Perempuan di samping Ares memperhatikan Aurora seakan bertanya, Ares yang paham dengan itu langsung berkata. "Ini Aurora adek gue yang imut."
Aurora diam saja. Dia masih menatap perempuan di samping Ares dengan penuh tanda tanya. Seingat Aurora ini merupakan pertama kalinya Ares membawa teman ke rumah- maksudnya teman perempuan, biasanya lelaki itu memang membawa banyak teman tapi semuanya laki-laki. Nah ini perempuan! Cewek oi! Perdana! Aurora sangsi kalau dia cuma teman biasa.Belum sempat menjawab tiba-tiba Aurora merasakan rangkulan melingkar di bahunya."Itu temennya Ares," ujar Maria sembari merangkul Aurora. "Katanya mau kenalan, gih kenalan jangan malu."Aurora mengedip lagi, dia kemudian tersenyum lebar hingga matanya menyipit. Mengulurkan tangan pada perempuan cantik di samping Ares."Hai kakak cantik, aku Aurora Jasmeen, calon istrinya Bang Ares di masa depan," ujar Aurora dengan binar matanya yang positif.Mengundang keterkejutan. Baik dari Maria, perempuan yang sedang Aurora ajak kenalan dan juga dari Ares sendiri. Seakan tak menyangka dengan apa yang Aurora katakan.Kenapa di dunia ini isinya hanya orang-orang serius? Tidak bisakah ambil napas untuk melemaskan pikiran?"Isabella," jawab perempuan itu ragu sembari meraih tangan Aurora.Setelah perkenalan singkat itu dilakukan Aurora pun langsung beralih menghadap Ares."Bang Ares! Rora kangen banget tau!" rengek Aurora dengan nada tinggi, ia pun mengangkat tangan, melangkah maju dan berjinjit memeluk Ares, saking seriusnya melepaskan rindu, tanpa sadar Aurora menyenggol tangan Isabella yang semula masih memegang lengan Ares, membuatnya terlepas.Ares sangat tampan, dia bahkan memanjangkan rambut sekarang, wangi parfumnya juga Aurora suka, pelukannya hangat kendati Aurora harus berjinjit tinggi-tinggi.Saat sudah puas, Aurora melepas pelukan itu, dia mengecup cepat pipi kanan Ares sembari terus berceloteh tentang betapa ia rindu pemuda itu."Waktu Natal kemarin janjinya mau pulang tapi cuma omdo doang! Emang jauh banget Australia sampe pulang aja nggak bisa? Tau nggak sih--""Rora-" Maria menarik Aurora mundur saat menyadari atmosfer di lingkaran itu kian tak nyaman."Iya, Onty?"Maria belum menjawab, Ares lebih dulu meraih pergelangan tangan Aurora dan membawa gadis itu menjauh.Aurora tentu bingung, ia ingin bertanya, namun saat melihat raut wajah Ares yang terlihat marah Aurora memilih untuk diam saja.Ares menghempaskan tangan Aurora saat mereka sudah agak jauh dari pintu utama. Laki-laki itu membuang napas dalam-dalam sebelum kemudian menatap Aurora dengan pandangan tak percaya."Udah berapa kali gue bilang," ujar Ares dengan nada suara yang datar. "Gak usah bertindak berlebihan. Apalagi waktu gue ada tamu."Aurora berbuat suatu kesalahan?Tapi kesalahan apa?Dan kapan?Apa waktu bercanda tadi?"Tadi kan cuma kenalan," jawab Aurora kemudian. "Emang aku