Share

4. Permintaan

Penulis: Esteifa
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-28 15:57:46

--

Hidup memang kadang susah.

Namun, bukankah Aurora masih terlalu muda untuk memikirkan hidup? Baru tujuh belas. Bisakah pikiran tentang tetek bengek kehidupan itu datang nanti saja saat Aurora sudah dewasa?

Sekarang ini, Aurora cuma ingin main-main saja. Ia tidak mau bersedih-sedih putus cinta apa lagi kalau sampai berakhir dengan berpikir soal keadilan yang diberikan dunia.

Kenapa sih gue harus punya otak thinkerbell begini, nyusahin aja!

Setiap hal yang dilakukan tentu punya resiko, dan Aurora tidak buta, ia tau resiko menyukai seseorang, sejak awal pun ia tau Ares sedikit banyak keberatan dengan fakta bahwa Aurora menyukainya. Jadi bisa dibilang, Aurora sudah membayangkan hal ini sebelumnya.

Sakit?

Tentu.

Aurora tidak mungkin tidak merasa sakit saat Ares yang notabenenya laki-laki paling ia suka dan ia percayai mengatakan kalimat sekasar itu padanya. Namun, seperti biasa, kesedihan Aurora akan disimpan dalam diam, ia tidak bisa menyalahkan siapapun. Dan kembali mencari kebahagiaan melalui permainan seru dengan teman sebaya.

Setelah matahari mulai turun menyentuh garis bumi Aurora baru akan pulang ke rumahnya.

Menghadapi satu lagi sidang yang sebelumnya tertunda.

Hubungan Aurora dengan Janela sebenarnya tidak seburuk itu. Meski tidak sebaik sebelumnya juga.

Semenjak Ibu Aurora itu memutuskan untuk terjun secara utuh ke dalam dunia bisnis kuliner dan membuatnya jarang berada di rumah-- saat itu lah hubungan antara ibu dan anak bungsunya itu merenggang.

Meski tinggal di satu atap yang sama. Aurora hanya melihat wajah ibunya paling sering tiga kali dalam satu minggu, kadang dua kali dan tidak jarang juga tidak bertemu satu minggu penuh. Lebih jarang dari frekuensi kehadiran Bibi di jarak pandang mata. Samuel juga sedang sibuk-sibukya sebagai anak kuliahan, kakak laki-laki Aurora itu jarang berada di rumah, sekalinya pulang, ia akan terus mengurung diri di kamar.

Maka dari itu Aurora lebih sering mencari keramaian dengan bermain, tak jarang ia menginap di rumah Alda atau Cassy karena tidak ada orang di rumah, sering juga Aurora menginap di rumah eyang meski bukan akhir pekan.

Karena meski Mama di rumah, tidak ada yang bisa dibicarakan. Jadi, sedikitnya, Aurora harus membuat sesuatu agar Mama mau bicara dengannya.

"Hari ini ke mana?"

Seperti ini contohnya.

Meski kali ini seratus persen tidak disengaja, biasanya Aurora cukup senang tingkahnya dipermasalahkan guru BK, karena dengan hal itu ia bisa bicara banyak dengan Mama.

Aurora masih menggunakan seragam putih abu-abu yang ia pakai sejak pagi. Converse yang dari pagi melekat di kakinya juga masih di sana, tak peduli wajah kumal karena seharian di luar rumah.

Aurora tak langsung menjawab. Anak gadis itu cuma melirik kearah Janela yang tengah sibuk menata piring di meja makan.

Makan malam hari ini sudah pasti akan lezat, karena mama Janela yang memasak. Namun entahlah, Aurora biasa melewatkan makan malam, dan hari ini juga sepertinya akan sama, lebih-lebih dengan nada suara yang Mama keluarkan. Terdengar seperti orang yang sedang menahan sabar. Dan Aurora tidak suka itu. Seolah ia adalah troublemaker paling parah sejagad raya.

"Mama udah denger soal permasalahan Ares dan pacarnya gara-gara kamu."

Gara-gara kamu.

Aurora bergeming.

Tidak berniat bertanya kabar lebih dahulu? Sudah seminggu mereka tidak bertemu.

Aurora hanya diam. Gadis manis berseragam SMA itu berdiri sembari menatap presesi ibunya dengan seksama.

Wanita cantik yang menggunakan pakaian formal itu pun ikut menatap Aurora. Dia terlihat menarik napas sebelum kemudian berjalan dengan heels yang ia gunakan mendekati Aurora.

Jemari lentik Janela menyentuh surai putrinya lembut. Waktu berlalu cepat sekali. Entah kapan tepatnya Janela bahkan tidak sadar Aurora sudah tumbuh melebihi tinggi badannya. Anak perempuannya ini sudah hampir dewasa.

