"Minggu depan ulangan akhir semester, Dante."Siang itu bel tanda istirahat pertama di sekolah baru saja berbunyi. Di ruang guru yang memiliki personil lengkap pada tiap kubikelnya itu, seorang guru perempuan duduk sembari memberi pengertian pada siswa berkacamata yang berdiri mendengarkan kalimatnya. Sebagaimana percakapan dan diskusi yang sudah guru itu bicarakan dengan wali murid, hingga sebuah keputusan telah didapatkan.Dante sendiri hanya diam mendengarkan, menyangkal pun tidak bisa, percuma juga, permohonan pindah yang ia buat satu bulan yang lalu itu agaknya masih saja didiskusikan. Padahal Dante sudah sangat ingin pergi, dengan keinginannya sendiri, tapi agaknya dunia masih ingin Dante menjadi bagian dari tanah yang ia pijak sekarang.Guru perempuan berambut pendek itu terdengar menarik napas. "Ibu sudah bicara dengan Ayah kamu dan beliau juga setuju kepindahan ditunda sampai kamu resmi kelas tiga.""Kamu boleh hubungi ayahmu dulu, diskusikan kembali," lanjut wali kelas Dante
Aurora tidak bohong saat ia bilang kalau dirinya bersedia lahir dan batin menjadi parasit bagi Dante sampai cowok itu menerima permintaan pendekataan darinya.Aurora dikenal baik sebagai pribadi yang tidak mau mengalah. Dan oleh karena itu saat ada proses 'Lo jual gue beli, lo jual lagi gue beli lagi' Aurora tidak keberatan untuk menuruti, sekalipun ia enggan dan kesal tetapi ego Aurora tidak membiarkan dirinya kalah.Saat Dante berkata bahwa dia memperbolehkan Aurora menempel padanya, Aurora tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dia pikir Aurora tidak berani? Dia pikir Aurora cuma ngomong doang?Enak saja! Lihat nanti, Aurora akan buat Dante menyesal karena tidak menerima tawaran PDKT darinya sejak awal.Memang untuk beberapa jam pertama Dante tidak terlihat keberatan Aurora mengikutinya melangkah, mengikuti ke perpustakaan, duduk sambil mengamati Dante membaca buku, mengikuti Dante saat cowok itu berkeliling rak untuk mencari bacaan, menunggu Dante keluar dari toilet pria dan bahkan
"Beneran diterima?" seruan tak percaya itu terdengar hingga telinga Aurora mau meledak rasanya, namun karena perasaan Aurora juga sedang baik dan tidak ingin mengajukan komplen hanya karena suara Alda mengganggu telinga Aurora pun hanya berdehem dan mengangguk jumawa. Aurora menggumam mengiyakan pertanyaan temannya itu. Alda langsung meneruskan. "Ini nggak prank? Masa sih si ketos mau sama lo.""Bentar lagi juga lepas jabatan," balas Aurora sembari mendecak pelan. "Dan gue pastiin satu kali lagi. Beneran nggak lagi tinggi. Iya seratus persen. Gue beneran taken!"Aurora sendiri sedang berjalan masuk ke dalam gedung apartmen yang ditinggalinya selama beberapa hari terakhir. Dengan dua tangan menggenggam bawaan untuk keperluan yang kurang, tidak banyak, Aurora hanya membawa sandal rumah dan lilin aromaterapi dengan wangi yang berbeda. Ia masih menggunakan seragam sekolah, rambutnya dikuncir separuh dan tak lupa earphone berkabel menghiasi telinganya.Aurora menyapa satpam di depan sebelu