ngapain?"Ares menghela napas frustasi. "Lo nggak boleh main peluk kayak tadi, Rora. Ada cewek gua!"Aurora menyirit kecil."Cewek? Kata Onty Maria cuma temen, kalo emang pacar harusnya bilang yang tegas pacar," jawabnya. Namun melihat Ares lagi, raut wajahnya tidak main-main, tidak mungkin Aurora membiarkan kalimat kekanak-kanakan yang ia punya memperkeruh suasana. "Ya udah maaf, nggak akan lagi, kali ini doang biar Kak Bella tau aja kalo dia punya saingan kuat. Nggak fair misalnya lawanku nggak tau kalo ternyata dia punya lawan.""Lawan? Lo harus cepat-cepat keluar dari otak bocah Lo itu!" selak Ares kemudian. "Gue udah pernah bilang, kan? Orang dewasa sama orang dewasa, bocah SMA ya sama bocah SMA. Cari cowok yang seumuran sama lo, cari cowok yang bisa jadi temen buat lo. Dan itu bukan gue."Mendengar kalimat panjang itu keluar dari mulut Ares, Aurora pun berhasil dibuat terdiam. Dia tidak mengatakan apapun.Cepat-cepat keluar dari otak bocah?"Jujur ya. Gue pengen banget liburan kali ini nggak ada gangguan dari Lo," kata Ares lagi. "Biarin hidup gue tenang sebentar aja, please!"Gangguan dari Aurora?Bukannya dulu Ares tidak pernah keberatan dengan apapun yang Aurora lakukan? Kenapa tiba-tiba jadi berubah seperti ini? Aurora tidak merasa kalau perbedaan usia sebagai masalahnya. Ia dan Ares hanya berbeda empat tahun jadi agak tidak masuk akan dia mendorong Aurora menjauh menggunakan alasan itu."Aku udah tujuh belas tahun," kata Aurora setelah beberapa detik diam. "Emang masih suka main dan kadang bikin ulah, tapi seiring berjalannya waktu juga akan jadi dewasa. Aku bisa belajar bersikap dewasa kalo emang perlu.""Lo nggak dewasa, masih anak-anak banget.""Dua tahun lagi, remajaku bakal habis setelah dua tahun. Jadi aku nggak mau nyia-nyian ini begitu aja," sahut Aurora lagi. "Dan setelah itu, aku pasti bisa jadi dewasa kayak--""Kalo gue suruh Lo ngangkang? Apa bisa?"Saat itu. Aurora merasa jantungnya berhenti berdetak. Matanya melebar terkejut.Dewasa yang dimaksud adalah soal itu?"Mau seberapa keras Lo usaha. Gue nggak akan berakhir sama lo," kata Ares lagi. "Karena gue nggak mau."Saat itu Ares menarik napas dalam-dalam, seakan sedang menenangkan diri. Sebelum kemudian dia mendaratkan jemarinya pada puncak kepala Aurora. "Maaf ya.""Lo udah kayak adek gue sendiri, Lo berada di level yang sama kayak Alda. Jadi stop ganggu gue, Rora. Sampai sini aja. Stop keterlaluan."Dan setelah itu, dia pergi meninggalkan Aurora sendirian.Ironi sekali.Bukannya dulu, Ares yang dengan sengaja menarik Aurora mendekat saat para gadis di sekolah berlomba-lomba mencari perhatiannya?Bukannya Ares yang menjadikan Aurora tameng agar tidak ada cewek yang mengajaknya berpacaran? Sampai-sampai Aurora harus dimusuhi para senior dan beberapa teman seangkatannya waktu masih SMP, dilabrak berkali-kali dan masuk BK berkali-kali juga karena Ares?