Kesibukan memakan waktu berkualitas yang harusnya Jane luangkan untuk anak-anaknya. Samuel mungkin sudah tidak keberatan karena dia juga sama-sama sibuk, tetapi Aurora, Janela tau anak gadisnya ini masih butuh dirinya.

"Rora," panggil Jane penuh pengertian. "Mama nggak peduli mau berapa kali kamu melakukan pelanggaran di sekolah. Majalah? Tabloid? Bolos? Itu semua wajar, Mama juga pernah melakukan hal itu dulu. Kamu bebas mau ngelakuin hal apapun."

Aurora setia diam. Matanya tak kunjung berkedip, ia lekat memandang wajah cantik mama yang terlihat lelah. Bahkan di umur yang hampir setengah abad ini Mama masih terlihat amat cantik.

"Tapi soal merusak hubungan orang lain," lanjut Janela lagi bersama satu gelengan pelan. "Mama nggak akan menoleransi. Apalagi itu Ares. Ares itu sudah seperti abangmu, dia anak pertama Mama."

Aurora tak membalas. Dia hanya mengerjap pelan saat merasakan ada dua lengan yang melingkari tubuhnya.

Daripada bertanya kabar, mungkin pelukan terasa lebih baik.

"Jangan mau hilang harga diri cuma karena laki-laki, kamu masih muda, obsesi itu nggak baik dipelihara," kata Mama. "Mama nggak pernah mengajarkan kamu untuk berbuat hal seperti itu, kan?"

Nada suaranya memang terlampau lembut.

Tapi Aurora tidak suka bunyi kalimat yang terdengar. Apa nasehat dari orang dewasa selalu terdengar seperti ini?

Obsesi? Hilang harga diri?

Entah kenapa, tiba-tiba Aurora ingin segera naik ke kamarnya dan tertidur. Karena hari damainya kali ini terasa sangat melelahkan. Bahkan tepukan lembut yang Mama berikan di punggung Aurora sama sekali tidak membantu.

"Lakuin apapun yang kamu mau Mama nggak keberatan. Apapun. Kecuali hal yang membuat kamu jadi menyedihkan."

Aurora menunduk sekilas, entah kenapa Aurora tiba-tiba tidak ingin bicara dengan ibunya, ia mengedip dan menarik napas satu kali tarikan sebelum melepas pelukan.

Setelahnya Aurora memberikan senyum kecil, senyum semanis biasa, ciri khas Aurora Jasmeen yang terkenal karena image manis yang dipunya. Seakan hari ini tidak ada hal buruk yang terjadi. Setelah mendapat balasan senyum, Aurora mengecup pipi Mama Janela sebelum kemudian berkata. "Mama cantik, Rora capek, mau naik dulu pengen mandi."

Janela mengangguk sembari mengulas satu senyum. "Anak Mama udah gede, sana bersih-bersih, sekalian panggil Abang buat makan."

Aurora menarik napas pelan, dia kemudian mengangguk dan berbalik, menaiki anak tangga satu persatu dengan kakinya. Namun langkah kaki Aurora berhenti dan dirinya spontan berbalik ketika suara Mama terdengar lagi.

"Mama pergi ke Jogja lagi satu minggu, besok aunty Marry sama Ares ke sini, kamu minta maaf ya. Dan jangan sukai Ares lagi, Mama nggak mau hubungan erat dua keluarga malah jadi renggang."

Aurora tak langsung menjawab.

Aurora penasaran. Sejak beberapa kalimat panjang keluar dari mulut Mama, apa dia sadar, kalau dari semua kalimat itu Janela hanya memikirkan Ares dan keluarga Tante Maria? Tidak ada satupun kalimat yang menandakan bahwa Mama mengerti dan memikirkan Aurora.

Tidak bisa dicegah. Hati Aurora merasakan sesaknya kekecewaan.

Aurora tau apa yang harus ia lakukan. Meski terlihat kekanak-kanakan, ia bisa berpikir, Aurora memang tidak ada niatan untuk meraih Ares. Cinta monyet akan selamanya cinta monyet.

Dan Mama tidak perlu takut anak laki-lakinya terganggu atau sahabatnya merasa tidak nyaman.

Karena bahkan sebelum Mama bicara, Aurora sudah berniat melakukan itu semua.

"Aku pernah dengar," ujar Aurora pelan, tetapi bisa dipastikan Janela mendengar ucapan putrinya itu dengan jelas. "Katanya Papa punya tunangan sebelum ketemu Mama. Waktu SMP aku pernah dilabrak sama cewek-cewek yang suka bang Ares pake kalimat itu."

