Beranda / Romansa / Cewek Berengsek Itu / 5. Shelia Diperiksa Polisi

Share

5. Shelia Diperiksa Polisi

Penulis: Rehano De
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-03 06:38:54

Shelia masih telentang di spring bed saat didengarnya suara panggilan Bik Mur di balik pintu. “Ada tamu, Non. Mau jumpa, Non!” teriaknya.

Shelia tidak beraksi. Ia diam saja. “Ada tamu, Non. Penting sepertinya!” teriak Bik Mur lagi.

Gadis itu turun dari tempat tidur dengan bersungut-sungut. Siapa pula yang datang pagi-pagi begini? Menganggu saja. Ia membuka pintu dengan tarikan kemarahan. “Siapa, Bik?”

“Ada tamu. Katanya mencari Non Shelia,” jelas Bik Mur pula.

“Laki perempuan?’

“Laki, Non. Dua orang.”

Aduh. Menganggu saja. Laki-laki siapa? Shelia bingung. Ia merasa tidak pula ada janji mau jumpa siapa. Meski begitu, ia tetap turun ke lantai satu. Lalu membukakan pintu ingin tahu siapa yang datang.

Ternyata dua pria dewasa berpenampilan necis. Berbadan tegap dengan potongan rambut pendek. Sepatunya hitam mengkilap seakan bisa berkaca di sana.

“Maaf,  menganggu. Kami dari Kepolisian mau memeriksa Nona terkait dengan tabrakan di Jalan Pulau Sumatera, Rabu malam lalu. Saksi mata yang kami mintai keterangan menyebutkan ciri-ciri dan nomor polisi mobil penabrak. Dan hasil pemeriksaan kami itu mobil Anda,” ujar salah seorang petugas.

Shelia tersentak. Ia kaget sekali. Kasus kecelakaan sampai ke polisi. Hanya senggolan sedikit. Siapa yang lapor ke polisi. Siapa korban? “Malam itu cuma nyenggol sikit. Malam itu aku buru-buru,” ujar Shelia tergagap.

“Ya, nanti bisa dijelaskan di kantor. Sekarang sebaiknya kita ke kantor saja,” kata pria berkumis.

Shelia bingung. Di rumah hanya ia sendirian. Papa ke luar negeri. Dan Mama pagi tadi ke Jakarta. Aduh, bagaimana ini?

“Maaf, Pak. Apa bisa tunggu orang tua. Aku sendirian di rumah.”

“Tidak apa. Nona saja. Hanya untuk pemeriksaan saja dan ambil keterangan. Tidak akan lama,” kata petugas itu lagi.

Meski tidak mendesaknya, namun Shelia juga tidak punya alasan lagi untuk menolak. Ia kemudian terpaksa mengikuti. Dan petugas itu minta ia membawa mobil yang dipakainya malam tabrakan itu. Dalam perjalanan ke kantor polisi ia menghubungi Papa. HP Papa tidak aktif. Ia hanya bisa mengontak Mama. Dan Mama minta ia datang saja ke kantor polisi. Mama berjanji akan menyuruh orang bagian hukum di perusahaan Papa untuk segera menyusul ke kantor polisi membantunya.

Kemudian datang Bang Siahaan, staf perusahaan Papa yang menangani semua permasalahan yang berkaitan dengan hukum. Shelia merasa lega. Bang Siahaan juga minta padanya untuk menyampaikan terus terang apa yang terjadi. “Sampaikan saja semuanya. Jangan takut,” ujarnya.

Makanya kemudian, Shelia tidak membantah. Polisi sudah punya fakta-fakta yang tidak mungkin dibantah. Sangat lengkap. Tidak mungkin ia mengelak. Kembali ditekankannya, malam itu ia buru-buru. Tidak sempat menolong korban. Juga tidak bermaksud melarikan diri. Ia sendiri lupa ada rencana melarikan diri atau bersembunyi.