Dan saat Aurora merasa nyaman, menjadikannya istimewa, dia bilang Aurora mengganggunya?Apa memang dia harus bertindak sejauh ini?Aurora juga tidak ingin masa remajanya berakhir pahit. Kalau memang keberatan menerima usaha pendekatan yang Aurora lakukan harusnya bilang dari awal. Karena kalau mereka hanya diam, Aurora juga tidak akan tau.Tidak harus Ares yang mengatakannya, Aurora pikir Alda atau siapapun itu bisa menyadarkan Aurora. Tetapi sebenarnya... Aurora tidak butuh siapapun, dia hanya butuh dirinya sendiri untuk sadar.-- Hidup memang kadang susah. Namun, bukankah Aurora masih terlalu muda untuk memikirkan hidup? Baru tujuh belas. Bisakah pikiran tentang tetek bengek kehidupan itu datang nanti saja saat Aurora sudah dewasa? Sekarang ini, Aurora cuma ingin main-main saja. Ia tidak mau bersedih-sedih putus cinta apa lagi kalau sampai berakhir dengan berpikir soal keadilan yang diberikan dunia. Kenapa sih gue harus punya otak thinkerbell begini, nyusahin aja! Setiap hal yang dilakukan tentu punya resiko, dan Aurora tidak buta, ia tau resiko menyukai seseorang, sejak awal pun ia tau Ares sedikit banyak keberatan dengan fakta bahwa Aurora menyukainya. Jadi bisa dibilang, Aurora sudah membayangkan hal ini sebelumnya. Sakit? Tentu. Aurora tidak mungkin tidak merasa sakit saat Ares yang notabenenya laki-laki paling ia suka dan ia percayai mengatakan kalimat sekasar itu padanya. Namun, seperti biasa, kesedihan Aurora akan disimpan dalam diam, ia tidak bisa menyalahkan siapapun. Dan kembali mencari ke
"Janela yang kemarin datang itu beneran nyokap lo, Ra?"Tuh, kan.Seperti yang sudah Aurora perkirakan sebelumnya. Teman-teman sekelas akan menggila saat tau kalau Janela yang itu adalah ibu kandungnya.Bukan cuma sekedar firasat percuma, Aurora sudah pernah menjalani hari-hari seperti ini saat masih SMP. Menjadi putri dari Janela Sarasvati yang namanya wara-wiri muncul di TV sedikit banyak memang merepotkan.Aurora yang sedari tadi sibuk melukis kuku jemarinya menggunakan kutek mengkilap berwarna biru laut juga kuning itu cuma melanjutkan kegiatannya dengan tenang.Menyapu kuas ke atas kuku dengan rapih, tidak melewati garis kuku atau mencoret kulit jemari. Setelah selesai Aurora meniup kuku-kukunya dengan angin yang pelan, matanya berbinar memandang jemari manis yang baru dibumbui warna beken semester baru itu."Mama kandung, Ra? Serius?" tanya Bian- teman satu kelas Aurora lagi. Seakan tidak menyangka Aurora yang Badung dan lenjeh ini adalah putri kandung Janela yang terkenal ramah
-- Setelah cuma diam setelah menerima perlakuan tidak mengenakan yang diterimanya beberapa detik lalu, Dante Andromeda masih harus melawan keterkejutannya sendiri saat tanpa aba-aba Aurora Jasmeen menarik dasi abu-abu yang ia pakai. Menarik. Secara harfiah. Ditarik sambil dibawa bergerak jalan. Percayalah. Dante tidak pernah diperlakukan demikian. Membayangkannya saja tidak sekalipun. Serius? Diseret-seret sepanjang koridor sekolah. Dante melepas jemari lentik berkutek biru milik Aurora yang dari tadi berhasrat sekali mencengkram dasinya. Wajah cowok berkacamata itu super duper datar. Dia bercanda atau memang sebal saja? Tetapi Dante pikir sepertinya mereka tidak sedekat itu untuk bercanda dan tidak semusuh itu untuk beraksi terlampau memalukan seperti ini. Gadis manis berseragam putih itu sontak berhenti melangkah, yang cantik bermata kucing khas itu sekilas menyirit tak suka. Berbalik menatap laki-laki tinggi yang berdiri di belakangnya dengan muka dingin. "Jangan tarik-tarik
