Chat WA Mantan Istri Suamiku 4
"Loh, loh kamu mau kemana, Mas?" teriak Mbak Hani."Haris!" panggil Ibu mertuaku.Mas Haris malah keluar dari dealer mobil ini, tidak menanggapi panggilan Mbak Hani dan juga Ibunya. Dia juga melewati aku tanpa berbicara sedikitpun. Dirinya juga tak peduli kalau si kasir terus memanggilnya, apa jangan-jangan Mas Haris mau kabur?"Kalau suami Mbak kabur siapa yang akan tanggung jawab?!" tanyanya pada Mbak Hani, mungkin dia pikir Mbak Hani adalah istrinya Mas Haris karena dari tadi mereka juga tidak berjarak."Eh, ah anu---" gagap Mbak Hani."Ana anu apa, Mbak? Kalau begini bagaimana coba? Saya juga yang ikut repot karena ulah kalian!" ucapnya kesal, jikalau aku jadi dia pun pasti akan sangat jengkel jika bertemu dengan costumers seperti mereka. Terlebih tingkah laku mereka sebelumnya jauh dari kata baik.Mbak Hani dan Ibu hanya bisa diam, dagu yang tadi diangkat tinggi kini malah tertunduk lemas. Malu jelas terpancar dari wajah keduanya yang bersemu merah, apalagi banyak pasang mata yang menyaksikan.Si Kasir terus ngedumel, Ibu dan Mbak Hani hanya membeku. Tidak berani menjawabnya sedikitpun, tidak seperti biasanya yang suka nyerocos dengan kata-kata pedas. Entah kemana hilangnya keberanian itu!∞Tak lama akhirnya Mas Haris kembali masuk, ternyata dia tidak kabur dengan pulang duluan. Eh, dia berjalan ke arahku, wajahnya juga sangat tidak enak dipandang. Seakan-akan siap menelan aku bulat-bulat."Aku ingin bicara denganmu, Yas.""Ya katakan saja di sini, Mas. Tidak usah pergi ke luar," tuturku, karena Mas Haris hendak menarik paksa tanganku, untungnya langsung aku tepis.Semuanya juga sudah terjadi, kepalang basah ya lebih baik nyebur sekalian! Lagipula aku ingin semua orang tahu kalau Mas Haris ini sebenarnya tidak punya uang, tapi dirinya saja yang merasa sok paling kaya! Lebih tepatnya terlalu memaksakan diri, padahal tidak sesuai dengan kemampuan!!Aku bukannya pelit ataupun jahat, terlebih pada anak suamiku sendiri. Bahkan aku juga menyayangi Nia seperti anakku sendiri, eh bukannya bersyukur Mbak Hani malah memanfaatkan situasi. Kesempatan dalam kesempitan!"Bagaimana bisa saldo ATM kita cuma lima puluh ribu, Dek? Aku baru saja mengeceknya dan saldonya cuma lima puluh ribu. Kemana saja kamu meletakkan uang-uang itu, Yasmin?!" tanya Mas Haris penuh penekanan, walaupun dengan suara yang agak pelan."Kemana saja kamu bilang, Mas?! Kamu mau tahu kemana uang-uang itu? Hanya lima puluh ribu itulah sisa uang dua juta yang selama ini kamu berikan setiap bulannya! Jangan mimpi punya uang ratusan juta, Mas." paparku sedetail mungkin, nada suaraku juga naik beberapa oktaf. Biar saja semua orang tahu."Pelankan suaramu Yasmin! Aku malu kalau sampai ditonton oleh banyak orang." sanggahnya dengan wajah merah padam,"Kamu yang mulai duluan, Mas! Aku kan sudah bilang dari awal kalau kita tidak punya uang, kenapa kamu masih ngeyel mau menuruti permintaan Mbak Hani? Apalagi membeli mobil hanya untuk gaya-gayaan, seharusnya kamu mikir Mas, mikir!!" ucapku ketus, sudah cukup rasanya berdiam diri dan bersabar menghadapi kelakuan mereka.Tiba-tiba Mbak Hani sudah berada di dekat kami."Kamu jangan nyalahin aku terus dong Yasmin! Semua ini juga untuk keperluan dan kepentingan Nia, anaknya Mas Haris! Kenapa kamu