Di kantor polisi baru Shelia tahu kalau tabrakan malam itu menyebabkan korban mengalami luka-luka. Dan tidak hanya luka-luka. Tapi si korban juga mengalami patah kaki.

Petugas percaya dengan alibi Shelia. Namun petugas menyampaikan pihaknya akan melakukan tes urine untuk memastikan kondisinya saat tabrakan itu. Itu sudah standar pemeriksaan terhadap pelaku tabrakan.

Shelia langsung pucat. Aduh, bagaimana ini? Ia menunduk. Menurunkan tangan kanan. Pura-pura mengaruk kaki yang gatal. Namun dicoleknya kaki Bang Siahaan. Pria itu melirik dan Shelia mengedipkan matanya.

“Bang, sepertinya tidak perlu juga tes urine itu. Shelia sendiri sudah mengakui terjadinya kecelakaan itu. Dan ia juga diperiksa,” ujar Bang Siahaan yang segera paham dengan kedipan mata Shelia.

“Ini untuk memperkuat saja,” jawab petugas.

“Toh sudah kuat data-datanya. Dan intinya pelaku juga sudah mengakuinya,” dalih Siahaan lagi.

“Prosedurnya sudah begitu. Untuk melengkapi pemeriksaan.”

“Apa tidak bisa dituda?”

“Sudah berada di kantor, kenapa mesti ditunda lagi. Tidak lama pemeriksaanya. Setengah jam sudah diketahui hasilnya,” tutur petugas yang akan memeriksa Shelia.

Bang Siahaan minta waktu. Ia mengaku akan memberitahu orang tua Shelia terlebih dahulu. Ia keluar ruang pemeriksaan. Dihubunginya Pak Gindo, Papanya Shelia. Masih belum aktif HP-nya. Ia kemudian memberitahu pada Buk Susiana meski ia tahu Mamanya Shelia itu tidak kenal dengan para komandan di kantor polisi.

Dan sayangnya, ia pun tidak kenal sepenuhnya anak gadisnya. “Tidak apa. Tes saja. Pasti negatif hasilnya,” katanya pada Siahaan dengan sangat yakin.

Atas nada keyakinan yang diterimanya dari istri presiden direktur itu, Siahaan pun yakin pula membiarkan petugas melakukan tes. Ia kemudian melihat dengan jelas perubahan wajah Shelia yang tiba-tiba sudah seperti kapas.

Tes urine terhadap Shelia pun dilakukan. Dan seperti yang ditakutkan Shelia, hasilnya positif.

***

Papa marah besar. Wajahnya tampak mengeras. Ia berjalan bolak-balik di belakang kursi ruang tengah dengan tangan terkepal.

Sampai di Bandara Soeta sepulang dari SIngapura, ia menerima berita yang mengagetkan itu dari Siahaan. Shelia positif narkotika. Namun Siahaan menenangkan hati bosnya kalau ia sudah menyampaikan permohonan untuk menyelesaikan kasus kecelakaan secara kekeluargaan dan menanggung semua biaya pengobatan korban.

Untuk perkara Shelia yang positif, ia juga berhasil menyakinkan kepolisian bahwa pihak keluarga akan melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap Shelia. Apa pun hasilnya, akan dilaporkan.

Mama dan Shelia duduk di kursi panjang. Kepala Shelia berada di atas pundak Mama. Masih tersisa suara tangisannya. Terdengar sesenggukan. Mama mengusap-usap kepala anak gadisnya.

"Tidak mungkin kamu tidak memakainya kalau hasilnya positif begitu," ujar Papa. Ia merentangkan kedua tangan di atas sandaran kursi. Memandang tepat ke arah depan. "Ngaku saja!"

Shelia mengangkat kepalanya. "Betul, Pa. Tidak ada makai," dalihnya.

"Lalu kenapa hasilnya positif?"

Mama memindahkan tangannya dari bahu Shelia. "Bisa saja salah, Pa. Keliru. Mungkin saja tertukar atau salah catatan sampelnya," ujar Mama membela anak gadisnya.