Saat itu mata Janela terlihat melebar. Dia terlihat amat terkejut dengan apa yang dikatakan Aurora.

Aurora mendengar rumor kecil ini ketika masih duduk di bangku SD. Dan Aurora mengatakannya pada Mama hari ini.

Aurora mengulas satu senyum tipis.

"Aku nggak ngejudge masa lalu Mama karena itu bukan urusanku. Aku juga nggak ngejudge Papa karena itu bukan urusanku. Aku yakin Mama dan Papa punya masa muda sendiri," ujar Aurora dengan senyuman, setelah beberapa saat ia melanjutkan. "Dan ini masa mudaku, masa muda ini punyaku. Biarin Aku ngelakuin apapun yang aku mau, biar itu hal membahagiakan atau hal memalukan sekalipun, dan Aku harap Mama nggak judge hal itu. Buat permintaan Mama tadi, aku bakal lakuin kok, aku suka sama Bang Ares dan rasa sukaku bukan obsesi, jadi setelah tau ditolak tentu aku bakal pergi. Maaf kalo sedewasa ini masih sering bikin malu dan ngecewain Mama, kedepannya pasti aku akan jadi lebih baik."

Janela tak membalas, dia hanya diam tergugu.

Aurora tersenyum lagi, kali ini lebih lebar, bertambah manis lengkap dengan satu lambaian tangan. "Makasih buat pelukannya tadi. Rora naik dulu, Mama hati-hati di jalan."

Setelah mengatakan itu, Aurora pun berbalik dan lanjut menaiki tangga menuju kamarnya dengan senyuman yang hilang.

Kekecewaan kecil seperti ini bukanlah hal baru. Bahkan bisa dibilang, Aurora sudah terbiasa, dan ia pun tidak menuntut banyak, Mama benar, Aurora memang kekanak-kanakan sampai harus dinasehati orang dewasa terus-terusan.

Saat baru sampai di lantai dua, dari pintu yang berada di sebelah kamar Aurora keluarlah seorang laki-laki berpawakan tinggi. Samuel merentangkan tangan meminta peluk dari sang adik, namun Aurora cuma melewatinya tanpa ekspresi berlebih. Samuel jarang pulang, dia lebih sering keluar menginap di rumah teman dengan alasan mengerjakan tugas. Dan dia tau Aurora kesal dengannya karena itu.

"Rora jelek, Abang nggak dipeluk?" tanya Samuel dengan nada yang cukup menyebalkan untuk didengar.

Aurora cuma melirik tipis. Dia mengibaskan tangan tanpa daya. "Disuruh turun makan malem."

Sesampainya di kamar Aurora langsung menghempaskan diri ke atas ranjang besar miliknya. Kamar bernuansa merah muda serta kuning ini masih terlihat terang kendati cuma lampu tidur yang dinyalakan.

Menatap langit-langit kamar yang bisu Aurora pun meraih ponsel di saku kemeja sekolahnya.

Ia rindu seseorang.

Aurora membuat panggilan pada manusia paling sibuk sedunia. Dan setelah beberapa detik dering berbunyi panggilan yang dibuat Aurora pun berbalas.

"Halo, sayang?" sapa suara pria dari seberang.

Aurora membuang napas berat.

"Papa..." panggil Aurora pelan.

Orang ini. Aurora sudah tidak bertatap muka dengannya selama tiga bulan.

Theodore- Ayah Aurora kelewat sibuk setelah Kakek Aurora mewariskan perusahaan secara penuh padanya. Theo harus bolak balik Jerman—Indonesia mengurus perusahaan dan segala proyek barunya.

"Kenapa, Rora?" tanya Theo kemudian dengan nada sayang.

Aurora balik bertanya. "Lagi apa?"

"Papa masih kerja, ada apa?"

Aurora melirik kearah jam, benar, di sana masih sore. "Pengen facetime, kangen."

"Bentar lagi rapat, nanti facetime kalo Papa udah di rumah ya."

Aurora tidak protes. Dia hanya diam mengerti. Kalau menunggu Papa pulang kantor, di sini sudah tengah malam. Aurora ragu ia masih terjaga di jam itu.

Di rumah tidak ada hal menarik yang bisa membuat Aurora begadang.

"Pa, aku mau minta sesuatu," pinta Aurora, otaknya tiba-tiba saja menghantarkan keberanian untuk menanyakan keinginan yang selama ini cuma dipendam.

Tanpa ragu Theo membalas. "Minta apa?"

"Rora boleh minta—"

"Boleh sayang," potong Papa Theo lebih dahulu.

Aurora bahkan belum mengatakan apa yang dia mau.

Aurora mendecak kecil. "Emang Papa tau aku mau minta apa?"