--"A-Aurora?!"Setelah teriakan mereka membahana, tangan Dante yang panjang dengan cekatan mengambil benda apapun yang bisa menutupi tubuhnya.Lelaki tinggi itu terlihat panik dan benar-benar terkejut, mata yang biasanya terlihat datar kini untuk pertama kalinya nampak terbelalak.Detik itu Aurora menyadari bahwa penampakan yang ada di depannya beberapa saat lalu bukanlah iblis yang menyerupai Dante. Tetapi benar-benar Dante itu sendiri. Beneran Dante! Dante yang beberapa jam lalu resmi jadi kekasih Aurora!Aurora sendiri belum mampu menyadarkan diri sendiri, gadis yang wajahnya tiba-tiba pucat itu masih terduduk di tempatnya jatuh bersama mata memandang kosong, bahkan sampai Dante menyingkir dari sana buru-buru untuk meraih pakaian Aurora masih duduk mencerna apa yang tengah terjadi di dalam hidupnya ini.Saat Dante kembali, raut wajah kebingungan lelaki itu masih terpampang jelas, kaos setengah basah yang dipakainya dan juga celana pendek selutut seakan tidak mempunyai banyak peng
-"Lo ngapain di rumah gue?"Setelah mendudukkan Aurora di sofa dan membiarkan gadis itu diam menunggu ketenangan datang dalam dirinya, akhirnya Dante pun bertanya. Pertanyaan yang sepertinya sudah hampir sepuluh kali ia tanyakan pada Aurora dalam kurun waktu kurang dari satu jam itu masih belum mendapat jawaban.Dan bila jawaban belum didapatkan, Dante akan terus bertanya dan bertanya lagi.Aurora mengangkat kepala. Melirik pada Dante yang datang membawa satu gelas air putih untuknya. Dante tanpa kacamata tidak terlihat seperti siswa berprestasi yang merangkap jabatan sebagai ketua osis, cowok yang memakai kaos hitam dan celana coklat itu terlihat sangat tampan bak kakak tingkat di perkuliahan.Sebelum memberi Aurora minum, Dante juga lebih dulu membereskan bunga-bunga Aurora yang berserakan, dia juga memboyong semua isi paperbag besar milik Aurora ke atas meja di depan mereka.Seolah bertanya tanpa kata. 'Kenapa bawa beginian ke rumah gue? Mau apa lo?' begitu.Aurora sendiri sudah k
-- "Gue udah tata semua barang-barang itu sendiri sampe tiga hari baru kelar, sekarang lo suruh gue pindah?" kata Aurora dengan penuh rasa tak percaya. Emosi juga. Apa lagi setelah melihat wajah tanpa dosa Bian di depan hidungnya, padahal tadi Aurora melihat jelas Bian ketakutan saat bertemu Dante. Sepertinya Bian hanya merasa menyesal pada Dante saja, padahal Aurora lah yang paling dirugikan. Dan benar. Bian itu pro Dante. Begitu tahu kalau Dante sudah misah-misuh Bian langsung membujuk Aurora untuk pindah meninggalkan tempat yang ditinggalinya beberapa hati ini tanpa diskusi lebih dulu. Bagaimana bisa Aurora tidak marah. "Ogah, Tai!" teriak Aurora kesal. Sengaja keras-keras agar orang yang ada di kamar sebelah juga mendengarnya. “Seret sampe lo ngesot-ngesot pun nggak akan gue keluar dari rumah ini. Mimpi aja sana!” Bian terlihat memejamkan mata frustasi, ia sungguh menyesal, menyesal sekali. Bukan cuma dimusuhi dan mendapat ancaman pembunuhan dari sepupunya, Bian juga kehi
Jika disuruh membayangkan, Aurora sudah punya gambaran rumah tangganya dengan Dante pasti akan seruwet episode-episode kartun televisi yang main leadnya kucing dan tikus.Makelar rumah bodong yang juga pembawa masalah langsung diusir sesaat setelah solusi yang disarankannya disetujui oleh Dante.Si tuan rumah menatap di kamarnya dengan pintu tertutup, sementara si Gadis penyewa duduk di sofa ruang televisi untuk membuat video baru, kembali menjadi dirinya sendiri sebagai gadis content creator amatiran. Kamera sudah di setting, bunga-bunga yang Aurora beli untuk membuat konten hari ini juga sudah ditata, Aurora sendiri sudah mandi dan mengganti seragam sekolahnya dengan baju rumahan.Gadis manis yang rambutnya dicepol tinggi itu mencebik sensi, tangannya bergerak merangkai bunga sementara matanya membaca tulisan di atas kertas berwarna merah muda satu kali lagi sebelum kemudian melirik kembali ke pintu kamar Dante.Malam dingin dan suara hujan mengguyur sejatinya merupakan masa yang co