"Oke," suara Papa melunak. "Untuk memastikannya, kamu harus melakukan tes lagi. Di tempat lain. Bagaimana?" tantang Papa.

Shelia yang memastikan dirinya tidak ada menyentuh narkotika, setidaknya dalam sebulan terakhir, berani menjawab tantangan Papa. "Baik, Pa," ujarnya.

Mama menyampaikan dukungannya meski sesungguhnya ia was-was juga. Malah sangat takut. Bagaimana nanti bila hasilnya tetap positif? Anak gadisnya itu tersangkut dengan masalah hukum. Namun ia yakin Shelia tidak tersangkut dengan narkotika.

Setahunya Shelia hanya suka minum minuman beralkohol berkadar rendah. Sekelas bir.

Papa sangat serius guna mendapatkan kepastian. Besok paginya, ia mengantar Shelia ke klinik untuk melakukan pemeriksaan urine lagi. Papa sengaja menunda waktunya pergi ke kantor perusahaan.

Hasilnya keluar 30 menit kemudian. Shelia menunggu dengan berdebar juga. Jangan-jangan hasilnya kembali tidak sesuai dengan keyakinannya. Namun Shelia mampu meyakinkan dirinya sendiri.

Papa lebih berdebar lagi. Menjadi sebuah pukulan hebat terhadap dirinya bila hasil tes kedua ini tetap positif. Apalagi bila hal itu kemudian diekspos pula di media massa. Bisa kacau semuanya. Nama baik bisa menjadi tercemar. 

Dan keduanya sama-sama menyemburkan nafas lega ketika didapatkan mereka hasilnya negatif. Ketakutan mereka ikut tersembur ke luar.

Wajah Shelia berubah cerah seketika. Ia tersenyum lega. "Negatif kan!" serunya dengan riang melirik Papa.

Papa pun sangat senang. Kekhawatirannya tidak terbukti. Papa menanggapi dengan mengucek-ecek kepala Shelia. 'Bagus, bagus," katanya bersemangat.

Meski begitu, masih ada yang dipermasalahkan Papa. "Minuman harus kamu kurangi. Papa bukannya tidak tahu kamu suka minum. Minuman beralkohol itu dekat sekali dengan narkotika," ujarnya mengingatkan.

Shelia memandang tanpa suara. Papa tahu aku minuman? Tahu dari mana?

Bab terkait

  • Cewek Berengsek Itu   6. Bingung Penolakan Rendi

    “Belagu dia, Ma,”“Maksud kamu?” tanya Mama di antara suapan sarapannya.“Pria itu belagu. Tidak mau damai. Tidak mau uang damai yang aku tawarkan,” jelas Shelia bersungut-sungut. “Banyak gaya betul dia. Huh! Macam orang kaya pula!”Mama menghentikan suapannya. Memandang lurus ke depan. “Kamu datangi dia ke rumah sakit? Jumpai dia?’“Iya, Ma. Aku datang baik-baik ke rumah sakit. Ngajak berdamai. Eh, dia sama sekali tidak merespos. Malah nyuruh aku pulang.” Shelia menghentakkan siku pada kaca meja makan.“Salah omong kamu mungkin,” duga Mama.“Salah omong apa pula. Itulah yang aku bilang ke dia. Tidak salah!"“Cara masuk kamu, cara ngomong kamu, maksud Mama.”“Aduh, Mama ini gimana?. Masuk ya ketuk pintu. Omong ya sampaikan apa hendak dikatakan. Jelaskan terus terang. Begiitu kan?”Mama mengangguk. &ldqu

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-05
  • Cewek Berengsek Itu   7. Terpaksa Teken Juga