Terdengar kekehan samar dari seberang. "Paling kamera baru, kan? Atau mau minta uang jajan buat jalan-jalan sama teman-teman?"

Kalau hanya itu, Aurora bisa langsung minta tanpa harus berpikir berbulan-bulan lamanya.

"Bukan, Rora mau minta ijin—"

"Papa lagi agak sibuk, nanti Paman Ali ke rumah, kamu bilang aja mau apa ya, biar Paman Ali yang urus. Udah dulu ya, Princessa bye-bye!"

Sudah Aurora bilang bukan? Papa itu orang paling sibuk sedunia.

Aurora memejamkan mata sekilas, ia melempar ponselnya ke sembarang arah kemudian berkata pada langit-langit kamar.

Jika itu remaja lain, kebanyakan dari mereka mungkin akan keluar rumah untuk membebaskan diri, atau mungkin memanggil teman-temannya untuk datang berpesta semalaman, pokoknya melakukan apapun untuk membebaskan pikiran.

Tetapi tidak dengan Aurora. Gadis itu tak meraih ponselnya kembali, dia cuma bergerak untuk melepas sepatu, melepas seragam sekolah dengan serampangan sebelum menenggelamkan diri ke dalam selimut tebal tanpa repot-repot membersihkan diri.

Aurora memejamkan mata. "Malam ini gue nggak mau mimpi, nggak pengen ada mimpi sama sekali."

--

Bab terkait

  • Chasing the Sexy Nerd   5. Pagi di sekolah

    "Janela yang kemarin datang itu beneran nyokap lo, Ra?"Tuh, kan.Seperti yang sudah Aurora perkirakan sebelumnya. Teman-teman sekelas akan menggila saat tau kalau Janela yang itu adalah ibu kandungnya.Bukan cuma sekedar firasat percuma, Aurora sudah pernah menjalani hari-hari seperti ini saat masih SMP. Menjadi putri dari Janela Sarasvati yang namanya wara-wiri muncul di TV sedikit banyak memang merepotkan.Aurora yang sedari tadi sibuk melukis kuku jemarinya menggunakan kutek mengkilap berwarna biru laut juga kuning itu cuma melanjutkan kegiatannya dengan tenang.Menyapu kuas ke atas kuku dengan rapih, tidak melewati garis kuku atau mencoret kulit jemari. Setelah selesai Aurora meniup kuku-kukunya dengan angin yang pelan, matanya berbinar memandang jemari manis yang baru dibumbui warna beken semester baru itu."Mama kandung, Ra? Serius?" tanya Bian- teman satu kelas Aurora lagi. Seakan tidak menyangka Aurora yang Badung dan lenjeh ini adalah putri kandung Janela yang terkenal ramah

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-10
  • Chasing the Sexy Nerd   6. Cowwo ilang

    -- Setelah cuma diam setelah menerima perlakuan tidak mengenakan yang diterimanya beberapa detik lalu, Dante Andromeda masih harus melawan keterkejutannya sendiri saat tanpa aba-aba Aurora Jasmeen menarik dasi abu-abu yang ia pakai. Menarik. Secara harfiah. Ditarik sambil dibawa bergerak jalan. Percayalah. Dante tidak pernah diperlakukan demikian. Membayangkannya saja tidak sekalipun. Serius? Diseret-seret sepanjang koridor sekolah. Dante melepas jemari lentik berkutek biru milik Aurora yang dari tadi berhasrat sekali mencengkram dasinya. Wajah cowok berkacamata itu super duper datar. Dia bercanda atau memang sebal saja? Tetapi Dante pikir sepertinya mereka tidak sedekat itu untuk bercanda dan tidak semusuh itu untuk beraksi terlampau memalukan seperti ini. Gadis manis berseragam putih itu sontak berhenti melangkah, yang cantik bermata kucing khas itu sekilas menyirit tak suka. Berbalik menatap laki-laki tinggi yang berdiri di belakangnya dengan muka dingin. "Jangan tarik-tarik

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-11
  • Chasing the Sexy Nerd   7. Remaja penasaran

