Chat WA Mantan Istri Suamiku
[Bulan ini aku minta semua uang gajimu ya, Mas. Aku pengen kredit mobil supaya Nia tidak kepanasan kalau pergi ke sekolah. Kalau naik motor sering kepanasan, lagian motorku juga sudah sering rusak. Sudah kadaluarsa!]Mataku membulat sempurna kala membaca pesan dari Mbak Hani, mantan istri suamiku. Mas Haris memang duda beranak satu kala aku menikah dengannya, dia punya seorang anak perempuan yang berusia sepuluh tahun yang ikut bersama bersama Ibunya.Ini bukan kali pertamanya Mbak Hani mengirim pesan seperti itu pada suamiku, sudah sangat sering dia meminta ini dan itu dengan mengatasnamakan Nia anaknya. Padahal aku yakin anak sekecil itu belum perlu benda-benda seperti yang dia minta.[Sudah jangan banyak nuntut Mbak, tanggung jawab Mas Haris bukan cuma kamu.] Kuketik pesan balasan itu untuknya, terdengar keras namun sangat pas untuknya.[Aku bukan meminta padamu, tapi pada Mas Haris Ayahnya Nia! Jadi kamu tidak usah ikut campur urusan kami!!]"Ada chat WA yang masuk ya, Dek?" Belum sempat aku membalas chat WA Mbak Hani, Mas Haris sudah muncul dihadapan ku.Tanpa banyak bicara langsung saja ku sodorkan handphone miliknya, biar dia sendiri yang membacanya.Mas Haris langsung membaca pesan itu, raut wajahnya terlihat berubah. Tidak seperti tadi sebelum membaca chat WA itu."Kenapa kamu balas seperti itu sih, Dek?" Nada suaranya seperti tak terima.Hah?! Dimana letak kesalahanku? Bukankah yang aku tulis memang sesuai dengan kenyataannya, Mas Haris juga punya tanggung jawab lain yaitu aku sebagai istrinya."Terus aku harus bagaimana, Mas?""Kasian Nia kalau kamu balas seperti itu,""Terus kamu mau memberikan semua gaji kamu buat Mbak Hani?""Bukan begitu, Dek. Maksudku---" ucapannya terjeda, Mas Haris terlihat takut-takut ingin melanjutkan pembicaraannya."Apa tidak sebaiknya kita membelikan mobil cash untuk mereka? Kasihan mereka berdua Dek, pasti sering kepanasan dan kehujanan karena naik motor.""Memangnya kamu punya uangnya?" Bukannya menjawab pertanyaanku, Mas Haris malah menggaruk tengkuknya yang tidak gatal"Uang tabungan kita pasti cukup untuk---""Kalau mau pakai uang tabungan kita aku enggak setuju, Mas!" tolakku cepat, tidak akan aku biarkan jika ingin memakai uang tabungan kami!"Sudahlah Yasmin, belikan saja mobil itu untuk Nia dan juga Hani. Kasian mereka berdua tidak punya mobil, sedangkan kamu kan sudah punya mobil." ungkap Ibu mertuaku, yang tiba-tiba datang."Mobil itu punya Yasmin sendiri, bukan dibelikan oleh Mas Haris. Pokoknya aku enggak mau kalau pakai uang tabungan kami, kalau mau pakai uang Ibu ya silahkan." jawabku tegas, lalu pergi meninggalkan mereka yang termenung menatap kepergian ku.Beginilah jika sudah berhadapan dengan mantan istri suamiku itu, Ibu mertuaku bahkan ikut menghasut Mas Haris untuk menuruti setiap permintaan mantan istrinya.∞[Apa susahnya sih kamu menuruti perintah Mas Haris? Dia sudah mau membelikan kami mobil, tapi kamu malah melarang-larangnya. Dosa besar kalau tidak patuh pada suami! Neraka jahanam balasannya!!!]Ingin rasanya aku tertawa membaca pesan itu, berani sekali Mbak Hani bicara tentang dosa dan neraka padaku, sepertinya lebih banyak dosa dia karena sering mengambil hak ku sebagai istri sahnya Mas Haris.