    Rendi membenarkan. “Iya. Masih muda. Mungkin di bawah aku umurnya.”“Kalau itu sikap kamu ya mau bagaimana lagi,” ucap Tante Rieka pula.Ia merogoh tas mengeluarkan amplop berwarna coklat. “Ini uang sumbangan dari para orang tua. Bertambah lagi. Total jumlahnya Rp19,5 juta,” jelasnya seraya menyodorkan amplop.“Tante ja yang pegang dulu. Aku sama sekali belum bisa bergerak. Ntar kalau sudah mau pulang, Tante bawakan lagi,” ujar Rendi. Ia merasa lebih aman uang itu berada di tangan Tante Rieka dari pada di tangannya.“Oke,” kata Tante Rieka maklum. “Tidak aman juga kamu pegang.” Ia mengembalikan amplop ke dalam tas.Tante Rieka kemudian pamit. Ia mengaku akan membawa Meylin berbelanja ke supermarket.“Besok jangan lupa belajarnya di rumah Monika ya,” sebutnya pada Meylin.Meylin memandang heran.“Sementara saja. Selama Om di rumah sakit. Se

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-06
  • Cewek Berengsek Itu    8. Tawaran Siska

    Rend tidak hendak membantah. Ia paham watak Fadely. Ia menunggu penjelasan dari pria berambut pendek itu."Aku yakin mereka pasti datang lagi. Masih banyak surat yang mesti ditandatangani untuk menyelesaikan perdamaian. Apalagi laporan di Kepolisian belum dicabut," jelasnya.Sesungguhnya Rendi juga tidak takut menghadapi mereka. Hanya karena kondisi kakinya yang menyebabkan ia mesti menahan diri. Terpaksa menuruti kemauan mereka.Siska kemudian datang. Sendirian. Ia juga membawa sejumlah buah-buahan."Wah, bisa buka kedai buah ini, Bro. Nih, datang lagi tambahan pasokan," ujar Fadely melihatSiska meletakkan buah yang dibawanya pada keranjang rotan di atas meja. Siska tersenyum."Mesti di pintu ditempel pengumuman dilarang bawa buah. Tapi ditulis disarankan membawa angpao saja.""Bagus idenya. Aku buatkan pengumumannya ya?" tanya Siska tertawa. Rendi dan Fadely juga ikut tergelak."Hei, kalian pasti belum saling kenal kan walau

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-07
  • Cewek Berengsek Itu   9. Shelia Positif Narkotika

    Sheila juga terkejut. Ia menoleh pada Rendi. Namun ia merasa pandangan yang tajam justru datang dari Siska. Siska merasa kepalanya panas.“Kenapa kamu kabur waktu kejadian itu? Tidak menolong?” tandas Siska lebih tajam.“Malam itu aku buru-buru,” jelas Sheila lemah.“Karena buru-buru itulah kamu menabrak orang. Pertanyaan aku kenapa kamu tidak berhenti? Tidak menolong korban yang kamu tabrak.”Sheila diam. Matanya mengerjap-ngerjap.“Kamu tahu kan menabrak orang? Atau kamu lagi mabuk malam itu? Narkoba? Tidak sadar kalau mobil yang kamu menabrak orang,” cecar Siska dengan mata tidak lepas dari wajah Sheila.Sheila menggeleng cepat-cepat. “Tidak. Tidak,” ujarnya kencang. Ia tidak tabrakan itu dikaitkan pula dengan narkotika.Siska terus mendesak. “Lalu kenapa kabur?”“Takut.""Takut apa?""Aku takut dihakimi orang ramai.”

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-11
  • Cewek Berengsek Itu   10. Tak Mau dengan Perantara

    "Kasus tabrakan dan narkotika itu terus dilanjutkan prosesnya. Untuk kecelakaan polisi menyarankan berdamai saja. Sementara untuk narkotika petugas menelusuri lebih lanjut dari mana sumbernya, kapan ia memakai, apa sudah lama menggunakan dan seterusnya. Jadi, akan panjang prosesnya," sebut Fadely lagi."Mereka tahu aku korban tabrakan itu?""Karena tahu Bro itu petugas menyarankan agar segera disepakati jalan damai."Rendi merasa rugi besar kehilangan HP. Putus kontak sama sekali dengan orang-orang yang diperlukannya. Ia kenal dengan Kapolresta dan sejumlah Kasat. Kenal dekat dengan Kasat Lantas. Tapi nomor kontak mereka hilang semua. Tidak bisa menghubungi mereka."Bakal menarik juga kasusnya. Anak pengusaha sukses menabrak seorang mahasiswa hingga mengalami patah kaki. Si penabrak diduga akibat pengaruh narkotika," tutur Hernan. "Berita yang sangat menarik.""Belum ada beritanya kan?""Sepertinya belum.""Apa yang kubilang tadi akan