--Aurora tidak bisa tidur.Banyak sekali hal mengejutkan yang terjadi pada hari ini, meski pada akhirnya dia bisa berpura-pura tenang namun tetap saja, Aurora masih sangat terkaget-kaget.Kebetulan macam apa ini.Kebetulan? Yang benar aja. Ini bukan kebetulan lagi, ini sudah pasti takdir.Demi dewa, Aurora memang ditakdirkan untuk Dante. Kalau tidak, mana mungkin plot sinetron macam ini bisa terjadi di kehidupan remaja mereka.Takdir ya? Hahaha.Anjay, kalau saja Dante bisa diajak kompromi pasti kisah cinta mereka sudah seperti Dilan dan Milea.Memang kepala batu, tidak bisa diajak romantis sedikit, muka datar, ngomong lempeng, dia cuma begitu saja.Aurora mengejar Dante karena ketertarikan yang jelas. Meski memang mereka belum lama saling kenal. Menurutnya Dante cukup ganteng, bahkan termasuk sangat ganteng apa lagi ketika kacamata tebalnya itu dilepas, saat memakai seragam sekolah vibe-nya terasa seperti anak baik, gold grade, dan pintar, tapi saat di rumah dan pakai baju rumahan,
“Terus elo pulang gitu aja waktu Dante selesai jelasin?” pertanyaan itu terdengar, Aurora yang semula sibuk membenamkan wajah ke bantal pun mengangkat wajahnya.Memperlihatkan muka pucat berpadu rona merah di sekitar mata, hidung dan bibirnya, habis menangis meraung-raung seperti anak kecil.Sesi curhat dengan teman-temannya dilakukan, penggilan grup berisi tiga orang itu terdengar berisik karena Alda dan Cassy bicara saling menyahut menanggapi kisah pilu percintaan Rora Jonggrang yang ogah ditinggal merantau.“Gue punya manner kali,” sahut Aurora sengau, dia menangis sampai hidungnya mampet. “Gue tetep di sana buat ngehargain bunda Wilo, tapi gua enggak ngomong sama sekali ke si kampret mata empat, kesel banget!”“Cinta emang serem ya, enggak bisa ditebak. Padahal kemarin elo masih excited banget waktu lihat Dante, sekarang ngatain kampret.”Alda menyindir Aurora.“Ntar Alda, tungguin aja, kalo sampe nanti elo jatuh cinta dan patah hati, Lo juga bakal tahu rasanya.”“Takut,” balas Al
-Kaki berbalut sepatu bertali itu menginjak rem dengan hati-hati, sementara cowok berkacamata itu melirik ke samping, lalu saat polisi tidur itu terlewati dia menekan gas dengan sangat pelan pula.Sementara Aurora sibuk meneliti riasan wajahnya di pantulan cermin, memeriksa bahwa dandanan yang dia pakai tidak berlebihan untuk menyapa bunda Wilona, semula dia menggunakan riasan viral ala si seksi Madison Beer— baru membuat video tutorial untuk di upload karena kemarin video make up tutorial Adriana Lima lumayan ramai. Tapi berhubung Dante tiba-tiba mendatanginya dan berniat membawanya bertemu bunda, Aurora berpikir kalau dandanan yang minim akan meninggalkan kesan pertama yang lebih mantap.Jadi dia menghapus riasannya dan memulai melukis wajahnya dari awal.“Ini pipinya kemerahan enggak?”Dante menoleh, menatap pipi gembul Aurora di antara wajah ayu yang tenteram itu.Dia berkedip beberapa kali, mengulum bibir sendiri dan akhirnya menggeleng.“Enggak.”Dia sama sekali tidak