[Kenapa cuma dibaca doang? Seharusnya kamu sadar diri Yasmin, kalau kamu sudah memisahkan seorang anak dengan Ayahnya! Jadi wajar saja jika seorang Ayah memenuhi kebutuhan materi anaknya! Kamu itu seharusnya ikut mendukung, bukannya melarang-larang Mas Haris!! Dasar tidak tahu diri!!!]Kembali Mbak Hani mengirimkan chat WA padaku, rupanya belum menyerah juga untuk merongrong.[Sudahlah Mbak, aku malas ribut dengan kamu.] Akhirnya aku kirim juga pesan balasan untuknya.Aku heran dengan Mbak Hani, dia sangat sering mengatakan kalau aku yang memisahkan Mas Haris dengan anaknya. Padahal jauh sebelum aku datang mereka berdua sudah bercerai, aku bukan pelakor yang merusak kebahagiaan mereka!∞"Ibu mau ngomong sama kamu, Yas."Tumben."Iya ada apa, Bu?" tanyaku menghampiri Ibu yang sedang duduk menonton TV."Kamu duduk dulu di samping Ibu," pintanya sambil menepuk-nepuk kursi disampingnya. Aku makin terperangah dibuatnya, karena ini tidak seperti biasanya.Kini aku sudah duduk disampingnya."Cobalah kamu pikirkan sekali lagi Yasmin, semua kebutuhan kamu juga tidak pernah kekurangan kan? Jadi sudah sewajarnya kamu membantu Haris untuk membelikan mobil itu untuk anaknya, uang tabungan kalian juga tidak akan habis jika membeli mobil itu." papar Ibu panjang lebar dan tak jauh-jauh dari masalah mobil, seperti yang sudah aku duga."Memangnya wajib ya Bu punya mobil?" tanyaku memancing dirinya,"Wajib sih tidak, tapi kamu juga harus memikirkan bagaimana perasaan Nia. Anak itu juga harus bahagia, sudah cukup perpisahan orangtuanya yang membuat dia sedih.""Perpisahan Mas Haris dan Mbak Hani bukan karena aku, Bu. Mereka sendiri yang melakukan hal itu, aku tetap pada pendirian ku Bu. Tidak akan ada mobil jika memakai uang tabungan kami!" tegasku, tak mau mengalah."Eh Yasmin kamu jangan tidak sopan ya! Uang tabungan itu juga dari uang anakku! Terserah Haris mau menggunakan uang itu untuk apa, mau dia membelikan mobil itu juga tidak ada masalahnya sama kamu!!!" bentak Ibu mengibarkan bendera perang,Aku hanya tersenyum miring.Gaji Mas Haris itu hanya enam juta setiap bulannya dan uang itu harus dibagi-bagi, untuk Mbak Hani dan anaknya tiga juta, untuk Ibu satu juta dan sisa dua juta untukku. Lebih tepatnya untuk kebutuhan sehari-hari kami selama satu bulan, sebenarnya tidak cukup tapi selalu aku cukupkan dengan uang pribadiku. Kebetulan aku punya sebuah toko pakaian yang cukup besar, bahkan kalau sedang ramai penghasilannya bisa lima kali lipat dari gaji Mas Haris setiap bulannya.Kami memang punya satu ATM bersama, tapi kebanyakan uang tabungan di dalam ATM itu adalah penghasilan tokoku. Bukan uang gaji Mas Haris!"Aku enggak bakalan menuruti keinginan mereka!"Aku tidak peduli dengan sumpah serapah yang dilontarkan oleh Ibu, karena sekarang aku memilih untuk masuk ke dalam kamar. Setidaknya lebih baik aku merebahkan tubuh diatas kasur, daripada terus berdebat tentang mobil dan mobil.