    "Kali ini lu mau polah apa lagi, Orora?"Selak frustasi terdengar menggelegar dari mulut cewek blasteran yang masih berdiri di ambang pintu kamar Aurora bersama dua gelas air es di tangan.Aurora terperanjat saking kagetnya. Gadis cantik yang sedang sibuk mencari posisi aman untuk menjemur sapu tangan itu menoleh dengan mata membola, Aurora buru-buru menyelampirkan sapu tangan basah itu ke punggung kursi dan setelah itu ia langsung berpindah dari teras kamarnya menuju ranjang.Aurora bersumpah ia tidak pernah keberatan Alda atau Cassy berteriak sembarangan di rumahnya yang tidak ada orang ini. Tetapi baiknya pakai aba-aba dulu, dong! Kalau Aurora mati jantungan dia mau kuburkan?"Lo kalo teriak lagi gue usir ya!" ancam Aurora kosong.Sebagai tuan rumah yang baik, Aurora menyuruh Alda serta Cassy mengambil minum dan cemilan sendiri di dapur. Dan seperti yang diduga Cassy muncul dari belakang tubuh tinggi Alda membawa satu keranjang besar cemilan ringan.Alda mendekat dengan wajah gemas

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-11
  • Chasing the Sexy Nerd   8. Simulasi pacaran

    -"Dante?" tanya Cassy balik, matanya menyipit sementara bibir penuhnya bergerak seakan siap mencibir. "Maksudnya Andante, kakel yang fakboy itu?"Sejujurnya Aurora sangsi, apakah bercerita mengenai Dante pada teman-temannya merupakan hal yang benar atau tidak.Sepertinya dunia belum tau, tapi Cassy itu alergi dengan cowok cupu. Cowok yang terlalu benar dan tidak tertarik untuk berbuat nakal, dan cowok yang suka mematuhi peraturan, itu arti cupu dalam kamus hidup Cassy. Dan agaknya Dante masuk ke dalam kategori cowok cupu yang dibenci oleh Cassy tersebut.Maka tidak heran, saat Aurora menyebutkan nama Dante, Cassy lebih dulu memikirkan Dante yang lain."Simulasi sih simulasi, tapi jangan pake pro juga. Bisa langsung mobrak-mabrik kalo sama dia, Rora," lanjut Cassy lagi dengan nada suara menggurui. "Gak ketulungan, ntar Lo susah dipuasin kalo perawan diambil suhu—"Aurora mengangkat tangan, matanya memejam."Cassy," potong Aurora.Aurora bahkan tidak tau kalau ada manusia lain yang ber

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-11
  • Chasing the Sexy Nerd   9. lampu hijau

    Setelah PROLOG--"Ditolak."Sayup suara burung gagak terdengar di telinga.Setelah mengatakan satu kata buruk tersebut laki-laki berkacamata yang tengah duduk di bangku taman itu dengan santainya membuka kembali buku yang tadi sedang ia baca, telunjuknya yang panjang terangkat sekilas untuk menaikan bingkai kacamata sebelum kemudian turun kembali, membaca dengan begitu tenang.Sesantai itu. Wajahnya juga seperti manusia yang tidak punya dosa. Seolah menolak perasaan anak gadis orang bukanlah hal yang perlu dikhawatirkan.Aurora berhasil dibuat terdiam beberapa detik sebelum akhirnya perempuan cantik itu menaikan satu alisnya tinggi-tinggi. "Ha?"Angin menerbangkan dedaunan kering, menemani hening dan rasa tak percaya seorang gadis tentang sesuatu yang baru didengarnya dua detik lalu.Ini merupakan kali pertama Aurora meminta seseorang untuk menjadi pacarnya.Dan orang itu adalah Dante Andromeda.Ares? Oh, Aurora selalu mengajak Ares menikah, bukan untuk jadi pacar, jadi jika dibilan

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-11
  • Chasing the Sexy Nerd   10. anak kost

    --Aurora diledek habis-habisan!Sampai ingin pindah ke Pluto saking malunya.Aurora lupa memberitahumu ini tetapi kemarin waktu ia melakukan proses pengakuan pada Dante, Alda dan juga Cassy memantau dari kejauhan, di tempat yang cukup jauh untuk dilihat tetapi dari jarak itu mereka juga masih mampu mendengar suara percakapan yang Aurora dan Dante ciptakan.Mulai dari Bandung Bondowoso sampai Raden Wijaya. Karena hal itu pula Aurora yang dipanggil Rora Jonggrang oleh kedua teman laknatnya.Sayang sekali Cassy dan Alda pergi saat semua belum selesai, mereka melewatkan adegan di mana Dante ditembak kaum pelangi dan berlanjut mencubit pipi Aurora dengan kedua tangan. Padahal itu best part-nya. Dan saat Aurora menceritakannya, tidak ada yang percaya, mereka hanya percaya bahwa Aurora sudah ditolak, dan dengan cara yang tidak terhormat pula.Cassy mengingatkan satu kali lagi bahwa Dante mengatakan dengan sadis; Aurora bukanlah tipenya.Tetapi coba pikirkan. Kalau cowok itu tidak berpikir b

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-11
  • Chasing the Sexy Nerd   11. Move on