yang sewot dan melarang-larang Mas Haris, hah?" berang Mbak Hani tidak setuju dengan ucapanku, dan lagi-lagi alasannya untuk Nia.Muak."Kalau Mas Haris punya uangnya dan mampu aku tidak akan masalah, Mbak! Kalau ngasih nafkah saja sudah keteteran, bagaimana mau membelikan kalian mobil?""Kamu jangan egois Yasmin! Jelas-jelas Mas Haris sudah punya uangnya, kenapa sekarang tiba-tiba saldo ATM-nya tidak cukup? Ini pasti ulah kamu kan supaya Nia tidak jadi dibelikan mobil oleh Papanya? Iya kan, ngaku kamu?!" desis Mbak Hani semakin ngotot.Apa masih kurang jelas semua penjelasanku? Sepertinya perlu perincian yang mendalam untuk membuat orang-orang tidak tahu malu ini sadar diri."Kalian pasti bisa berhitung dengan baik kan? Gaji Mas Haris itu cuma enam juta, ingat ya enam juta bukan enam puluh juta! Dan uang itu harus dibagi-bagi. Tiga juta untuk Mbak dan Nia, satu juta untuk Ibu dan sisanya dua juta untuk aku. Lalu, bagaimana bisa dalam waktu dua tahun uang itu bisa menjadi ratusan juta, hah?!""Kamu pikir uang dua juta itu cukup Mas? Iya? Kamu salah besar kalau beranggapan seperti itu, karena nyatanya akulah yang sering menombok uang belanja untuk kehidupan sehari-hari kita! Seharusnya kamu menyadari hal ini Mas, bukan malah keenakan!" Aku sudah tidak tahan, keluarlah semua unek-unek yang selama ini terpendam di hati.Diam. Keduanya terdiam, membeku di tempatnya masing-masing. Semoga saja otak mereka masih berfungsi dengan baik hingga bisa mencerna semua ucapanku."Bagaimana ini, Pak? Bapak jangan coba-coba menghindar ya, mobil itu harus segera Bapak bayarkan! Dan lagi, kalau mau bertengkar bukan di sini tempatnya!" Penjaga Kasir itu mendatangi kami."Sabar dong Mas, saya juga enggak bakalan minggat dari sini, tenang saja! Tunggu sebentar, uangnya sedang berada di ATM istri saya." tutur Mas Haris, sambil menunjuk aku sebagai istrinya.Jika sedang seperti ini saja kamu mengakui aku sebagai istrimu, Mas. Jika tidak maka tidak mungkin, selalu ada udang dibalik batu!"Sabar, sabar terus dari tadi Pak! Bapak pikir saya cuma mengurusi urusan Bapak apa? Kerjaan saya masih banyak, jadi tolong cepat lunasi mobil itu."Si kasir masih tetap kekeuh untuk meminta pertanggungjawaban Mas Haris, nampaknya akan sangat alot karena aku yakin Mas Haris pasti gengsi untuk mengatakan kalau dia tidak jadi membelinya."Apa susahnya kamu bayarkan dulu Yasmin, membantu suami itu besar pahalanya. Apalagi ini bukan untuk orang lain, ini untuk Nia -- anak kandung Haris dan itu artinya anak kamu juga!" tukas Ibu mertuaku dengan begitu entengnya, dia lagi dan lagi mencampuri setiap urusan kami."Betul kata Ibu, Dek. Kamu pasti punya uangnya kan? Tolonglah kamu bayarkan dulu, malu kalau sampai dilihat banyak orang seperti ini. Mau taruh dimana mukaku," pintanya mulai melemah, bahkan cenderung mengiba. Cepat sekali sifatmu berubah seratus delapan puluh derajat, Mas! Mungkin hanya dalam hitungan detik saja."Aku tidak punya uang!" jawaban yang singkat, jelas dan sangat padat. Enak saja mau meminta aku yang membayarkannya, tidak akan pernah aku lakukan!"YASMIN!!! Sejak kapan kamu berubah seperti ini, kemana perginya seorang istri yang patuh pada suami, HAH?!" hardik Mas Haris, dengan rahang mengeras. Tangannya juga terkepal erat,"Sejak kamu lebih memperdulikan