∞"Kamu baru pulang, Mas." sambutku sambil mencium tangannya, meskipun wajah Mas Haris terlihat masam."Apa saja yang sudah kamu katakan pada Hani?! Dia sampai nangis-nangis ditelepon karena dimaki-maki sama kamu katanya! Jangan begitulah Dek, walau bagaimanapun dia itu Ibu dari anakku!" cetus Mas Haris dengan wajah merah padam.Mbak Hani pasti sudah mengatakan yang tidak-tidak tentang aku, licik sekali dia!"Aku tidak mengatakan apapun padanya, Mas. Yang ada dia yang cari masalah terus,""Sudahlah Dek, aku muak melihat kalian bertengkar terus. Sekarang aku putuskan untuk membeli mobil baru untuk Nia dan Hani,""Kamu tidak bisa begitu dong, Mas." ujarku tak terima."DALAM BEBERAPA HARI INI AKU AKAN MEMBELIKANNYA. DENGAN PERSETUJUAN DARI KAMU ATAUPUN TIDAK AKU TIDAK PEDULI! KARENA AKU TETAP AKAN MEMBELINYA DENGAN UANG TABUNGAN KITA!!!" ucapnya ketus tanpa mempedulikan perasaanku. Kemudian, berlalu meninggalkan aku yang masih terdiam di tempat.Lihat saja nanti, Mas!Sebelum kamu membelikan mobil untuk mantan istrimu itu, aku yang akan lebih dulu mengosongkan isi ATM itu. Akan aku pindahkan seluruh uang tabungan kita ke ATM yang baru!∞Chat WA Mantan Istri Suamiku 2Pagi ini aku bergegas menuju sebuah bank, tekadku sudah bulat untuk memindahkan seluruh saldo rekening ini ke dalam rekening yang baru. Mas Haris juga sudah pergi bekerja, jadi aku bisa lebih leluasa."Mau kemana kamu pagi-pagi begini?" tanya Ibu mertuaku, dirinya tengah menonton TV. Tiada hari tanpa menonton televisi, seperti candu untuknya."Aku mau mengecek toko, Bu." jawabku, lalu buru-buru pergi."Masih pagi bukannya dirumah malah kelayapan, kayak masih gadis saja! Sudah jadi istri orang kok enggak sadar diri juga!"Aku tidak mempedulikan omongan Ibu, terserah dia saja mau menyebut aku apa. Yang terpenting saat ini aku harus berhasil menjalankan rencana ku. Aku terpaksa naik taksi karena Mas Haris telah membawa mobilku untuk bekerja, katanya sih malu kalau pekerja kantoran tidak membawa mobil.|Alhamdulillah ya Sayang, sebentar lagi Papa bakal membelikan mobil ini untuk kita. Rezeki wanita sholehah dan anak pintar.|Tanganku yang awalnya iseng membu
Chat WA Mantan Istri Suamiku 3"Di mana kamu meletakkan ATM-nya, Dek?" tanya Mas Haris, dirinya sudah rapih dan bersiap untuk pergi membeli mobil permintaan mantan istrinya."Di tempat biasa." jawabku acuh.ATM itu memang selalu aku letakkan di dalam lemari pakaian kami, karena biasanya jika Mas Haris sedang butuh uang maka dia akan meminta aku untuk mengambilnya di ATM."Kamu tidak mengubah pin-nya kan?" Selidiknya penuh kecurigaan."Untuk apa? Toh kamu tetap tidak akan mendengarkan omonganku." Mas Haris malah salah tingkah ketika mendengar jawabanku. Di tangannya juga sudah ada ATM yang konon katanya berisi uang tabungan kami.Tanpa mengucap sepatah katapun dia berlalu meninggalkan kamar kami. Aku juga langsung mengikutinya."Sudah mau pergi, Haris?" tanya Ibu mertuaku ketika melihat sang anak."Iya Bu, lebih cepat lebih baik.""Kalau begitu tunggu dulu, Ibu juga ingin ikut membeli mobil untuk Nia." tutur Ibu dengan semangat empat lima.Setelahnya Ibu beranjak menuju kamarnya, aku y