“Alda, kok kayaknya gue agresif banget ya ke Dante.” Alda melirik sekilas. “Lah, baru sadar?” “Ish!” selak Aurora kesal. Dia cemberut, menempelkan dagunya ke tangan yang terlipat di atas meja kafe. “Padahal yang gue lakuin wajar tahu, kita cuma terlalu beda sifat aja. Kalo misal cowok lain punya pacar kayak gue— bukan maen hoki dia, lah Dante malah takut sama gue.” “Emang Lo ngapain aja?” tanya Alda kemudian, masih agak ogah menatap Aurora, sibuk scroll ponsel yang sudah pasti isinya oppa-oppa. “Gue sering touch-touch dia, hampir nggak pernah lepas, gandengan tangan, ngelendot, kadang juga peluk kalo berdua.” “Kemarin gue lihat Lo peluk dia di depan umum,” sahut Alda tak terima, ada apa dengan imbuhan berdua itu? Di depan umum juga dia tidak rikuh peluk-pelukan. Aurora mengibaskan tangan tak peduli. “Ya pokoknya gitu doang, kok. Nih ya. Dia tub— enggak pernah cemburu sama gue, jadi gue ngerasa kayak cinta sendirian.” Suara Aurora terdengar sedih, merasa kalau curhatan cewek temb
-Setelah mereka selesai makan siang, Aurora benar-benar langsung mengeluarkan kamera dan menata rambutnya untuk membuat video unboxing seperti yang dia rencanakan sebelumnya.Dia bahkan mengganti pakaian santainya jadi dress putih bunga-bunga dengan gaya off shoulder.Niat sekali. Cantik sekali.Dante hanya melihatnya dari jarak di mana kamera tidak akan menangkap keberadaannya, tanpa mengeluarkan suara sama sekali, membaca buku di sofa sambil sesekali melirik ke arah Aurora yang sudah beralih membuat video tutorial make up.Mengikuti tipe kit make up yang Diatala cosmetics keluarkan kali ini, sepertinya dia membuat look make up kebarat-baratan.“Cantik, kan?” tanya Aurora setelah beberapa saat.Dante mendongak, mengalihkan pandangannya dari buku. Lalu mengangguk setuju.Dia tidak tahu menahu apa pun tentang make up atau dunia perempuan, namun dia setuju kalau Aurora sangat cantik.Aurora nyengir puas melihat anggukan kepala Dante.“Berhasil ya? Mirip Adriana Lima nggak?” ta
Pacaran itu menyenangkan.Setidaknya Aurora sudah bisa pamer tentang hal itu sekarang. Dijemput pacar ganteng dengan senyum dan pelukan, dipanggil sayang dengan suara lembut, dimanja-manja sampai burung-burung pun iri padanya. Anjay.Lihat saja muka ngeri Cassy dan Alda. Mereka ngiri dan cuma bisa mupeng.Tidak sia-sia usaha Aurora untuk meruntuhkan dinding pertahanan Dante yang kokoh, dia tidak menyesal bisa jadi pacar Dante pakai jalur menggoda ugal-ugalan layaknya cabe-cabean.Setelah dijemput, Dante bertanya apakah Aurora sudah makan siang dan Aurora menjawab kalau dia belum makan; beberapa potong cake dan minuman manis tidak bisa dihitung sebagai makan siang— baginya, kenyang sih, tapi pokoknya Aurora masih ingin dan harus makan siang bersama Dante.Karena Aurora tidak ingin makan di luar, akhirnya Dante membawa Aurora ke apartemen, dia bisa memasak menu sederhana.Cowok kalau sudah pintar, tampan, tinggi, sexy, dan jago masak, memangnya masih bisa dikategorikan sebagai
Satu hal baru yang Aurora tahu dari pacarnya, Dante Andromeda bukan cowok yang suka berbalas pesan singkat, setiap kali Aurora mengirim chat Dante tidak membalas dan malah akan langsung meneleponnya.Padahal kemarin Aurora hanya ingin berterima kasih soal boneka-boneka yang Dante kirim, lalu besoknya Aurora PAP foto saat dia date dengan Papa, dan Dante juga merespons dengan telepon.Aurora menyukainya, tentu saja, meski dari satu jam sambungan telepon itu didominasi oleh celotehnya sendiri tapi mendengar suara Dante secara singkat juga terasa menyenangkan.Hari ini lagi, Aurora mengirim pesan singkat pada Dante, mengatakan kalau dia sedang nongki di cafe bersama Alda dan Cassy. Seperti biasa, Dante tidak langsung membalas, karena dia memang bukan tipe orang yang selalu membawa ponsel ke mana-mana, biasanya butuh waktu sekitar 30 menit atau beberapa jam kemudian baru dia akan menelepon Aurora.Setelah mengirim pesan pada Dante, Aurora menyimpan ponselnya. Dia mengambil smoothies di gel