mantan istrimu ini!" semburku sambil menunjuk-nunjuk wajah Mbak Hani. Biar saja dia malu!"Kamu hanya salah paham Yasmin, semua ini aku lakukan untuk Nia anakku bukan untuk Hani!" kilahnya,"Sinikan kunci mobilku, Mas! Aku ingin pulang sekarang, aku tidak mau tahu dengan apa yang terjadi hari ini. Itu urusanmu bukan urusanku!!!" Dengan cepat pula tanganku merebut kunci mobil yang berada digenggaman tangan Mas Haris.Kemudian, berjalan menuju pintu keluar."Kembalikan kunci mobil Mas Haris, Yasmin! Itu bukan mobilmu tapi mobil Papanya Nia! HEY, KEMBALIKAN!!!" teriak Mbak Hani, namun tidak aku gubris."Tunggu Yasmin! Berhenti disitu atau kamu akan---"Langkah kakiku terhenti, berbalik badan menatap Mas Haris sengit."Atau apa, Mas? Kamu ingin menceraikan aku? Silahkan saja jika itu keinginanmu!" tegasku tanpa merasa takut sedikitpun. Lalu, meneruskan langkah untuk segera meninggalkan tempat ini, tentunya tanpa memandang ke arah belakang.Mas Haris hendak mengejar langkahku, tapi terpaksa tidak jadi karena si Kasir itu telah mencegat dirinya.Mas Haris terus-menerus memanggil namaku, tapi langkah kakiku tak kan goyah. Keputusanku sudah matang untuk tidak ikut campur dalam masalah ini, biarkan Mas Haris yang menyelesaikan permasalahannya sendiri! Berani berbuat maka harus berani pula mempertanggungjawabkannya!!"YASMIN!""YASMIN!!""Dasar wanita tidak tahu diri, tidak punya akhlak! Suami susah bukannya di tolongin malah kabur, awas kamu Yasmin!" ancam Mbak Hani ikut memaki aku, namun tak ku pedulikan makian atau umpatan dari mereka bertiga. Anggap saja angin ribut yang kebetulan sedang lewat!Kini aku sudah berada di parkiran mobil, bersiap untuk masuk dan melajukan mobil ini. Baiknya kemana aku harus pulang ya, ke rumah atau ke tempat lainnya?Kemana perginya Yasmin ya? Dan bagaimana nasib Haris dan yang lainnya?∞Chat WA Mantan Istri Suamiku 5"Aku harus membawa ATM ini." gumamku, meraih sebuah tas skincare yang menjadi tempat penyimpanan ATM baru ini.Sekarang aku sudah berada di rumah, tentu hanya ingin mengambil ATM baru ini. Setelahnya aku akan pergi ke suatu tempat, dimana aku bisa menenangkan diri. Aku tidak ingin mengambil keputusan jika sedang emosi seperti saat ini, setidaknya semua hal perlu dipikirkan baik-baik agar tidak ada penyesalan yang menghinggapi di kemudian hari.ATM baru sudah berada di tanganku, dompet dan juga beberapa perhiasan milikku juga sudah aku bawa, begitupula dengan beberapa surat-surat berharga lainnya. Aku hanya takut jika Mas Haris mengambilnya, lalu menjualnya demi menuruti permintaan Mbak Hani. Permintaan yang kadang sudah diluar akal sehat manusia!"Bismillah." imbuhku sebelum melajukan mobil,Aku memang buru-buru untuk pergi meninggalkan rumah, kalau lambat bisa-bisa Mas Haris pulang ke rumah dan akan menghambat jalanku.Entah apa yang terjadi dengan mere