Chat WA Mantan Istri Suamiku 4"Loh, loh kamu mau kemana, Mas?" teriak Mbak Hani."Haris!" panggil Ibu mertuaku.Mas Haris malah keluar dari dealer mobil ini, tidak menanggapi panggilan Mbak Hani dan juga Ibunya. Dia juga melewati aku tanpa berbicara sedikitpun. Dirinya juga tak peduli kalau si kasir terus memanggilnya, apa jangan-jangan Mas Haris mau kabur?"Kalau suami Mbak kabur siapa yang akan tanggung jawab?!" tanyanya pada Mbak Hani, mungkin dia pikir Mbak Hani adalah istrinya Mas Haris karena dari tadi mereka juga tidak berjarak."Eh, ah anu---" gagap Mbak Hani."Ana anu apa, Mbak? Kalau begini bagaimana coba? Saya juga yang ikut repot karena ulah kalian!" ucapnya kesal, jikalau aku jadi dia pun pasti akan sangat jengkel jika bertemu dengan costumers seperti mereka. Terlebih tingkah laku mereka sebelumnya jauh dari kata baik.Mbak Hani dan Ibu hanya bisa diam, dagu yang tadi diangkat tinggi kini malah tertunduk lemas. Malu jelas terpancar dari wajah keduanya yang bersemu merah,
Chat WA Mantan Istri Suamiku 5"Aku harus membawa ATM ini." gumamku, meraih sebuah tas skincare yang menjadi tempat penyimpanan ATM baru ini.Sekarang aku sudah berada di rumah, tentu hanya ingin mengambil ATM baru ini. Setelahnya aku akan pergi ke suatu tempat, dimana aku bisa menenangkan diri. Aku tidak ingin mengambil keputusan jika sedang emosi seperti saat ini, setidaknya semua hal perlu dipikirkan baik-baik agar tidak ada penyesalan yang menghinggapi di kemudian hari.ATM baru sudah berada di tanganku, dompet dan juga beberapa perhiasan milikku juga sudah aku bawa, begitupula dengan beberapa surat-surat berharga lainnya. Aku hanya takut jika Mas Haris mengambilnya, lalu menjualnya demi menuruti permintaan Mbak Hani. Permintaan yang kadang sudah diluar akal sehat manusia!"Bismillah." imbuhku sebelum melajukan mobil,Aku memang buru-buru untuk pergi meninggalkan rumah, kalau lambat bisa-bisa Mas Haris pulang ke rumah dan akan menghambat jalanku.Entah apa yang terjadi dengan mere
Chat WA Mantan Istri Suamiku 6"Angkat atau tidak ya?" Aku menimang-nimang untuk mengangkatnya atau tidak.Aku sedikit ragu untuk mengangkat teleponnya. Dia sangat jarang menelponku, jangankan itu sekedar chat saja bisa dihitung jumlahnya. Meskipun begitu hubungan kami tetap baik jika sedang bertemu."Assalamualaikum, Yas." ucapnya begitu panggilan itu ku angkat."Waalaikumussalam, Mbak Dinda. Ada apa ya Mbak?" tanyaku hati-hati, namun langsung to the point."Apa kabar, Yas? Kamu baik-baik saja kan?" Bukannya menjawab pertanyaanku Mbak Dinda malah menanyakan kabar. Tidak biasanya!"B-baik, Mbak.""Alhamdulillah kalau begitu, Mbak sekeluarga juga baik."Kenapa Mbak Dinda seperti mengulur-ulur waktu ya? Sebenarnya apa yang akan dia sampaikan?Aku hanya mengiyakan ucapannya, tanpa berminat untuk bertanya lebih jauh. Sebaliknya dengan Mbak Dinda yang terus bertanya ini itu dan semuanya hanya sekedar basa-basi, sepertinya bukan inti dari apa yang akan dia sampaikan."Maaf Mbak, ada apa ya