"Kali ini lu mau polah apa lagi, Orora?"Selak frustasi terdengar menggelegar dari mulut cewek blasteran yang masih berdiri di ambang pintu kamar Aurora bersama dua gelas air es di tangan.Aurora terperanjat saking kagetnya. Gadis cantik yang sedang sibuk mencari posisi aman untuk menjemur sapu tangan itu menoleh dengan mata membola, Aurora buru-buru menyelampirkan sapu tangan basah itu ke punggung kursi dan setelah itu ia langsung berpindah dari teras kamarnya menuju ranjang.Aurora bersumpah ia tidak pernah keberatan Alda atau Cassy berteriak sembarangan di rumahnya yang tidak ada orang ini. Tetapi baiknya pakai aba-aba dulu, dong! Kalau Aurora mati jantungan dia mau kuburkan?"Lo kalo teriak lagi gue usir ya!" ancam Aurora kosong.Sebagai tuan rumah yang baik, Aurora menyuruh Alda serta Cassy mengambil minum dan cemilan sendiri di dapur. Dan seperti yang diduga Cassy muncul dari belakang tubuh tinggi Alda membawa satu keranjang besar cemilan ringan.Alda mendekat dengan wajah gemas
-"Dante?" tanya Cassy balik, matanya menyipit sementara bibir penuhnya bergerak seakan siap mencibir. "Maksudnya Andante, kakel yang fakboy itu?"Sejujurnya Aurora sangsi, apakah bercerita mengenai Dante pada teman-temannya merupakan hal yang benar atau tidak.Sepertinya dunia belum tau, tapi Cassy itu alergi dengan cowok cupu. Cowok yang terlalu benar dan tidak tertarik untuk berbuat nakal, dan cowok yang suka mematuhi peraturan, itu arti cupu dalam kamus hidup Cassy. Dan agaknya Dante masuk ke dalam kategori cowok cupu yang dibenci oleh Cassy tersebut.Maka tidak heran, saat Aurora menyebutkan nama Dante, Cassy lebih dulu memikirkan Dante yang lain."Simulasi sih simulasi, tapi jangan pake pro juga. Bisa langsung mobrak-mabrik kalo sama dia, Rora," lanjut Cassy lagi dengan nada suara menggurui. "Gak ketulungan, ntar Lo susah dipuasin kalo perawan diambil suhu—"Aurora mengangkat tangan, matanya memejam."Cassy," potong Aurora.Aurora bahkan tidak tau kalau ada manusia lain yang ber
Setelah PROLOG--"Ditolak."Sayup suara burung gagak terdengar di telinga.Setelah mengatakan satu kata buruk tersebut laki-laki berkacamata yang tengah duduk di bangku taman itu dengan santainya membuka kembali buku yang tadi sedang ia baca, telunjuknya yang panjang terangkat sekilas untuk menaikan bingkai kacamata sebelum kemudian turun kembali, membaca dengan begitu tenang.Sesantai itu. Wajahnya juga seperti manusia yang tidak punya dosa. Seolah menolak perasaan anak gadis orang bukanlah hal yang perlu dikhawatirkan.Aurora berhasil dibuat terdiam beberapa detik sebelum akhirnya perempuan cantik itu menaikan satu alisnya tinggi-tinggi. "Ha?"Angin menerbangkan dedaunan kering, menemani hening dan rasa tak percaya seorang gadis tentang sesuatu yang baru didengarnya dua detik lalu.Ini merupakan kali pertama Aurora meminta seseorang untuk menjadi pacarnya.Dan orang itu adalah Dante Andromeda.Ares? Oh, Aurora selalu mengajak Ares menikah, bukan untuk jadi pacar, jadi jika dibilan