Chat WA Mantan Istri Suamiku 6"Angkat atau tidak ya?" Aku menimang-nimang untuk mengangkatnya atau tidak.Aku sedikit ragu untuk mengangkat teleponnya. Dia sangat jarang menelponku, jangankan itu sekedar chat saja bisa dihitung jumlahnya. Meskipun begitu hubungan kami tetap baik jika sedang bertemu."Assalamualaikum, Yas." ucapnya begitu panggilan itu ku angkat."Waalaikumussalam, Mbak Dinda. Ada apa ya Mbak?" tanyaku hati-hati, namun langsung to the point."Apa kabar, Yas? Kamu baik-baik saja kan?" Bukannya menjawab pertanyaanku Mbak Dinda malah menanyakan kabar. Tidak biasanya!"B-baik, Mbak.""Alhamdulillah kalau begitu, Mbak sekeluarga juga baik."Kenapa Mbak Dinda seperti mengulur-ulur waktu ya? Sebenarnya apa yang akan dia sampaikan?Aku hanya mengiyakan ucapannya, tanpa berminat untuk bertanya lebih jauh. Sebaliknya dengan Mbak Dinda yang terus bertanya ini itu dan semuanya hanya sekedar basa-basi, sepertinya bukan inti dari apa yang akan dia sampaikan."Maaf Mbak, ada apa ya
Chat WA Mantan Istri Suamiku 7"Menurut Mbak apa pantas mereka menuruti keinginan Mbak Hani itu? Anak sepuluh tahun sepertinya belum mengenal hal semacam itu Mbak, Nia mana tahu mobil mewah seharga ratusan juta." tuturku kembali, saat ini kami berdua masih berada di Cafe.Mbak Dinda diam sejenak."Betul katamu Yas, Bibi dan Haris seharusnya tidak perlu melakukan hal berlebihan seperti itu. Tapi, kalau menurut pengamatan Mbak, sepertinya mereka sudah termakan omongannya Hani." imbuh Mbak Dinda.Aku setuju dengan Mbak Dinda, semua ini memang karena Mbak Hani yang selalu muncul dan menjadi duri dalam pernikahan kami."Kejadian seperti inilah yang dari dulu Mbak takutkan, Yas. Makanya Mbak tidak ingin menikah dengan seorang duda, terlebih lagi yang sudah punya anak. Tapi kejadian ini malah menimpa kamu," tambahnya.Bukan tanpa alasan bagiku untuk menikah dengan seorang pria berstatus duda anak satu, banyak pertimbangan yang telah aku pikirkan. Salah satunya sifat Mas Haris yang baik, dia
Chat WA Mantan Istri Suamiku 8"Jangan pernah berpikiran untuk menggugat cerai aku, Dek.""Kamu ingin aku lebih percaya lagi padamu kan, Mas?" tanyaku yang langsung dijawab iya oleh Mas Haris.Aku langsung mengambil sebuah map yang berada di belakang kursi yang di duduki oleh Mbak Dinda. Ini semua juga berkat ide dari Mbak Dinda dan Mas Gito, mereka berdua buru-buru menyiapkan semuanya tadi sebelum Mas Haris datang ke rumah ini."Apa ini?" Mas Haris terlihat ragu ketika aku menyerahkan map itu padanya."Buka saja langsung," sahut Mbak Dinda. Dia juga menatap aku dengan yakin,Kami berdua bahkan tak sabar untuk segera melihat bagaimana reaksi Mas Haris, aku yakin dia pasti tidak akan menduga hal ini.Matanya kini mulai fokus membaca kata per kata yang tertera di surat itu. Matanya terbelalak lebar kala melihat ada sesuatu yang sangat penting di kertas itu, sebuah materai!"A-apa maksud semua ini? Kenapa sampai membuat surat perjanjian, Yas? Kamu tidak percaya pada suamimu sendiri?" tan
Chat WA Mantan Istri Suamiku 9"Bagaimana kondisi anak saya, Dok?" tanya Mas Haris, ketika sang dokter baru saja keluar dari dalam ruangan tempat memeriksa kondisi Nia.Kami menunggu Nia dengan perasaan harap-harap cemas, karena anak itu benar-benar lemas tadi. Saat aku menanyainya di mobil, sepatah katapun tak keluar dari bibir mungilnya."Pasien hanya demam biasa, Pak. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, ini biasa terjadi pada anak-anak seusianya. Yang terpenting cukup istirahat dan minum obatnya nanti," tutur dokter, membuat aku dan Mas Haris mengangguk-angguk."Terima kasih, Dok." jawab kami bersamaan.Plong.Aku benar-benar merasa lega sekarang, Mas Haris pun demikian. Syukurlah kalau Nia hanya demam biasa, tidak seperti dugaan-dugaan yang terlintas sebelumnya.Setelah menyelesaikan biaya pengobatan Nia, kami bertiga memutuskan untuk segera pulang. Hari juga sudah mulai gelap, ditambah cuaca mendung dengan rintik-rintik hujan yang akan menemani perjalanan.∞"Ayo pelan-pelan," uc