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-11
  • Cewek Berengsek Itu   11. Memaksa Menerima Uang

    "Katanya lusa. Tapi belum ada nelpon.""Mama cuma ke Hongkong kan?" tanya Papa.Shelia menggeleng tidak tahu. "Mungkin."Shelia kembali mencelupkan potongan roti yang ketiga. Dengan gerakan cepat melaksanakan cara makan roti yang mengasyikan juga. Harus cepat-cepat dan sangat berisiko jatuh. Ia menelan roti dengan kepuasan tersendiri.Ia menyelesaikan sarapan dengan meraih tisu. Melap bibirnya. Ia memandang lurus ke depan. Menatap Papa. "Pa, jumpa korban tabrakan itu biar aku saja. Ia marah dengan anak buah Papa. Mengancam-ngancam katanya.""Memang harus diancam. Setelah diancam baru dia mau meneken surat itu. Sebelumnya dia tidak mau kan?""Dia tidak mau bantu soal pencabutan laporan di kepolisian," terang Shelia."Kenapa?""Belagu pula dia. Tidak suka diancam-ancam begitu. Trus katanya bilang ke Papa kamu kalo nyuruh orang itu yang bisa dipercaya.""Dipercaya bagaimana?""Tak tau juga. Dia cuman bilang beg

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-12
  • Cewek Berengsek Itu   12. Mayra Jadi Penengah

    Rendi menoleh. Di koridor gadis berkerudung tersenyum. Rendi segera mengenalinya. Mayra. Rendi balas tersenyum. Gadis itu melangkah melewati pagar bunga. Ia mendekati Rendi."Hei, Abang pakai tongkat?" tanyanya heran mematut Rendi dengan dua kruk di tangan. "Patah. Patah kenapa?""Kecelakaan.""Kaki mana yang patah, Bang?"Rendi menunjuk kaki kanannya yang berbalut kasa. "Tuh, bagian tulang keringnya.""Aduh, baru tahu sekarang. Heh, mungkin aku jarang ke rumah Oji semenjak kampus kami pindah dan pindah kosan," jelas Mayra. "Dah berapa hari Abang di sini?""Dua minggu lebih."Mayra adalah tantenya Oji, salah seorang murid les Rendi. Ia acap kali jumpa ketika Rendi datang ke rumah Oji. Mayra, mahasiswa Akuntansi, sering bertanya soal tugas-tugas Bahasa Inggris pada Rendi. Dulu ia tinggal di rumah Oji."Penabraknya tanggung jawab? Tidak lari kan?""Belum tahu juga," jelas Rendi yang ia sendiri tidak tahu apakah Shelia bert

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-14
  • Cewek Berengsek Itu   13. Datang pun Tidak Mereka

    Mayra pun berdiri menjangkau tangan Shelia. Gadis itu dibawanya duduk kembali. "Duduk dulu. Jangan emosi," ujarnya lembut.Shelia menurut dan kembali duduk. Tapi marahnya belum lenyap. "Aku itu sudah minta maaf dan mau bertanggungjawab. Tapi kalau situ tidak mau menerimanya ya terserah." dengusnya tanpa memandang Rendi.Rendi memandangi Shelia. "Hanya soal uang itu. Lainnya sudah selesai. Tidak ada masalah.""Oke kalau begitu!"Mayra menengahi. "Sudah-sudah. Tidak perlu dibahas. Yang penting sudah ada kesepakatan damai itu," ujarnya berencana menyelesaikan ketegangan ini dengan caranya sendiri. Ia tidak ingin terjadi pertikaian di antara kedua orang yang dekat denganya.Ketika kemudian Shelia pamit, ia pun tidak menahan lagi. "Kapan-kapan aku ke kantor kamu ya. Masih di Jalan Gunung Merapi itu kan?" tanya Mayra yang dijawab Shelia dengan anggukan."Kenapa begitu sewotnya?" tanya Mayra pada Rendi sepeninggal Shelia. Ia tidak habis pikir kenap