    --Aurora tidak gila.Barangkali ada beberapa dari kalian yang ingin mengatakan hal itu pada Aurora setelah melihat beberapa bukti nyata betapa kendurnya saraf otak gadis itu.Berkunjung ke rumah Alda setelah menciptakan masalah bukanlah hal besar, kan?Ya masa cuma karena Aurora yang ditolak terang-terangan dan menyebabkan kekesalan Ares, hubungan Aurora dengan keluarga Onty Maria ikut karam. Aurora tidak menginginkan hal itu, karena berpikiran terbuka merupakan salah satu hal yang ada dalam proses pendewasaan diri, Aurora pun hanya pasrah saat Alda menyeretnya untuk bermain ke rumah. Tidak seorang diri, Cassy juga ikut. Lagipula sudah lama.Lebih-lebih... Alda bilang kalau Ares akan segera kembali ke Australia. Tidak lebih lama dari dua hari lelaki itu di rumah, dia bahkan belum bertemu Samuel dan sudah mau pergi lagi. Teman masa kecil memang bukan prioritas, dengan hal itu Aurora mengerti betapa kesibukan dan hidup amatlah berubah setelah orang beranjak dewasa. Namun daripada menye

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-11
  • Chasing the Sexy Nerd   12. Kamu jual aku beli

    "Minggu depan ulangan akhir semester, Dante."Siang itu bel tanda istirahat pertama di sekolah baru saja berbunyi. Di ruang guru yang memiliki personil lengkap pada tiap kubikelnya itu, seorang guru perempuan duduk sembari memberi pengertian pada siswa berkacamata yang berdiri mendengarkan kalimatnya. Sebagaimana percakapan dan diskusi yang sudah guru itu bicarakan dengan wali murid, hingga sebuah keputusan telah didapatkan.Dante sendiri hanya diam mendengarkan, menyangkal pun tidak bisa, percuma juga, permohonan pindah yang ia buat satu bulan yang lalu itu agaknya masih saja didiskusikan. Padahal Dante sudah sangat ingin pergi, dengan keinginannya sendiri, tapi agaknya dunia masih ingin Dante menjadi bagian dari tanah yang ia pijak sekarang.Guru perempuan berambut pendek itu terdengar menarik napas. "Ibu sudah bicara dengan Ayah kamu dan beliau juga setuju kepindahan ditunda sampai kamu resmi kelas tiga.""Kamu boleh hubungi ayahmu dulu, diskusikan kembali," lanjut wali kelas Dante

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-12

Bab terbaru

  • Chasing the Sexy Nerd   47. Lah

    “Terus elo pulang gitu aja waktu Dante selesai jelasin?” pertanyaan itu terdengar, Aurora yang semula sibuk membenamkan wajah ke bantal pun mengangkat wajahnya.Memperlihatkan muka pucat berpadu rona merah di sekitar mata, hidung dan bibirnya, habis menangis meraung-raung seperti anak kecil.Sesi curhat dengan teman-temannya dilakukan, penggilan grup berisi tiga orang itu terdengar berisik karena Alda dan Cassy bicara saling menyahut menanggapi kisah pilu percintaan Rora Jonggrang yang ogah ditinggal merantau.“Gue punya manner kali,” sahut Aurora sengau, dia menangis sampai hidungnya mampet. “Gue tetep di sana buat ngehargain bunda Wilo, tapi gua enggak ngomong sama sekali ke si kampret mata empat, kesel banget!”“Cinta emang serem ya, enggak bisa ditebak. Padahal kemarin elo masih excited banget waktu lihat Dante, sekarang ngatain kampret.”Alda menyindir Aurora.“Ntar Alda, tungguin aja, kalo sampe nanti elo jatuh cinta dan patah hati, Lo juga bakal tahu rasanya.”“Takut,” balas Al

  • Chasing the Sexy Nerd   46. surprise LDR

    -Kaki berbalut sepatu bertali itu menginjak rem dengan hati-hati, sementara cowok berkacamata itu melirik ke samping, lalu saat polisi tidur itu terlewati dia menekan gas dengan sangat pelan pula.Sementara Aurora sibuk meneliti riasan wajahnya di pantulan cermin, memeriksa bahwa dandanan yang dia pakai tidak berlebihan untuk menyapa bunda Wilona, semula dia menggunakan riasan viral ala si seksi Madison Beer— baru membuat video tutorial untuk di upload karena kemarin video make up tutorial Adriana Lima lumayan ramai. Tapi berhubung Dante tiba-tiba mendatanginya dan berniat membawanya bertemu bunda, Aurora berpikir kalau dandanan yang minim akan meninggalkan kesan pertama yang lebih mantap.Jadi dia menghapus riasannya dan memulai melukis wajahnya dari awal.“Ini pipinya kemerahan enggak?”Dante menoleh, menatap pipi gembul Aurora di antara wajah ayu yang tenteram itu.Dia berkedip beberapa kali, mengulum bibir sendiri dan akhirnya menggeleng.“Enggak.”Dia sama sekali tidak