--Aurora diledek habis-habisan!Sampai ingin pindah ke Pluto saking malunya.Aurora lupa memberitahumu ini tetapi kemarin waktu ia melakukan proses pengakuan pada Dante, Alda dan juga Cassy memantau dari kejauhan, di tempat yang cukup jauh untuk dilihat tetapi dari jarak itu mereka juga masih mampu mendengar suara percakapan yang Aurora dan Dante ciptakan.Mulai dari Bandung Bondowoso sampai Raden Wijaya. Karena hal itu pula Aurora yang dipanggil Rora Jonggrang oleh kedua teman laknatnya.Sayang sekali Cassy dan Alda pergi saat semua belum selesai, mereka melewatkan adegan di mana Dante ditembak kaum pelangi dan berlanjut mencubit pipi Aurora dengan kedua tangan. Padahal itu best part-nya. Dan saat Aurora menceritakannya, tidak ada yang percaya, mereka hanya percaya bahwa Aurora sudah ditolak, dan dengan cara yang tidak terhormat pula.Cassy mengingatkan satu kali lagi bahwa Dante mengatakan dengan sadis; Aurora bukanlah tipenya.Tetapi coba pikirkan. Kalau cowok itu tidak berpikir b
--Aurora tidak gila.Barangkali ada beberapa dari kalian yang ingin mengatakan hal itu pada Aurora setelah melihat beberapa bukti nyata betapa kendurnya saraf otak gadis itu.Berkunjung ke rumah Alda setelah menciptakan masalah bukanlah hal besar, kan?Ya masa cuma karena Aurora yang ditolak terang-terangan dan menyebabkan kekesalan Ares, hubungan Aurora dengan keluarga Onty Maria ikut karam. Aurora tidak menginginkan hal itu, karena berpikiran terbuka merupakan salah satu hal yang ada dalam proses pendewasaan diri, Aurora pun hanya pasrah saat Alda menyeretnya untuk bermain ke rumah. Tidak seorang diri, Cassy juga ikut. Lagipula sudah lama.Lebih-lebih... Alda bilang kalau Ares akan segera kembali ke Australia. Tidak lebih lama dari dua hari lelaki itu di rumah, dia bahkan belum bertemu Samuel dan sudah mau pergi lagi. Teman masa kecil memang bukan prioritas, dengan hal itu Aurora mengerti betapa kesibukan dan hidup amatlah berubah setelah orang beranjak dewasa. Namun daripada menye
“Stop!!!” Napasnya tersengal. Dia yang habis berlari menuruni tangga dengan dua kaki yang tidak pernah digunakan untuk olahraga itu merentangkan tangannya selebar mungkin, berusaha menyembunyikan si cowok gede tinggi yang sedang diinterogasi oleh seluruh member keluarganya. Aurora mengerjapkan matanya cepat-cepat, dia menelan ludah alot ketika menyadari bahwa sikapnya yang bagai wonder woman kesiangan ini akan sangat merugikan dirinya sendiri. “Ngapain kamu?” ujar Samuel dengan kernyit kesal. “Minggir!” “Jangan anarkis, Abang!” jerit Aurora kencang. Dia mendorong dada Samuel dan kemudian memeluknya erat-erat. “Dante gak salah apa-apa kok, ini semuanya kejadian karena aku yang paksa.” Sementara itu, di samping Mama Janela, Ares yang dari tadi slengean pun menyeringai tengil. “Kebanyakan drama! Udah onty gak usah gubris Rora, bawa itu cowok ke kentor polisi aja!” Kompor telah dinyalakan, dan agaknya, panci berisi air panas yang tadinya masih hangat dan masih cukup tenang se
“Terus elo pulang gitu aja waktu Dante selesai jelasin?” pertanyaan itu terdengar, Aurora yang semula sibuk membenamkan wajah ke bantal pun mengangkat wajahnya.Memperlihatkan muka pucat berpadu rona merah di sekitar mata, hidung dan bibirnya, habis menangis meraung-raung seperti anak kecil.Sesi curhat dengan teman-temannya dilakukan, penggilan grup berisi tiga orang itu terdengar berisik karena Alda dan Cassy bicara saling menyahut menanggapi kisah pilu percintaan Rora Jonggrang yang ogah ditinggal merantau.“Gue punya manner kali,” sahut Aurora sengau, dia menangis sampai hidungnya mampet. “Gue tetep di sana buat ngehargain bunda Wilo, tapi gua enggak ngomong sama sekali ke si kampret mata empat, kesel banget!”“Cinta emang serem ya, enggak bisa ditebak. Padahal kemarin elo masih excited banget waktu lihat Dante, sekarang ngatain kampret.”Alda menyindir Aurora.“Ntar Alda, tungguin aja, kalo sampe nanti elo jatuh cinta dan patah hati, Lo juga bakal tahu rasanya.”“Takut,” balas Al