Chat WA Mantan Istri Suamiku 10"Ibu belum pulang juga, Dek?" tanya Mas Haris. Gerakan tanganku terhenti ketika mendengar pertanyaannya, saat ini aku tengah sibuk menyiapkan sarapan untuk kami."Belum, Mas." sahutku.Ibu yang biasanya akan pulang walaupun sudah larut malam, sampai pagi ini tidak juga menampakkan diri. Tidak biasanya dia begini, apalagi waktu Ibu pergi aku sedang tidak ada di rumah."Kamu sudah mencoba untuk menelpon Ibu, Mas?""Sudah, tapi nomornya tidak aktif." jawab Mas Haris gelisah,Aku juga tidak bisa berbuat banyak, menelpon dirinya sudah kulakukan pun dengan mengirimkan beberapa pesan tapi hingga saat ini tak kunjung dibalas oleh Ibu. Entah ada dimana dia sekarang."Kita sarapan dulu, Mas." ajakku, sambil meletakkan segelas susu dan nasi goreng dihadapan kami masing-masing.Tanpa banyak bicara, aku dan Mas Haris langsung menyantap sarapan pagi ini. Karena sebentar lagi Mas Haris juga akan berangkat kerja. Aku juga berniat untuk mengunjungi toko pakaian milikku,
Chat WA Mantan Istri Suamiku 11"TIDAK, TIDAK MUNGKIN!!!""Kalian pasti berbohong, aku tidak akan percaya! Dia ini pasti pegawai butik ini, mana mungkin dia pemiliknya. Aku yakin kalian semua pasti sudah bersekongkol dengan dia!" kilah Mbak Hani menunjuk-nunjuk wajahku.Dari tadi dia tetap ngotot mengatakan aku sebagai seorang karyawan, meski banyak orang telah menyahuti ucapan Vitta bahwa aku memang pemilik toko pakaian ini. Sulit memang menjelaskan pada orang yang kurang se-ons seperti dirinya."Pokoknya Bos kalian harus memecat dia, aku tidak mau tahu. Dan gajinya bulan ini harus diserahkan padaku, karena dia sudah mengambil uang nafkah milik anakku. Sekarang cepat panggil sang pemilik butik ini!" racau Mbak Hani, titahnya sudah bak seorang nyonya yang memerintah budak.Bukannya bergerak mengikuti perintah Mbak Hani, orang-orang yang ada di sini malah terkekeh mendengar ucapannya."Kenapa kalian menertawakan aku, hah?! Kalian pikir ada yang lucu apa? Memangnya kalian semua dibayar
Chat WA Mantan Istri Suamiku 12"Nia tetap tidak mau keluar, Mas?" tanyaku ketika melihat Mas Haris, dia masih setia berdiri di depan kamar anaknya.Mas Haris menatap aku sekilas, lalu menggeleng pelan. Dia kelihatan sangat lelah, ada beban besar yang menghimpit dadanya.Aku kembali menghela napas, berat sekali rasanya mengurus anak itu. Sudah dua hari ini dia bersikap begini, tak akan keluar kamar meski sudah dipanggil-pangil. Sebenarnya pagi ini pun aku sudah berulangkali mengetuk pintu kamarnya, panggilan yang aku lontarkan juga tidak ditanggapi sama sekali.Semenjak kejadian tempo hari kala dia mengetahui kalau Ibunya ada di dalam penjara, Nia benar-benar menghindar dari kami berdua. Dia hanya akan keluar kamar dua kali yaitu ketika rumah sepi dan Mas Haris sudah pergi bekerja. Setiap kali aku pergoki Nia pasti akan langsung masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintu itu dengan rapat.Setiap kamar di rumah ini memang dilengkapi dengan kamar mandi, tapi makanan dan minuman tentu ti