pun mulai jelas secara perlahan.Ada wajah perempuannya yang tengah tidur di sana. Tepatnya di samping kiri dirinya. Sanggapati tak percaya akan berkah yang menimpanya itu.'Ada bidadari di sampingku. Ternyata dia sedang menemani tidurku,' batinnya seraya berimajinasi tinggi.'Sepertinya aku sudah mati. Dan kini aku berada di surgawi ...' pikirnya lagi."Cantik
Sanggapati dan Askara akhirnya menemukan Gading, Yudhara dan Ajisena. Ketiganya tampak pingsan di belahan lain pinggir danau.Ajisena berhasil bangun lebih dulu. "Aska? Sangga?""Sena, kau baik-baik saja kan?" Askara membantu pemuda itu untuk bangun.Ajisena terlihat mengembuskan napasnya. "Hidungku terlalu banyak kemasukan air, tapi sekarang sudah tidak."Pemuda itu lantas celingukan. "Gading? Yudhara?""Mereka masih ping–" Perkataan Askara terhenti saat Sanggapati malah ikut berbaring di tengah-tengah Gading dan Yudhara yang sedang tak sadarkan diri."Hei Sangga!" Askara melempar batu pada Sanggapati yang malah tidur-tiduran."Diam, Aska. Kepalaku sakit," katanya sambil berguling dan tengkurap."Biarkan saja dia," kekeh Ajisena. "Yah, pada akhirnya kita kalah.""Kita coba lagi. Kita masih belum kalah!" Askara yakin, bahwa kali ini mereka pasti bisa menguasai pelatihan level dua. Dia sudah diberitahu hal ini oleh Abiseka sebelumnya."Bagaimana caranya? Sepuh Rakata bahkan mampu mendo
Askara mengajak seluruh temannya yang lain ke dekat dinding tebing."Jadi? Apa yang akan kita lakukan? Memanjat tebing ini menggunakan teknik Napak hawa?" tanya Yudhara."Tidak," bantah Askara. "Kita hanya perlu merenung dulu di sini sebelum kita kembali ke atas menemui Sepuh Rakata.""Apa yang akan kita renungkan?" tanya Gading."Aku punya petunjuk, sepertinya mata biru akan bertahan lama jika kita mengalirkan energi ke sekitar mata. Jujur, aku belum pernah mencoba hal ini selain mengalirkannya ke anggota tubuh," ujar Askara.Yang lainnya mengangguk, mereka sadar jika pelatihan selama menjadi pendekar Adiwira memang sering melibatkan kaki dan tangan."Ada benarnya juga," gumam Ajisena."Maka dari itu, kita harus mencobanya." Askara yakin, dengan cara itu mereka akan berhasil.Semua orang mulai mengajukan satu persatu usulan mereka. Tentang bagaimana sebaiknya hal yang perlu dilakukan sebelum mengalirkan energi pada mata.Barulah ditengah perbincangan, Kai dan Sanggapati datang dan la
Melupakan perdebatan tadi yang disebabkan karena beda ajaran, kini ke delapan orang itu berusaha untuk mencari cara mengalirkan beban tenaga ke area mata tanpa menyebabkan kebutaan."Bagaimana jika kita coba apa yang sempat Cindala lakukan? Melepaskan sekaligus menghambat energi di kaki, lalu berjalan Napak banyu di atas danau ini. Jika kita bisa, maka tak menutup kemungkinan jika pengaliran energi di mata nanti juga bisa," usul Gading lagi."Nah, itu juga yang sempat aku pikirkan sejak tadi." Sanggapati menjentikkan jarinya."Baiklah, jadi kalian semua hendak mencobanya? Jika mau, kita coba bersama-sama," ujar Ajisena."Kau bisa menunjukkannya pada kami, Cindala?" tanya Askara."Oh tentu, kalian bisa memperhatikanku lebih dulu," titah Cindala sambil membuka alas kakinya.Lantas gadis itu menarik kipas yang menggantung di lingkar ikat pinggangnya, Cindala juga terlihat membuka kipas dan mengibaskan benda itu ke punggung kakinya.Seketika kulit Cindala terlihat sobek, kipas itu berhasi