Chat WA Mantan Istri Suamiku 7"Menurut Mbak apa pantas mereka menuruti keinginan Mbak Hani itu? Anak sepuluh tahun sepertinya belum mengenal hal semacam itu Mbak, Nia mana tahu mobil mewah seharga ratusan juta." tuturku kembali, saat ini kami berdua masih berada di Cafe.Mbak Dinda diam sejenak."Betul katamu Yas, Bibi dan Haris seharusnya tidak perlu melakukan hal berlebihan seperti itu. Tapi, kalau menurut pengamatan Mbak, sepertinya mereka sudah termakan omongannya Hani." imbuh Mbak Dinda.Aku setuju dengan Mbak Dinda, semua ini memang karena Mbak Hani yang selalu muncul dan menjadi duri dalam pernikahan kami."Kejadian seperti inilah yang dari dulu Mbak takutkan, Yas. Makanya Mbak tidak ingin menikah dengan seorang duda, terlebih lagi yang sudah punya anak. Tapi kejadian ini malah menimpa kamu," tambahnya.Bukan tanpa alasan bagiku untuk menikah dengan seorang pria berstatus duda anak satu, banyak pertimbangan yang telah aku pikirkan. Salah satunya sifat Mas Haris yang baik, dia
Chat WA Mantan Istri Suamiku 8"Jangan pernah berpikiran untuk menggugat cerai aku, Dek.""Kamu ingin aku lebih percaya lagi padamu kan, Mas?" tanyaku yang langsung dijawab iya oleh Mas Haris.Aku langsung mengambil sebuah map yang berada di belakang kursi yang di duduki oleh Mbak Dinda. Ini semua juga berkat ide dari Mbak Dinda dan Mas Gito, mereka berdua buru-buru menyiapkan semuanya tadi sebelum Mas Haris datang ke rumah ini."Apa ini?" Mas Haris terlihat ragu ketika aku menyerahkan map itu padanya."Buka saja langsung," sahut Mbak Dinda. Dia juga menatap aku dengan yakin,Kami berdua bahkan tak sabar untuk segera melihat bagaimana reaksi Mas Haris, aku yakin dia pasti tidak akan menduga hal ini.Matanya kini mulai fokus membaca kata per kata yang tertera di surat itu. Matanya terbelalak lebar kala melihat ada sesuatu yang sangat penting di kertas itu, sebuah materai!"A-apa maksud semua ini? Kenapa sampai membuat surat perjanjian, Yas? Kamu tidak percaya pada suamimu sendiri?" tan
Chat WA Mantan Istri Suamiku 9"Bagaimana kondisi anak saya, Dok?" tanya Mas Haris, ketika sang dokter baru saja keluar dari dalam ruangan tempat memeriksa kondisi Nia.Kami menunggu Nia dengan perasaan harap-harap cemas, karena anak itu benar-benar lemas tadi. Saat aku menanyainya di mobil, sepatah katapun tak keluar dari bibir mungilnya."Pasien hanya demam biasa, Pak. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, ini biasa terjadi pada anak-anak seusianya. Yang terpenting cukup istirahat dan minum obatnya nanti," tutur dokter, membuat aku dan Mas Haris mengangguk-angguk."Terima kasih, Dok." jawab kami bersamaan.Plong.Aku benar-benar merasa lega sekarang, Mas Haris pun demikian. Syukurlah kalau Nia hanya demam biasa, tidak seperti dugaan-dugaan yang terlintas sebelumnya.Setelah menyelesaikan biaya pengobatan Nia, kami bertiga memutuskan untuk segera pulang. Hari juga sudah mulai gelap, ditambah cuaca mendung dengan rintik-rintik hujan yang akan menemani perjalanan.∞"Ayo pelan-pelan," uc