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-15

Bab terbaru

  • Cewek Berengsek Itu   15. Dilarang Jalan Sendirian

    Rendi tersenyum tipis. Seakan berbasa-basi pada kamar yang sudah didiaminya dua tahun lebih. Ia terduduk di pinggir ranjang.Dua bulan kurang beberapa hari Rendi tidak berjumpa dengan kamar berukuran 3x4 meter ini. Tidak banyak yang berubah. Bahkan mungkn tidak ada. Dinding kamar belum berubah warna. Putih berangsur suram. Lemari masih berdiri angkuh dengan pintu tertutup rapat di sudut.Di sebelahnya meja yang di atasnya berisi tumpukan sejumlah buku dan majalah. Ada laptop di tengah. Serta kaleng yang penuh dengan pena, penggaris, spidol dan pensil. Kursi tersuruk di bawah setia menemani meja.Meja plastik kecil di sebelah pintu ke dapur juga masih penuh dengan gelas dan cangkir. Juga ada sejumlah botol. Berisikan gula dan kopi. Terlihat pula di atas tutup botol teh celup dalam kotak. Di samping meja plastik berwarna biru tertegak galon air mineral isi ulang. Masih ada separoh isinya.Benar-benar tidak ada yang berubah. Heps! Tunggu. Ada. Ada yang berub

  • Cewek Berengsek Itu   14. Bersumpah Tak Mau Jumpa

    Semua mata mengarah ke pintu. Pintu terkuak terdengar berderit. Seorang wanita muda berkerudung muncul dengan senyuman. "Assalammualaikum," ujarnya.Rendi dan Hernan menjawab serentak. "Waalaikumsalam." Sementara Fadely dan Siska tersenyum seraya menekuk kepala.Hanya Rendi yang kenal dengan wanita itu. Mayra. Gadis itu tidak sendirian. Beberapa detik kemudian muncul seseorang. Wanita muda juga. Berambut pendek berwarna agak kemerahan. Berbeda dengan Mayra, pakaian wanita ini agak ketat.Rendi terkejut. Kenapa dia datang lagi?Wanita itu, Shelia, tersenyum dan menyapa. "Selamat pagi." Seisi kamar membalasnya dengan sapaan dan anggukan. Namun Rendi merasa mulutnya kaku. Tidak bisa bersuara.Kemudian tercipta keheningan. Seakan tidak ada sesuatu yang bisa disuarakan. Atau mulut pada terkunci semua. Tetapi hanya beberapa jenak. Fadely memecahkan kebisuan itu. "Wah, makin rame nih. Seperti mau pesta," ujarnya menyimpan tawa."Di rumah saki

  • Cewek Berengsek Itu   13. Datang pun Tidak Mereka

    Mayra pun berdiri menjangkau tangan Shelia. Gadis itu dibawanya duduk kembali. "Duduk dulu. Jangan emosi," ujarnya lembut.Shelia menurut dan kembali duduk. Tapi marahnya belum lenyap. "Aku itu sudah minta maaf dan mau bertanggungjawab. Tapi kalau situ tidak mau menerimanya ya terserah." dengusnya tanpa memandang Rendi.Rendi memandangi Shelia. "Hanya soal uang itu. Lainnya sudah selesai. Tidak ada masalah.""Oke kalau begitu!"Mayra menengahi. "Sudah-sudah. Tidak perlu dibahas. Yang penting sudah ada kesepakatan damai itu," ujarnya berencana menyelesaikan ketegangan ini dengan caranya sendiri. Ia tidak ingin terjadi pertikaian di antara kedua orang yang dekat denganya.Ketika kemudian Shelia pamit, ia pun tidak menahan lagi. "Kapan-kapan aku ke kantor kamu ya. Masih di Jalan Gunung Merapi itu kan?" tanya Mayra yang dijawab Shelia dengan anggukan."Kenapa begitu sewotnya?" tanya Mayra pada Rendi sepeninggal Shelia. Ia tidak habis pikir kenap