-Kaki berbalut sepatu bertali itu menginjak rem dengan hati-hati, sementara cowok berkacamata itu melirik ke samping, lalu saat polisi tidur itu terlewati dia menekan gas dengan sangat pelan pula.Sementara Aurora sibuk meneliti riasan wajahnya di pantulan cermin, memeriksa bahwa dandanan yang dia pakai tidak berlebihan untuk menyapa bunda Wilona, semula dia menggunakan riasan viral ala si seksi Madison Beer— baru membuat video tutorial untuk di upload karena kemarin video make up tutorial Adriana Lima lumayan ramai. Tapi berhubung Dante tiba-tiba mendatanginya dan berniat membawanya bertemu bunda, Aurora berpikir kalau dandanan yang minim akan meninggalkan kesan pertama yang lebih mantap.Jadi dia menghapus riasannya dan memulai melukis wajahnya dari awal.“Ini pipinya kemerahan enggak?”Dante menoleh, menatap pipi gembul Aurora di antara wajah ayu yang tenteram itu.Dia berkedip beberapa kali, mengulum bibir sendiri dan akhirnya menggeleng.“Enggak.”Dia sama sekali tidak
“Alda, kok kayaknya gue agresif banget ya ke Dante.” Alda melirik sekilas. “Lah, baru sadar?” “Ish!” selak Aurora kesal. Dia cemberut, menempelkan dagunya ke tangan yang terlipat di atas meja kafe. “Padahal yang gue lakuin wajar tahu, kita cuma terlalu beda sifat aja. Kalo misal cowok lain punya pacar kayak gue— bukan maen hoki dia, lah Dante malah takut sama gue.” “Emang Lo ngapain aja?” tanya Alda kemudian, masih agak ogah menatap Aurora, sibuk scroll ponsel yang sudah pasti isinya oppa-oppa. “Gue sering touch-touch dia, hampir nggak pernah lepas, gandengan tangan, ngelendot, kadang juga peluk kalo berdua.” “Kemarin gue lihat Lo peluk dia di depan umum,” sahut Alda tak terima, ada apa dengan imbuhan berdua itu? Di depan umum juga dia tidak rikuh peluk-pelukan. Aurora mengibaskan tangan tak peduli. “Ya pokoknya gitu doang, kok. Nih ya. Dia tub— enggak pernah cemburu sama gue, jadi gue ngerasa kayak cinta sendirian.” Suara Aurora terdengar sedih, merasa kalau curhatan cewek temb
-Setelah mereka selesai makan siang, Aurora benar-benar langsung mengeluarkan kamera dan menata rambutnya untuk membuat video unboxing seperti yang dia rencanakan sebelumnya.Dia bahkan mengganti pakaian santainya jadi dress putih bunga-bunga dengan gaya off shoulder.Niat sekali. Cantik sekali.Dante hanya melihatnya dari jarak di mana kamera tidak akan menangkap keberadaannya, tanpa mengeluarkan suara sama sekali, membaca buku di sofa sambil sesekali melirik ke arah Aurora yang sudah beralih membuat video tutorial make up.Mengikuti tipe kit make up yang Diatala cosmetics keluarkan kali ini, sepertinya dia membuat look make up kebarat-baratan.“Cantik, kan?” tanya Aurora setelah beberapa saat.Dante mendongak, mengalihkan pandangannya dari buku. Lalu mengangguk setuju.Dia tidak tahu menahu apa pun tentang make up atau dunia perempuan, namun dia setuju kalau Aurora sangat cantik.Aurora nyengir puas melihat anggukan kepala Dante.“Berhasil ya? Mirip Adriana Lima nggak?” ta