Askara pun melangkah lebih dulu."Tim delapan!" teriaknya.Semuanya yang semula terdiam, sontak menyahut, "Ya!""Bersiaplah ...." bisik Askara.Gra ... Gra ... Gra ...Cindaku tiruan buatan Sepuh Rakata ternyata bisa bersuara juga, layaknya cindaku asli.Askara menggenggam erat kujangnya. "SERANGGG!!!"Teriakan ke delapan anak itu pun bergaung, bersatu dan bercampur dengan auman cindaku tiruan. Seketika lembah itu pun berisik akan suara perkelahian.Askara maju paling cepat, dia terlihat memimpin. Lantas dia hunuskan kujang itu hingga menyabit kloning cindaku itu."Arggh!"Byur!Replika cindaku itu pun meletus, namun beberapa detik kemudian kembali berwujud seperti semula. Askara tidak menyerah, dia terus menerus menghantam replika air itu lewat tebasan kujangnya itu.Sanggapati dan Vitaloka saling bersampingan, keduanya kompak melesatkan anak panahnya. Namun nihil sekali, anak panah mereka tak ada satupun yang mempan bahkan tembus melesat.Mereka lupa jika replika cindaku itu terbuat
"Aska!" seru teman-temannya yang lain.Setelah lima menit berlalu, Askara muncul ke permukaan. Dia kembali naik dan menapak di atas air. Lantas dia menghunuskan kujangnya dan menyabet segerombolan kloning air cindaku itu.Yudhara, Kai, Ajisena dan Gading hendak membantu. Namun tiba-tiba air danau bergelombang dan naik membentuk dinding."Sial! Kenapa ini?!" gerutu Gading saat bentangan air berdiri menyerupai tembok seakan menghalangi mereka kembali ke tengah danau."Sepuh Rakata?" Kai mendongak, ternyata sang sepuh sama sekali tidak mengizinkan siapapun untuk membantu Askara."Biarkan, kita jangan bantu Aska," tutur Kai lagi."Kenapa? Dia membutuhkan bantuan kita," pungkas Yudhara."Ini keinginan Sepuh Rakata," balas Kai.Tak ada pilihan lain, keempat pemuda itu lebih memilih menunggu Askara hingga berhasil melewati sekumpulan kloning buatan Rakata itu.Askara tertatih-tatih, sesekali dia menceburkan diri ke dalam air guna menghindari serangan kloning itu. Membuat teknik penghambatan-
"Gading!" Cindala berlari menghampiri pemuda berbadan besar itu. Tubuhnya terbanting di antara bebatuan. Laki-laki itu meringis kesakitan."Makan ini!" Cindala menyodorkan pil obat untuk meredakan nyeri. Dia tahu jika serangan Sanggapati tadi terlalu mendadak, menyebabkan Gading lupa akan pertahankan diri yakni menggunakan pelepasan energi.Cindala menyuapi Gading dengan pil obat itu. Dia juga meminta pemuda itu untuk menjauh dari area sana karena terluka.Sedangkan Ajisena dan Yudhara berusaha menyadarkan Sanggapati yang lagi-lagi kerasukan itu."Sangga apa yang kau lakukan?! Gading itu temanmu sendiri!" sengaja Yudhara."Sepertinya dia tidak sadarkan diri. Lihatlah, bola matanya bukan berubah menjadi biru, tetapi merah menyala seperti itu," tunjuk Ajisena.Yudhara memberanikan diri maju, dia ingin berbicara pada Sanggapati lebih dekat lagi.Grr ...Sanggapati melompat, lantas berusaha mencakar bahu Yudhara. Untungnya pemuda itu lolos dan berhasil mengelak. Dia pun hendak menjauh nam