  • Cewek Berengsek Itu   12. Mayra Jadi Penengah

    Rendi menoleh. Di koridor gadis berkerudung tersenyum. Rendi segera mengenalinya. Mayra. Rendi balas tersenyum. Gadis itu melangkah melewati pagar bunga. Ia mendekati Rendi."Hei, Abang pakai tongkat?" tanyanya heran mematut Rendi dengan dua kruk di tangan. "Patah. Patah kenapa?""Kecelakaan.""Kaki mana yang patah, Bang?"Rendi menunjuk kaki kanannya yang berbalut kasa. "Tuh, bagian tulang keringnya.""Aduh, baru tahu sekarang. Heh, mungkin aku jarang ke rumah Oji semenjak kampus kami pindah dan pindah kosan," jelas Mayra. "Dah berapa hari Abang di sini?""Dua minggu lebih."Mayra adalah tantenya Oji, salah seorang murid les Rendi. Ia acap kali jumpa ketika Rendi datang ke rumah Oji. Mayra, mahasiswa Akuntansi, sering bertanya soal tugas-tugas Bahasa Inggris pada Rendi. Dulu ia tinggal di rumah Oji."Penabraknya tanggung jawab? Tidak lari kan?""Belum tahu juga," jelas Rendi yang ia sendiri tidak tahu apakah Shelia bert

  • Cewek Berengsek Itu   11. Memaksa Menerima Uang

    "Katanya lusa. Tapi belum ada nelpon.""Mama cuma ke Hongkong kan?" tanya Papa.Shelia menggeleng tidak tahu. "Mungkin."Shelia kembali mencelupkan potongan roti yang ketiga. Dengan gerakan cepat melaksanakan cara makan roti yang mengasyikan juga. Harus cepat-cepat dan sangat berisiko jatuh. Ia menelan roti dengan kepuasan tersendiri.Ia menyelesaikan sarapan dengan meraih tisu. Melap bibirnya. Ia memandang lurus ke depan. Menatap Papa. "Pa, jumpa korban tabrakan itu biar aku saja. Ia marah dengan anak buah Papa. Mengancam-ngancam katanya.""Memang harus diancam. Setelah diancam baru dia mau meneken surat itu. Sebelumnya dia tidak mau kan?""Dia tidak mau bantu soal pencabutan laporan di kepolisian," terang Shelia."Kenapa?""Belagu pula dia. Tidak suka diancam-ancam begitu. Trus katanya bilang ke Papa kamu kalo nyuruh orang itu yang bisa dipercaya.""Dipercaya bagaimana?""Tak tau juga. Dia cuman bilang beg

  • Cewek Berengsek Itu   10. Tak Mau dengan Perantara

    "Kasus tabrakan dan narkotika itu terus dilanjutkan prosesnya. Untuk kecelakaan polisi menyarankan berdamai saja. Sementara untuk narkotika petugas menelusuri lebih lanjut dari mana sumbernya, kapan ia memakai, apa sudah lama menggunakan dan seterusnya. Jadi, akan panjang prosesnya," sebut Fadely lagi."Mereka tahu aku korban tabrakan itu?""Karena tahu Bro itu petugas menyarankan agar segera disepakati jalan damai."Rendi merasa rugi besar kehilangan HP. Putus kontak sama sekali dengan orang-orang yang diperlukannya. Ia kenal dengan Kapolresta dan sejumlah Kasat. Kenal dekat dengan Kasat Lantas. Tapi nomor kontak mereka hilang semua. Tidak bisa menghubungi mereka."Bakal menarik juga kasusnya. Anak pengusaha sukses menabrak seorang mahasiswa hingga mengalami patah kaki. Si penabrak diduga akibat pengaruh narkotika," tutur Hernan. "Berita yang sangat menarik.""Belum ada beritanya kan?""Sepertinya belum.""Apa yang kubilang tadi akan