  • Chasing the Sexy Nerd   45. Cardigan

    “Alda, kok kayaknya gue agresif banget ya ke Dante.” Alda melirik sekilas. “Lah, baru sadar?” “Ish!” selak Aurora kesal. Dia cemberut, menempelkan dagunya ke tangan yang terlipat di atas meja kafe. “Padahal yang gue lakuin wajar tahu, kita cuma terlalu beda sifat aja. Kalo misal cowok lain punya pacar kayak gue— bukan maen hoki dia, lah Dante malah takut sama gue.” “Emang Lo ngapain aja?” tanya Alda kemudian, masih agak ogah menatap Aurora, sibuk scroll ponsel yang sudah pasti isinya oppa-oppa. “Gue sering touch-touch dia, hampir nggak pernah lepas, gandengan tangan, ngelendot, kadang juga peluk kalo berdua.” “Kemarin gue lihat Lo peluk dia di depan umum,” sahut Alda tak terima, ada apa dengan imbuhan berdua itu? Di depan umum juga dia tidak rikuh peluk-pelukan. Aurora mengibaskan tangan tak peduli. “Ya pokoknya gitu doang, kok. Nih ya. Dia tub— enggak pernah cemburu sama gue, jadi gue ngerasa kayak cinta sendirian.” Suara Aurora terdengar sedih, merasa kalau curhatan cewek temb

  • Chasing the Sexy Nerd   44. Debat pertama

    -Setelah mereka selesai makan siang, Aurora benar-benar langsung mengeluarkan kamera dan menata rambutnya untuk membuat video unboxing seperti yang dia rencanakan sebelumnya.Dia bahkan mengganti pakaian santainya jadi dress putih bunga-bunga dengan gaya off shoulder.Niat sekali. Cantik sekali.Dante hanya melihatnya dari jarak di mana kamera tidak akan menangkap keberadaannya, tanpa mengeluarkan suara sama sekali, membaca buku di sofa sambil sesekali melirik ke arah Aurora yang sudah beralih membuat video tutorial make up.Mengikuti tipe kit make up yang Diatala cosmetics keluarkan kali ini, sepertinya dia membuat look make up kebarat-baratan.“Cantik, kan?” tanya Aurora setelah beberapa saat.Dante mendongak, mengalihkan pandangannya dari buku. Lalu mengangguk setuju.Dia tidak tahu menahu apa pun tentang make up atau dunia perempuan, namun dia setuju kalau Aurora sangat cantik.Aurora nyengir puas melihat anggukan kepala Dante.“Berhasil ya? Mirip Adriana Lima nggak?” ta

  • Chasing the Sexy Nerd   43. love language

    Pacaran itu menyenangkan.Setidaknya Aurora sudah bisa pamer tentang hal itu sekarang. Dijemput pacar ganteng dengan senyum dan pelukan, dipanggil sayang dengan suara lembut, dimanja-manja sampai burung-burung pun iri padanya. Anjay.Lihat saja muka ngeri Cassy dan Alda. Mereka ngiri dan cuma bisa mupeng.Tidak sia-sia usaha Aurora untuk meruntuhkan dinding pertahanan Dante yang kokoh, dia tidak menyesal bisa jadi pacar Dante pakai jalur menggoda ugal-ugalan layaknya cabe-cabean.Setelah dijemput, Dante bertanya apakah Aurora sudah makan siang dan Aurora menjawab kalau dia belum makan; beberapa potong cake dan minuman manis tidak bisa dihitung sebagai makan siang— baginya, kenyang sih, tapi pokoknya Aurora masih ingin dan harus makan siang bersama Dante.Karena Aurora tidak ingin makan di luar, akhirnya Dante membawa Aurora ke apartemen, dia bisa memasak menu sederhana.Cowok kalau sudah pintar, tampan, tinggi, sexy, dan jago masak, memangnya masih bisa dikategorikan sebagai