Pacaran itu menyenangkan.Setidaknya Aurora sudah bisa pamer tentang hal itu sekarang. Dijemput pacar ganteng dengan senyum dan pelukan, dipanggil sayang dengan suara lembut, dimanja-manja sampai burung-burung pun iri padanya. Anjay.Lihat saja muka ngeri Cassy dan Alda. Mereka ngiri dan cuma bisa mupeng.Tidak sia-sia usaha Aurora untuk meruntuhkan dinding pertahanan Dante yang kokoh, dia tidak menyesal bisa jadi pacar Dante pakai jalur menggoda ugal-ugalan layaknya cabe-cabean.Setelah dijemput, Dante bertanya apakah Aurora sudah makan siang dan Aurora menjawab kalau dia belum makan; beberapa potong cake dan minuman manis tidak bisa dihitung sebagai makan siang— baginya, kenyang sih, tapi pokoknya Aurora masih ingin dan harus makan siang bersama Dante.Karena Aurora tidak ingin makan di luar, akhirnya Dante membawa Aurora ke apartemen, dia bisa memasak menu sederhana.Cowok kalau sudah pintar, tampan, tinggi, sexy, dan jago masak, memangnya masih bisa dikategorikan sebagai
Satu hal baru yang Aurora tahu dari pacarnya, Dante Andromeda bukan cowok yang suka berbalas pesan singkat, setiap kali Aurora mengirim chat Dante tidak membalas dan malah akan langsung meneleponnya.Padahal kemarin Aurora hanya ingin berterima kasih soal boneka-boneka yang Dante kirim, lalu besoknya Aurora PAP foto saat dia date dengan Papa, dan Dante juga merespons dengan telepon.Aurora menyukainya, tentu saja, meski dari satu jam sambungan telepon itu didominasi oleh celotehnya sendiri tapi mendengar suara Dante secara singkat juga terasa menyenangkan.Hari ini lagi, Aurora mengirim pesan singkat pada Dante, mengatakan kalau dia sedang nongki di cafe bersama Alda dan Cassy. Seperti biasa, Dante tidak langsung membalas, karena dia memang bukan tipe orang yang selalu membawa ponsel ke mana-mana, biasanya butuh waktu sekitar 30 menit atau beberapa jam kemudian baru dia akan menelepon Aurora.Setelah mengirim pesan pada Dante, Aurora menyimpan ponselnya. Dia mengambil smoothies di gel
Aurora berjalan memasuki rumah dengan ponsel di tangannya, melihat-lihat foto paling bagus yang dia ambil beberapa saat lalu, niatnya yang akan dia upload ke sosial media, bagaimana pun dia tidak bisa membiarkan hari ini berlalu jadi hari yang menyebalkan hanya karena kencannya diganggu Ares. Kebetulan Aurora sempat memotret, ralat— dia memotret banyak hal, termasuk dirinya dan Dante. Foto berdua. Dante tidak begitu suka difoto, namun dia tersenyum cukup tulus saat Aurora tanpa izin memotretnya. Tampan. Akhirnya Aurora memutuskan untuk menempatkan foto berdua itu di slide paling akhir. Saat langkah kaki Aurora baru melewatkan pintu besar paling depan rumahnya, dia mendongak karena keributan kecil yang terdengar, ada beberapa orang asing di sana, tampak sibuk karena sedang instalasi sesuatu di pojok langit-langit. “Paman Ali,” panggil Aurora riang, dia berjingkat dan berlari memeluk sekretaris ayahnya itu. “Long time no see, how are you, Paman!” “Baik-baik,” jawab paman A
Aurora ingat Alda pernah mengatakan kalau Ares sedang didisiplinkan dengan cara memaksanya bekerja. Ares bahkan harus batal berangkat ke Australia hanya karena ini. Hanya saja Aurora tak tahu kalau ternyata Ares bekerja di perusahaan Talaila.Sumpah?Pasti tidak mudah bekerja dengan orang ini, mendengar keluhan sebal Tala beberapa saat lalu tentang sekretarisnya yang dia panggil ‘Nepo baby’.Tapi... Kenapa bisa sangat kebetulan?Dan lagi, kenapa Aurora harus bertemu dengannya di sini sih!Dengan sifatnya, Aurora yakin Ares akan menciptakan banyak drama seperti saat di swalayan waktu itu.Belum apa-apa perkataannya pada Dante sudah keterlaluan.“Bang Ares,” panggil Aurora pelan, dia melirik ke arah Tala. Bagaimana pun, dia harus menjaga sikap karena di sini ada Tante Tala. “Mama udah tahu kalo aku jalan sama Dante hari ini, jangan ngomong sembarangan!”Tapi sungguh perkataan Ares sudah sangat keterlaluan!Apa tadi katanya?Bajingan? Dia mengatai Dante bajingan? For real, dia