  • Cewek Berengsek Itu   9. Shelia Positif Narkotika

    Sheila juga terkejut. Ia menoleh pada Rendi. Namun ia merasa pandangan yang tajam justru datang dari Siska. Siska merasa kepalanya panas.“Kenapa kamu kabur waktu kejadian itu? Tidak menolong?” tandas Siska lebih tajam.“Malam itu aku buru-buru,” jelas Sheila lemah.“Karena buru-buru itulah kamu menabrak orang. Pertanyaan aku kenapa kamu tidak berhenti? Tidak menolong korban yang kamu tabrak.”Sheila diam. Matanya mengerjap-ngerjap.“Kamu tahu kan menabrak orang? Atau kamu lagi mabuk malam itu? Narkoba? Tidak sadar kalau mobil yang kamu menabrak orang,” cecar Siska dengan mata tidak lepas dari wajah Sheila.Sheila menggeleng cepat-cepat. “Tidak. Tidak,” ujarnya kencang. Ia tidak tabrakan itu dikaitkan pula dengan narkotika.Siska terus mendesak. “Lalu kenapa kabur?”“Takut.""Takut apa?""Aku takut dihakimi orang ramai.”

  • Cewek Berengsek Itu    8. Tawaran Siska

    Rend tidak hendak membantah. Ia paham watak Fadely. Ia menunggu penjelasan dari pria berambut pendek itu."Aku yakin mereka pasti datang lagi. Masih banyak surat yang mesti ditandatangani untuk menyelesaikan perdamaian. Apalagi laporan di Kepolisian belum dicabut," jelasnya.Sesungguhnya Rendi juga tidak takut menghadapi mereka. Hanya karena kondisi kakinya yang menyebabkan ia mesti menahan diri. Terpaksa menuruti kemauan mereka.Siska kemudian datang. Sendirian. Ia juga membawa sejumlah buah-buahan."Wah, bisa buka kedai buah ini, Bro. Nih, datang lagi tambahan pasokan," ujar Fadely melihatSiska meletakkan buah yang dibawanya pada keranjang rotan di atas meja. Siska tersenyum."Mesti di pintu ditempel pengumuman dilarang bawa buah. Tapi ditulis disarankan membawa angpao saja.""Bagus idenya. Aku buatkan pengumumannya ya?" tanya Siska tertawa. Rendi dan Fadely juga ikut tergelak."Hei, kalian pasti belum saling kenal kan walau

  • Cewek Berengsek Itu   7. Terpaksa Teken Juga

    Rendi membenarkan. “Iya. Masih muda. Mungkin di bawah aku umurnya.”“Kalau itu sikap kamu ya mau bagaimana lagi,” ucap Tante Rieka pula.Ia merogoh tas mengeluarkan amplop berwarna coklat. “Ini uang sumbangan dari para orang tua. Bertambah lagi. Total jumlahnya Rp19,5 juta,” jelasnya seraya menyodorkan amplop.“Tante ja yang pegang dulu. Aku sama sekali belum bisa bergerak. Ntar kalau sudah mau pulang, Tante bawakan lagi,” ujar Rendi. Ia merasa lebih aman uang itu berada di tangan Tante Rieka dari pada di tangannya.“Oke,” kata Tante Rieka maklum. “Tidak aman juga kamu pegang.” Ia mengembalikan amplop ke dalam tas.Tante Rieka kemudian pamit. Ia mengaku akan membawa Meylin berbelanja ke supermarket.“Besok jangan lupa belajarnya di rumah Monika ya,” sebutnya pada Meylin.Meylin memandang heran.“Sementara saja. Selama Om di rumah sakit. Se

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status