  • Chasing the Sexy Nerd   42. Teman bucin

    Satu hal baru yang Aurora tahu dari pacarnya, Dante Andromeda bukan cowok yang suka berbalas pesan singkat, setiap kali Aurora mengirim chat Dante tidak membalas dan malah akan langsung meneleponnya.Padahal kemarin Aurora hanya ingin berterima kasih soal boneka-boneka yang Dante kirim, lalu besoknya Aurora PAP foto saat dia date dengan Papa, dan Dante juga merespons dengan telepon.Aurora menyukainya, tentu saja, meski dari satu jam sambungan telepon itu didominasi oleh celotehnya sendiri tapi mendengar suara Dante secara singkat juga terasa menyenangkan.Hari ini lagi, Aurora mengirim pesan singkat pada Dante, mengatakan kalau dia sedang nongki di cafe bersama Alda dan Cassy. Seperti biasa, Dante tidak langsung membalas, karena dia memang bukan tipe orang yang selalu membawa ponsel ke mana-mana, biasanya butuh waktu sekitar 30 menit atau beberapa jam kemudian baru dia akan menelepon Aurora.Setelah mengirim pesan pada Dante, Aurora menyimpan ponselnya. Dia mengambil smoothies di gel

  • Chasing the Sexy Nerd   41. Rumah

    Aurora berjalan memasuki rumah dengan ponsel di tangannya, melihat-lihat foto paling bagus yang dia ambil beberapa saat lalu, niatnya yang akan dia upload ke sosial media, bagaimana pun dia tidak bisa membiarkan hari ini berlalu jadi hari yang menyebalkan hanya karena kencannya diganggu Ares. Kebetulan Aurora sempat memotret, ralat— dia memotret banyak hal, termasuk dirinya dan Dante. Foto berdua. Dante tidak begitu suka difoto, namun dia tersenyum cukup tulus saat Aurora tanpa izin memotretnya. Tampan. Akhirnya Aurora memutuskan untuk menempatkan foto berdua itu di slide paling akhir. Saat langkah kaki Aurora baru melewatkan pintu besar paling depan rumahnya, dia mendongak karena keributan kecil yang terdengar, ada beberapa orang asing di sana, tampak sibuk karena sedang instalasi sesuatu di pojok langit-langit. “Paman Ali,” panggil Aurora riang, dia berjingkat dan berlari memeluk sekretaris ayahnya itu. “Long time no see, how are you, Paman!” “Baik-baik,” jawab paman A

  • Chasing the Sexy Nerd   40. Akhir kencan

    Aurora ingat Alda pernah mengatakan kalau Ares sedang didisiplinkan dengan cara memaksanya bekerja. Ares bahkan harus batal berangkat ke Australia hanya karena ini. Hanya saja Aurora tak tahu kalau ternyata Ares bekerja di perusahaan Talaila.Sumpah?Pasti tidak mudah bekerja dengan orang ini, mendengar keluhan sebal Tala beberapa saat lalu tentang sekretarisnya yang dia panggil ‘Nepo baby’.Tapi... Kenapa bisa sangat kebetulan?Dan lagi, kenapa Aurora harus bertemu dengannya di sini sih!Dengan sifatnya, Aurora yakin Ares akan menciptakan banyak drama seperti saat di swalayan waktu itu.Belum apa-apa perkataannya pada Dante sudah keterlaluan.“Bang Ares,” panggil Aurora pelan, dia melirik ke arah Tala. Bagaimana pun, dia harus menjaga sikap karena di sini ada Tante Tala. “Mama udah tahu kalo aku jalan sama Dante hari ini, jangan ngomong sembarangan!”Tapi sungguh perkataan Ares sudah sangat keterlaluan!Apa tadi katanya?Bajingan? Dia mengatai Dante bajingan? For real, dia

  • Chasing the Sexy Nerd   39. Kejutan lain

    “Adiknya Samuel?”“Tante ingat Samuel?”“Temanmu cuma sebiji aneh kalo Tante lupa!”Juteknya.Aurora sedari tadi tak habis-habisnya menunduk salah tingkah, tangannya dingin, sementara ekor matanya melirik Dante mendekati Tala dan memberi pelukan rindu, hingga menurut saja di dikecup di pipi kanan dan kirinya, lalu dipeluk lagi erat dan lama sekali. Padahal wajah Dante tampak enggan tapi dia tidak menolak diperlakukan sedemikian manja oleh Tala.Benar. Sekali lagi Aurora ingatkan, mereka baru saja ‘real’ pacaran dan baru sempat berbagi hal manis berdua belum lama ini, Dante tidak pernah cerita tentang keluarganya dan Aurora hanya sekadar tahu hal-hal kecil saja.Aurora tidak tahu seberapa dekat Dante dengan keluarganya, dia juga tidak tahu bagaimana hubungan Dante dengan keluarga ibunya, tapi sepertinya ini bukan hubungan yang buruk, setidaknya tidak seburuk hubungan Dante dengan ayahnya.“Udah ah!” eluh Dante ketika Tala masih gemas memeluknya. Mereka memang sudah lama tidak

DMCA.com Protection Status