Aurora berjalan memasuki rumah dengan ponsel di tangannya, melihat-lihat foto paling bagus yang dia ambil beberapa saat lalu, niatnya yang akan dia upload ke sosial media, bagaimana pun dia tidak bisa membiarkan hari ini berlalu jadi hari yang menyebalkan hanya karena kencannya diganggu Ares. Kebetulan Aurora sempat memotret, ralat— dia memotret banyak hal, termasuk dirinya dan Dante. Foto berdua. Dante tidak begitu suka difoto, namun dia tersenyum cukup tulus saat Aurora tanpa izin memotretnya. Tampan. Akhirnya Aurora memutuskan untuk menempatkan foto berdua itu di slide paling akhir. Saat langkah kaki Aurora baru melewatkan pintu besar paling depan rumahnya, dia mendongak karena keributan kecil yang terdengar, ada beberapa orang asing di sana, tampak sibuk karena sedang instalasi sesuatu di pojok langit-langit. “Paman Ali,” panggil Aurora riang, dia berjingkat dan berlari memeluk sekretaris ayahnya itu. “Long time no see, how are you, Paman!” “Baik-baik,” jawab paman A
Aurora ingat Alda pernah mengatakan kalau Ares sedang didisiplinkan dengan cara memaksanya bekerja. Ares bahkan harus batal berangkat ke Australia hanya karena ini. Hanya saja Aurora tak tahu kalau ternyata Ares bekerja di perusahaan Talaila.Sumpah?Pasti tidak mudah bekerja dengan orang ini, mendengar keluhan sebal Tala beberapa saat lalu tentang sekretarisnya yang dia panggil ‘Nepo baby’.Tapi... Kenapa bisa sangat kebetulan?Dan lagi, kenapa Aurora harus bertemu dengannya di sini sih!Dengan sifatnya, Aurora yakin Ares akan menciptakan banyak drama seperti saat di swalayan waktu itu.Belum apa-apa perkataannya pada Dante sudah keterlaluan.“Bang Ares,” panggil Aurora pelan, dia melirik ke arah Tala. Bagaimana pun, dia harus menjaga sikap karena di sini ada Tante Tala. “Mama udah tahu kalo aku jalan sama Dante hari ini, jangan ngomong sembarangan!”Tapi sungguh perkataan Ares sudah sangat keterlaluan!Apa tadi katanya?Bajingan? Dia mengatai Dante bajingan? For real, dia
“Adiknya Samuel?”“Tante ingat Samuel?”“Temanmu cuma sebiji aneh kalo Tante lupa!”Juteknya.Aurora sedari tadi tak habis-habisnya menunduk salah tingkah, tangannya dingin, sementara ekor matanya melirik Dante mendekati Tala dan memberi pelukan rindu, hingga menurut saja di dikecup di pipi kanan dan kirinya, lalu dipeluk lagi erat dan lama sekali. Padahal wajah Dante tampak enggan tapi dia tidak menolak diperlakukan sedemikian manja oleh Tala.Benar. Sekali lagi Aurora ingatkan, mereka baru saja ‘real’ pacaran dan baru sempat berbagi hal manis berdua belum lama ini, Dante tidak pernah cerita tentang keluarganya dan Aurora hanya sekadar tahu hal-hal kecil saja.Aurora tidak tahu seberapa dekat Dante dengan keluarganya, dia juga tidak tahu bagaimana hubungan Dante dengan keluarga ibunya, tapi sepertinya ini bukan hubungan yang buruk, setidaknya tidak seburuk hubungan Dante dengan ayahnya.“Udah ah!” eluh Dante ketika Tala masih gemas memeluknya. Mereka memang sudah lama tidak